Tak terasa tiga bulan telah berlalu. Perawatan Helena dan fisioterapinya yang telah berjalan selama itu, rupanya juga telah membuahkan hasil. Helena sudah mulai dapat berjalan lagi dan membiasakan tubuhnya untuk beraktivitas normal walau masih dalam gerak yang terbatas. Dan kini, ia telah siap untuk kembali ke rumah."Apa kau tak terlalu memaksakan dirimu, Sweety?" tanya Anie kepada Helena siang itu ketika Serena menjenguknya untuk membantu persiapan pulang saudarinya."Mengapa kau berpikir begitu, Mom?" tanya Helena."Karena, kau pulih dengan begitu cepat. Walau aku senang kau melakukannya dan itu bagus, tapi hanya dalam waktu tiga bulan ini saja kau sungguh sudah seperti normal lagi. Aku hanya khawatir jika kau terlalu memaksakan diri, maka akan berdampak buruk bagi tubuhmu ke depannya," jelas Anie."Buruk apanya? Lihat, bahkan sekarang berat tubuhku juga sudah berisi hingga sama seperti Seren, bukan? Aku sudah bukan lagi gadis tulang belulang seperti sebelumnya yang hanya bisa berb
"Ada apa, Sayang? Kau tampak tak tenang," bisik Julien pada Serena sambil mendekapnya erat ketika mereka telah sama-sama berbaring di atas ranjang.Semenjak kepulangan mereka dari kediaman orang tua Serena, istrinya itu terlihat lebih pendiam dan sedikit murung. Julien sendiri baru dapat menanyakan itu saat melihat Serena telah sedikit rileks dalam pelukannya ketika mereka siap untuk tidur."Aku tak apa-apa," ucap Serena."Oh, ayolah, aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Kau kira selama beberapa bulan ini aku tak mengetahui apa-apa tentang istriku sendiri? Aku sudah tahu bahwa ada yang menganggu pikiranmu bahkan hanya dengan menatapmu saja.""Benarkah?" ucap Serena takjub. Ia kemudian berbalik dan menatap suaminya. "Jika begitu aku akan bertanya. Lalu, bagaimana menurutmu Helena?" tanya Serena tiba-tiba."Helena? Ada apa dengannya? Ia terlihat baik dan tampak sudah pulih, dan itu hal bagus, bukan?" jawab Julien sedikit bingung."Bukan itu maksudku. Maksudku, bagaimana menurutmu Hel
Serena bergegas menuju ke area taman belakang setelah selesai mandi dan bersiap. Simon mengatakan padanya bahwa Helena telah menunggunya di sana dengan ditemani oleh Julien.Ia mendadak merasa gugup ketika sayup-sayup terdengar suara tawa renyah saudarinya saat ia menuju ke area taman belakang. Serena yang telah sampai di pintu keluar taman melihat Julien dan Helena tampak sedang asik mengobrol dan tertawa. Mereka yang terlihat akrab di matanya membuatnya semakin was-was."Oh, hai, Sayang, kau sudah selesai?" ucap Julien ketika melihat Serena mendekat ke arah meja taman yang menyajikan berbagai macam hidangan di sana.Julien kemudian bangkit dari duduknya untuk menyambut Serena. Ia membimbing Serena dan menyiapkan sebuah kursi untuknya. Selanjutnya, ia mencium puncak kepala Serena dan memeluk istrinya dari belakang."Karena kau telah selesai bersiap, sepertinya aku bisa berangkat sekarang," ucap Julien."Ya, berangkatlah," balas Serena."Benar, berangkatlah Julien, Serena sudah di si
Seorang pria bersetelan rapi turun dari sebuah mobil mewah sambil menatap ponsel miliknya. Ia yang setengah jam lalu mendapat notifikasi pada ponselnya, bergegas menuju gedung perusahaannya sambil mengerutkan kening.Ia sesekali menatap ponselnya lagi ketika masuk ke area lobi dan lift. Dan setelah ia sampai di ruangannya, ia memberi instruksi pada asistennya yang sedari tadi mengikutinya."Aaron, batalkan semua jadwalku hari ini," ucapnya."Apa?" sang asisten berkaca mata yang bernama Aaron membulatkan kedua matanya saat atasannya tiba-tiba memberinya instruksi mendadak."Tapi, Tuan Georgio, semua telah siap dan rapat pertama akan dimulai lima belas menit lagi.""Gantikan aku, aku ada urusan mendadak yang sangat penting yang harus kulakukan. Lalu, pesankan penerbangan paling cepat hari ini ke London.""Tapi, Tuan,""Lakukan saja, Aaron," potong pria berambut ikal tebal dan bermata biru itu sungguh-sungguh. Rautnya yang terlihat gelisah sekaligus menakutkan membuat asistennya tak dapa
"Haruskah seperti ini?" tanya Serena lagi sambil menatap cemas dirinya ke arah pantulan cermin.Kini, ia dan Helena sedang berada di sebuah apartemen mewah dengan pemandangan malam yang menakjubkan. Menara London yang megah dan kelap-kelip lampu perkotaan menjadi pusat keindahan utama apartemen tersebut.Serena sedang menatap dirinya di pantulan cermin besar dan seketika perutnya kembali melilit. Helena memberinya potongan gaun berwarna hitam selutut yang ketat dengan belahan dada rendah."Aku tak dapat melakukan ini," ucap Serena sambil menggeleng dan berusaha menutupi area terbuka pakaiannya."Hentikan rengekanmu! Gio akan tiba kurang dari satu jam lagi. Ini hanya makan malam dan berhentilah bersikap gugup! Kau hanya harus meredakan amarahnya saja atau kita akan masuk penjara. Lebih buuk lagi, mungkin ia bisa saja menghilangkan nyawa kita! Apakah ancamannya di dalam pesan itu kurang jelas?""Ta ... tapi," ucap Serena ragu sambil menggigit bibir bawahnya. Matanya berkaca-kaca. Ia beg
"Jangan sampai Julien mengetahui hal ini. Kita akan baik-baik saja selama kau tutup mulut," ucap Helena memberi peringatan pada Serena setelah Gio pergi meninggalkan mereka dengan kesepakatan baru."Tapi aku tak sanggup melakukannya, Helen. Ini bukan perjanjian biasa. Kau mengatakan ini yang terakhir. Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa mengelabuhi pria itu untuk waktu yang lama. Semua pasti akan terbongkar!" ucap Serena cemas."Ugh, sudah kukatakan berkali-kali agar kau tak bersikap cengeng. Hentikan rengekanmu itu. Sebentar lagi kita akan terbebas dari masalah dan kau hanya perlu menanggungnya sebentar saja. Toh perjanjian dengan Gio hanyalah sebatas perjanjian biasa saja, bukan? Kau hanya perlu menemaninya selama enam bulan dan ia akan melupakan semuanya. Ia akan meninggalkanmu.""Kalau begitu mengapa tak kau saja yang melakukannya?" protes Serena. "Ia juga tak akan mencurigai kita lagi. Kau hanya perlu berakting seperti yang sebelumnya kau lakukan saat di sampingnya."Helena sekej
Malam itu, Serena duduk dengan tegang ketika melihat sesosok pria maskulin berjalan memasuki ruangan untuk menghampirinya. Ia yang sebelumnya telah membuat janji untuk bertemu dengan Gio di sebuah restoran, sudah menunggu sekitar sepuluh menit lebih awal dari waktu yang ditetapkan.Tanpa banyak kata, Gio menarik kursi di hadapan Serena dan duduk dengan tenang setelah ia sampai. Suasana restoran yang kosong semakin membuat Serena merasa tercekam.Sebelumnya Gio mengirimkan lokasi mengenai tempat janjian mereka melalui pesan singkat. Dan melihat keadaan restoran yang sepi, Serena yakin pria itu bahkan mungkin telah menyewa seluruh area restoran agar pembicaraan mereka tak terganggu."Kata anak buahku kau telah lama menunggu," ucap Gio membuka percakapan. Pria berpenampilan rapi dan bermata biru itu memperlihatkan raut tenang yang tak terbaca."Tidak, tak begitu lama," jawab Serena mencoba untuk bersikap tenang setelah tanpa sadar ia melirik anak buah yang dimaksud Gio.Ia merasa begitu
Serena masih berbaring di atas ranjangnya ketika pagi telah menjelang. Ia merasa dirinya sangat lemas dan merasa sedikit tak sehat. Setelah makan malam yang mengusiknya semalam berakhir, Serena merasa seolah tubuhnya ikut letih.Ia merasa malas untuk melakukan aktivitas hari ini. Ia bahkan malas meladeni Helena yang semalam mencecarnya dan menuntut penjelasan tentang hasil kesepakatannya dengan Gio setelah pria itu mengantarnya ke rumah kedua orang tua mereka.Helena kembali menegaskan jika mau tak mau dirinya harus tetap bertahan dengan perjanjian itu dan jangan bertindak macam-macam agar Gio tidak berubah pikiran mengenai pemberian apartemen tersebut. Ya, ketakutan terbesar Helena adalah jika ia kehilangan apartemennya.Setelah berbincang sejenak dengan Helena yang cukup menguras emosinya, Serena kemudian memutuskan untuk pulang. Semalam ia tak ingin berlama-lama lagi berdebat dengan sumber masalah terbesarnya yang tak lain adalah Helena yang membuatnya begitu tertekan itu."Hei, Sa
Saat Helena mengira ia telah berhasil melumpuhkan Julien dengan mengikat kedua tangan pria itu agar tak mengganggunya, saat itu ia mulai kembali melancarkan aksi liarnya. Ia masih menggarap bagian tubuh bawah Julien dengan begitu bernafsu menggunakan mulutnya.Tenaganya saat ini jauh lebih besar dari Julien yang setengah tak sadarkan diri dan begitu lemas tak berdaya. Akibat obat yang diberikan padanya itu, Julien merasa pusing, mual hebat, pandangan menjadi lebih buram, nyeri otot, dan ia merasakan hot flash atau rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya. Peningkatan aliran darah yang melonjak drastis di area keperkasaannya pun membuatnya merasakan peningkatan sensitivitas, gairah, dan fungsi orgasme.Dalam keadaan tak berdaya tersebut, Julien tentu saja seperti telah dilumpuhkan. Dan ketiks Serena akan memaksa untuk melesakkan keperkasaan Julien ke dalam dirinya, saat itu juha tiba-tiba terdengar pintu kamar terbuka dengan keras."BRAK!"Helena terlonjak. Ia seketika tertegun kar
"Jadi, kau sudah berbaikan dengan ayahku, ya?" tanya Aiden pada Serena yang siang itu mendatangi ruangannya untuk memberikan sebuah bingkisan padanya."Apa ayahmu sudah bercerita?" balas Serena."Yah, begitulah. Ia menceritakan banyak hal termasuk semua yang ia tahan selama ini. Dan berkat itu, aku jadi tahu alasannya tak mencarimu ketika kau pergi. Ia tak ingin aku mengetahuinya karena aku bisa saja terbang ke sana untuk menemuimu dan menyeretmu kembali, begitu yang ia katakan."Serena tersenyum dan mengangguk kecil. "Ya, mungkin karena ia tahu bagaimana dirimu, jadi ia tak membuka hal itu. Tapi, kau telah menemaninya di saat-saat dirinya kesepian dan butuh seseorang. Aku tahu kau begitu sibuk, tapi kau tak meninggalkan ayahmu."Aiden mengembuskan napasnya. "Hanya ia yang kumiliki selain kakek dan nenekku, Seren. Tapi kini, selain dirinya aku juga memiliki kalian, adik-adik kembarku yang menggemaskan, juga kau. Kalian semua adalah keluargaku. Aku baru menyadari bahwa ayahku membutuhk
"Brak!"Serena mendongak seketika saat pintu ruang kerjanya terbuka keras kala ia sedang berfokus pada pekerjaannya. Ia melihat Helena masuk ke dalam kantornya dengan raut memburu yang kuat diikuti oleh sekretarisnya, Amel yang tergopoh-gopoh dan panik."Nyonya, Nona ini memaksa untuk masuk dan ...""Tak apa, Amel, keluarlah," jawab Serena menenangkan wanita itu. Setelah sekretarisnya undur diri, Helena mendekat dan berkacak pinggang di hadapannya."Apa yang telah kau lakukan?" hardiknya pada Serena.Serena meletakkan kaca mata bacanya dan menutup laptopnya untuk menatap Helena."Apa maksudmu?" tanyanya."Tak usah berlagak bodoh, dasar jal*ng!" umpat Helena. "Kau telah menghabiskan malam dengan Julien, bukan? Haruskah kuperjelas lagi peringatan yang pernah kukatakan padamu tempo lalu!? Jauhi dirimya dan jangan berani berbuat macam-macam di belakangku!"Serena hanya mengembuskan napasnya. Sebenarnya ia merasa malas untuk meladeni Helena hari ini karena pekerjaannya sudah begitu menumpu
"Ah, kau sudah kembali?" sapa pemilik penginapan saat melihat Julien masuk ke dalam penginapan dengan sebuah koper di tangannya.Pagi-pagi tadi ia sudah kembali ke area parkir mobil milik istrinya dan membawa kopernya yang kemarin tertinggal karena pertengkaran mereka, sementara Serena sendiri masih terlelap di kamar mereka."Ya, aku membawa koper milik istriku kembali. Sebenarnya ketika kami bertengkar kemarin, ia meninggalkannya di mobilnya di sekitar pertokoan."Pemilik penginapan itu tersenyum. "Aku bisa melihat itu. Dan kurasa, pagi ini kalian telah menyelesaikan pertengkaran kakian dengan baik, bukan? Mengingat betapa cerah dan bersemangatnya dirimu," lanjutnya sambil mengedipkan salah satu matanya seolah sedang menggoda Julien.Julien mengangguk dan tertawa kecil. "Anda benar," balasnya sedikit tersipu malu."Karena kami akan keluar siang nanti, kurasa aku akan menyelesaikan pembayaran sekarang, Nyonya. Terima kasih untuk pelayanan kamar yang begitu baik untuk kami yang kemarin
Paginya, Aiden dan Crystal saling berdiam diri ketika mereka berhadapan di depan meja makan. Ellie dan Bianca yang telah menyiapkan makanan pagi itu tampak sedikit heran dengan kecanggungan mereka."Aku tak mendengarmu datang semalam," ucap Aiden membuka pembicaraan."Ya, tentu saja, Anda sudah tertidur dengan si kembar ketika Nona Crystal datang, Tuan," timpal Ellie."Benar, kami bahkan tidak berani memindahkan mereka karena kami juga tidak ingin mengganggu istirahat Anda." Kali ini Bianca, putri Ellie ikut menimpali."Ya, Crystal yang sudah memindahkan mereka," jawab Aiden."Aku sudah memberitahumu melalui pesan singkat, bahkan meneleponmu ketika aku tiba. Dan saat Ellie memberitahu keberadaanmu, aku melihat kalian telah terlelap. Lalu ... aku memindahkan mereka."Crystal meneguk minumannya untuk menutupi kecanggungannya dan wajahnya yang memerah. Karena ia teringat lagi kejadian yang setelahnya terjadi setelah ia memindahkan si kembar. Ia yakin Aiden juga teringat hal yang sama kar
Dalam kebersamaan mereka, malam itu Julien dan Serena menghabiskan banyak waktu untuk saling berbicara dan mengungkapkan segala perasaan mereka dari hati ke hati. Satu demi satu semua kesalahpahaman terurai dengan baik. Tak ada lagi hal-hal yang saling mereka simpan.Julien menceritakan masa lalunya dan semua yang ia rasa Serena perlu mengetahuinya. Begitu juga sebaliknya. Akhirnya, Serena menceritakan juga keseluruhan tentangnya, keluarganya, kehidupannya, maupun tentang Helena sendiri."Lalu, mengapa kau tetap membantu keluargaku dan memberi Helena pekerjaan di perusahaanmu?" tanya Serena."Karena mereka adalah keluargamu," balas Julien yang membuat Serena tersentuh. "Saat itu, hanya satu yang kupikirkan. Jika aku tetap menjaga mereka dekat denganku, setidaknya aku tahu kapan kau akan kembali. Itulah yang kupikirkan sebelum aku mengetahui segalanya.""Lalu, setelah kau mengetahuinya, bukankah seharusnya kau sadar bahwa selama ini kami hanya memanfaatkanmu saja? Termasuk diriku."Ada
"Saat itu situasi kita benar-benar sudah tak dapat tertolong lagi, bukan? Saat aku tahu kondisimu dan bayi kita tak baik jika kita meneruskan hubungan itu, maka aku terpaksa membuat keputusan yang sulit itu.""Kau, tak akan dapat pulih dan menyelamatkan bayi kita jika terus berada di sisiku. Lingkungan dan orang-orang di sekitar kita yang menekanmu, tak akan baik bagimu. Terutama aku.""Bisakah kau tetap tenang jika bersamaku yang bermasalah? Aku akui, aku telah sangat melukaimu. Aku mungkin penyebab kerusakan mental dan kesehatanmu yang terbesar. Sejujurnya, aku sendiri takut. Ada beberapa hal yang selalu menghantuiku dan tak sanggup kuceritakan padamu."Julien menelan ludahnya karena tenggorokannya sekarang terasa tercekat. "Sayang, ada hal yang ingin kukatakan. Sebenarnya, aku bukanlah pria normal sehat seperti yang selama ini kau ketahui."Serena menatap lurus pada Julien yang tampak berusaha keras untuk memberinya penjelasan dan mengutarakan isi hatinya. Dan sejak Julien menyebut
"Kau sungguh tak masuk akal, aku benar-benar akan memesan satu kamar lagi jika kau ... akh!"Serena terpekik kecil ketika lengan kokoh Julien menahannya yang hendak bangkit dari ranjang. Ia terbaring sempurna di tempatnya semula setelah Julien menariknya."Julien, apa yang kau inginkan? Jangan berpikir untuk menyentuhku atau macam-macam denganku. Aku adalah kekasih pria lain dan ... mmmh!"Julien yang tak mendengarkan peringatan Serena, segera melayangkan ciuman tiba-tiba yang seketika membuat Serena tak berkutik."Omong kosong," lirih Julien di sela-sela lumatan dan belitan lidahnya yang ia gunakan untuk membungkam mulut Serena yang cerewet."Tak ada pria lain atau kekasih, karena akulah priamu."Julien yang tak sanggup lagi menahan kegemasan sekaligus kegeramannya pada Serena, akhirnya melayangkan juga ciuman panas yang telah ditahan-tahannya seharian ini dan telah menjadi mimpi-mimpi manisnya selama bertahun-tahun ini. "Ju ... Julien, aah ... hentikan, mmh."Desahan Serena yang me
Hari telah sore menjelang malam ketika mereka sampai di lokasi kedua. Serena masih banyak mengambil berbagai foto di tiap sudut yang menarik baginya. Selain mengumpulkan catatan dan foto-foto secara langsung, ia juga berkomunikasi dengan warga setempat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan naskah yang sedang ia garap."Kau tahu kau juga bisa bertanya padaku, bukan? Aku cukup mengenal beberapa lokasi yang menarik bagimu. Aku pernah mengunjungi tempat-tempat ini sebelumnya. Bahkan, aku bisa menunjukkan di mana saja tempat-tempat terbaik jika kau ingin mendapatkan sudut di mana para tokoh dapat melihat matahari terbenam atau sejenisnya.""Suasana yang sesuai dengan perasaan mereka saat itu, akan bagus jika terbingkai di sudut area yang kumaksud. Dan kurasa kau juga akan menyukainya," ucap Julien."Benarkah? Di mana itu? Apakah kau menemukan spot terbaik itu ketika kau juga menjadi pendamping untuk penulis-penulismu? Terutama mungkin untuk penulis 'spesialmu', benar?" balas Serena sambil