“Ke mana Om Danu akan membawa Ibu, Om? Kenapa Om Jason kasar ke Ibu?” tanya Haiden.“Berhentilah memanggil dia Ibu, Nak. Kamu sudah terlalu sering menyakiti hati Mamamu karena panggilan itu. Sudah saatnya kamu kembali menjadi pelipur lara Mamamu,” balas Jason.“Maksud Om apa? Mama saja tidak pernah mencariku, padahal aku hilang berbulan-bulan, habis kecelakaan juga, aku juga mengirimkan surat ke Mama, tapi tidak di balas, tidak di cari juga, memangnya masih pantas di sebut Mama?” tukas Haiden.“Jaga ucapanmu, Nak. Sejahat apa pun Mamamu, dia pernah mempertaruhkan nyawamu demi kamu ada di dunia ini. Setelah kamu mengetahui kebenarannya, kamu haru meminta maaf dan menebus semua kesalahan Mamamu. Kita akan menebus kesalahan kita bersama-sama ya?” ujar Jason.“Om? Kenapa Om juga harus menebus? Bukankah Om sudah menikah dengan Tante Tamara? Sudahlah Om, menikahlah dengan Tante Tamara. Meskipun aku membenci Mama karena aku dirundung setelah tahu Mama merebut Om dari Tante Tamara, aku tidak
“Em ... Pa? Apa Mama akan memaafkanku?” tanya Haiden.“Entah sayang, Mama pasti sangat sakit hati karena ucapan Haiden dan tingkah laku Papa padanya. Asal Haiden tahu, saat ini Mama sedang di rawat di rumah sakit karena ditusuk oleh seseorang,” papar Jason.“Papa berbohong?” tanya Haiden.“Tidak sayang, semalam Mama tertusuk karena menggantikan Papa yang seharusnya tertusuk. Hati Mamamu terbuat dari apa ya Nak? Bagaimana dia bisa menyelamatkan Papa yang sudah banyak memberinya luka,” balas Jason.“Hm, kenapa Mama memiliki laki-laki seperti kita ya Pa? Di sinetron yang aku tonton, biasanya seorang wanita yang memiliki anak suami dan anak laki-laki akan menjadi seorang ratu. Tapi Mama? Lupakan tentang menjadi ratu, Mama bahkan sering terluka karena kita.”Danu dan Jason terkekeh karena cara bicara Haiden yang sudah seperti orang dewasa. Mobil yang dikendarai oleh Danu membela jalanan ibukota di pukul lima pagi. Tidak perlu waktu lama, hingga akhirnya mereka tiba di rumah sakit.Sedangka
Jason dan Danu perlahan masuk ke ruang rawat Nila. Keduanya terenyuh saat melihat Nila tidur miring dengan memeluk Haiden yang tidur di sebelahnya. Danu lalu mengangkat tubuh Haiden untuk di baringkan di sofa panjang, demi memberi ruang pada Jason.Setelah sepupunya membawa pergi sang putra, pria itu lalu duduk di sebelah bangkar tempat wanitanya terlelap. Ia hanya memandangi wanitanya tanpa berniat melakukan kontak fisik apa pun.Karena merasa diperhatikan, akhirnya Nila terusik, wanita itu perlahan membuka matanya lalu mendapati pria yang menjadi penyebab dirinya terbaring di sini. “Kamu ... sudah sadar?” tanya Jason hati-hati.“Apa selain amnesia kamu juga buta, Mas?” “Maaf.”“Untuk apa?” tanya Nila.“Semuanya.”“Semuanya itu apa Mas? Aku nggak mau memberikan maafku untuk seseorang yang bahkan nggak tahu di mana letak kesalahannya,” tukas Nila.“Maaf karena terlambat menemukanmu, dan terlambat mengingatmu.” Kalimat singkat yang memiliki banyak arti, Jason telah membuat kesalahan
Danu pamit pulang lebih dulu karena ada urusan, tersisa Jason dan Nila juga Haiden yang masih terlelap di sofa. Keduanya tengah mengobrol sebelum akhirnya pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang didampingi oleh tiga pria bertubuh kekar.Wanita itu kemudian masuk, dan langsung menghampiri Jason yang duduk di sebelah bangkar Nila. Netranya menatap putranya dan seorang wanita yang tengah terbaring lemah di bangkar bergantian.“Mama ada urusan apa datang kemari?” tanya Jason.“Berterima kasih dan memberikan imbalan, aku tidak ingin memiliki hutang budi dengan wanita sepertinya,” sinis Santi, netranya meneliti Nila dengan cermat.“Orang yang baru saja Mama cibir, adalah Ibu dari anakku dan cucu Mama,” cetus Jason.“Astaga! Dia ... benar-benar jalang? Kau sudah pernah memakainya? Hingga berpikir anaknya adalah anakmu? Bodohnya dirimu Jason! Apa jaminan jika anak itu putramu? Jika dia melakukannya denganmu, tidak menutup kemungkinan dia melakukannya dengan pria lain
Santi membawa Haiden ke mal untuk merealisasikan ucapannya. Siang ini akan ada pertemuan dengan geng sosialitanya, biasanya di saat-saat seperti inilah teman-temannya pamer cucu.“Omah belum menjawab pertanyaanku, kenapa ke mal?” tanya Haiden saat tangannya digandeng oleh Santi menaiki eskalator.“Nanti siang Omah ada kumpul bersama teman-teman Omah. Sekarang kita cari baju buat kamu sama beli apa pun yang kamu mau sambil tunggu siang, setuju?” “Setuju!” seru Haiden sembari melompat saat eskalator telah membawa keduanya tiba di lantai dua. Bukan hanya mereka berdua, tentunya pengawal Santi ikut bersama keduanya.Santi langsung membawa Haiden masuk ke toko baju anak-anak. Tangganya memasukkan baju-baju yang dianggap bagus oleh Haiden tanpa melihat harga. Bocah itu sudah berganti dengan kemeja hitam dan celana kain hitam. Setelah membayar, Omah dan cucu itu mampir untuk membeli makan. Santi benar-benar senang saat melihat Haiden. Wanita itu tidak sedikit pun mengingat perihal putranya
Setelah Haiden di bawa pergi oleh Santi, Jason dan Nila menghabiskan waktu bersama untuk mengobrol ringan. Mereka sama-sama bahagia saat melihat foto yang dikirimkan oleh Santi seputar kegiatan Omah dan cucu tersebut.“Mas, aku benar-benar tidak menyangka Mama kamu akan menerima Haiden seperti tadi. Sikapnya benar-benar berubah tiga ratus enam puluh derajat. Aku pikir beliau akan menolak Haiden, tapi ternyata?” ujar Nila diakhiri kekehan.“Mama itu sudah lama ingin punya cucu, alasan sebenarnya Mama menyuruh aku segera menikah dengan Tamara adalah karena ingin memiliki cucu dan takut aku penyuka sesama jenis. Padahal aku sangat suka lubang vagina yang basah saat bercinta,” ujar Jason frontal.“Mas! Ini rumah sakit,” peringat Nila dengan pipi merah. Bagaimanapun lubangnya pernah dimasuki oleh adik Jason hingga menghadirkan Haiden.“Aku memesan ruangan VVIP ini agar bisa bebas La. Memangnya siapa yang akan tahu perkataan kita di dalam sini?” “Mas belum makan ya dari pagi? Padahal tadi
Roland kembali setelah sekitar tiga puluh menit, pria itu datang dengan map coklat yang ia dapatkan entah dari mana. Kakinya melangkah menuju Jason yang terlihat sangat frustrasi.“Pak, saya sudah menyiapkan bukti-buktinya. Saya rasa akan perlu waktu sebelum Nona Tamara selesai di tangani. Mari pergi menangkap pelakunya bersama polisi,” ujar Roland.“Siapa? Siapa bajingan itu?” tanya Jason.“Mantan calon istri Anda, Nona Tamara pelakunya Pak,” papar Roland.“Sialan! Kenapa harus dia! Orang tuanya pasti akan berdalih dia sudah tidak waras!” “Tuhan selalu berada di pihak yang terbaik Pak, saya bertemu dengan psikiater yang menangani Nona Tamara. Dokter itu dilepas izin praktiknya dokternya karena menyalahi sumpah profesi dengan memalsukan diagnosis pasien,” balas Roland.“Katakan langsung pada intinya!” sentak Jason.“Nona Tamara sama sekali tidak gila, wanita itu sepenuhnya berakal sehat,” cetus Roland yang membuat Jason bangkit dari duduknya seketika.“Bajingan itu!” geramnya.“Ayo p
Jason mempercepat langkahnya saat melihat suster berlarian ke IGD. Firasat buruk tentang Nila hinggap dikepalanya. Pria itu lalu menerobos masuk ke dalam IGD.“Pasien tidak tertolong, catat waktu kematiannya,” ujar Dokter tersebut. “Jangan bermain-main dengan ucapan Anda Dok!” sentak Jason berang.“Maaf Pak, kami sudah berusaha. Tapi, waktu Ibu Nila di dunia sudah habis, tuhan lebih menyayangi ... istri Anda?”Jason mengabaikan ucapan dokter tersebut dan langsung mendekati Nila. Pria itu mengguncangkan tubuh wanitanya dengan mata berkaca-kaca.“Nggak La, aku baru ingat, aku baru mau memperbaiki semuanya La. Jangan dulu La!” “Bangun! Haiden masih butuh kamu!” Jason meletakkan kepalanya di dada Nila dengan terus menangis dan memohon agar wanitanya kembali. Pria itu lalu mendongak saat mesin EKG kembali menampilkan detak jantung Nila.“Alhamdulillah, detak jantung pasien kembali.” Dokter tersebut memasang kembali masker oksigen di wajah Nila.Jason tertegun, pria itu terduduk karena k