Adrienne belum memiliki keinginan untuk memberitahu kehamilannya pada siapapun. Akan tetapi,pertanyaan Seleste barusan cukup menohok tenggorokkan Adrienne yang terasa kering walau ia telah berkelit dengan ucapan pedasnya. Bergulat dengan keluarga Drew tidak hanya menguras tenaganya, melainkan menguras mental pun harga diri Adrienne. Adrienne melangkah menuju ruang tengah sambil menegakkan tubuh sedangkan Seleste mengekor di belakang. Terlihat riang gembira tanpa beban. Oh! Apakah dua kakak beradik itu lahir dari rahim yang berbeda? Mengapa Seleste nampak seperti orang normal kebanyakan sedangkan Drew adalah seorang Psikopat? “Kau belum menjawab pertanyaanku, kakak ipar. Aku dengar kemarin malam kalian pergi ke pesta bersama. Kurasa ada sebuah kemajuan dalam hubungan kalian,” ucap Seleste. Ia nyengir kuda tanpa tahu bagaimana tragisnya penyiksaan yang dilakukan kakaknya terhadap Adrienne. Adrienne berdecih sinis, ekor matanya menilik tajam Seleste, “Andai yang kau katakan itu menja
Sudah pukul setengah satu siang Adrienne masih berkutat dengan masakan buatannya. Para pelayan sigap membantunya membereskan peralatan masak, sedang Adrienne tetap fokus menata makanan. Uap panas dari kotak makan masih mengudara. Aroma sedap menyeruak hingga menusuk hidung pun menggoda air liur untuk menetes.“Anna, Apa kau sudah menyiapkan barang-barangku? Kita akan berangkat ke kantor keparat itu sekarang,” tanya Adrienne. Anna cekatan meletakkan tas dan membantu Adrienne menutup kotak makan. “Sudah, Nyonya. Apa ada hal lain yang perlu disiapkan?” Adrienne menggeleng sambil melihat arloji di pergelangan tangannya. “Tidak! Ayo berangkat.” Supir pribadi sudah menunggu kehadiran sang nyonya sejak lima belas menit lalu. Jadwal Adrienne sedikit terlambat karena kondisi tubuh dia belum sepenuhnya membaik, ia masih merasa lemas dan pusing, tetapi Adrienne memaksakan diri. Sepanjang perjalanan Adrienne mendekap kotak makan untuk Drew, seolah menaruh harap pria itu akan menyukai hasil kar
“Dengar ini baik-baik. Jangan sekalipun kau mencoba untuk mencurangiku! Telah kubayar mahal dirimu dan kau tau berapa harga yang harus kau bayar andai kau melanggar peraturanku!” Bengis Drew menatap tajam Adrienne. Walau masih ada sisa-sisa nafsu yang berkeliaran liar di kepalanya, Drew masih sanggup mengintimidasi Adrienne. Memutar bola matanya malas dengan tubuh yang terasa sangat lebah seperti kehilangan seluruh daya sebab Drew begitu menguras energinya, Adrienne merasa kesal. Sial memang, niat hati ia kemari untuk melancarkan aksinya, justru ia mendapatkan ancaman seperti ini. “Berhenti mengancamku seperti itu. Aku pun malas dan lelah jika terus bersitegang denganmu setiap hari dan hanya akur ketika bercinta!” Adrienne bangkit dari posisi rebahannya. Duduk di pinggir meja kerja Drew sambil mengatur napas yang tersengal-sengal. Kekehan rendah Drew mengalun di telinga Adrienne. Wanita itu tahu, Drew mengejeknya. Memang wanita keras kepala mana yang sudi manut terhadap pria seper
Adrienne melenggang keluar ruangan dengan kesal. Rasa marah sekaligus malu, bercampur menjadi satu. Raut wajahnya benar-benar menggambarkan kemarahan yang tak mampu lagi dia tahan.“Dasar pria keparat tak punya hati! Sudah kuberikan perhatian, masih juga menjunjung gengsi setinggi langit. Pantas saja dia tak pernah menemukan wanita yang tulus mencintainya!” gerutunya sembari menghentak-hentakan kaki dengan cukup kasar.Sepanjang perjalanan menuju lobi dihabiskan Adrienne dengan menggerutui suami keparatnya itu. Upayanya untuk mengambil hati Drew gagal total. Sungguh menaklukkan lelaki itu benar-benar sulit.Yang lebih menyakitkan lagi, setelah mengajukan pertanyaan menohok pada Adrienne, pria itu lantas mengusirnya secara terang-terangan pun tak peduli dengan perasaan istrinya. Adrienne benar-benar merasa terhina dengan sikap suaminya.Berilah panci gosong pada Adrienne. Dia ingin menutup wajahnya dengan panci! Atau akan ia gunakan untuk menimpuk wajah Drew dengan bokong panci itu.Di
Adrienne menatap datar Allena dengan manik hitamnya. Wajahnya terlihat biasa-biasa saja yang mana hal tersebut tentu saja membuat Allena semakin geram melihatnya. Semua orang terlihat begitu penasaran dengan respon apa yang akan Adrienne berikan. Namun, ternyata perempuan itu memilih diam, lalu memicingkan senyum acuh ke arah Allena. Seolah-olah memang dia tak begitu berminat meladeni perempuan itu.“Kau tersenyum? Masih tidak sadar diri juga?” sinis Allena yang tak suka dengan respon Adrienne.Dua perempuan dengan penampilan yang cukup kontras itu semakin menjadi pusat perhatian karyawan Lykos Company. Allena yang terlihat lebih sexy dan glamour, sedangkan Adrienne terlihat begitu elegan dan anggun dengan rambut tergerainya. Semua terlihat cukup penasaran dengan pertengkaran mereka berdua.“Kita lihat, apa yang akan dilakukan Nyonya Adrienne kepada perempuan itu,” ujar salah satu staf perempuan berambut sebahu pada teman di sampingnya.“Sudahlah Mey, tak seharusnya kita di sini. Ayo
Adrienne melangkah pergi dengan perasaan puas. Setidaknya dia masih bisa membalas hinaan Allena dengan begitu telak. Kini, senyum manis nan sinis merekah menghiasi wajah wanita cantik itu. “Ayo kita kembali, Jay!” ajak Adrienne pada sang supir yang baru saja datang menghampirinya.Selama perjalanan Adrienne hanya memilih diam. Dia duduk bersandar tanpa sedikit pun berselera untuk memulai pembicaraan. Netranya menatap nanar ke luar jendela. Melihat betapa padatnya kendaraan yang berlalu lalang di jam kantor.Anna yang duduk di kursi samping kemudi, hanya bisa menghela napas pelan. Dia menatap sekilas ke arah Adrienne dengan perasaan penuh tanya. Namun, dia memilih untuk tetap diam dan tak bertanya perihal apapun, sampai Adrienne sendiri yang menceritakan semuanya padanya.Adrienne masih terlihat melamun, bahkan hingga mobil memasuki mansion mewah milik Drew. Tidak tidak, itu bukan mansion melainkan paguyuban setan berbalut intan berlian—tempatnya terkurung bersama luka dan derita.“Ny
Adrienne terhenyak menelan ludahnya kasar, dia tak menyangka Anna akan menanyakan hal itu.“Apa dia menyadarinya?” Adrienne pun bermonolog dalam hati. Matanya menatap lekat ke arah Anna cukup lama. Sambil ia berusaha menetralkan mimik wajahnya agar tak tampak mencurigakan di mata Anna. “Ma-maaf, Nyonya. Saya terlalu lancang menanyakan hal tersebut pada Anda.” Anna pun segera—menunduk merutuki kelakuan konyolnya.“Ah, apa kau bercanda, Anna? Aku hamil?” Adrienne berusaha tertawa untuk menutupi ketegangannya. “Tentu tidak, Anna. Aku mual karena aroma garlic dari roti itu sangatlah kuat.”Dia beranggapan semua orang di rumah ini adalah orang-orang munafik. Faktanya, mereka pasti tahu kalau Drew memiliki wanita lain. Dan lebih parahnya, keduanya sudah bertunangan. Hanya saja, sayang seribu sayang, Allena tak dapat memberikan Drew keturunan sebab kecelakaan yang pernah menimpa Allena dan membuat rahim wanita itu terpaksa diangkat. Namun, semua orang memilih bungkam seribu bahasa. Membiar
Kata-kata yang terlontar dari mulut Drew benar-benar membuat Adrienne terdiam. Suasana hatinya anjlok begitu saja. Jangankan membalas ucapan sang suami. Melanjutkan makan es krim pun dia enggan sekali.Manik hitamnya melirik ke sekitar, berharap tak ada yang mendengar percakapannya dengan sang suami. Siapa juga yang tak akan malu, jika Drew berbicara semesum itu.Ditambah pertanyaan terakhir Drew yang membuatnya geram. Seolah-olah dirinya hanya dianggap sebagai penghasil keturunan yang tak layak dihargai. Karena tidak ada perlawanan apapun dari Adrienne, Drew pun memilih bangkit dari posisinya. Lelaki itu berniat untuk membersihkan diri dari berbagai beban pikiran pekerjaan dan tuntutan keluarga.“Kau pikirkan ucapanku tadi. Semakin cepat kau memberi aku keturunan, semakin tenang pula hidupku! Kau pahami itu baik-baik!” ucap Drew sambil melenggang meninggalkan Adrienne sendirian.Setelah Drew meninggalkannya, Adrienne masih mematung. Tidak biasanya dia diam saja mendengar sindiran Dre