“Kalau mau mati, nggak usah ngajak ngajak napa! Setan emang lo!” sungut Syarifah.
“Ya kan gue setia, apapun keadaannya lo selalu gue ajak.” Aku merenges saja. Syarifah nampak kesal, tapi rautnya mendadak bingung saat baru melihat area tempat kami turun. “Eh, rumahnya yang mana?” tanya Sarifah. Baru kusadari ternyata kita sudah sampai di depan rumah Munaroh. Sepertinya sampai sekarang Bang Ocit belum datang. Soalnya rumahnya masih sepi kayak kuburan. “Tuh,” tunjukku dengan dagu tanpa berani menunjuk dengan jari. Ada dua makhluk bermata besar yang mengawasi kedatangan kami. Jika sampai aku menunjukan jari, mereka akan menganggapnya ini ancaman dan mungkin akan membuat kami diburu sebelum mendekat ke rumah itu. Rumah berlantai dua itu terlihat sangat mencekam dari auranya. Meskipun terkesan mewah karena berlantai dua, bagiku rumah ini cenderung angker jika dilihat dari indra ke-6 ku. Ada pohon asem di depan rumah itu dan banyak pohon pohon rindang yang menutupi sisi gerbang rumah Munaroh. Anehnya, kontrakan dia tak semenyeramkan rumahnya. Kontrakan yang aku tempati ini dikelola oleh Pak RT di mana Munaroh hanya akan datang untuk menagih pada Pak RT selaku pengelola. Selain di kontrakan yang aku tempati, Munaroh juga punya banyak kontrakan lain yang tersebar di beberapa desa. “Serius ini rumahnya?” tanya Syarifah sambil mengusap tengkuknya. “Iya, ini sih yang gue tahu. Pernah dikasih tahu sama Pak RT kalau rumahnya yang ujung ini.” “Pulang aja yuk! Rumahnya kayak serem gini,” ajak Syariah. “Tadi katanya mau masuk cari Hamzah. Gimana sih? Kalau si Hamzah itu kena gangguan mahluk halus, pasti seremnya tuh sampai sini,” tunjukku pada tengkuknya. “Kalau diganggu cewek culun dan resek kayak elu, baru deh. Nyampenya ke sini,” tunjukku ke arah dada. Syarifah berdecak, lalu ikut turun bersamaku. “Nggak jadi deh, Ran. Gue takut, lo pasti liat banyak penampakan kan?” Syarifah berubah pikiran. “Oh, ya jelas. Mau gue absen?” kekehku. “Jangan bercanda deh! Kita atur rencana lain. Kita pulang sekarang!” Syariah mengajakku kembali menaiki motor, memintaku menyalakan motor dengan cepat. “Payah lo! Padahal tadi ada monyet kerdil yang kemarin jilatin celana dalam lo!” kekehku. “Randu! Cepet jalan nggak?!” Aku digetok berkali kali oleh Syarifah dan akhirnya aku hanya bisa pasrah saat diajak kembali. Makhluk seperti mereka tak akan mengganggu kalau kita tak mengganggu. Kecuali mereka mereka yang memang punya perjanjian dengan manusia untuk mengganggu seseorang yang memang ditujukan untuk diganggu. Seperti halnya aku yang beberapa kali didatangi Miss Kun kun yang hobi nongol tanpa diminta. Mungkin itu jelmaan Munaroh yang nggak bisa dapatin aku, lelaki gagah nan tampan tanpa obat yang hobinya main panco sama mahluk tak kasat mata. “Berani nggak tidur sendiri?” tanyaku saat sudah sampai di kontrakan Syarifah. “Berani lah, gue kan bukan elo yang bisa liat mahluk aneh aneh. Pulang sono! Besok kita bahas gimana bikin Hamzah bisa ceritakan semuanya,” ucap Syariah. “Kalau udah makan belatungnya, mana sadar dia kalau udah di ena ena sama Munaroh. Lo besok bawakan bekalnya, kita tukar aja. Gimana?” tanyaku mencoba membantu Hamzah untuk tidak terlalu jauh dibuat tak sadar. “Mana bisa? Gue nggak tahu apa bekal yang dia bawa.” “Sama, ramen dengan kotak makan warna biru. Kita tukar dan kita buang ke pemakaman.” “Kok pemakaman sih, Ran?” Syarifah pun memegangi tengkuknya. “Di sana pusat energi astralnya, biar dikirim balik aja. Bisa?” Syarifah terlihat nggak yakin. Namun, aku pun memeluknya spontan untuk menyemangatinya. Niatnya sih. Hanya saja, Syarifah mendorongku kuat hingga aku terjungkal ke belakang. “Modus banget sih?” sungutnya. “Hehehe, biar calon istri gue mau buatkan bekal dong. Sekalian, simulasi sebelum jadi istri babang tamvan ini,” selorohku. “Tampan dari hongkong? Kalau tamvan nggak mungkin jomblo sampe jenggotan gitu,” ejeknya. “Eits, jangan salah. Jenggot bukan sembarang jenggot. INi tuh bukti kalau gue setia hanya pada satu wanita saja. Makanya belum nikah sampai sekarang,” jawab aku penuh percaya diri. “Siapa memangnya wanitanya?” Dia terlihat penasaran, padahal aku hanya bercanda saja. “Kasih tahu nggak ya?” Aku pun mengusap daguku, menatap langit di mana ada sosok yang sedang menguping pembicaraan kami. “Mau tahu nggak?” tanyaku. Syarifah diam, tapi kemudian aku pun melirik lirikkan ke atas. “Apa?” tanyanya. Aku mendekat pada Syariah dan berbisik di telinganya. “Monyet kerdil ngikutin lo. Ati ati, celana dalam amankan,” bisikku membuat Syariah menendang kakiku dengan keras dan aku pun tertawa puas. “Randu! Kampret lo ya?!” Aku berlari dengan riang gembira. Rasanya senang sekali mengerjainya. Aku pun naik kembali ke atas motor dan menyalakan mesin motornya. Hingga saat aku hendak mengegasnya, mendadak tak mau jalan padahal sudah sudah masuk gigi rodanya. Kugeber, tetap tak mau jalan hingga saat aku menengok, lagi lagi penampakan itu membuatku kesal.Benar-benar Miss kunkun nggak punya akhlak. Sudah diusir berulang kali masih saja ngeyel jadi bodyguard gratisanku. Napasku sampai ngos-ngosan karena berusaha berlari mendorong motorku yang dasarnya susah menyala. Aku sampai di kosan jam 20.30 malam. Kamar Hamzah yang ada di sebelahku juga masih gelap dan sepertinya Hamzah belum pulang.Aku buka pintu kamarku perlahan dan masuk ke dalam kontrakan kecilku. Membayangkan kejadian demi kejadian yang aneh pada Hamzah membuatku benar-benar ingin mencari solusi untuk membebaskannya. Dibiarkan akan membuat dia semakin kasihan dan mungkin saja nasibnya tidak jauh dari Memet yang menjadi tumbal pesugihan. Meski ada perbedaan dengan kasus Memet dengan Hamzah, tapi aku rasa ini sama saja tindakkan perdukunan yang sangat riskan untuk dicari tahu.Aku merebahkan diri di atas kasur. Ditemani suara berisik dari para lembut yang biasanya wara wiri melewati kontrakanku. Bagi mereka keluar masuk ke tempat-tempat seperti ini sudah biasa dan bahkan kadan
Kuseret tubuh Hamzah perlahan karena tentu berat jika harus membopongnya sendirian. Aku bawa dia ke atas kasur dan menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada di sana. Aku hendak menutup pintu niatnya, tapi sosok besar dan hitam hendak menerobos kamar Hamzah. Sepertinya makhluk itu tak menyerah ingin mengganggu Hamzah dan aku.Aku pun membaca doa kembali, berharap makhluk menyeramkan itu sudah menghilang setelah aku beri ajian yang satu ini. Byuh!Aku menyiram dengan air yang tadinya aku gunakan untuk membuat Hamzah terbangun. Seketika hilang dan aku pun merasa lega. Aku langsung berlari menutup pintu, lalu mengambilkan baju untuk Hamzah. Malam ini aku menjaganya tanpa tidur, hingga subuh menjelang mata ini barulah datang ngantuknya.Bunyi gedoran pintu terdengar sangat keras sampai membangunkanku. Aku mengucek mataku dan melirik ke sisiku, kaget bukan kepalang. Di mana Hamzah? Sontak aku bangkit dan membuka pintu.“Lama banget sih?” sungut Syarifah ternyata si pembuat bunyi berisik pi
“Astagfirullah,” gumamku mundur. Ada mahluk comel mengintip kedatangan kami ternyata. Bocah kecil imut menggemaskan tetapi mata dan kakinya tak memiliki ukuran yang sama. Sebaik baiknya bentuk, manusialah yang sangat sempurna penciptaannya. Maka sebagai manusia, kita wajib bersyukur dengan kesempurnaan yang didapatkan.Aku pun duduk kembali dengan tenang, lalu kembali menyimak obrolan. Suara salam dari arah belakang membuat kami semua menengok dan ternyata Ustad Husni sudah kembali“Nah, ini Mas Husninya udah balik. Umi tinggal dulu ya ke belakang, kalian ngobrol lah dulu.”“Wah, Ifah pulang kampung. Sama Randu ternyata. Kalian sehat?” Ustad Husni menjawab tanganku dan mengatupkan tangan dengan Ifa.“Alhamdulillah, masih bisa napas sampe sini artinya sehat, Tad. Sibuk nyawah?” tanyaku.“Ya biasa lah, di desa memang ada pekerjaan kantoran? Yang ada di balai desa, Ustad malas karena banyak korupsinya kalau di desa.”Aku dan Syarifah hanya menanggapi dengan senyuman saja karena sudah jel
Kami pulang dari rumah Ustad Husni setelah mendapatkan banyak pencerahan. Ternyata belatung yang aku lihat memang kiriman dan guna guna yang digunakan seseorang untuk membuat temanku itu nyaman bersama si pemberi makanan. Dia akan ketagihan masakannya, akan merasa terpuaskan setelah makan bekal itu dan akhirnya bisa jadi tumbal yang entah apa tujuannya. Ilmu ilmu gaib yang mengerikan itu tentu adalah tipu daya setan di mana manusia melakukan perjanjian untuk bisa memperkaya hidupnya sendiri. Mendapatkan manfaat dan kemudahan instan tanpa mau berusaha.“Anter pulang atau anter ke KUA nih?” tanyaku pada Syarifah.“Anter lo ke kuburan!” sembur Syarifah. Aku terkekeh mendengarnya lalu kami pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Aku mengantar Syarifah terlebih dahulu sebelum kembali ke kontrakanku sendiri.“Jam 4 ke sini lagi, biar nggak kesorean ke rumahnya Tante Munaroh,” ucap Syarifah.“Nenek Munaroh, sebutan tante itu cocoknya kamu. Bukan dia yang nini nini,” kekehku."Aku belum setua
“Duh, air apa sih ini? Wajah gue panas, Ran.”Hamzah terlihat kelabakan. Ada asap yang keluar dari wajahnya, aku pun tersenyum dan ternyata doa ustad sainganku itu manjur juga. Aku pun berpura pura panik, lalu mengambil kipas yang cukup besar.“Coba dikipasin sambil bilang ‘Munaroh … Bang Hamzah datang, prepet prepet prepet,” kekehku.“Ck! Serius ini, panas banget," ucapnya.“Ssh … kau menggangguku!” Suara bisikan itu diiringi gemlotek batu dari kamar mandi. Aku pun bangkit, lalu menendang pintu kamar mandi cukup keras.“Hantu itu keluarnya malam, jangan siang siang begini. Gantian manusia kayak gue yang ganggu, bukan kalian yang nggak ada napasnya,” omelku.Suara itu berhenti, aku kembali dan melihat Hamzah yang ternyata pingsan lagi. Wajahnya memerah seperti melepuh, mungkin efek dari air itu. Namun, hanya aku yang melihat asap dari wajahnya. Jelas, aku bisa melihat semua yang terjadi pada tubuhnya.Sebelum sore menjelang, aku harus bisa membawa Hamzah pergi dari kosan ini. Dia baha
Aku lepas baju yang sudah ditempeli makhluk seperti ubur ubur itu. Aku buang dan aku tendang dengan kuat. Entah kemana hilangnya, jelas aku tak peduli. Kalau sudah begini, bukan tubuh Hamzah saja yang remuk tapi aku juga. Cakaran bahkan sabetan mahluk mahluk tadi berbekas meski mereka tak terlihat oleh mata. Maka tak jarang ada orang yang kaget saat baru bangn tidur terdapat jejak hitam di tubuhnya. Bisa jadi dia sedang dijamah, akan dijamah atau sudah dijamah oleh mahluk gaib. Emaku bilang, orang yang disukai lelembut akan sering ditinggali jejak di tubuhnya.“Tok tok tok!”Suara ketukan pintu terdengar dan Syarifah terdengar memanggil kami. Aku langsung bangkit dan meninggalkan Hamzah yang kini sudah tenang. Aku membuka pintu dan saat Syarifah melihatku, dia langsung menutup wajahnya.“Astaghfirullah,” ucapnya.“Kenapa? Setan apalagi yang datang?” tanyaku.“Itu, lo kenapa nggak pake baju sih? Geli liatnya!” ucapnya.Ah, aku kira ada mahluk halus yang menempel. Aku pun memasang waj
..Aku melihat deretan pedagang kaki lima yang sedang menjajakan makanannya. Semua terlihat ramai, kecuali satu pedagang yang sepi pembeli. Sama sama menjual makanan olahan, tapi kenapa tak ada yang membeli.Sudah biasa. Aku melihat ada banyak sekali keganjilan jika melihatnya. Yang sepi, kadang ditutupi jin dari lawan pedagang yang lain. Ada juga yang sengaja menariknya dengan ilmu gaib yang membuat kedai tak nampak. Di tempat yang ramai, aku mencoba menengok. Makhluk apa yang sebenarnya menunggu di sana.Saat ikut menerobos di antara kerumunan orang mengantri, ada sosok makhluk gaib berlidah panjang yang sedang menjilati sendok pada pembeli yang sedang makan di sana. Ada juga yang bertugas meludahi sayuran agar nikmat di perut pembelinya. Awalnya aku pikir karena makanan itu enak, makanya laris. Tapi saat melihat mahluk mahluk itu, aku pun urung membeli.Aku keluar lagi dari kedai. Berjalan menuju ke warung yang sepi tanpa pembeli. Penjualnya seorang nenek tua, dia tampak nelangsa
“Enak banget, beli di mana?” tanya Syarifah.“Depan.”“Ya tahu, emang di belakang ada bakul? Kosan semua pan. Maksudnya pedagang ya mana? Gue biasa beli nasi bakar nggak gini rasanya.”“Besok gue beliin lagi,” jawabku datar. Aku tetap memakan gorengan dan nasi bakarku, lalu melirik pada Hamzah yang sepertinya belum bernafsu makan.“Mas, dimakan sih. Di liatin nggak bikin kenyang loh,” ucap Syarifah.“Kayak nggak pengen makan, perut gue kembung. Gak enak banget,” ucap Hamzah.“Mau Ifah suapin?” tanya Syarifah menyodorkan sendok berisi nasi miliknya.Heleh! Modus.“Gak, Fah. Gue nggak pengin makan,” tolak Hamzah.“Setidaknya makan kalau masih mau hidup. Gue dan Syarifah udah bela belain nggak kencan bareng demi lo loh. Nih, pipi gue ampe merah dicakar cakar peliharaan lo, nih nih nih, apa nggak kasihan?” tunjukku pada luka luka memar yang masih ada di sana.“Ini gue yang lakuin?” tanya Hamzah kaget.“Memangnya siapa manusia laknat yang hobi nyiksa gue kalau bukan kalian berdua? Dimakan,