Sebelum Freyaa terbagun dari tidurnya, ternyata Felix benar-benar datang ke kamar untuk memeluknya erat di atas ranjang. "Uhm, paman ..." Freyaa menyingkirkan lengan besar Felix yang terasa berat melingkupi tubuhnya begitu ia membuka mata. Felix membuka sedikit kelopak matanya, menarik tubuh montok Freyaa kembali agar menempel ke depan dadanya ketika keponakannya itu hendak turun dari ranjang. "Tidak mau di peluk lagi! Sudah siang, perut Eyaa lapar ..." Freyaa tergelak nyaring sangat ceria meski berkata tidak tetapi ia sama sekali tak menolak direngkuh dan didekap hangat oleh Felix. "Kau tidak boleh makan, nanti kau cepat besar!" Felix menarik tubuh Freyaa sedikit naik agar bisa ia ciumi lehernya. Terang saja diciumi dengan rambut-rambut kasar tumbuh melebat di wajah Felix, Freyaa menggelinjang kegelian, "Ampun! Eyaa pipis ...ohh!" Freyaa melingkarkan kedua kakinya, menduduki perut liat Felix dengan kelopak mata terpejam separuh, mengedan buang air kecil yang ditampung pampersnya
Meskipun sudah bisa disebut dewasa, kenyataannya Zeze dan Simon tetap seperti anak kecil yang antusias ketika mereka pergi ke tempat hiburan. Luciano yang ikut menemani keseruan Zeze dan Simon, tidak sungkan mengantri membeli tiket wahana yang hendak mereka bertiga naiki, lalu tertawa terbahak bersama kedua anaknya. Luciano yang pendiam bisa sangat berbeda jika sudah menemani anak-anaknya bermain. "Terakhir kali kita pergi ke acara keramaian seperti ini sewaktu di Rusia dahulu, Simon masih bayi," ucap Aghna pada Zetha yang menganggukkan kepala tersenyum tipis. "Musim dingin tahun ini mari kita ke Andorra bersama-sama." Aghna lagi yang mengajak Zetha, lalu menoleh pada Susie. Zetha menganggukkan kepala, meraih lengan Susie untuk ia gamit dan ajak naik duduk di sofa komedi putar. Aghna dan Sandi juga turut mengikuti duduk pada sofa di depan Zetha bersama Susie. "Sky memang memintaku libur bepergian selama musim dingin tahun ini agar kita bisa berkumpul bersama. Zeze dan Simon suda
"C'mon, Young Lady, bidik aku!" Zeze sedang melatih ketepatan Freyaa melemparkan potongan kayu ke arahnya. "Lenganku lelah." keluh Freyaa yang saat itu masih berusia empat tahun ketika mulai rutin dilatih oleh Zeze memusatkan lemparan. "Akan ku buatkan Burrata tomato spesial dengan roti untukmu ..." Belum menutup mulut Zeze dari berkata membujuk adik perempuannya, sebuah potongan kayu mendarat tepat di keningnya. "Maaf, aku tidak bermaksud membidik keningmu ..." ketika serius latihan, Freyaa akan menggunakan kata 'aku' untuk dirinya. "Ayo, bidik lagi. Bagian manapun tak masalah!" Zeze mundur dua langkah sehingga jaraknya dengan Freyaa menjadi lima langkah. Freyaa mengambil beberapa potongan kayu di atas meja sampingnya, melemparkannya bertubi-tubi ke arah Zeze yang hanya mengenai tubuh saudarinya itu dua potongan kayu saja. "Aku akan mengajakmu berlibur ke Jakarta, Indonesia! Ada banyak makanan enak dan lezat di Jakarta." Zeze memprovokasi Freyaa agar melanjutkan latihan melemp
Semua berkumpul di restoran seafood, menikmati makan malam. Zetha dan Simon terlihat lelah namun wajah mereka tetap sumringah karena semua korban yang terinjak-injak massa berhasil diselamatkan tepat waktu oleh mereka berdua sebelum pihak tempat hiburan memanggil tenaga medis. "Makanlah yang banyak." Felix mengambilkan semangkuk ikan laut yang dimasak dengan kuah kental rasa pedas segar untuk Veronica. "Eyaa mau juga." Freyaa sudah kembali ke dirinya yang biasa, ceria, cerewet juga sangat manja pada Felix. Felix menambahkan cream keju untuk mangkuk ikan sebelum ia berikan ke Freyaa yang langsung mencicipinya, "Enak!" ucapnya dengan bola mata berbinar. "Paman akan membawamu makan ke sini setiap hari, asal kau mau tinggal bersama paman." tutur Felix membujuk Freyaa. "Sudahlah, jangan membujuk lagi. Paman sangat tidak memiliki keahlian!" Freyaa menyahuti Felix sembari tertawa lucu, "Nanti kami akan datang ke sini lagi. Zee juga belum menyelesaikan lukisan neurographica-nya di dindin
Kediaman besar Felix langsung terasa sepi setelah Zetha dan Luciano membawa ketiga anak mereka juga pasangan Aghna dan Sandi serta Susie pergi ke Skotlandia. Mereka memang sengaja memberikan ruang untuk Felix dan Veronica agar bisa menikmati waktu pengantin baru, karena semuanya juga yakin Felix mungkin tidak akan mengajak Veronica pergi berlibur untuk bulan madu. Malam sudah larut, tetapi Felix belum kembali ke kamar tidur. Veronica merasa gugup dibiarkan sendiri dalam kediaman besar dan luas yang benar-benar terasa dingin juga sunyi. Veronica turun ke pantry untuk membuat camilan, mengalihkan pikirannya yang sedang tidak bisa diam. "Apa yang kau buat?" Felix tiba-tiba muncul di belakang Veronica yang terperanjat dan tanpa sengaja menjatuhkan adonan pasta yang sedang ia olah ke atas lantai. "Kau mau pasta?"Felix menatap adonan pasta yang jatuh ke lantai, lalu pandangannya naik meneliti tampilan Veronica yang belum mengganti pakaian dari istrinya itu pulang bekerja di restorannya
Felix menurunkan Veronica di dalam ruangan wall in closet dan mereka berpakaian dalam diam. "Sini, aku bantu." Felix meraih alat pengering rambut yang dipegang Veronica dan mulai membantu mengeringkan rambut panjang istrinya itu sampai setengah lembab. Veronica memperhatikan tampilan wajah Felix dari cermin meja rias. Felix sangat tampan dengan tulang hidung tinggi dan sepasang alis lebat juga bibirnya berlekuk seksi. "Makanan sudah datang, kau tak bisa kenyang hanya dengan memandangi wajahku. Mari makan!" Wajah Veronica langsung memerah mendengar perkataan Felix yang tentu saja pria itu menyadari tatapan istrinya terlihat memujanya, hal yang dia inginkan. Namun relung hati Felix menghangat merasakan cinta dari pandangan mata Veronica. Veronica dan Felix sudah duduk pada kursi masing-masing, saling berhadapan dengan meja bulat portable kecil penuh tertata piring berisi makanan di depan mereka. Felix memiliki chef dari restoran hotel bintang lima, ia pekerjakan khusus di kediaman
Veronica yang ditinggalkan Felix di dalam kamar ketika hampir menyelesaikan makan malam mereka, karena mendapat panggilan darurat dari Hvitserk, berjalan ke depan jendela, duduk pada sofa sambil memainkan ponsel pintar di tangannya. Veronica belum bisa lupa tatapan mata Felix, nada bicaranya ketika berkata ingin membunuhnya juga perhatian yang ditunjukkan pria itu. Veronica juga teringat akan perkataan Zeze padanya saat mereka mengobrol di tepi kolam renang, "Rejeki, jodoh dan kematian berada di luar kekuasaan kita manusia. Kami semua bersedih dan berduka atas tewasnya suami Ambu bersama Mommy Cella. Tapi, apa yang bisa kami lakukan untuk membuat mereka hidup kembali?" "Jangan ungkapkan identitasmu pada siapapun jika hal itu mengganggumu. Kau pantas untuk dicintai dan hidup bergembira, Veronica." Veronica memang bukan tipikal orang yang pamrih menginginkan terima kasih atau balas budi atas tindakannya menyelamatkan Zeze, keponakan kandung Felix. Tetapi sikap Felix dan Zeze seperti
"Apakah ada hubungannya aku mengakuisisi bisnis Joe Parrish dengan keluargamu, Lo?" Felix memberikan pertanyaan yang sebenarnya ia mencoba memutuskan pembicaraan yang terkesan akan berbelit-belit dari Lorenza. Lorenza menganggukkan kepalanya samar, "Jika Anda mengetahui siapa saya, kenapa Anda masih mau memperkerjakan saya di perusahaan?" Lorenza semakin gugup dipandangi oleh Felix dan bos tampan idolanya yang masih tetap ia cintai diam-diam tersebut sudah lebih dari dua kali memanggilnya dengan nama panggilan berbeda dari orang di sekelilingnya, yaitu 'Lo'. "Aku tidak tau. Bagian urusan perekrutan karyawan, aku mempercayakannya pada Billy sebelumnya. Jadi Billy yang menerimamu bekerja di perusahaan, bukan aku." jujur Felix ditanggapi anggukan Lorenza pelan, "Tapi sekarang kau bisa berada di sini, aku lah yang memilihmu dan ku lihat kau memang memiliki kemampuan seperti yang kau ucapkan padaku.""Sekarang katakan, jangan berputar lagi ...katakan apa poin yang ingin kau sampaikan pa