"C'mon, Young Lady, bidik aku!" Zeze sedang melatih ketepatan Freyaa melemparkan potongan kayu ke arahnya. "Lenganku lelah." keluh Freyaa yang saat itu masih berusia empat tahun ketika mulai rutin dilatih oleh Zeze memusatkan lemparan. "Akan ku buatkan Burrata tomato spesial dengan roti untukmu ..." Belum menutup mulut Zeze dari berkata membujuk adik perempuannya, sebuah potongan kayu mendarat tepat di keningnya. "Maaf, aku tidak bermaksud membidik keningmu ..." ketika serius latihan, Freyaa akan menggunakan kata 'aku' untuk dirinya. "Ayo, bidik lagi. Bagian manapun tak masalah!" Zeze mundur dua langkah sehingga jaraknya dengan Freyaa menjadi lima langkah. Freyaa mengambil beberapa potongan kayu di atas meja sampingnya, melemparkannya bertubi-tubi ke arah Zeze yang hanya mengenai tubuh saudarinya itu dua potongan kayu saja. "Aku akan mengajakmu berlibur ke Jakarta, Indonesia! Ada banyak makanan enak dan lezat di Jakarta." Zeze memprovokasi Freyaa agar melanjutkan latihan melemp
Semua berkumpul di restoran seafood, menikmati makan malam. Zetha dan Simon terlihat lelah namun wajah mereka tetap sumringah karena semua korban yang terinjak-injak massa berhasil diselamatkan tepat waktu oleh mereka berdua sebelum pihak tempat hiburan memanggil tenaga medis. "Makanlah yang banyak." Felix mengambilkan semangkuk ikan laut yang dimasak dengan kuah kental rasa pedas segar untuk Veronica. "Eyaa mau juga." Freyaa sudah kembali ke dirinya yang biasa, ceria, cerewet juga sangat manja pada Felix. Felix menambahkan cream keju untuk mangkuk ikan sebelum ia berikan ke Freyaa yang langsung mencicipinya, "Enak!" ucapnya dengan bola mata berbinar. "Paman akan membawamu makan ke sini setiap hari, asal kau mau tinggal bersama paman." tutur Felix membujuk Freyaa. "Sudahlah, jangan membujuk lagi. Paman sangat tidak memiliki keahlian!" Freyaa menyahuti Felix sembari tertawa lucu, "Nanti kami akan datang ke sini lagi. Zee juga belum menyelesaikan lukisan neurographica-nya di dindin
Kediaman besar Felix langsung terasa sepi setelah Zetha dan Luciano membawa ketiga anak mereka juga pasangan Aghna dan Sandi serta Susie pergi ke Skotlandia. Mereka memang sengaja memberikan ruang untuk Felix dan Veronica agar bisa menikmati waktu pengantin baru, karena semuanya juga yakin Felix mungkin tidak akan mengajak Veronica pergi berlibur untuk bulan madu. Malam sudah larut, tetapi Felix belum kembali ke kamar tidur. Veronica merasa gugup dibiarkan sendiri dalam kediaman besar dan luas yang benar-benar terasa dingin juga sunyi. Veronica turun ke pantry untuk membuat camilan, mengalihkan pikirannya yang sedang tidak bisa diam. "Apa yang kau buat?" Felix tiba-tiba muncul di belakang Veronica yang terperanjat dan tanpa sengaja menjatuhkan adonan pasta yang sedang ia olah ke atas lantai. "Kau mau pasta?"Felix menatap adonan pasta yang jatuh ke lantai, lalu pandangannya naik meneliti tampilan Veronica yang belum mengganti pakaian dari istrinya itu pulang bekerja di restorannya
Felix menurunkan Veronica di dalam ruangan wall in closet dan mereka berpakaian dalam diam. "Sini, aku bantu." Felix meraih alat pengering rambut yang dipegang Veronica dan mulai membantu mengeringkan rambut panjang istrinya itu sampai setengah lembab. Veronica memperhatikan tampilan wajah Felix dari cermin meja rias. Felix sangat tampan dengan tulang hidung tinggi dan sepasang alis lebat juga bibirnya berlekuk seksi. "Makanan sudah datang, kau tak bisa kenyang hanya dengan memandangi wajahku. Mari makan!" Wajah Veronica langsung memerah mendengar perkataan Felix yang tentu saja pria itu menyadari tatapan istrinya terlihat memujanya, hal yang dia inginkan. Namun relung hati Felix menghangat merasakan cinta dari pandangan mata Veronica. Veronica dan Felix sudah duduk pada kursi masing-masing, saling berhadapan dengan meja bulat portable kecil penuh tertata piring berisi makanan di depan mereka. Felix memiliki chef dari restoran hotel bintang lima, ia pekerjakan khusus di kediaman
Veronica yang ditinggalkan Felix di dalam kamar ketika hampir menyelesaikan makan malam mereka, karena mendapat panggilan darurat dari Hvitserk, berjalan ke depan jendela, duduk pada sofa sambil memainkan ponsel pintar di tangannya. Veronica belum bisa lupa tatapan mata Felix, nada bicaranya ketika berkata ingin membunuhnya juga perhatian yang ditunjukkan pria itu. Veronica juga teringat akan perkataan Zeze padanya saat mereka mengobrol di tepi kolam renang, "Rejeki, jodoh dan kematian berada di luar kekuasaan kita manusia. Kami semua bersedih dan berduka atas tewasnya suami Ambu bersama Mommy Cella. Tapi, apa yang bisa kami lakukan untuk membuat mereka hidup kembali?" "Jangan ungkapkan identitasmu pada siapapun jika hal itu mengganggumu. Kau pantas untuk dicintai dan hidup bergembira, Veronica." Veronica memang bukan tipikal orang yang pamrih menginginkan terima kasih atau balas budi atas tindakannya menyelamatkan Zeze, keponakan kandung Felix. Tetapi sikap Felix dan Zeze seperti
"Apakah ada hubungannya aku mengakuisisi bisnis Joe Parrish dengan keluargamu, Lo?" Felix memberikan pertanyaan yang sebenarnya ia mencoba memutuskan pembicaraan yang terkesan akan berbelit-belit dari Lorenza. Lorenza menganggukkan kepalanya samar, "Jika Anda mengetahui siapa saya, kenapa Anda masih mau memperkerjakan saya di perusahaan?" Lorenza semakin gugup dipandangi oleh Felix dan bos tampan idolanya yang masih tetap ia cintai diam-diam tersebut sudah lebih dari dua kali memanggilnya dengan nama panggilan berbeda dari orang di sekelilingnya, yaitu 'Lo'. "Aku tidak tau. Bagian urusan perekrutan karyawan, aku mempercayakannya pada Billy sebelumnya. Jadi Billy yang menerimamu bekerja di perusahaan, bukan aku." jujur Felix ditanggapi anggukan Lorenza pelan, "Tapi sekarang kau bisa berada di sini, aku lah yang memilihmu dan ku lihat kau memang memiliki kemampuan seperti yang kau ucapkan padaku.""Sekarang katakan, jangan berputar lagi ...katakan apa poin yang ingin kau sampaikan pa
Luca duduk di lantai ubin dalam kamar mandi, kepalanya tersandar ke dinding. Perutnya benar-benar bergemuruh dan sama sekali tidak bisa diajak bersahabat sedikitpun. "Luca ...!?"Michele mencari Luca di dalam kamar hingga ke ruang baca sebelah ruangan tidur mereka, ahirnya mendapati suaminya itu tersandar lemas pada dinding kamar mandi. Michele memberikan pijatan lembut ke tengkuk, kening dan pelipis Luca yang akhirnya membuka kelopak matanya lemah. "Sweetheart, aku ingin berkunjung ..." Luca yang tubuhnya lemas, hal yang ia inginkan ternyata adalah mengunjungi istrinya yang sedang mengandung janinnya. "Kau masih lemas. Tunggu bertenaga sedikit, aku lelah jika harus menunggangi kuda jantan sepertimu!" "Aku benar-benar rindu ..." Luca menyampirkan wajahnya ke pundak Michele dan mengecupi leher istrinya itu hingga berdecak. "Papa sedang membuatkanmu camilan bersama Lucy. Besok, kita jadi pulang ke Hawaii?" Michele berusaha memapah tubuh besar Luca keluar dari kamar mandi untuk ia
"Bahan A dan B tolong dicampurkan, lalu marinasi selama tiga puluh menit untuk mendapatkan citarasa daging yang juicy." tutur Veronica pada salah satu chef di dapur restoran bagian menu daging. Rafal, chef yang di posisi daging, menganggukkan kepala, mendengarkan fokus apapun arahan Veronica. Selena yang diam dan mengikuti di belakang kakak perempuanya itu menulis semua poin-poin perkataan Veronica juga sikap para chef mereka. "Apakah sudah selesai membuat kaldu yang ku ajarkan kemarin?" Veronica bertanya pada Ewa, chef khusus menangani bumbu masakan. Veronica dan Selena memang membagi-bagi semua tugas Chef di restoran mereka. Tidak ada yang boleh saling mendominasi satu sama lain, melainkan bekerjasama secara adil dan demi kepentingan bersama. "Sudah, Madam." Ewa menjawab sopan, bergegas mengambil tester kaldu di lemari pendingin untuk ia bawa agar bisa dicicipi oleh Veronica. Veronica memejamkan kedua kelopak matanya saat mencicipi rasa kaldu buatan Ewa yang sebenarnya ia meras
"Siapa mereka?" tanya Zeze masih memperhatikan layar monitor Luca di depan mereka, menampilkan ledakan demi ledakan dalam laut juga di udara. "Pasukan setan." "Pasukan setan?" Zeze mengulang perkataan Luca, menaikkan alis menoleh pada paman tampan di sebelahnya itu. Luca memang tidak pernah menahan kata-katanya, bahkan di depan Zeze. Kali ini pun ia terkekeh, membelai pipi lembut Zeze yang tirus. "Setan itu jelek, suka mengganggu dan membuat masalah. Bukankah mereka memakai topeng, mengganggu Paman Felixmu di siang hari begini? Jadi mereka adalah pasukan setan!" "Owh." Zeze ber'oh' menganggukkan kepala, mengerucutkan bibirnya sedikit maju, kembali mengingat para pasukan yang sebelumnya mengeroyok kediaman Felix, tetapi kini tubuh mereka semuanya jatuh bergelimpangan di tanah. Pun kapal selam serta jet tempur mereka bisa disabotase oleh Luca, membuat kapal-kapal selam dan jet-jet tempur pemburu tersebut hilang kendali sebelum diledakkan. "Mumma dan Mommy Cella ketika menjalankan
Setelah sarapan pagi bersama, dimana Selena yang sangat canggung bertemu Luca juga Michele di meja makan, beralasan jika dirinya sedikit lelah karena perjalanan juga lingkungan yang berbeda, memilih berdiam diri di dalam kamar."Kau tidak apa-pa ku tinggal sebentar?" Veronica berkata pada Selena yang duduk di sofa menatap jauh pemandangan luar jendela. Selena menoleh, menganggukkan kepala, "Ya. Aku tidak apa-apa. Kakak pergilah." Veronica ingin Bonnie menyentuh kepalanya lagi. Dirinya yakin ada banyak hal yang disembunyikan dari ingatannya dan ia sama sekali tidak tahu sebabnya. "Kau sedang hamil, kita jeda dulu." Bonnie berkata, tersenyum membelai lembut pundak Veronica, "Aku senang, kau sudah bisa mengingatku." Veronica memeluk Bonne erat-erat, "Maaf. Waktu itu aku pergi tanpa pamit dan tak bsa kembali ke Hawaii ketika Ibu meninggal." Bonnie merenggangkan pelukannya dari Veronica, mengelap mata saudari angkatnya itu yang basah, "Zetha sering berkata pada Luca untuk menjaga Miche
Charles dan semua pelayan kediaman Felix sudah berganti pakaian berwarna hitam dengan lapisan bagian dalamnya adalah kevlar anti peluru. "Mari, Tuan Effren." Charles mengarahkan Effren untuk naik ke lantai dua, meninggalkan Felix dan beberapa anak buahnya di area kolam renang.Effren berdecak menganggukkan kepala ketika melihat betapa siapnya pasukan adiknya akan siaga perang. Tangan Effren menerima alat komunikasi kecil dari Charles yang kemudian diselipkan ke daun telinga dan bagian depan pakaiannya. Pada masing-masing ujung teras lantai dua kediaman Felix sudah mengalami renovasi dan perombakan, terdapat bangunan seperti menara yang menghadap ke arah lautan. Tetapi Charles membawa Effren ke bagian tengah-tengah teras yang ia dorong temboknya maju lalu terbuka.Ada pintu celah kecil muat masuk satu pria bertubuh tinggi, namun bagian dalam ternyata bisa untuk lima orang pria dewasa bertubuh besar. Effren tidak berhenti berdecak takjub melihat ada dua senapan canggih dengan peluru
Mister Meyer masih terkejut mendengar pertanyaan pria di depannya yang menanyakan tentang Ibunya Lorenza. Siapakah dia sebenarnya? "Kau memperlakukan Ibunya Lorenza seperti pelacur, benar?" Effren pun sudah lupa nama ibunya Lorenza, dan dalam buku diari putrinya tidak ia temukan nama ibunya. Mister Meyer menyipitkan kelopak matanya, memindai Effren. "Ku sarankan Anda cepat menjawab pertanyaan saudaraku, jika tak ingin menyesal!" Felix berkata dari kejauhan sembari menyendok puding chesnut yang baru saja dihantarkan oleh Charles. "Perempuan itu sudah lama mati dan aku lupa bagaimana dia bisa mati." Mister Meyer akhirnya membuka mulut menjawab pertanyaan Effren. Effren mendengkuskan seringaian sinis, mundur ke belakang untuk duduk pada kursi samping Felix yang dengan santai menggeser piring puding chesnut untuk Effren. Effren butuh asupan makanan untuk menetralkan gejolak aliran darahnya dari emosi. Hansel dan Quince berjaga pada masing-masing sisi Mister Meyer. "Perempuan itu ..
Felix akhirnya bisa tidur setelah melihat status sosial media Selena yang menampilkan wajah tersenyum Veronica. Di Aachen, Knox memberitahu Luca, Luciano, Jonathan dan Ubba jika Alfred membelot ke organisasi rahasia dunia. Itu pulalah alasan Felix mengirimkan Knox lebih dulu ke Aachen, demi keamanan Zeze. Pun sama dengan kelompok Owen, dimana salah satu pembunuh bayaran yang mencari Zeze demi hadiah besar adalah mantan rekannya Russo. Semuanya terdiam di dalam ruangan, sama sekali tidak menyadari kedatangan gadis kecil usil Freyaa yang berdiri diam-diam menopang dagu dengan tangan tepat di belakang sandaran kursi duduk Luciano, posisinya pun tersembunyi di balik punggung Didinya tersebut. "Saya rasa mereka para team pembunuh bayaran itu sudah berada di Aachen saat ini, tetapi cuaca dan jalanan yang sering di tutup membuat mereka bertindak berhati-hati." Knox menyampaikan analisanya sebagai mantan kesatuan marinir yang banyak mengetahui rahasia organisasi dunia berlokasi di Amerika
"Selena, kau baik-baik aja?" Zetha mendatangi Selena di kamar kecil yang sedang membasuh wajahnya dengan air wastafel. "Uhm, maaf. Ya, aku baik-baik aja. Hanya sepertinya sedikit lelah." Selena sedikit gugup menatap netra Zetha yang memandangnya menelisik. Zetha meraih tisu, memberikannya pada Selena, lalu memegangi pergelangan tangan wanita itu, tak lama kemudian, bibirnya tersenyum, "Mari, lanjutkan makan malam. Tak akan lama, kita bisa segera pulang istirahat jika sudah kenyang." Selena menganggukkan kepala, balas tersenyum tipis pada Zetha yang merapikan syal di leher Selena, "Udara dingin dan tubuhmu lelah, jangan sampai masuk angin."Selena tahu jika pria tampan yang ia selamatkan ketika melawan Papanya di Greenland waktu itu adalah bagian dari pasukan Salvatore. Tetapi Selena tak menduga jika dia adalah Luca Salvatore, bos suaminya sendiri., adik lelaki Zetha, wanita yang berada di depannya saat iniLuca Salvatore yang membuat hati Selena bergetar pertama kalinya juga menumbu
Setelah memerintahkan Hansel dan Quince membawa Edward dan Bobby yang pingsan ke ruangan tahanan dalam kediamannya, juga membuat mereka berada dalam ruangan terpisah, Felix melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lorong kamar. Selain Hansel dan Quince serta anak buah Felix, team medis juga turut bersiaga menangani kesehatan khusus untuk Edward, Bobby dan Mister Alfred yang babak belur dipukuli Effren. Felix menanggalkan pakaiannya satu persatu, berceceran di lantai, sementara kakinya menuju kamar mandi, masuk ke dalam jacuzzi seraya memejamkan mata, sesudah ia menghidupkan kran air hangat dan menuangkan sabun cair yang biasa di pakai Veronica. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki berjalan masuk ke area kamar mandi dan semakin mendekat ke jacuzzi membuat Felix membuka kelopak matanya malas. "Kenapa kau ke sini?" Felix bertanya dingin, kembali memejamkan kelopak mata setelah ia menuangkan semua sabun cair dalam botol samping jacuzzi. Effren terkekeh rendah, "Kau kesepi
Hansel dan Quince melemparkan tubuh Edward juga Bobby ke lantai ubin tepi kolam renang, tanpa mempedulikan kedua orang itu kesakitan apalagi beberapa peluru masih bersarang dalam tubuh Edward dan kedua mata Bobby berdarah. Bobby meraung kesakitan, segala macam sumpah serapah hingga permohonan maaf dia ucapkan. Tetapi Felix dan Effren hanya menganggap angin lalu. Kedua pria bersaudara tersebut justru sedang menikmati masakan Charles karena cuaca yang dingin, membuat perut sering merasa lapar. "Apa rencanamu?" Felix bertanya pada Effren karena Mister Meyer di Cape Town juga sudah berada dalam pengawasan orang kepercayaan Felix. "Setelah ini? Mengajak Meyer liburan, mungkin ...mencari lubang baru untuk dimasuki." Felix berdecak, "Oke. Lakukan saja sesukamu, tapi jangan minta tolong padaku jika nanti Deristi tahu kau suka menyarungkan batang ke sembarang tubuh!" Effren terkekeh, meminum soup hangat dari tepi mangkuk sepert cara Zetha menikmati makanan, "Kau belum pernah bercinta selai
Arman menoleh pada Felix dan Effren, lalu menganggukkan kepala pada anak buahnya."Pria itu melakukan hipnotis pada kalian dan mereka berniat melarikan diri." tutur Arman seraya berdiri dipegangi Felix pada sisi tubuhnya.Arman memindai semua anak buahnya dengan tatapan sangat tegas, lalu berkata, "Dua tersangka teroris tewas di tempat. Apa kalian semuanya mengerti?!"Semua anak buah Arman menjawab serempak, "Dua tersangka teroris tewas di tempat ketika hendak melarikan diri."Felix tersenyum samar melihat anak buah Arman yang loyal pada sahabatnya itu, "Mari, ku antar kau ke rumah sakit."Arman melepaskan tangan Felix yang memegangi pinggangnya, "Tidak perlu. Ada beberapa orang lagi yang sepertinya juga ingin dirawat di rumah sakit." tolaknya memberikan senyuman tipis pada Felix, kemudian menganggukkan kepala pada anak buahnya.Dor ...dor ...dorr!!Beberapa orang anak buah Arman menembaki diri mereka mas