Felix menurunkan Veronica di dalam ruangan wall in closet dan mereka berpakaian dalam diam. "Sini, aku bantu." Felix meraih alat pengering rambut yang dipegang Veronica dan mulai membantu mengeringkan rambut panjang istrinya itu sampai setengah lembab. Veronica memperhatikan tampilan wajah Felix dari cermin meja rias. Felix sangat tampan dengan tulang hidung tinggi dan sepasang alis lebat juga bibirnya berlekuk seksi. "Makanan sudah datang, kau tak bisa kenyang hanya dengan memandangi wajahku. Mari makan!" Wajah Veronica langsung memerah mendengar perkataan Felix yang tentu saja pria itu menyadari tatapan istrinya terlihat memujanya, hal yang dia inginkan. Namun relung hati Felix menghangat merasakan cinta dari pandangan mata Veronica. Veronica dan Felix sudah duduk pada kursi masing-masing, saling berhadapan dengan meja bulat portable kecil penuh tertata piring berisi makanan di depan mereka. Felix memiliki chef dari restoran hotel bintang lima, ia pekerjakan khusus di kediaman
Veronica yang ditinggalkan Felix di dalam kamar ketika hampir menyelesaikan makan malam mereka, karena mendapat panggilan darurat dari Hvitserk, berjalan ke depan jendela, duduk pada sofa sambil memainkan ponsel pintar di tangannya. Veronica belum bisa lupa tatapan mata Felix, nada bicaranya ketika berkata ingin membunuhnya juga perhatian yang ditunjukkan pria itu. Veronica juga teringat akan perkataan Zeze padanya saat mereka mengobrol di tepi kolam renang, "Rejeki, jodoh dan kematian berada di luar kekuasaan kita manusia. Kami semua bersedih dan berduka atas tewasnya suami Ambu bersama Mommy Cella. Tapi, apa yang bisa kami lakukan untuk membuat mereka hidup kembali?" "Jangan ungkapkan identitasmu pada siapapun jika hal itu mengganggumu. Kau pantas untuk dicintai dan hidup bergembira, Veronica." Veronica memang bukan tipikal orang yang pamrih menginginkan terima kasih atau balas budi atas tindakannya menyelamatkan Zeze, keponakan kandung Felix. Tetapi sikap Felix dan Zeze seperti
"Apakah ada hubungannya aku mengakuisisi bisnis Joe Parrish dengan keluargamu, Lo?" Felix memberikan pertanyaan yang sebenarnya ia mencoba memutuskan pembicaraan yang terkesan akan berbelit-belit dari Lorenza. Lorenza menganggukkan kepalanya samar, "Jika Anda mengetahui siapa saya, kenapa Anda masih mau memperkerjakan saya di perusahaan?" Lorenza semakin gugup dipandangi oleh Felix dan bos tampan idolanya yang masih tetap ia cintai diam-diam tersebut sudah lebih dari dua kali memanggilnya dengan nama panggilan berbeda dari orang di sekelilingnya, yaitu 'Lo'. "Aku tidak tau. Bagian urusan perekrutan karyawan, aku mempercayakannya pada Billy sebelumnya. Jadi Billy yang menerimamu bekerja di perusahaan, bukan aku." jujur Felix ditanggapi anggukan Lorenza pelan, "Tapi sekarang kau bisa berada di sini, aku lah yang memilihmu dan ku lihat kau memang memiliki kemampuan seperti yang kau ucapkan padaku.""Sekarang katakan, jangan berputar lagi ...katakan apa poin yang ingin kau sampaikan pa
Luca duduk di lantai ubin dalam kamar mandi, kepalanya tersandar ke dinding. Perutnya benar-benar bergemuruh dan sama sekali tidak bisa diajak bersahabat sedikitpun. "Luca ...!?"Michele mencari Luca di dalam kamar hingga ke ruang baca sebelah ruangan tidur mereka, ahirnya mendapati suaminya itu tersandar lemas pada dinding kamar mandi. Michele memberikan pijatan lembut ke tengkuk, kening dan pelipis Luca yang akhirnya membuka kelopak matanya lemah. "Sweetheart, aku ingin berkunjung ..." Luca yang tubuhnya lemas, hal yang ia inginkan ternyata adalah mengunjungi istrinya yang sedang mengandung janinnya. "Kau masih lemas. Tunggu bertenaga sedikit, aku lelah jika harus menunggangi kuda jantan sepertimu!" "Aku benar-benar rindu ..." Luca menyampirkan wajahnya ke pundak Michele dan mengecupi leher istrinya itu hingga berdecak. "Papa sedang membuatkanmu camilan bersama Lucy. Besok, kita jadi pulang ke Hawaii?" Michele berusaha memapah tubuh besar Luca keluar dari kamar mandi untuk ia
"Bahan A dan B tolong dicampurkan, lalu marinasi selama tiga puluh menit untuk mendapatkan citarasa daging yang juicy." tutur Veronica pada salah satu chef di dapur restoran bagian menu daging. Rafal, chef yang di posisi daging, menganggukkan kepala, mendengarkan fokus apapun arahan Veronica. Selena yang diam dan mengikuti di belakang kakak perempuanya itu menulis semua poin-poin perkataan Veronica juga sikap para chef mereka. "Apakah sudah selesai membuat kaldu yang ku ajarkan kemarin?" Veronica bertanya pada Ewa, chef khusus menangani bumbu masakan. Veronica dan Selena memang membagi-bagi semua tugas Chef di restoran mereka. Tidak ada yang boleh saling mendominasi satu sama lain, melainkan bekerjasama secara adil dan demi kepentingan bersama. "Sudah, Madam." Ewa menjawab sopan, bergegas mengambil tester kaldu di lemari pendingin untuk ia bawa agar bisa dicicipi oleh Veronica. Veronica memejamkan kedua kelopak matanya saat mencicipi rasa kaldu buatan Ewa yang sebenarnya ia meras
Veronica benar-benar tidak bisa mengelak dalam kungkungan Felix yang menjeratnya. Veronica akhirnya meletakkan beberapa dokumen di atas meja dan menyimpan dokumen penting dalam brangkas pribadi yang kuncinya ia gantungkan ke leher sebagai bandul kalung. "Akan ku buatkan bandul kalung yang bagus untukmu! Untuk sementara ini aku yang simpan, besok sebelum kau pergi bekerja, minta padaku." Felix meraih kalung tali yang baru saja Veronica kalungkan ke lehernya.Sebelum pergi ke luar, Felix membisikkan pada Keanu untuk membuang semua perabotan yang tergantung pada dinding ruangan kerja Veronica, termasuk lukisan mahal yang ia pesan untuk dibelikan oleh John sebelumnya guna memperindah ruangan kerja istrinya itu. "Bagaimana kau tau dalam ruanganku terdapat kamera tersembunyi? Bukankah semua pelayan dan pekerja diawasi ketat oleh Jose dan John juga Keanu, anak buahmu?" Veronica bertanya, telah mendudukkan dirinya pada kursi penumpang dalam mobil Felix. "Insting suami!" Felix menjawab pend
Setelah puas membawa Veronica berputar-putar ke tengah lautan menggunakan jetski, kini Felix menyewa sebuah kapal beserta juru masak dan juru kemudi untuk mengantarkan mereka ke lokasi-lokasi indah, strategis juga aman untuk berenang. "Kau tidak bekerja hari ini?" Veronica bertanya sambil menyuap buah anggur tapi detik berikutnya wanita cantik itu memindahkan buah dalam mulutnya ke mulut Felix yang sejak tadi makan dan minum dari mulut istrinya. "Kau tidak inign bersenang-senang liburan bersamaku? Aku belum memberikan bulan madu untukmu, kau mau pergi kemana?" Felix berbaring telentang di atas geladak dan Veronica duduk pada sebelah pinggangnya yang terus ia peluk melekat rapat, tidak diijinkan berjarak sedikitpun. Entah karena pengaruh dari cuara yang cerah, suasana hati Felix turut ceria dengan netra mata berwarna coklat keemasan yang semakin Veronica suka menatapnya berlama-lama. "Aku tidak keberatan kau ajak kemanapun." Veronica tidak memiliki tempat yang ia terobsesi ingin ku
Bibir Felix tidak berhenti mengulum senyum memandang Veronica yang wajahnya semakin merona merah ditatap suaminya. "Aku suka caramu tadi menaikkan kaki," Veronica segera menyumpal mulut Felix dengan menyuapkan banyak makanan, wajahnya benar-benar panas mengingat percintaan dahsyat mereka di balik batu karang beberapa saat lalu. "Sayang ..." Felix masih bisa menggumamkan protes dengan wajah jahil, lalu memajukan bibir untuk memberikan kecupan ke pipi merona Veronica. "Berhenti menggodaku atau kita tidak jadi ke hotel?" Felix menelan makanan di mulutnya cepat-cepat, "Tidak menggoda lagi. Ayo, kau makanlah yang banyak karena kita nanti akan berolah raga lebih intens." bisik Felix seraya mengedipkan sebelah matanya nakal dan menyendokkan pasta serta daging masak bumbu ke mulut Veronica. Felix dan Veronica menikmati makanan mereka saling menyuapkan, masih memakai baju handuk melilit pada tubuh, duduk pada sofa di geladak kapal. Di tempat lain, Hvitserk yang diminta Felix membelikan p
"Hai, tadi kau tak ada di makan malam. Kau baik-baik aja?" Luca membawa nampan berisi makanan ke dalam kamar Jonathan dimana Zeze sedang duduk sendiri pada sofa. Luca menjentikkan jemarinya dan ruangan kamar Jonathan yang sebelumnya gelap, hanya mendapat terang dari lampu teras, kini menyala dengan cahaya redup. Zeze bergeming dari pandangannya menatap keluar jendela, duduk dengan menumpu memeluk kedua lututnya di sofa. Setelah meletakkan nampan di atas meja, Luca menghenyakkan tubuhnya duduk pada samping Zeze. Lalu meraih samping kepala keponakannya itu untuk ia sandarkan ke depan dada. "Apakah ada masalah dengan Pierre? Kau ingin berubah pikiran? Belum terlambat jika kau ingin membatalkannya meskipun esok Marcio dan Anne secara resmi datang melamarmu untuk Pierre." "Aku rindu Papa juga Mommy Cella dan Daddy Michael." lirih Zeze hampir seperti desahan. "Paman juga rindu. Kita semua rindu Papa dan Mommy juga Daddy." Luca melingkarkan lengannya ke depan dada Zeze, memeluk keponaka
Senyum di bibir Pierre semakin merekah lebar, kepalanya mengangguk beberapa kali, lalu seutas tali bening sangat tipis terentang diantara jemari kedua tangannya. "Aku bekerja untuk mereka? Yayasan sosial penderita ODHA, hem?" cetus Pierre sembari menaikkan kedua alis tebalnya dan menatap lekat ke netra pria di depannya yang balas menyeringaikan senyuman sinis. Tanpa jawaban dari Mister Walikota, Pierre sudah bisa menduga siapa 'mereka' yang pria tua itu maksud. "Jika Anda memang benar mengenalku, Anda pastinya tahu apa yang bisa ku lakukan dengan tali ini bukan?" Dari tempat tersembunyi, Zeze bisa mendengarkan pembicaraan Pierre dengan Mister Walikota di dalam ruangan. Pengaruh hipnotis Zeze pada kedua orang penjaga yang ada depan pintu ruangan private Mister Walikota masih belum hilang. "Kau tak akan membunuhku, aku tau itu." ucap Mister Walikota sangat percaya diri. Pierre mendengkuskan tawa rendah, "Jika begitu, Anda tidak akan tetap berada di sini bukan?" Pierre bangkit berd
Pelayan baru saja keluar dari ruangan private tempat Mister Walikota, ketika Zeze mengintip dari kejauhan. Di depan pintu ruangan private Mister Walikota berdiri tegak dua orang penjaga bertubuh besar seperti tukang pukul dan Zeze menduga jika sang Walikota sedang ada janji temu dengan seseorang di dalam ruangannya. Zeze mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memeriksa titik-titik kamera CCTV terpasang dalam ruangan restoran dan ia menemukan jika ruangan tempat Mister Walikota berada, terhalang pilar besar. "Menarik!" gumam Zeze menyunggingkan senyuman tipis sangat sinis. Tepat ketika Zeze hendak bergerak pergi menuju ruangan sang Walikota, tiba-tiba pergelangan tangannya dicekal kuat. "Libatkan aku." bisik Pierre lembut, sudah menarik pinggang ramping Zeze dengan lengannya yang lain. "Aku sudah lama tidak olah tubuh, sedikit peregangan sepertinya menyenangkan." lanjut Pierre, kini berkata di depan wajah Zeze yang sedikit terdongak dengan bibir merekah menggoda dan sinar matany
Bertahun-tahun Pierre menutup diri serta menjaga jarak dari para wanita yang mendekatinya, tetapi kini benteng pertahanannya benar-benar hancur di hadapan Zeze yang blak-blakan, sangat ekspresif juga membuat jantungnya menggelepar riang hendak meloncat keluar. "Wajah Daddy Pierre memerah, apakah Daddy juga terangsang sama sepertiku?" Zeze membelai rahang berbulu maskulin Pierre, lalu mengecup sangat lembut daun telinga tunangannya itu yang bisa ia rasakan sedikit tersentak dan pelukan lengan Pierre semakin posesif menahan pinggangnya. "Jangan menggoda lagi. Aku benar-benar bisa membawamu ke hotel, Baby." Pierre berkata seakan seperti desahan ke depan wajah Zeze, lalu mengecup serta menggigit gemas bibir gadis mudanya itu. "Aku tak keberatan ..." Pierre langsung melumat gemas bibir Zeze yang akhirnya tak bisa melanjutkan perkataannya. Pasangan itu saling memagut, meluahkan semua rasa yang mengganjal di dalam hati dengan ciuman hingga akhirnya terlepas karena pernapasan semakin
"Kau baik-baik aja?" Felix menghampiri Zeze yang berdiri di teras, melihat pemandangan lautan luas dari jauh, terlihat berkilau seperti karpet berlian terkena sinar terik matahari menjelang siang. "Paman ..." Zeze menoleh dan memberikan senyuman tipis pada Felix. "Mari duduk, kau baru siuman. Kakimu pasti lelah." Felix meraih pundak Zeze, mengajaknya duduk pada sofa di belakang mereka. "Mungkin karena di tubuhku mengalir darah serigala, jadi pemulihannya sangat cepat. Kakiku tidak apa-apa, tidak ada kaku atau stress syaraf."Dimitri sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Zeze dan tak menemukan satu pun keluhan pada tubuh gadis muda yang baru siuman setelah sepuluh hari tertidur tersebut. Zeze bangun dan beraktifitas layaknya orang normal yang tak pernah tertidur berhari-hari. Hal yang paling menggembirakan adalah pertumbuhan racun dalam darah Zeze seolah terhenti begitu saja.Anne memang tak menyebutkan jenis campuran pada ramuan yang dibantu Dimitri suntikkan ke pembuluh dar
Sekarang giliran tubuh Zetha yang berguncang hebat mendengar cerita Zeze di alam kabut mimpi. "A-apakah mereka semua baik-baik aja? A-apakah mereka bahagia?" cicit Zetha berurai airmata yang kini Zeze balas memeluk pundak Mumma cantiknya itu dan mengecup kelopak matanya sangat lembut. Seperti tindakan Jonathan sewaktu Zetha kecil jika menenangkan putrinya itu ketika menangis sedih. Pun Michael melakukan hal yang sama dahulunya pada Zetha. Dua orang kesayangan yang jiwa mereka telah melebur menjadi satu di alam kabut mimpi Zeze."Mereka semuanya baik dan bahagia." jawab Zeze pelan dan ia teringat kelembutan juga sikap Michael dan Marcella yang sangat memanjakannya. Zeze tak menceritakan pada Mummanya jika jiwa Jonathan dan Michael menyatu di alam keabadian. "Apakah Papa dan Daddy sudah menyatu?" Zetha malah bertanya hal yang disembunyikan oleh Zeze. Zeze merenggangkan pelukannya, menatap lekat ke netra Zetha, lalu menganggukkan kepala, "Ya. Aku melihat Papa dan Daddy menjadi satu.
Tubuh Zeze semakin gemetar menangis terisak-isak di pelukan Zetha, ia teringat saat terjun ke dalam laut beberapa menit lalu, merasakan ada kekuatan sangat besar mendorong tubuhnya naik ke permukaan yang kemudian ombak menghempaskannya tapi tubuhnya mendarat dengan sangat lembut di batuan karang. "A-aku membunuh Papa ...a-aku bukan manusia lagi, please Mum, bunuh aku." cicit Zeze pilu di pelukan Zetha. Zetha semakin mengeratkan pelukannya ke Zeze dan serigala di sebelahnya. Zetha kedinginan, tetapi ada kehangatan yang mengaliri dirinya dari tubuh Zeze dan Blacky-serigala hitam. "Kau tak membunuh Papa, Sayang. Mari pulang dulu, Mumma akan jelaskan semuanya ...tubuh Mumma dingin di sini ..." gigi Zetha bahkan bergemelatukan saat ia berbicara karena suhu udara memang sangat dingin, apalagi masih di musim dingin hendak memasuki awal musim semi. Menyadari Mummanya kedinginan, Zeze segera memeluk pinggang Zetha, lalu dengan tangkas ia membawa wanita yang telah melahirkannya itu berusaha
Tanpa menunggu Zetha dan Sarah menjawab, Zeze telah menghilang seperti kelebatan angin pergi keluar dari ruangan menuju kamar tidur Jonathan. "Papa ..." Zeze merasakan jantungnya berhenti berdebar, tenggorokan tercekat dan udara di sekitarnya seolah tak bertiup, dimana ia hanya bisa mencium samar aroma dari tubuh Jonathan di seantero kamar tidur kakeknya tersebut. Di kamar Zeze, Zetha turut berlari mengejar, sehingga Sarah hanya mampu menggelengkan kepala pada para lelaki di ruangan tamu kamar yang sebelumnya sama-sama merasakan hembusan angin lembut melewati mereka saat Zeze pergi keluar secepat kilat. "Zeze ...mencari Jonathan." ucap Sarah yang bahunya segera di peluk Dimitri, mengajaknya duduk pada sofa. Freyaa semakin menyusupkan wajah ke ceruk leher Luciano yang juga semakin memeluk tubuh bergetar putrinya tersebut karena kembali terisak menangis. Simon dan Pierre gegas menyusul Zetha yang gagal menemukan Zeze dalam ruangan tidur Jonathan. "Mum, biarkan kami yang mencari Ze
Malam begitu sangat hening, hanya terdengar suara deburan ombak yang bagaikan musik alami dari kejauhan.Biasanya akan selalu ada orang berjaga dalam kamar Zeze dan malam ini Simon bersama Pierre di sana sementara Freyaa tidur di sebelah Zeze di atas ranjang. Namun entah kenapa, semakin malam, Pierre dan Simon tak bisa menahan kantuk yang datang tiba-tiba seiring malam semakin bertambah sunyi. Bukan hanya Simon dan Pierre yang terlelap pulas, Zetha dan Luciano yang terbiasa bangun di sepertiga malam untuk berdoa pun nyenyak dalam tidur. Bahkan bayi Lula sama sekali tidak terbangun untuk menyusu atau rewel karena pampersnya penuh. Begitu juga dua ekor serigala di kandang samping kediaman Salvatore, ikut merasakan angin kedamaian, membuat mereka sangat tenang. **Bahu Freyaa berguncang, menahan isak tangis tapi airmatanya mengalir turun ke wajah Zeze yang ia peluk erat di pangkuan. "Freyaa ..." Zeze bergumam, membuka kelopak mata, menatap Freyaa yang memeluk kepalanya sambil menangi