Oke guys, sudah dua bab malam ini. Terima kasih and i love you all!
Felix sedang berdiri tegak menatap pemandangan di luar jendela kaca ruangannya yang menghadap pantai indah kota Cape Town. Cuaca sedang cerah sudah menjelang sore, riak-riak ombak terlihat jelas dari tempat Felix saat ini berdiri memperhatikan. Tok ...tok ...tok!"Masuk!"Felix beranjak dari depan jendela, kembali duduk pada kursi kerja kebesarannya, pura-pura membalikkan berkas di atas meja ketika Hvitserk, asisten sekaligus sahabatnya memasuki ruangan. "Simon sudah mendapatkan lokasi wanita itu, Veronica." Hvitserk berkata sembari meletakkan laporan dari sekretaris perusahaan ke atas meja, membuka kursi untuk dia duduki di depan Felix. "Kenapa Simon tidak menghubungiku?" "Kau sudah memeriksa ponselmu?" Hvitserk justru balik bertanya sinis pada Felix.Hvitserk sudah sangat hapal kebiasan baru Felix yang sering lupa mengisi daya ponselnya. "Ah, dayanya habis." Felix berujar santai setelah memeriksa layar ponselnya yang padam. "Dimana wanita itu?" tanyanya kembali pada topik lapo
Waktu baru menunjukkan menjelang siang ketika Felix, Susie, Hvitserk beserta beberapa pengawal tiba di salah satu hotel terbaik berpemandangan lautan biru mediterania. "Ambu suka di sini?" tanya Felix sambil membuka tutup botol air mineral yang segera ia tenggak dan memberikannya satu botol minuman lainnya pada Susie. Belum sempat Susie menjawab jika pemandangan lautan mediterania ini mengingatkannya pada Marcella, Mommynya Felix dan anak-anak Salvatore, Felix sudah menambahkan, "Nanti kita akan mencari rumah untuk tinggal sementara di sini. Udaranya meskipun sama-sama panas dengan di Cape Town, Amalfi cukup menyenangkan." "Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Selama ini Felix menolak berkumpul bersama keluarga besarnya di Palermo dengan alasan pekerjaannya sangat sibuk. Alasan yang sama juga dia selalu utarakan ketika ada yang bertanya mengenai pasangan hidupnya. "Ada Billy yang akan mengontrol di Cape Town sekaligus turun ke lapangan. aku bisa memantau secara online dari sini." jawab
Suara deru motor yang bergaung bergema sedang melaju kencang itu tiba-tiba terhenti mendadak. Jalanan sedikit menanjak pada bagian depannya di tutup oleh tiga buah mobil mewah. "Apa maunya kalian?!" Veronica mendengkuskan napas kesal seraya melepaskan help penutup kepalanya, bertanya pada sekelompok anak muda yang sebelumnya berpesta di The Grill. Ada tiga orang pemuda sedang duduk pada atas mobil yang dibiarkan melintang menghalangi jalan. Jarak mereka sekitar tiga meter dari posisi Veronica menghentikan laju motor sportnya. Lima orang pemuda muncul di belakang Veronica, mulai berjalan pelan mendekati wanita muda yang masih tetap duduk di jok motor sportnya tersebut. Beruntung tadi, Selena pulang bersama Keanu, suaminya menggunakan mobil di jalur lain. Jika tidak, adik perempuan Veronica tersebut akan lepas kontrol jika perjalanan pulangnya dihadang sekelompok pemuda mabuk. "Veronica!"Salah satu pemuda berperawakan urakan dengan rambut panjang di ikat ke belakang kepalanya, mer
"Kau terluka!"Veronica berseru begitu Felix melepaskan pelukan lengan pada pinggangnya, lalu mencabut picau cukur yang menempel pada perut bagian kanannya. "Minggir!" Felix mengibaskan tangan agar Veronica tidak mendekatinya seraya menggulung tali di tangannya semakin memendek. Felix membantu mendirikan motor sport Veronica yang jatuh ke atas jalanan. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu, nyatanya kini motor Veronica sudah berbunyi bergaung dengan suara nyaring di suasana yang hampir tengah malam tersebut. Veronica datang mendekat, ia ingat pemuda tampan berpenampilan culun yang membantunya ini tadi berbincang dengan Selena di depan meja bartender restorannya. "Kemari, pegangi motormu!" Felix memanggil dengan suara baritonnya yang terdengar serak serta sangat seksi di telinga Veronica. "Terima ka--" "Lain kali jangan membuat masalah jika kau tak bisa menghadapinya seorang diri!" tegur Felix dingin seraya pergi berlalu setelah Veronica memegangi motor sportnya. Veronica meng
"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama. "Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..." "Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya. "Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya. "Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya. "Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tanga
Felix baru selesai mandi dan melilitkan perban ke perutnya sendiri tanpa meminta bantuan Susie atau Hvitserk. Sejak sore, Felix sibuk memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh Billy ke surelnya. "Namanya Edward Suter, dia ingin bertemu dengan Anda, Mister." terngiang dalam kepala Felix akan perkataan Billy, penanggung jawab perusahaannya di Cape Town dan Somalia, yang menyampaikan melalui sambungan videocall jika ada seseorang ingin mengajukan kerjasama untuk project pertambangan di Somalia dengan Felix. Baru saja Felix hendak menyalakan laptopnya untuk mencari tahu tentang Edward Suter, ponselnya sudah berdering panggilan telpon dari Hvitserk. "Veronica di culik. Orang kita tidak bisa bertindak di sini ..." "Tawarkan uang besar untuk para berandal jalanan!" potong Felix cepat dengan nada sangat dingin memberikan perintah. "Jika sampai Veronica terluka karena keengganan mereka bertindak, maka esok aku sendiri yang akan menghabisi mereka semuanya!" tambah Felix sambil memakai pakaia
John Dantes, anak buah Hvitserk asal Rusia memandang Arkada dengan seringai kejam, meraih pistol pada balik pinggangnya yang langsung ia arahkan ke kaki serta paha anak buah Arkada di lantai. Dor ...dor ...dorrr!! "Aow!!" Anak buah Arkada terkejut langsung menjerit mengaduh pilu. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" tegas John memberikan perintah seraya menggerakkan dagunya pada Arkada yang melotot murka. Melihat Arkada bergeming menurutinya, John kembali mengangkat lengan untuk membidik pria itu dengan moncong pistolnya. "Kami tidak suka bernegosiasi dengan bocah labil Mussolini! Kau lepaskan wanita itu sekarang atau bapak tercintamu akan menemukan mayatmu di depan pintu rumahnya esok pagi!" "Dia milikku!" tegas Arkada sambil menarik pistol yang juga tersampir di sisi pinggangnya, memberikan tembakan yang berhasil dielakkan oleh John. Veronica berusaha menggoyangkan bangku ia duduki untuk menghindari dua orang pria yang kini saling balas menembak dalam ruangan, seakan tidak
Sekejam dan semanipulatif apapun Felix di luar rumah, ia akan selalu lembut juga terlihat sangat patuh jika berhadapan dengan Susie. "Ambu belum tidur?" Felix berbalik menghampiri Susie yang menatap lurus ke luka pada perutnya. "Lukamu berdarah lagi. Atau apakah adakah luka baru?" Susie menarik pelan pundak Felix untuk ia bawa duduk pada salah satu kursi. "Bisnis apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, sampai kau tidak mempedulikan cidera tubuhmu sendiri?" Susie bertanya sambil mengambil kotak obat dari dalam ruangan kamar tidur Felix. "Apa kau ingin aku memanggil Zetha kemari untuk menasehatimu?" tanya Susie sambil menatap lekat ke dalam netra Felix yang membalasnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak apa-apa, Ambu. Hanya luka kecil, tidak membahayakan nyawa ..." "Ku dengar dari Hvitserk, kau mengincar bisnis restoran di sini. Restoran apa?" Susie memotong perkataan Felix untuk bertanya to the point ke putranya itu yang pastinya tidak ingin memberitahunya. Felix menarik napas
Suara musik DJ yang menghentak, sama sekali tidak ada yang curiga jika dinding ruangan pribadi wanita germo sedang didobrak menggunakan linggis dan palu oleh anak buah Felix dari luar. "Kalian perampok!" wanita germo yang pergelangan tangannya diinjak oleh Effren, hanya bisa bergerak telentang itu, memaki. Mata jeli Effren melihat sebuah benda di atas meja, benda yang sudah sangat ia tahu fungsi kegunaannya. "Ya, kami memang perampok. Hubungi majikanmu, katakan padanya jika kau sedang dirampok!" Effren berjongkok mencekal dagu sang wanita untuk ia bawa berdiri tegak. Tangan Effren meraih benda di atas meja, "Masukkan ini ke sela pahamu, lalu hubungi Alfred!" Effren memberikan benda milik wanita germo, menatap tajam sang wanita yang tak bisa menolak, akhirnya meraih benda dari tangan Effren untuk ia selipkan ke sela pahanya. "Jangan coba-coba kau keluarkan, atau satu biji matamu juga turut meloncat keluar!" Sudut bibir Effren menyeringai sinis melihat anggukan sang wanita germo,
Musik menghentak hingar bingar sangat riuh dari tengah ruangan pesta diskotik yang seperti menjalar ke setiap dinding menjadi bergetar mengikuti sorak sorai manusia berpesta. Pesta dewasa yang sebenarnya, dimana wanita melakukan adegan dewasa antar sesama dipertontonkan diatas panggung dan pria yang berhasil menarik perhatan sang wanita akan mendapatkan satu jam bersama gadis primadona yang tak lain adalah Magdalena. Magdalena memang cantik, menawan dan senyum palsunya berhasil memikat banyak kalangan pria berpengaruh yang sekaligus menjadikannya primadona bukan hanya di diskotik tapi di seluruh jajaran bisnis entertainment Mussolini. "Mungkin itu gadis selingkuhanmu, Erika."Effren menoleh ke belakang memperhatikan kehebohan dari lorong depan pintu ruangan wanita germo, melihat keriuhan para pengunjung diskotik, terlihar seorang gadis sedang beratraksi melakukan akrobat tali, menggunakan gaun indah dikelilingi para wanita mempertontonkan kemesraan antar sesama mereka. Felix melir
"Ada apa dengan wajah kaku itu?" Effren benar-benar mengajak Felix pergi ke diskotik dewasa milik Alfred Mussolini. "Kau belum pernah pergi ke diskotik?" Effren berbisik dengan nada mencemooh adik lelakinya yang ia sikut tulang iganya. Felix menyeringai tipis, memutar bola matanya mendelik pada Effren, "Cepat selesaikan pekerjaanmu, aku tidak suka menyentuh barang bekas!" Effren terkekeh rendah mendengar perkataan Felix, mereka melangkah ke arah meja bar. "Apakah kalian memiliki stok gadis perawan?" tanya Effren sangat tengil melirik Felix yang menggelengkan kepala samar, mendengkuskan napas kasar keluar. "Kami punya beberapa. Kami juga memiliki primadona yang jauh lebih pinter memuaskan pria daripada gadis perawan." Effren mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dimana banyak wanita yang saling berciuman sesama jenis dan beberapa yang lainnya berusaha menghangatkan suasana diskotik, membius mata para lelaki dengan melakukan tarian tiang eksotis di atas panggung kecil bagian teng
Sudah dua hari Zeze di rumah sakit, pun juga Veronica dan Freyaa tetap menemaninya. Sedangkan Michele pulang ke kediaman tua Johnson bersama Susie dan Bonnie. "Kau sudah bangun? Aku membeli puding kacang merah, kau mau coba?" Dominic masuk ke dalam ruangan perawatan Zeze, menenteng tas karton berisi beberapa cup pudng kacang. Pandangan mata Dominic melirik ke sofa, Veronica tertidur bersama Freyaa yang membaringkan kepala di atas pangkuannya. "Bagaimana keadaanmu?" Zeze tersenyum pelan memandang Dominic yang datang menghampirinya di atas brangkar."Maaf aku meracunimu. Pikiranku tidak waras saat itu." Zeze menurunkan kedua kakinya menjejak lantai, berjalan pelan ke sofa yang terdapat di depan jendela kaca besar. "Aku baik-baik aja dan kau tak perlu minta maaf." Dominic meraih telapak tangan Zeze, memegangi pundaknya lalu membantu gadis itu duduk dengan nyaman di sofa. "Aku menyayangimu, Dom." Dominic tersenyum lembut, meraih satu cup puding kacang dalam tas karton, membukakan tut
Matahari pagi bersinar cerah, membuat beberapa bagian pulau Efge yang tertutupi salju terlhat sangat indah dengan salju mencair seperti kristal bening. Peti mati Lorenza baru saja terkubur di samping makam saudaranya, putranya Effren bersama Deristi. Effren mengukir sendiri nama inisial L.S pada papan kayu untuk ia tancapkan di atas makam Lorenza, "Selamat berbahagia di sana, putrinya Ayah, Lorenza Salvatore." bisik Effren seraya tersenyum pedih.Para penduduk pulau Efge berjanji pada Effren dan Felix, akan tutup mulut mengenai makam Lorenza di sebelah Michael, putranya Effren tersebut. Felix dan Effren melangkahkan kaki ke rumah tua milik Michael Salvatore yang masih kokoh tegak berdiri di puncak pulau Efge. Charles dibantu oleh para wanita penduduk pulau Efge sudah menyiapkan sarapan untuk Felix, Effren dan semua anak buah Felix yang ikut datang ke pulau Efge. Usai sarapan bersama dalam hening, Felix dan Effren mengajak pasukan kembali ke Amalfi menggunakan helikopter seperti ke
Felix memasuki ruangan kamar dan Effren terus mengikuti beberapa langkah di belakang. Sudah lewat tengah malam dan salju masih turun seperti hujan gerimis di luar. Felix melangkahkan kaki menuju wall in closet, melucuti pakaian basah pada tubuhnya dan memilih pakaian kering berwarna gelap untuk ia pakai. "Siapa dia? Siapa wanita yang kau baringkan di atas meja makan? Dia tewas karena melindungimu? Apa kau baik-baik aja?" Effren mencecar Felix seraya menyandarkan sisi tubuhnya pada pintu wall in closet, menatap punggung Felix yang meraih jubah. "Kau sungguh tidak bisa mengenalinya? Tidak ada getaran apapun pada hatimu? Dan otak jeniusmu gagal menebak siapa dia?" Felix menyahut dingin, mendelikkan tatapan sinisnya pada Effren. Punggung Effren tiba-tiba menegak tegang, "Jangan bilang dia putri Daddy yang kau temukan!?" tanyanya seraya menatap lekat bola mata dingin Felix yang mendengkuskan napas kasar. Felix melewati Effren yang masih berdiri di depan pintu wall in closet, "Dia bahka
Felix menyandarkan tubuh Lorenza ke dinding di sudut gudang. Lalu pria itu meraih senapan dengan stok peluru melilit tubuh anak buah Alfred yang tewas ia tembaki sebelumnya. Seraya melingkarkan peluru dan memasang tali senapan membentuik huruf X pada tubuhnya, sebelah tangan Felix meraih ponsel dan langsung menekan tombol menghubungi Effren, kemudian menyimpannya kembali dalam kantung celana. "Datang ke Amalfi sekarang!" Felix berbicara menggunakan headset yang baru saja ia selipkan ke telinganya, begitu terdengar suara Effren menjawab telpon. Edward dan anak buahnya sungguh sangat ceroboh karena tidak menggeledah ponsel serta headset Felix. Terkadang memang keserakahan membuat otak seseorang berpikir bodoh, namun mereka seringkali merasa jauh lebih pintar dari manusia lain. "Ada apa denganmu?" Effren bertanya sengit mendengar suara Felix yang dingin memerintahnya datang ke Amalfi. "Tak perlu banyak tanya! Datang ke Amalfi sekarang dan jangan bawa Deristi!" Felix mengulangi perkat
Felix menembaki pria yang memakai masker anti asap tepat berdiri di sebelahnya, sedang mensiagakan ujung senapan di lubang jendela.Felix juga menembaki orang-orang di sekelilingnya yang terkejut mendengar suara tembakan dari dalam gudang ke rekan mereka. "Itu Mister!" Knox spontan menyebut Felix dengan kata 'Mister' seperti sebelumnya ia sering memanggil majikannya tersebut. Hansel dan Quince langsung mengangkat tangan untuk pasukan Felix agar bergegas maju memberikan bantuan. Knox, Hansel dan Quince memang sudah dipersiapkan Felix untuk melacak keberadaannya yang ingin sengaja 'tertangkap' oleh anak buah Edward dan Alfred Mussolini. Felix tidak memiliki bukti untuk mengekspos tindakan terkutuk Edward dan Alfred untuk dibawa ke meja hukum. Jadi, hanya dengan cara ia 'ditangkap' adalah kesempatan Felix masuk ke sarang perangkap mereka. Sayang, Lorenza tidak bisa berlakon sampai akhir yang membuat rencana Felix menemui jalan buntu untuk menghancurkan Edward dan Alfred juga Mister M
Zeze sedang duduk santai di ruang keluarga, berbincang dengan Jonathan dan Freyaa sehabis makan malam, ketika gadis itu tiba-tiba berdiri gelisah, menatap nanar ke sekeliling dimana netranya berubah menjadi biru gelap pekat.Sebagai The Queen, induk dari turunan racun dalam tubuh Zeze, yang sekarang para inang turunan racunnya sedang panik terancam tewas, ternyata perasaan mereka terhubung pada Zeze. "Kendalikan dirimu, Young Lady." Jonathan bangkit berdiri, langsung merengkuh Zeze ke dalam pelukan besarnya saat merasakan kegelisahan cucunya tersebut. "Papa, aku mau mati ..." "Tarik napas, Sayang. Gunakan pernapasan perutmu ...Papa di sini, tak akan membiarkanmu mati." Zeze menggelengkan kepalanya gelisah dan Jonathan menangkup wajah lembut cucunya tersebut untuk ia tatap lekat-lekat."Zee, Young Lady ...Sayangnya Papa, Sayangnya Didi, Sayangnya Freyaa dan Sayangnya keluarga Salvatore, lihat Papa, Sayang ...""Dengankan Papa, tarik napasmu, gunakan pernapasan perut." Jonathan berka