Mata indah Betty menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan raut wajah tegang. Entah sudah berapa malam dia tidak merasakan ketenangan dalam tidurnya. Betty seolah dihantui oleh mimpi buruk yang selalu membuatnya terjaga. Hal itu membuat lingkaran hitam di sekitar matanya mulai terlihat.Betty tahu dirinya bukanlah orang yang suci. Namun apa salah jika dia berdoa pada Tuhan dan meminta jika semua hal yang terjadi padanya akhir-akhir ini hanyalah sebuah mimpi? Dia lelah dihantui oleh rasa takut yang entah sampai kapan akan dia sembunyikan.Dengan tangan yang bergetar, Betty meraih sisir dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Di musim dingin ini dia tidak merasa kedinginan untuk mandi dengan air biasa. Seperti semua indera yang ada di tubuhnya tidak lagi berfungsi dengan baik. Gerakan tangan Betty terhenti saat kenop pintu kamarnya berputar dengan pelan. Tangannya menggenggam sisir dengan erat saat jantungnya mendadak berdetak dengan cepat. Siapa yang masuk ke kamarnya pa
Betty meremas tangannya gelisah. Dia sudah berdiri di depan pintu besi itu selama 10 menit dan masih tidak tahu harus melakukan apa. Sudah dua hari dia tidak melihat Aldric, yang menurut Roy pria itu sedang mengurung diri di ruangannya. Beruntung Roy dan Lukas pergi untuk cek kesehatan di rumah sakit mengingat jika Lukas masih belum mengetahui tentang ruang rahasia milik Aldric. Betty akan menjaga rahasia itu agar tetap aman. Betty melirik lemari yang menjadi jalannya dia masuk tadi dengan hati-hati. Sudah aman, tidak ada orang lain di sini selain dirinya dan Aldric. Perlahan Betty menyentuh pintu besi itu dan seketika keluar layar kecil seperti hari sebelumnya. Mantel yang tergantung di lemari pun seketika bergerak seperti semula dan lemari tertutup otomatis. Betty sempat terkejut karena merasa terjebak di tempat kecil ini, tapi dia kembali tenang dan menyentuh layar kecil di depannya. Menggunakan sensor mata, batin Betty sedikit kesal. Kenapa begitu banyak sistem keamanan yang
Hidup begitu rumit, itu yang Lukas rasakan saat ini. Dia baru menyadari jika hidupnya benar-benar tidak berarti. Dia selalu menyusahkan Betty, lalu sekarang dia juga menyusahkan pria yang sempat menjadi musuhnya di meja judi. Untung saja Aldric menyukai Betty, jika tidak mungkin pantatnya sudah ditendang sedari dulu.Langkah Lukas terhenti saat mendapati Roy tengah berada di ruang tengah dengan tumpukan senjata di atas meja. Terkejut? Tentu saja. Dia tahu jika rumah ini merupakan rumah seorang bujangan yang akrab dengan dunia malam, tapi Lukas tidak tahu jika mereka memiliki senjata yang dapat ia tebak memiliki harga selangit.Memilih untuk diam, Lukas mencoba mengamati kegiatan Roy dari belakang. Matanya membulat saat Roy mengangkat sebuah pisau besar dengan ukiran yang rumit. Donat yang Lukas bawa jatuh begitu saja."Sial!" umpatnya.Roy berbalik dan menatap Lukas terkejut. "K—kau?""Sebenarnya apa yang kalian lakukan?" tanya Lukas berjalan mendekat dengan mata yang tak berhenti men
Mata Betty terbuka saat mendengar ketukan pintu yang terus berbunyi. Dia mengerang dan menarik bantal untuk menutupi wajahnya. Saat akan kembali tidur, ketukan pintu kembali terdengar membuat Betty melempar bantal itu ke arah pintu dengan kesal."Aku bangun!" teriaknya kesal."Ini sudah sore. Apa kau berubah menjadi putri tidur sekarang?" Roy kembali mengetuk pintu membuat Betty merengek tidak suka, "Cepat bangun atau Aldric akan membunuhku!"Setelah itu Roy pergi meninggalkan Betty yang masih duduk di atas tempat tidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Matanya dengan linglung menatap keadaan kamarnya. Pikirannya kembali berputar untuk mencari jawaban kenapa dia berada di kamarnya sendiri sekarang. Seingat Betty, dia tidur dengan Aldric tadi pagi.Wajahnya perlahan berubah merah, ingatan akan pagi yang panas kembali memenuhi otak Betty. Aldric telah berhasil meracuni otaknya. Dengan membayangkan wajah Aldric saja, Betty sudah dibuat panas.Wajah Betty semakin memerah setelah meng
Perjalanan yang cukup jauh membuat Betty mengantuk. Dia tidak tahu di mana tempat adik Aldric berada saat ini. Awalnya dia merasa semangat untuk bertemu Abigail, tapi setelah melihat perjalanan yang cukup lama membuat Betty sedikit lelah. Hari ini begitu banyak hal yang dia lalui, termasuk menghangatkan kembali ranjang Aldric sebelum berangkat."Apa ini jalan yang benar, Al?"Aldric melirik sebentar, "Kau bisa tidur jika lelah.""Aku sudah tidur." Betty mengerucutkan bibirnya dan mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Hawa yang dingin tidak membuat Aldric memanjakannya. Dari sekian banyaknya mobil mewah yang dia punya, pria itu malah membawa mobil yang bisa Betty sebut sebagai rongsokan."Maaf."Betty mengerutkan dahinya bingung."Maaf sudah membuatmu melakukan banyak hal hari ini."Betty mengangguk paham, "Tidak masalah. Selama itu bersamamu aku senang."Aldric melirik Betty yang tersenyum lebar. Mau tidak mau dia juga ikut tersenyum mendengarnya. Perlahan Aldric bisa merasakan
Keadaan yang semakin dingin membuat Aldric mengeratkan jaketnya. Di tengah malam seperti ini dia harus terjaga untuk membantu Kenan memasang ranjau di sekitar rumah Elliot untuk berjaga-jaga. Mereka diawasi, Aldric tahu itu. Rumah Elliot adalah satu-satunya tempat teraman bagi mereka.Setelah memastikan semua telah terpasang dan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, Aldric masuk ke dalam rumah dan mendapati Keyond yang tengah tertidur di sofa. Dia duduk di salah satu sofa dan membuka ponselnya. Dahinya berkerut saat mendapati pesan tidak dikenal dengan link serta kode angka di dalamnya. Aldric segera meraih laptop dan membuka link tersebut. Dia memasukkan kata sandi yang langsung membawanya ke halaman kosong. Tak lama kemudian muncul tulisan berjalan yang langsung hilang dalam waktu 30 detik.Aldric terpaku melihat pesan itu. Dia melirik Keyond dan segera mematikan laptopnya. Keningnya berdenyut saat kembali teringat dengan pesan anonim itu. Tidak, Aldric tahu betul siapa yang mengi
Betty kembali meringis saat Aldric menekan luka di keningnya. Bahkan wajah kesalnya tidak membuat pria itu bersikap lembut sedikitpun. Betty tahu jika Aldric marah, dia merasakan aura menyeramkan dari pria itu. Namun Aldric sendiri memilih diam dan mengobati luka di keningnya. Entah kenapa teras rumah Elliot mendadak menjadi sepi. Di mana semua orang?"Apa Veila sudah kembali?" tanya Betty hati-hati. Dia tidak suka dengan keheningan yang terjadi di antara mereka."Belum.""Apa dia akan aman bersama Keyond?"Aldric menghentikan gerakan tangannya dan menatap Betty tajam, "Menurutmu?" Lanjutnya.Betty menunduk dan memainkan mantelnya gelisah, "Tentu saja dia akan aman." Betty tertawa gugup."Aku tidak tahu apa yang ada di otakmu, Beth.""Maaf." Betty meraih lengan Aldric dan mengelusnya."Apa yang harus kukatakan pada Lukas tentang luka di keningmu?"Betty berdecak, "Jangan membual, Al. Kau hanya khawatir denganku bukan? Kenapa harus membawa nama Lukas?"Tangan Aldric terulur dan sedikit
Di pagi buta, Aldric keluar dari rumah Elliot untuk pergi ke suatu tempat. Dia tidak berniat membangunkan Betty yang masih tertidur di depan perapian. Dia hanya ingin sendiri, setidaknya untuk sekarang.Mobil hitam Aldric berhenti tepat di depan sebuah makam. Keadaan yang masih gelap membuat makam terlihat menakutkan. Munculnya kabut juga menambah suasana menjadi mencekam. Aldric keluar dari mobil dan mematikan rokoknya. Dia mengeratkan jaketnya dan berjalan masuk ke dalam makam, menghampiri batu nisan yang bertuliskan nama Robbie Halbert.Aldric tidak tahu apa yang membawanya ke tempat ini. Dia sangat membenci Ayahnya, tapi entah kenapa setelah melihat betapa konyolnya pria itu mati membuat Aldric sedikit menyesal. Robbie meninggal di tangan Salvator, dia sadar itu. Bahkan Aldric yakin jika polisi yang menyelidiki kasus kematian Robbie juga menutupi semuanya. Tidak ada yang bisa membodohi ya."Apa yang kau ketahui tentang Salvator?" gumam Aldric mengepalkan kedua tangannya. Dia semak
Di dalam ruangan yang serba putih itu, Betty terlihat fokus dengan buku di tangannya. Kaca mata yang bertengger di hidungnya seolah menambah kesan serius pada dirinya. Banyaknya senjata yang menggantung di sekitar Betty tidak lagi membuatnya takut. Setidaknya sudah 6 tahun lebih dia terbiasa dengan senjata-senjata itu.Suara pintu besi yang terbuka tidak mengalihkan pandangan Betty. Dia masih fokus pada buku di tangannya. Dia mengabaikan seorang pria yang duduk di depannya, pria yang selama ini mengisi hari-harinya."Aku pikir kau membenci buku," ucap Aldric."Ini buku resep." Betty memperlihatkan cover bukunya di depan Aldric."Kenapa kau mengurung diri di tempat ini?" tanya Aldric berpindah duduk di samping Betty.Betty menutup bukunya dan bersandar di dada Aldric, "Apa kau sudah selesai membicarakan pekerjaanmu?"Kening Aldric berkerut mendengar itu. Dia memang sedang membicarakan pekerjaan bersama Roy dan Lukas di ruang tengah. Pekerjaan yang berbahaya tentu saja. Dia tidak tahu j
Suara tendangan pintu yang keras membuat Betty terlonjak kaget. Dia berdiri dan mengikat rambutnya asal lalu membuka pintu kamar Aldric."Beth! Keluar sekarang!"Mendengar suara Lukas yang berteriak membuat Betty menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan mendapati Aldric sudah terbangun dari tidurnya. Rambut pria itu tampak berantakan yang membuatnya terlihat lebih seksi. Betty merutuki pikirannya sendiri."Kenapa Lukas berteriak sepagi ini?" tanya Aldric menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang."Ini sudah jam 11 siang, Al."Aldric tersadar dan menatap Betty dengan senyuman. "Malam yang indah, Beth.""Berikan kunci kamar. Aku sudah lapar."Betty memang sudah bangun sejak pagi. Dia kelaparan dan tidak bisa keluar kamar karena pintu yang terkunci. Dia tidak ingin membangunkan Aldric yang tampak nyenyak dalam tidurnya. Hanya di saat tidur, Betty bisa menikmati dan melihat betapa polosnya wajah Aldric.Sedikit menguap, Aldric berdiri dengan keadaan tubuh yang telanjang. Dia mengenakan cel
Bersikap biasa menjadi hal yang Betty lakukan untuk saat ini. Dia berusaha membaur dengan orang-orang baru. Padahal Betty memiliki sejuta pertanyaan dan amarah yang ingin dikeluarkan, tapi dia memendamnya untuk sekarang.Di dalam kamar, Betty dan Allena tampak sibuk membantu Abigail yang sedang latihan berjalan. Seiring berjalannya waktu gadis muda itu mulai bisa menggerakkan tubuhnya. Meskipun sedikit kaku, tapi setidaknya Abigail tidak membutuhkan kursi roda lagi."Aku bisa, Allena." Abigail melepas tangan Allena dari pinggangnya.Allena berdecak. "Aku hanya tidak ingin kau jatuh.""Aku sudah bisa berjalan, jangan berlebihan." Abigail berucap kesal.Betty menatap Abigail dan tersenyum. Akhirnya dia mendapat kesempatan untuk bertemu gadis itu. Meskipun sudah bertemu sebelumnya tapi mereka belum sempat saling menyapa. Betty sudah lebih dulu pergi sebelum Abigail sadar."Dengarkan Allena, Abi." Betty berucap sabar."Aku bisa, Beth.""Kau ingin Pedro memarahi Allena lagi, eh?" tanya Bet
Di pagi hari, Betty tampak sibuk berkutat di dapurnya. Sandwich menjadi menu sarapannya kali ini. Sudah 2 minggu dia tidak berbelanja karena kesibukannya bekerja. Begitu juga dengan Lukas."Kak! Bangun!" teriak Betty pada Lukas yang tertidur di sofa. Entah jam berapa pria itu pulang Betty tidak tahu. Lukas selalu lembur dan dia mempercayainya, karena pria itu memang memberikan uang hasil kerjanya pada Betty selama ini."Bangun!" teriak Betty lagi sambil menepuk pipi Lukas keras.Lukas mengerang dan menutup wajahnya rapat. "Kenapa kau kasar sekali, Beth? Ke mana perginya Betty-ku yang manis?" gumamnya dengan nada mengantuk."Cepat bangun, Kak!""Aku bangun!" Lukas melempar bantal sofa dan mengusap wajahnya kesal.Dia sangat lelah dan masih mengantuk. Dia baru pulang jam 5 pagi dan dia hanya tidur selama dua jam."Bisakah kau membantuku mengambilkan surat-surat? Semalam aku melihat kotak surat sudah penuh," ucap Betty kembali berkutat di dapurnya.Dengan mata yang setengah terbuka, Luka
Mobil berwarna hitam mengkilap berhenti tepat di depan rumah Aldric. Pedro keluar dengan senyum merekah di wajahnya. Dari kejauhan dia bisa melihat Abigail tampak menikmati udara segar di depan rumahnya."Kau datang lagi?" Roy yang sedang mencuci mobil merasa jengah melihat kedatangan Pedro setiap harinya."Jangan pedulikan aku," jawab Pedro acuh sambil berlalu menghampiri Abigail.Abigail tersenyum melihat kedatangan Pedro. Dia ingin sekali berdiri, tapi dia tidak bisa melakukannya. Tubuhnya masih kaku pasca sadar dari koma. Dia membutuhkan terapi agar bisa beraktivitas seperti biasa."Kau datang?!" tanya Abigail saat Pedro sudah berada di depannya."Bagaimana kondisimu?" tanya Pedro mencium kening Abigail. Pria itu sudah menganggap Abigail seperti anaknya, pengganti Kate."Aku baik." Abigail tampak antusias. "Mana burgerku? Apa kau membawanya?" Lanjutnya.Pedro menggeleng, "Tidak.""Kenapa?""Kau harus pulih terlebih dahulu baru bisa memakannya. Kau masih harus membutuhkan banyak nu
Cahaya matahari yang muncul di musim dingin tidak terlalu menyilaukan mata. Betty membuka kaca mobil dan menikmati angin dingin yang menerpa wajahnya. Perlahan senyum manis mengembang di bibirnya. Setelah beberapa minggu bertempur, akhirnya dia bisa terbebas dari beban berat yang dia alami.Salvator sudah mati. Pria itu tidak akan mengganggunya lagi. Pria itu tidak akan mengganggu teman-temannya lagi. Meskipun ada darah yang sama mengalir di tubuhnya, Betty tetap tidak akan menganggap pria itu sebagai keluarganya."Tutup jendelanya, kau bisa sakit."Jendela perlahan mulai tertutup dan Betty kembali memasukkan kepalanya ke dalam mobil. Mata indah itu menatap Aldric dengan bibir yang mengerucut tapi itu tidak bertahan lama karena rasa kesalnya berganti dengan rasa haru.Tangan Betty perlahan menyentuh pipi Aldric yang terdapat luka karena melawan anak buah Salvator. "Masih sakit?" tanyanya."Tidak terasa sama sekali," jawab Aldric tersenyum tipis.Betty mendengkus dan kembali menatap ke
Ruangan yang penuh akan alat-alat canggih itu membuat Betty terdiam. Dia semakin yakin jika Salvator bukanlah ilmuwan biasa. Melihat banyak buku yang bertumpuk membuat Betty muak. Mereka memiliki hobi yang sama dan itu membuat Betty membenci dirinya sendiri."Kau akan memiliki semua ini jika bergabung denganku," ucap Salvator.Betty mencoba melepaskan diri dari anak buah Salvator dan menatap pria tua di hadapannya dengan penuh kebencian, "Aku tidak sudi bergabung denganmu. Lebih baik aku mati.""Ahh, keras kepala seperti ayahmu. Kadang aku berpikir kenapa Amber mau menikahi Alan yang penakut.""Aku bangga dengan ayahku," sahut Betty acuh.Salvator mendekat dan meminta anak buahnya untuk melepaskan Betty. Dia tersenyum melihat betapa keras kepalanya wanita itu, sama seperti dirinya."Kau tahu aku menyayangimu, Beth. Bahkan aku melarang anak buahku untuk melukaimu."Sekarang Betty paham kenapa dia tidak mendapatkan serangan yang begitu berarti dari anak buah Salvator. Ternyata pria itu
Membutuhkan waktu berjam-jam untuk mereka sampai ke Pulau Kuril. Hal itu harusnya bisa dimanfaatkan Betty dan Aldric untuk beristirahat, tapi tidak untuk Betty. Selama perjalanan, Betty tidak bisa memejamkan matanya. Berbeda dengan Aldric. Pria itu tampak nyaman tidur dengan jas yang menutupi wajahnya.Pikiran Betty begitu kalut. Sebentar lagi dia akan menantang maut. Memang ini yang harus dia dan teman-temannya lakukan sedari dulu. Yaitu menemukan Salvator dan membunuhnya. Namun sebelum itu terjadi ada satu hal yang ingin Betty tanyakan pada Salvator. Kenapa pria itu menginginkannya?Pikiran-pikiran itu semakin membuat Betty tidak sabar untuk melakukan rencananya. Matanya melirik Aldric yang tampak nyaman bersandar di bahunya. Betty tidak bisa bergerak. Dia tidak ingin Aldric sadar jika dirinya tidak tidur sedari tadi.***Aldric dan Betty turun dari mobil saat sudah berhenti di depan markas yang Kenan siapkan. Di sana sudah ada Kenan, Rubby, Keyond, dan Veila yang tampak bersiap-sia
Betty adalah tipe orang yang selalu memanfaatkan waktu luangnya dengan baik. Namun tidak untuk kali ini. Perasaannya begitu gelisah, bahkan lebih parah dari hari kemarin. Apa ini yang dinamakan serangan panik? Berulang kali Betty menghela nafas kasar yang sedikit mengusik ketenangan Aldric."Tidurlah," perintah Aldric yang sedang menyetir tanpa menatap wanita di sampingnya.Tidak ingin membantah, Betty mengangguk dan mulai memejamkan mata. Hanya memejamkan mata karena dia tidak bisa tidur sekarang. Otaknya terlalu kreatif untuk memikirkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi nanti."Aku tidak memaksamu untuk bercerita, Beth. Tapi jujur saja tingkahmu sangat mengganggu." Tiba-tiba Aldric berbicara. Dia sadar betul akan sikap Betty yang sedikit aneh akhir-akhir ini. Aldric tahu jika kekasihnya itu sedang khawatir."Aku tidak mengerti maksudmu," gumam Betty masih memejamkan matanya."Ada buku di belakang jika kau tidak ingin tidur."Betty kembali membuka mata dan menegakkan posisi dudu