"Ah, kau sudah kembali?" sapa pemilik penginapan saat melihat Julien masuk ke dalam penginapan dengan sebuah koper di tangannya.Pagi-pagi tadi ia sudah kembali ke area parkir mobil milik istrinya dan membawa kopernya yang kemarin tertinggal karena pertengkaran mereka, sementara Serena sendiri masih terlelap di kamar mereka."Ya, aku membawa koper milik istriku kembali. Sebenarnya ketika kami bertengkar kemarin, ia meninggalkannya di mobilnya di sekitar pertokoan."Pemilik penginapan itu tersenyum. "Aku bisa melihat itu. Dan kurasa, pagi ini kalian telah menyelesaikan pertengkaran kakian dengan baik, bukan? Mengingat betapa cerah dan bersemangatnya dirimu," lanjutnya sambil mengedipkan salah satu matanya seolah sedang menggoda Julien.Julien mengangguk dan tertawa kecil. "Anda benar," balasnya sedikit tersipu malu."Karena kami akan keluar siang nanti, kurasa aku akan menyelesaikan pembayaran sekarang, Nyonya. Terima kasih untuk pelayanan kamar yang begitu baik untuk kami yang kemarin
"Brak!"Serena mendongak seketika saat pintu ruang kerjanya terbuka keras kala ia sedang berfokus pada pekerjaannya. Ia melihat Helena masuk ke dalam kantornya dengan raut memburu yang kuat diikuti oleh sekretarisnya, Amel yang tergopoh-gopoh dan panik."Nyonya, Nona ini memaksa untuk masuk dan ...""Tak apa, Amel, keluarlah," jawab Serena menenangkan wanita itu. Setelah sekretarisnya undur diri, Helena mendekat dan berkacak pinggang di hadapannya."Apa yang telah kau lakukan?" hardiknya pada Serena.Serena meletakkan kaca mata bacanya dan menutup laptopnya untuk menatap Helena."Apa maksudmu?" tanyanya."Tak usah berlagak bodoh, dasar jal*ng!" umpat Helena. "Kau telah menghabiskan malam dengan Julien, bukan? Haruskah kuperjelas lagi peringatan yang pernah kukatakan padamu tempo lalu!? Jauhi dirimya dan jangan berani berbuat macam-macam di belakangku!"Serena hanya mengembuskan napasnya. Sebenarnya ia merasa malas untuk meladeni Helena hari ini karena pekerjaannya sudah begitu menumpu
"Jadi, kau sudah berbaikan dengan ayahku, ya?" tanya Aiden pada Serena yang siang itu mendatangi ruangannya untuk memberikan sebuah bingkisan padanya."Apa ayahmu sudah bercerita?" balas Serena."Yah, begitulah. Ia menceritakan banyak hal termasuk semua yang ia tahan selama ini. Dan berkat itu, aku jadi tahu alasannya tak mencarimu ketika kau pergi. Ia tak ingin aku mengetahuinya karena aku bisa saja terbang ke sana untuk menemuimu dan menyeretmu kembali, begitu yang ia katakan."Serena tersenyum dan mengangguk kecil. "Ya, mungkin karena ia tahu bagaimana dirimu, jadi ia tak membuka hal itu. Tapi, kau telah menemaninya di saat-saat dirinya kesepian dan butuh seseorang. Aku tahu kau begitu sibuk, tapi kau tak meninggalkan ayahmu."Aiden mengembuskan napasnya. "Hanya ia yang kumiliki selain kakek dan nenekku, Seren. Tapi kini, selain dirinya aku juga memiliki kalian, adik-adik kembarku yang menggemaskan, juga kau. Kalian semua adalah keluargaku. Aku baru menyadari bahwa ayahku membutuhk
Saat Helena mengira ia telah berhasil melumpuhkan Julien dengan mengikat kedua tangan pria itu agar tak mengganggunya, saat itu ia mulai kembali melancarkan aksi liarnya. Ia masih menggarap bagian tubuh bawah Julien dengan begitu bernafsu menggunakan mulutnya.Tenaganya saat ini jauh lebih besar dari Julien yang setengah tak sadarkan diri dan begitu lemas tak berdaya. Akibat obat yang diberikan padanya itu, Julien merasa pusing, mual hebat, pandangan menjadi lebih buram, nyeri otot, dan ia merasakan hot flash atau rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya. Peningkatan aliran darah yang melonjak drastis di area keperkasaannya pun membuatnya merasakan peningkatan sensitivitas, gairah, dan fungsi orgasme.Dalam keadaan tak berdaya tersebut, Julien tentu saja seperti telah dilumpuhkan. Dan ketiks Serena akan memaksa untuk melesakkan keperkasaan Julien ke dalam dirinya, saat itu juha tiba-tiba terdengar pintu kamar terbuka dengan keras."BRAK!"Helena terlonjak. Ia seketika tertegun kar
"Menikahlah denganku maka semua akan baik-baik saja, Serena," ucap Julien, pria berusia empat puluh lima tahun yang memiliki seorang putra yang bahkan lebih tua dari Serena itu tiba-tiba saja melamarnya."Apa?" lirih Serena terbelalak."Ti ... tidak semudah itu, Tuan," balas Serena dengan gugup sambil menekan keterkejutannya."Tentu saja mudah. Kau hanya perlu menandatangani ini." Julien menyerahkan selembar berkas padanya dengan tenang.Julien yang merupakan ayah dari kenalannya yang bernama Aiden dan pria yang telah ia rawat beberapa bulan itu tiba-tiba saja memintanya untuk menikah dengannya setelah seminggu sebelumnya ia mendapat sebuah telepon yang membuatnya gelisah."Bukan pernikahan sungguhan, tetapi pernikahan yang saling menguntungkan. Kau bisa membantuku dengan pernikahan ini, begitu juga sebaliknya.""Setelah aku tahu tentang kondisi keluargamu dari Aiden, putraku, untuk itulah aku memutuskan untuk menawarkan ini padamu. Bacalah terlebih dahulu dan pikirkanlah."Selembar b
"Apa? Apa benar kau menikah dengannya? Dengan gadis cilik ini? Apa kau ingin aku memercayai semua lelucon ini, Julien? Kau pasti berpura-pura saja, kan!"Suara keras dari seorang wanita cantik berumur kisaran empat puluh tahun itu memenuhi kamar Julien, duda satu anak yang berumur empat puluh lima tahun karena ia baru saja menerima berita yang tak masuk akal."Tak perlu berteriak, Lucia, bukankah kau sudah jelas mengetahui itu setelah kau membaca berkas pernikahanku? Untuk itulah kau terburu-buru datang kemari, bukan?" balas Julien tenang."Bagaimana aku tak berteriak setelah mendengar lelucon murahanmu itu! Kau apa? Kau mengatakan bahwa kau menikah dengan jal*ng cilik itu? Kau kira aku akan percaya begitu saja, Julien?!""Lucia, jaga mulutmu!" Kali ini Julien berseru dengan suara menggelegar karena hinaan wanita itu yang ditujukan pada istrinya.Walau begitu, wanita berpotongan rambut bob berwarna merah itu tampak tak terlalu terkejut. Ia malah tersenyum sinis dan mendekat dengan ges
"Aiden Clark Johansen, bisakah kau tak mempermalukan Serena dan ayahmu dengan kelakuanmu tadi di depan para pelayan?" ucap Julien setelah mereka masuk ke dalam ruang kerjanya untuk melanjutkan pembicaraan.Setelah tadi Julien memerintahkan Aiden untuk mengikutinya ke dalam ruang kerjanya, Serena dengan sigap mendorong kursi roda milik Julien dengan patuh dan makan malam mereka pun otomatis berakhir.Aiden menghempaskan dirinya di atas sofa besar di dalam ruang kerja sang ayah sambil mendesah. "Aku begitu lelah dengan shift dobel yang ditimpakan seniorku padaku sejak kemarin aku bertugas di bangsal UGD. Aku bahkan belum beristirahat dengan benar dan hanya makan satu kali sejak itu. Jadi tolong, Dad, jelaskan saja dengan singkat agar tak banyak perdebatan yang membuang energiku karena aku masih membutuhkan istirahat.""Kau tahu berita itu dari siapa?" tanya Julien tanpa berbasa-basi."Dari mantan istrimu, siapa lagi? Hanya ia yang masih gigih mengusikku karena berharap kau akan memperha
Serena hanya mampu menatap pintu berkaca yang memisahkan kamar Helena dengan koridor saat Anie ibunya, menahannya ketika ia ingin masuk ke dalam kamar saudara kembarnya itu."Helena sedang tertidur, jangan kau ganggu dirinya. Ia belum tahu jika aku telah memberitahumu tentang kondisinya. Ia berkata tak ingin bertemu denganmu sebelum ia merasa kuat dan sepenuhnya pulih. Jadi, untuk sementara kita rahasiakan ini darinya dan tunggu saja hingga ia mau menemuimu, mengerti?""Tak bisakah aku menemuinya sebentar saja, Mom? Aku hanya ingin melihat keadaannya," balas Serena.Anie menatap Serena dengan kesal. "Lalu, apa yang akan kau lakukan? Apa kau ingin membuatnya kesal dengan memamerkan tubuh sehatmu dan berdiri di hadapannya yang masih terlihat menyedihkan? Apa itu yang kau inginkan? Apa kau akan menyombongkan kesehatanmu bahkan mungkin juga pernikahanmu sekarang? Kau ingin membuatnya terluka dengan semua yang kau miliki itu, begitu?""Mom? Mengapa kau berpikir seperti itu?" ucap Serena ta