Di pagi buta, Aldric keluar dari rumah Elliot untuk pergi ke suatu tempat. Dia tidak berniat membangunkan Betty yang masih tertidur di depan perapian. Dia hanya ingin sendiri, setidaknya untuk sekarang.Mobil hitam Aldric berhenti tepat di depan sebuah makam. Keadaan yang masih gelap membuat makam terlihat menakutkan. Munculnya kabut juga menambah suasana menjadi mencekam. Aldric keluar dari mobil dan mematikan rokoknya. Dia mengeratkan jaketnya dan berjalan masuk ke dalam makam, menghampiri batu nisan yang bertuliskan nama Robbie Halbert.Aldric tidak tahu apa yang membawanya ke tempat ini. Dia sangat membenci Ayahnya, tapi entah kenapa setelah melihat betapa konyolnya pria itu mati membuat Aldric sedikit menyesal. Robbie meninggal di tangan Salvator, dia sadar itu. Bahkan Aldric yakin jika polisi yang menyelidiki kasus kematian Robbie juga menutupi semuanya. Tidak ada yang bisa membodohi ya."Apa yang kau ketahui tentang Salvator?" gumam Aldric mengepalkan kedua tangannya. Dia semak
Mata tajam itu terbuka dengan sempurna. Aldric mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dengan curiga. Cahaya gelap dari luar rumah Elliot semakin membuat Aldric tidak percaya. Bagaimana bisa dia tertidur pulas dalam keadaan seperti ini?Dia melirik ke samping dan menemukan wanita yang selalu menemaninya akhir-akhir ini. Perlahan tangan Aldric terulur untuk menyentuh pipi Betty. Begitu lembut sampai membuatnya tidak rela jika wajah itu terluka. Sofa yang sempit membuat punggung Aldric lelah. Tidak masalah, setidaknya Betty merasa aman berada di dalam pelukannya.Semalam adalah malam yang hebat untuk mereka, tapi itu tidak berlangsung lama saat Betty tidak ingin terlalu lama tinggal di motel. Dia cukup terganggu dengan suara sirine mobil polisi yang hilir mudik melewati penginapan mereka. Betty pikir polisi akan menangkap mereka karena sudah membunuh Simon. Aldric mendengkus saat mengetahui itu. Dia adalah pembunuh bayaran, sudah keahliannya untuk menghilangkan jejak. Namun Betty be
Asap rokok keluar dari bibir Lukas. Pria itu tengah duduk di teras rumah Aldric dengan beberapa botol bir. Dia sudah berada di sana sejak 2 jam yang lalu. Hanya menenangkan diri sambil menikmati langit yang mulai gelap. Kapan lagi dia bisa sesantai ini dalam menjalani hidup?"Berikan aku satu."Suara berat dari belakang membuat Lukas menoleh. Dia melemparkan bungkus rokoknya yang ditangkap cepat oleh Pedro."Bagaimana keadaan Abi?" tanya Lukas."Setelah di rawat di sini keadaannya semakin membaik, hanya saja akhir-akhir ini belum ada perkembangan.""Kenapa kau membantunya?" tanya Lukas penasaran.Pedro tersenyum dan menghembuskan asap rokoknya. "Hanya ingin bertanggung jawab." Pedro mengalihkan pandangannya pada Lukas, "Aku yang sudah menembak kepalanya.""Masa lalu kalian begitu konyol.""Semua sudah direncanakan oleh Salvator.""Salvator?" tanya Roy yang baru muncul. Tangannya meraih bungkus rokok dan mengambilnya satu."Aldric menghubungiku dan menjelaskan semuanya. Mereka sudah me
Aldric bersandar di kap mobil dengan rokok di tangannya. Sesekali dia melirik ke dalam mobil di mana Betty masih terlelap dengan nyaman. Dia menghela nafas dan kembali menatap hutan Wychwood yang begitu gelap, sama seperti perasaannya saat ini.Aldric sedikit khawatir dengan hari esok. Tidak, dia tidak takut. Dia hanya mengkhawatirkan Betty. Wanita itu berbeda, tidak seperti Rubby dan Veila yang dapat menjaga dirinya sendiri. Betty terlalu polos untuk masuk ke dalam lingkungan gelap mereka. Jika bisa, Aldric akan meminta wanita itu untuk tinggal. Namun Betty dengan sifat keras kepalanya tentu akan menolak. Wanita itu masih penasaran akan hubungan kedua orang tuanya dengan Salvator. Kenapa pria itu menginginkan Betty sama seperti menginginkan kedua orang tuanya? Aldric berharap bisa menemukan jawabannya besok."Al?" panggil Betty dengan suara serak.Wanita itu keluar dari mobil dan menghampiri Aldric, memeluk pinggang pria itu erat seolah mencari kehangatan."Bagus jika kau sudah bangu
Betty adalah tipe orang yang selalu memanfaatkan waktu luangnya dengan baik. Namun tidak untuk kali ini. Perasaannya begitu gelisah, bahkan lebih parah dari hari kemarin. Apa ini yang dinamakan serangan panik? Berulang kali Betty menghela nafas kasar yang sedikit mengusik ketenangan Aldric."Tidurlah," perintah Aldric yang sedang menyetir tanpa menatap wanita di sampingnya.Tidak ingin membantah, Betty mengangguk dan mulai memejamkan mata. Hanya memejamkan mata karena dia tidak bisa tidur sekarang. Otaknya terlalu kreatif untuk memikirkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi nanti."Aku tidak memaksamu untuk bercerita, Beth. Tapi jujur saja tingkahmu sangat mengganggu." Tiba-tiba Aldric berbicara. Dia sadar betul akan sikap Betty yang sedikit aneh akhir-akhir ini. Aldric tahu jika kekasihnya itu sedang khawatir."Aku tidak mengerti maksudmu," gumam Betty masih memejamkan matanya."Ada buku di belakang jika kau tidak ingin tidur."Betty kembali membuka mata dan menegakkan posisi dudu
Membutuhkan waktu berjam-jam untuk mereka sampai ke Pulau Kuril. Hal itu harusnya bisa dimanfaatkan Betty dan Aldric untuk beristirahat, tapi tidak untuk Betty. Selama perjalanan, Betty tidak bisa memejamkan matanya. Berbeda dengan Aldric. Pria itu tampak nyaman tidur dengan jas yang menutupi wajahnya.Pikiran Betty begitu kalut. Sebentar lagi dia akan menantang maut. Memang ini yang harus dia dan teman-temannya lakukan sedari dulu. Yaitu menemukan Salvator dan membunuhnya. Namun sebelum itu terjadi ada satu hal yang ingin Betty tanyakan pada Salvator. Kenapa pria itu menginginkannya?Pikiran-pikiran itu semakin membuat Betty tidak sabar untuk melakukan rencananya. Matanya melirik Aldric yang tampak nyaman bersandar di bahunya. Betty tidak bisa bergerak. Dia tidak ingin Aldric sadar jika dirinya tidak tidur sedari tadi.***Aldric dan Betty turun dari mobil saat sudah berhenti di depan markas yang Kenan siapkan. Di sana sudah ada Kenan, Rubby, Keyond, dan Veila yang tampak bersiap-sia
Ruangan yang penuh akan alat-alat canggih itu membuat Betty terdiam. Dia semakin yakin jika Salvator bukanlah ilmuwan biasa. Melihat banyak buku yang bertumpuk membuat Betty muak. Mereka memiliki hobi yang sama dan itu membuat Betty membenci dirinya sendiri."Kau akan memiliki semua ini jika bergabung denganku," ucap Salvator.Betty mencoba melepaskan diri dari anak buah Salvator dan menatap pria tua di hadapannya dengan penuh kebencian, "Aku tidak sudi bergabung denganmu. Lebih baik aku mati.""Ahh, keras kepala seperti ayahmu. Kadang aku berpikir kenapa Amber mau menikahi Alan yang penakut.""Aku bangga dengan ayahku," sahut Betty acuh.Salvator mendekat dan meminta anak buahnya untuk melepaskan Betty. Dia tersenyum melihat betapa keras kepalanya wanita itu, sama seperti dirinya."Kau tahu aku menyayangimu, Beth. Bahkan aku melarang anak buahku untuk melukaimu."Sekarang Betty paham kenapa dia tidak mendapatkan serangan yang begitu berarti dari anak buah Salvator. Ternyata pria itu
Cahaya matahari yang muncul di musim dingin tidak terlalu menyilaukan mata. Betty membuka kaca mobil dan menikmati angin dingin yang menerpa wajahnya. Perlahan senyum manis mengembang di bibirnya. Setelah beberapa minggu bertempur, akhirnya dia bisa terbebas dari beban berat yang dia alami.Salvator sudah mati. Pria itu tidak akan mengganggunya lagi. Pria itu tidak akan mengganggu teman-temannya lagi. Meskipun ada darah yang sama mengalir di tubuhnya, Betty tetap tidak akan menganggap pria itu sebagai keluarganya."Tutup jendelanya, kau bisa sakit."Jendela perlahan mulai tertutup dan Betty kembali memasukkan kepalanya ke dalam mobil. Mata indah itu menatap Aldric dengan bibir yang mengerucut tapi itu tidak bertahan lama karena rasa kesalnya berganti dengan rasa haru.Tangan Betty perlahan menyentuh pipi Aldric yang terdapat luka karena melawan anak buah Salvator. "Masih sakit?" tanyanya."Tidak terasa sama sekali," jawab Aldric tersenyum tipis.Betty mendengkus dan kembali menatap ke