Dengan sedikit ragu Bryan melangkah mendekat ke ranjang dimana seorang gadis berwajah pucat sedang menatapnya. Sekarang ia bisa leluasa memandang wajah gadis itu karena dokter sudah melepas selang yang digunakan untuk alat bantu pernafasan. Telapak tangan gadis itu terangkat seakan meminta Bryan untuk menggenggamnya."Ayah, kenapa melihatku seperti itu?" Bryan tak menjawab pertanyaan Naina karena pria itu masih canggung dengan situasinya. Gadis itu terlihat begitu rapuh. Tak bisa ia bayangkan jika ia akan menjadi seorang ayah dari seorang gadis berumur tujuh belas tahun.Tapi Bryan memberikan tangannya agar gadis itu bisa menggenggamnya.Tangan mungil itu sangat halus dan terasa begitu dingin."Aku pasti terlihat sangat aneh, aku tidak punya rambut!""Kau cantik Nona ( menjeda kata katanya karena tahu jika sedang salah berucap)...ehhmm maksudku kau masih butuh banyak istirahat. Jangan berpikir macam macam. Kau adalah gadis tercantik yang pernah aku lihat!" gugup Bryan, berharap kata
Serra mencoba menggerakkan lengan kanannya walau masih sangat sakit. Dokter Elle berkata jika ia harus banyak belajar menggerakkan lengannya agar bahunya tidak lagi kaku. Dia juga tak sabar bisa pergi ke rumah sakit melihat keadaan adiknya.Tidak mungkin ia pergi ke rumah sakit dengan selalu mendesis kesakitan. Akan ada banyak pertanyaan dari ibunya, atau bisa saja Jane melarangnya bekerja dan memintanya kembali mengolah toko roti yang mereka miliki.Mau tidak mau dalam satu dua hari ini dia harus bisa belajar mengatasi rasa sakitnya. Obat dari Dokter Elle sebenarnya juga sangat membantunya. Tapi obat penahan rasa sakit yang diberikan hanya bisa menyamarkan rasa sakitnya untuk dua atau tiga jam setelah meminumnya.Ingin sekali ia menelpon ibunya untuk bertanya perkembangan kesehatan adiknya. Tapi setelah kejadian penculikan dirinya semalam ia bahkan melupakan tentang ponselnya. Jika ia tidak salah tas yang ia pakai semalam terjatuh di mobil yang digunakan untuk membawanya. Dan kemung
"Kak Rey..." Walau belum rela tapi akhirnya Gio melepaskan tangannya dari tubuh Serra. Dia masih ingin melihat luka yang tadi ia lihat ada di bahu Serra. Walau sudah di balut perban tapi ia yakin luka itu cukup parah.Sedangkan Serra langsung menjaga jaraknya dari Gio dan membenahi jubah mandinya. Iblis itu menatap seakan ingin menelannya hidup hidup. Kemarahan yang sama, bahkan bertambah berkali lipat seperti saat Reynard pergi meninggalkannya siang tadi.Kadang Serra tak habis pikir dengan kelakuan iblis tampan itu, ada kalanya Serra merasakan perhatian berlebih tapi ada kalanya Reynard menjelma menjadi seseorang yang sangat menakutkan untuknya."Ikut Kakak, ada yang harus aku bicarakan denganmu!" Giorgio mengangguk ketika mendengar ajakan kakaknya, dia juga merasa memang ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada kakaknya. Tentang peristiwa semalam, dan kenapa Reynard harus menyembunyikan Serra darinya.Sebelum melangkah pergi sekilas ia melihat ke arah wanita disampingnya, dan S
Serra menutup mulut dengan kedua tangannya, dia sangat kaget mendengar teriakan Gio. Sungguh ia tak menyangka jika pria baik hati itu bisa semarah ini. Giorgio marah hanya karena ia menolak untuk di bawa ke mansion Tapi sesaat kemudian, pria yang semula memperlihatkan kemarahannya itu langsung memperlihatkan ekspresi yang berbeda. Giorgio seperti sangat menyesali apa yang baru ia lakukan."M-maaf, aku tidak bermaksud marah padamu," ujar Gio penuh sesal. Serra hanya mengangguk pelan, tapi kakinya spontan mundur ketika melihat Gio selangkah mendekat padanya. Tapi hatinya sedikit tenang ketika melihat Reynard berjalan ke arahnya."Pergi ke kamar yang tepat ada disamping ruangan ini, Elle mengatakan jika kau harus banyak beristirahat!" ujar Reynard dengan pandangan menghunus padanya. Tanpa mengatakan apapun Serra segera pergi dari ruangan itu, diapun sudah merasa tak nyaman berada di tengah tengah dua pria yang sedang bersitegang itu. "Apa kau takut jika dia melihatku seperti ini? Apa
"Siput...aku bilang semuanya, jangan sisakan satu pun di tubuhku!" Serra merutuki pria setengah telanjang yang ada di depannya. Sebagai asisten pribadi dia tahu jika mempunyai tanggung jawab penuh atas semua kepentingan Reynard, tapi tidak dengan hal sekonyol ini.Membuka baju, memandikan...pria itu benar benar gila! Reynard membuat dirinya seperti pelayan yang tak mempunyai harga diri. Dengan susah payah ia berhasil membuka semua kain yang menempel di tubuh Reynard, kecuali penutup terakhir bagian bawahnya. Tentu saja dia gugup, karena baru kali ini dia dihadapkan dengan situasi seperti ini. Melihat tubuh polos pria langsung di depan matanya!Selama ini Jane mendidiknya dengan keras. Jane selalu meminta dirinya agar bisa menjaga dirinya dengan baik. Jadi sebisa mungkin dia tetap berpijak pada lingkaran norma kesopanan dan etika yang berlaku dalam masyarakat.Walau pada akhirnya ia melupakan semua prinsipnya karena nyawa adiknya."Jangan pura pura seakan ini baru pertama kalinya kau
"Pakai ini, kita ke rumah sakit sekarang! Adikmu sudah sadar sejak siang tadi," ujar Reynard melangkah mendekat pada Serra yang duduk diruang tengah, sedang menonton televisi.Dengan bantuan Cindy ia membeli beberapa pakaian baru untuk Serra kenakan. Reynard tahu Serra pasti masih marah padanya. Tapi ia tidak bisa disalahkan sepenuhnya, wanita itu berkeliaran dirumahnya dengan hanya mengenakan jubah mandi tanpa apapun di dalamnya. Sebagai pria normal tentu saja dia tergoda! Bukankah semua pria akan tergiur jika didepannya dihadapkan dengan wajah cantik dan tubuh sempurna seorang wanita?Dan sepertinya usahanya untuk membujuk wanita itu tak sia sia, Serra menatapnya dengan mata berbinar, seolah sudah melupakan kemarahannya."A-apa? Naina sadar? Baik aku akan kesana."Dengan cepat Serra memakai baju yang diberikan padanya, tak ia hiraukan rasa sakit yang masih sedikit ia rasakan di bahunya. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah ingin melihat keadaan adiknya.Selesai berpakaian Serra
Sampai di rumah sakit Serra segera berlari menuju ruang rawat adiknya, tak peduli dengan Reynard yang terus berjalan mengikutinya. Jangankan untuk meminta maaf, iblis itu bahkan seperti tidak menyesali perbuatannya.Dia tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu, disaat dirinya bahagia mendengar kondisi adiknya yang sudah tersadar pria itu malah merencanakan sebuah perjalanan bisnis yang sangat jauh. Reynard tidak membiarkannya menikmati kebahagiaan ini lebih lama bersama keluarganya.Sepertinya iblis itu punya rencana untuk lebih lama menyiksanya. Dia yakin akan ada banyak penghinaan penghinaan lainnya seperti kejadian menjijikkan di kamar mandi tadi.Dan siap tidak siap dia harus menyiapkan dirinya, dia adalah wanita bayaran Reynard Jayde!"Ibu...Uncle Erick...aku ingin melihat dia!" sapa Serra antusias, langsung berjalan menuju ranjang tempat Naina berbaring. Sedangkan Erick terlihat meraih pundak wanita didepannya yang masih terpaku dengan seorang pria yang baru saja datang be
"Tuan Reynard sudah menunggu anda di pesawat, sebaiknya anda segera menyusul ke sana Nona. Nanti penjaga yang akan mengantar anda ke hanggar pesawat Alexander," ujar Bryan yang tahu jika Serra sedang mencari atasannya.Tadi Reynard memang ada di depan ruang rawat Naina berbicara dengan Erick Kylen, tapi akhirnya pria itu pamit lebih dulu dan menyerahkan semua urusan padanya. "Hanggar pesawat? Kenapa dia buru buru pergi? Bukannya kamu baru berangkat besok pagi pagi sekali?" gerutu Serra kesal pada pria yang selalu bertindak semaunya sendiri."Karena dia tidak suka bau rumah sakit!" sahut Jane spontan, dan wanita itu langsung terdiam menyadari jika ucapannya telah menjadi perhatian tiga orang di dekatnya.Tatapan Serra, Erick dan Bryan membuatnya tambah salah tingkah."Bagaimana lbu tahu jika Tuan Reynard tidak suka bau rumah sakit?" "Ehh, aku hanya asal bicara saja. Biasanya orang kaya raya sepertinya tidak suka dengan bau obat obatan di rumah sakit," jawab Jane berusaha sebisa mungk