Dio terbangun karena terusik dengan dering handphone nya yang sangat nyaring. Pria itu lalu merampas handphone miliknya yang semula berada di meja nakas.“Katakan, apa maumu?” tanya Dio dengan suara serak khas bangun tidur.“Maaf jika saya mengganggu, Pak. Nona Nila memaksa ingin di antar pergi, awalnya beliau tidak mengatakan ingin di antar ke mana. Sebelumnya beliau sangat lemah lembut, tapi tadi beliau meneriaki kami, jadi saya memutuskan untuk mengantar beliau. Di tengah perjalanan rupanya beliau minta di antar ke makam Tuan Muda.” Mata Dio sontak terbuka sempurna, kesadarannya kembali secara instan, netranya menelisik sekitar, berkas-berkas miliknya yang tercecer di mana-mana sudah cukup menjelaskan. “Jaga Nona Nila dulu, aku akan segera tiba paling lama tiga puluh menit.” Dio lalu memutuskan sambungan telepon, dihembuskan nafas gusar sebelum akhirnya berdiri. Pria itu lalu melangkah ke kamar Tuan nya. Tanpa mengetuk, pria itu langsung masuk dan mengguncang tubuh Danu agar ter
Sudah lebih dari satu bulan terakhir kondisi Nila benar-benar seperti mayat hidup. Danu dan keluarganya sangat telaten dalam mengurus Nila yang notabene bukan siapa-siapa mereka. Seperti saat ini, Nila sedang duduk termenung di gazebo taman. Danu dengan telaten menyisir rambut Nila lalu menyatukannya dengan jepit rambut. Pria itu lalu duduk di sebelah Nila, membawa tangan wanita itu ke pangkuannya.“Kamu pasti bisa,” ujarnya dengan senyuman sembari menatap netra Nila. Wanita itu membalas dengan seulas senyum yang terbit dari bibir pucatnya. Akhir-akhir ini kondisi wanita itu sudah mulai membaik, hatinya sudah mulai lapang dan menerima kenyataan bahwa Haiden sudah bahagia di atas sana.“Terima kasih, dan maaf sudah banyak merepotkanmu juga keluargamu Dan,” cetus Nila.“Aku sudah menganggapmu adik, dan orang tuaku sudah menganggapmu putri rumah ini,” balas Danu sembari membelai surai Nila halus.“Aku beruntung memiliki kakak sepertimu, jika tidak ada kamu dan Mama, mungkin aku sudah .
Hari ini adalah hari bahagia Tamara, wanita itu tampil cantik dengan balutan gaun putih bak seorang putri yang di dampingi oleh pangeran bertubuh tegap, Jason Wirabraja.Keduanya tampak serasi berjalan ke panggung yang terkonsep seperti kastel. Keduanya melambaikan tangan kepada para tamu undangan dengan senyum bahagia.“Ke mana kamu menyuruh Roland pergi?” tanya Jason dengan berbisik.“Dia ... sedang melepas rindu dengan Ibunya,” balas Tamara tak kalah pelan.“Nikmati pestamu, sayang.” Jason mengecup kening Tamara sekilas.“Lihatlah pengantin kita malam ini! Sangat tampan dan cantik sekali bukan?” ujar pembawa acara malam itu.“Baik, para tamu undangan yang baru hadir silakan menikmati hiburan dan hidangan yang disediakan lalu tunggu pengantin mendatangi meja kalian,” ujar pembawa acara tersebut.Konsep pesta malam ini adalah para tamu undangan dilarang membawa bingkisan apa pun untuk calon mempelai, hanya datang dengan pakaian sesuai dress code yang telah di tetapkan.Lima belas men
Danu menyusul masuk ke rumah sakit setelah memarkirkan mobil. Pria itu langsung berlari ke IGD, dadi kejauhan ia melihat Jason yang tertunduk di kursi tunggu.Danu langsung menarik kerah Jason hingga pria itu berdiri, “Apa yang sudah terjadi dengannya?!”“Seseorang ingin menusukku, tapi dia menggantikanku. Aku ingat semuanya, Dan, aku ingat sekarang,” ungkap Jason diiringi isakan.“Sialan!” Danu melepaskan cengkeramannya.“Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang?!” “Kenapa baru sekarang, setelah dia mulai bisa hidup selayaknya manusia normal?! Ke mana saja Anda selama ini?! Ke mana Anda saat dia harus menerima cacian, hinaan, tuduhan, makian seorang diri? Ke mana Anda saat dia harus kehilangan putra satu-satunya? Ke mana Anda saat dia ingin mati setiap harinya? Ke mana Anda?! Sedang bahagia dengan calon istri Anda itu? Bahagia dengan wanita yang menjadi penyebab semua penderitaan yang dialami ibu dari anak Anda?!”“Apa maksud ucapanmu Dan, bagaimanapun Tamara hanya memanfaatkan ko
Pintu ruangan yang diketuk sebanyak tiga kali membuat dua orang pria yang berada di dalam ruangan tersebut saling pandang. Hingga akhirnya salah satu dari mereka bangkit untuk membukakan pintu. Pria itu lalu mempersilahkan seseorang yang tadi mengetuk pintu.“Sepertinya juru kunci permasalahan ini sudah tiba,” ujar Danu.Roland yang baru saja tiba sama sekali tidak mengerti maksud ucapan Danu. Pria itu lalu menghampiri Jason yang mengisyaratkannya untuk duduk. “Jelaskan,” titah Jason.“Jelaskan ... apa Pak?” tanya Roland tidak mengerti.“Aku sudah ingat semuanya, jadi sekarang jelaskan apa yang sebenarnya terjadi beberapa hari belakangan,” titahnya sekali lagi.“Anda tidak bercanda bukan?” tanya Roland memastikan.“Tidak, jangan menguras kesabaranku. Ah, pertama-tama, dari mana kamu seharian ini?” “Saya .... ““Jujurlah Roland, aku sudah mengingat semuanya, aku ingin meminta pertanggungjawabanmu. Bukankah aku menyuruhmu melindungi wanitaku dari siapa pun tanpa terkecuali, yang artin
Mala membereskan pakaiannya dan Haiden dengan memasang wajah setenang mungkin. Ia sangat bersyukur malam ini ketiduran hingga tak menghadiri pernikahan Jason dan Tamara. Meski dijanjikan ruangan privasi, tetap saja dalam lingkup yang sama.Wanita itu sibuk memasukkan pakaian ke dalam satu koper besar berwarna hitam. Sementara Haiden masih sibuk bermain robot di sebelahnya.“Kita mau ke mana Ibu? Kenapa Ibu berkemas?” tanya Haiden dengan polosnya.“Kita akan pergi berlibur ke luar negeri sayang. Ibu harus cepat, karena waktu penerbangan sudah dekat, jadi Haiden diam dulu ya?” ujar Mala memberi pengertian.“Baiklah, Bu.”“Tapi-tapi Bu, kita mau liburan ke mana? Hanya berdua? Kenapa tidak bersama Tante Tamara dan Om Jason?” tanya Haiden.“Kita hanya berdua sayang, Ibu sudah memesan dua tiket untuk kita bersenang-senang di sana,” balas Mala sembari terus merapikan koper.“Kalau begitu bawa mainanku, Bu. Mereka juga pasti akan senang bisa pergi ke luar negeri,” ujar Haiden.“Bawa yang bisa
“Ke mana Om Danu akan membawa Ibu, Om? Kenapa Om Jason kasar ke Ibu?” tanya Haiden.“Berhentilah memanggil dia Ibu, Nak. Kamu sudah terlalu sering menyakiti hati Mamamu karena panggilan itu. Sudah saatnya kamu kembali menjadi pelipur lara Mamamu,” balas Jason.“Maksud Om apa? Mama saja tidak pernah mencariku, padahal aku hilang berbulan-bulan, habis kecelakaan juga, aku juga mengirimkan surat ke Mama, tapi tidak di balas, tidak di cari juga, memangnya masih pantas di sebut Mama?” tukas Haiden.“Jaga ucapanmu, Nak. Sejahat apa pun Mamamu, dia pernah mempertaruhkan nyawamu demi kamu ada di dunia ini. Setelah kamu mengetahui kebenarannya, kamu haru meminta maaf dan menebus semua kesalahan Mamamu. Kita akan menebus kesalahan kita bersama-sama ya?” ujar Jason.“Om? Kenapa Om juga harus menebus? Bukankah Om sudah menikah dengan Tante Tamara? Sudahlah Om, menikahlah dengan Tante Tamara. Meskipun aku membenci Mama karena aku dirundung setelah tahu Mama merebut Om dari Tante Tamara, aku tidak
“Em ... Pa? Apa Mama akan memaafkanku?” tanya Haiden.“Entah sayang, Mama pasti sangat sakit hati karena ucapan Haiden dan tingkah laku Papa padanya. Asal Haiden tahu, saat ini Mama sedang di rawat di rumah sakit karena ditusuk oleh seseorang,” papar Jason.“Papa berbohong?” tanya Haiden.“Tidak sayang, semalam Mama tertusuk karena menggantikan Papa yang seharusnya tertusuk. Hati Mamamu terbuat dari apa ya Nak? Bagaimana dia bisa menyelamatkan Papa yang sudah banyak memberinya luka,” balas Jason.“Hm, kenapa Mama memiliki laki-laki seperti kita ya Pa? Di sinetron yang aku tonton, biasanya seorang wanita yang memiliki anak suami dan anak laki-laki akan menjadi seorang ratu. Tapi Mama? Lupakan tentang menjadi ratu, Mama bahkan sering terluka karena kita.”Danu dan Jason terkekeh karena cara bicara Haiden yang sudah seperti orang dewasa. Mobil yang dikendarai oleh Danu membela jalanan ibukota di pukul lima pagi. Tidak perlu waktu lama, hingga akhirnya mereka tiba di rumah sakit.Sedangka