Share

benar benar

Benar-benar Miss kunkun nggak punya akhlak. Sudah diusir berulang kali masih saja ngeyel jadi bodyguard gratisanku. Napasku sampai ngos-ngosan karena berusaha berlari mendorong motorku yang dasarnya susah menyala. Aku sampai di kosan jam 20.30 malam. Kamar Hamzah yang ada di sebelahku juga masih gelap dan sepertinya Hamzah belum pulang.

Aku buka pintu kamarku perlahan dan masuk ke dalam kontrakan kecilku. Membayangkan kejadian demi kejadian yang aneh pada Hamzah membuatku benar-benar ingin mencari solusi untuk membebaskannya. Dibiarkan akan membuat dia semakin kasihan dan mungkin saja nasibnya tidak jauh dari Memet yang menjadi tumbal pesugihan. Meski ada perbedaan dengan kasus Memet dengan Hamzah, tapi aku rasa ini sama saja tindakkan perdukunan yang sangat riskan untuk dicari tahu.

Aku merebahkan diri di atas kasur. Ditemani suara berisik dari para lembut yang biasanya wara wiri melewati kontrakanku. Bagi mereka keluar masuk ke tempat-tempat seperti ini sudah biasa dan bahkan kadang mereka bisa menjahili ku yang sedang tidur.

Gimana, gimana, gimana. Terus saja otak ini berkata demikian. Saat mata hendak memejam suara kaki yang melangkah membuatku menyempitkan mata dan sedikit membukanya. Tidak ada siapa-siapa. Aku menarik selimut dan menutupi tubuhku. Namun, bisikan itu membuatku merasa kembali diperhatikan.

'jangan halangi aku.'

Oh dia lagi. Aku menyibak selimut lalu melihat sosok Mis kun kun yang sudah ada di depanku. Aku menengok pada air yang ada di sampingku lalu menyiramnya dengan air setelah aku bacakan bismillah. Dia langsung menghilang setelah menertawakanku.

Kunti nggak ada akhlak, batinku kesal.

Hampir jam satu dini hari aku tidak pula memejamkan mata. Entah kenapa tidak mau tidur padahal sudah berusaha untuk berpikir mesum, menonton video, bahkan membayangkan Syarifah aku kawini. Tetap saja, mata ini mengajak untuk terus begadang semalam suntuk.

Terdengar suara gesekan kaki kembali di sekitar sini beserta aroma Damen terbakar. Aku memutuskan untuk bangkit dan membuka pintu untuk melihat apakah itu suara Hamzah yang sudah pulang diantar lelembut atau hanya lelembutnya saja yang ingin mengajakku gelut. Mengingat ini sudah cukup malam dan bahkan sudah hampir pagi.

"Ham," panggilku. Lampu sudah menyala, aku pun menggedor kamarnya cukup kuat.

Tidak ada sahutan membuatku terus mengetuk pintu dengan cukup keras. Tak sabar, aku dobrak dan melihat Hamzah yang sedang tidur di atas lantai.

"Hamzah …"

Aku membawanya menuju ke atas ranjang. Tubuhnya sangat dingin. Bahkan, pucat pasi hampir seperti mayat. Aku mencari selimut agar bisa membuatnya hangat dan mencari minyak kayu putih untuk membaluri perutnya. Tak lupa, segelas air putih untuk menetralkan auranya yang mencekam.

Setelah semua aku dapatkan aku bacakan doa terlebih dahulu pada air itu lalu mengusapkannya kepada wajah dan seluruh tubuh Hamzah. Ada suara tertawa dan menangis di luar sana yang terdengar cukup nyaring tetapi aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Kondisi Hamzah sedang tidak baik-baik saja.

"Hamzah, nyebut zah. La … Ilaha illallah," bisikku di telinganya.

Lampu mendadak mati dan aku menggenggam tangan Hamzah seraya terus membacakan ayat kursi dan doa yang pernah aku hafalkan untuk mengusir gangguan-gangguan makhluk halus. Hawa mendadak semakin dingin dan suara memekik semakin dekat di telinga. Tawa, tawa yang sungguh menggetarkan telinga. Aku semakin kuat untuk membaca doa dan terus berikhtiar agar Allah mengirimkan bantuannya untuk menyelamatkan kami.

"Wa Bikalimatillahit-tammati lati la yujawizuhunna barrun wa fajrun, min syarri ma yanzilu minas-sama’i, wa min syarri ma ya’ruju fiha, wa min syarri ma dzara’a fil ardhi, wa min syarri ma yakhruju minha, wa min syarri fitanil laili wan nahari, wa min syarri thawariqil laili, wamin syarri kulli tharinin illa thariqan yathruqu bi khairin, ya rahman."

Doa terakhir yang aku hafalkan setelah ayat kursi dan falaq binnas yang tentu saja belum terlihat gangguan itu pergi. Aku mencengkeram tangan Hamzah agar tubuhnya tidak dibawa pergi kembali. Aku benar-benar merasakan tanganku seperti tercakar-cakar bahkan leherku seperti dicekik tetapi aku terus saja membaca doa. Seraya membaca doa terus saja aku berbisik di telinga Hamzah, memohon perlindungan pada Tuhan memberikan keselamatan untuk sahabatku ini.

Klik!

Lampu menyala. Hamzah masih ada di depanku, meski celana sudah tak terpakai lagi. Ya, tubuhnya sudah membiru dengan pakaian yang sudah terlepas. Oh my God. Pemandangan yang menggelikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status