Jane terkejut ketika pagi ini seseorang mengetuk pintu kamar rawat Naina, ia bergegas membukanya karena mengira Serra-lah yang datang, seperti biasanya. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat seorang pria yang tidak ia kenal berdiri didepannya.Seorang pria berbadan tinggi besar datang ke kamar rawat Naina. Pria berumur tiga puluh tahunan dengan setelan formal, berambut coklat gelap dengan tatapan setajam elang. Aura dingin dan pembawaan yang tenang menunjukkan bahwa pria itu bukanlah pria biasa."Selamat pagi Nyonya Jane, maaf jika kedatangan saya pagi ini sedikit mengejutkan anda," ujar Bryan yang tahu jika wanita didepannya pasti sedang bertanya tanya siapa dirinya."Saya Bryan O'Brien, rekan kerja Nona Serra di Jayde Corp."Jane tersenyum ramah dan menyambut uluran tangan pria di depannya. Walau terkesan dingin tapi nyatanya pria didepannya bersikap sangat sopan padanya.Jane keluar dari kamar dan melanjutkan pembicaraan di luar karena tak ingin suara mereka mengganggu istira
"T-tuan Reynard...." Reynard tak membalas sapaan dari pria yang sudah duduk di depannya. Saat ini dia sudah berada di markas besar yang ia buat untuk tempat beristirahat para penjaganya.Semalam ia meminta Bryan untuk membawa biang keladi dari peristiwa penculikan Serra ke tempat ini. "Kau tahu benar kenapa kau bisa berada di tempat ini!" Reynard duduk di sofa single yang ada di depan Dex, dan membiarkan Dex tetap berdiri di tempatnya."Selama ini aku diam hanya karena Giorgio, tapi bajingan sepertimu tak akan pernah tahu rasa terimakasih. Kau tidak pantas dikasihani!" "Saya tidak pernah merasa berbuat kesalahan kepada anda...."BRAAKKKK!Reynard menggebrak meja kayu didepannya, pria itu sudah berdiri dengan dua tangan terkepal dan mata nanar menatap Dexter yang sudah menundukkan kepalanya. "Jangan kau pikir aku terlalu bodoh untuk mengetahui semua rencanamu bangsat! Aku diam hanya karena ingin tahu sejauh apa kau bisa berbuat!""Saya tidak melakukan apapun," ujar Dex masih menco
Dengan sedikit ragu Bryan melangkah mendekat ke ranjang dimana seorang gadis berwajah pucat sedang menatapnya. Sekarang ia bisa leluasa memandang wajah gadis itu karena dokter sudah melepas selang yang digunakan untuk alat bantu pernafasan. Telapak tangan gadis itu terangkat seakan meminta Bryan untuk menggenggamnya."Ayah, kenapa melihatku seperti itu?" Bryan tak menjawab pertanyaan Naina karena pria itu masih canggung dengan situasinya. Gadis itu terlihat begitu rapuh. Tak bisa ia bayangkan jika ia akan menjadi seorang ayah dari seorang gadis berumur tujuh belas tahun.Tapi Bryan memberikan tangannya agar gadis itu bisa menggenggamnya.Tangan mungil itu sangat halus dan terasa begitu dingin."Aku pasti terlihat sangat aneh, aku tidak punya rambut!""Kau cantik Nona ( menjeda kata katanya karena tahu jika sedang salah berucap)...ehhmm maksudku kau masih butuh banyak istirahat. Jangan berpikir macam macam. Kau adalah gadis tercantik yang pernah aku lihat!" gugup Bryan, berharap kata
Serra mencoba menggerakkan lengan kanannya walau masih sangat sakit. Dokter Elle berkata jika ia harus banyak belajar menggerakkan lengannya agar bahunya tidak lagi kaku. Dia juga tak sabar bisa pergi ke rumah sakit melihat keadaan adiknya.Tidak mungkin ia pergi ke rumah sakit dengan selalu mendesis kesakitan. Akan ada banyak pertanyaan dari ibunya, atau bisa saja Jane melarangnya bekerja dan memintanya kembali mengolah toko roti yang mereka miliki.Mau tidak mau dalam satu dua hari ini dia harus bisa belajar mengatasi rasa sakitnya. Obat dari Dokter Elle sebenarnya juga sangat membantunya. Tapi obat penahan rasa sakit yang diberikan hanya bisa menyamarkan rasa sakitnya untuk dua atau tiga jam setelah meminumnya.Ingin sekali ia menelpon ibunya untuk bertanya perkembangan kesehatan adiknya. Tapi setelah kejadian penculikan dirinya semalam ia bahkan melupakan tentang ponselnya. Jika ia tidak salah tas yang ia pakai semalam terjatuh di mobil yang digunakan untuk membawanya. Dan kemung
"Kak Rey..." Walau belum rela tapi akhirnya Gio melepaskan tangannya dari tubuh Serra. Dia masih ingin melihat luka yang tadi ia lihat ada di bahu Serra. Walau sudah di balut perban tapi ia yakin luka itu cukup parah.Sedangkan Serra langsung menjaga jaraknya dari Gio dan membenahi jubah mandinya. Iblis itu menatap seakan ingin menelannya hidup hidup. Kemarahan yang sama, bahkan bertambah berkali lipat seperti saat Reynard pergi meninggalkannya siang tadi.Kadang Serra tak habis pikir dengan kelakuan iblis tampan itu, ada kalanya Serra merasakan perhatian berlebih tapi ada kalanya Reynard menjelma menjadi seseorang yang sangat menakutkan untuknya."Ikut Kakak, ada yang harus aku bicarakan denganmu!" Giorgio mengangguk ketika mendengar ajakan kakaknya, dia juga merasa memang ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada kakaknya. Tentang peristiwa semalam, dan kenapa Reynard harus menyembunyikan Serra darinya.Sebelum melangkah pergi sekilas ia melihat ke arah wanita disampingnya, dan S
Serra menutup mulut dengan kedua tangannya, dia sangat kaget mendengar teriakan Gio. Sungguh ia tak menyangka jika pria baik hati itu bisa semarah ini. Giorgio marah hanya karena ia menolak untuk di bawa ke mansion Tapi sesaat kemudian, pria yang semula memperlihatkan kemarahannya itu langsung memperlihatkan ekspresi yang berbeda. Giorgio seperti sangat menyesali apa yang baru ia lakukan."M-maaf, aku tidak bermaksud marah padamu," ujar Gio penuh sesal. Serra hanya mengangguk pelan, tapi kakinya spontan mundur ketika melihat Gio selangkah mendekat padanya. Tapi hatinya sedikit tenang ketika melihat Reynard berjalan ke arahnya."Pergi ke kamar yang tepat ada disamping ruangan ini, Elle mengatakan jika kau harus banyak beristirahat!" ujar Reynard dengan pandangan menghunus padanya. Tanpa mengatakan apapun Serra segera pergi dari ruangan itu, diapun sudah merasa tak nyaman berada di tengah tengah dua pria yang sedang bersitegang itu. "Apa kau takut jika dia melihatku seperti ini? Apa
"Siput...aku bilang semuanya, jangan sisakan satu pun di tubuhku!" Serra merutuki pria setengah telanjang yang ada di depannya. Sebagai asisten pribadi dia tahu jika mempunyai tanggung jawab penuh atas semua kepentingan Reynard, tapi tidak dengan hal sekonyol ini.Membuka baju, memandikan...pria itu benar benar gila! Reynard membuat dirinya seperti pelayan yang tak mempunyai harga diri. Dengan susah payah ia berhasil membuka semua kain yang menempel di tubuh Reynard, kecuali penutup terakhir bagian bawahnya. Tentu saja dia gugup, karena baru kali ini dia dihadapkan dengan situasi seperti ini. Melihat tubuh polos pria langsung di depan matanya!Selama ini Jane mendidiknya dengan keras. Jane selalu meminta dirinya agar bisa menjaga dirinya dengan baik. Jadi sebisa mungkin dia tetap berpijak pada lingkaran norma kesopanan dan etika yang berlaku dalam masyarakat.Walau pada akhirnya ia melupakan semua prinsipnya karena nyawa adiknya."Jangan pura pura seakan ini baru pertama kalinya kau
"Pakai ini, kita ke rumah sakit sekarang! Adikmu sudah sadar sejak siang tadi," ujar Reynard melangkah mendekat pada Serra yang duduk diruang tengah, sedang menonton televisi.Dengan bantuan Cindy ia membeli beberapa pakaian baru untuk Serra kenakan. Reynard tahu Serra pasti masih marah padanya. Tapi ia tidak bisa disalahkan sepenuhnya, wanita itu berkeliaran dirumahnya dengan hanya mengenakan jubah mandi tanpa apapun di dalamnya. Sebagai pria normal tentu saja dia tergoda! Bukankah semua pria akan tergiur jika didepannya dihadapkan dengan wajah cantik dan tubuh sempurna seorang wanita?Dan sepertinya usahanya untuk membujuk wanita itu tak sia sia, Serra menatapnya dengan mata berbinar, seolah sudah melupakan kemarahannya."A-apa? Naina sadar? Baik aku akan kesana."Dengan cepat Serra memakai baju yang diberikan padanya, tak ia hiraukan rasa sakit yang masih sedikit ia rasakan di bahunya. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah ingin melihat keadaan adiknya.Selesai berpakaian Serra