Yos jangan lupa komen dan vote ya, thank you and i love you all, always!
Luca dan Luciano berdiri tegak depan jendela lantai dua kediaman, memperhatikan Zeze memberikan pelajaran pada Arkada. Kedua mata pria itu berkilat takjub melihat perkembangan beladiri dan seni pedang Zeze yang tak melukai Arkada seinchi pun. "Dia berkembang sangat pesat." ucap Luca yang matanya tidak berkedip melihat gerakan Zeze sangat gesit. Luciano mengangguk, "Ya, kemampuannya berkembang sangat cepat. Tapi itu juga membuat peluang bagi racun dalam tubuhnya semakin kuat untuk mengambil alih merusak organ-organ tubuhnya." sahut Luciano lirih. "Michele, Veronica dan Bonnie pasti bisa menemukan penawarnya." Luca menoleh memandang Luciano yang juga menatapnya, "Usai musim dingin ini, aku akan pergi sendiri mencari obat penawarnya di seluruh dunia, di manapun." tekad Luca demi cintanya pada Zeze. "Jangan paksa istrimu bekerja keras. Ingat, Michele dan Veronica sedang hamil dan juga Bonnie masih sering kau suruh Zeze menghisap darahnya." "Ku harap dia kuat bertahan melewati musim di
"Jangan coba-coba berkhianat lagi! Kali ini bos tidak akan memberikan ampun jika kalian tak patuh pada perintah!" Ivar berkata tegas dengan sorot mata mengancam pada Owen yang ia datangi ke markas kelompok preman itu. Owen menggedikkan sebelah bahunya, memandang ke arah rekan-rekannya yang berdiri tidak jauh darinya, "Kalian mau olahraga malam ini?" Salah satu anak buah Owen menggoyangkan dagu maju mundur, "Tergantung bayarannya, Bos!" "Bayaran beserta bonus akan diberikan setelah kalian menghabisi target!" Ivar menjawab dingin perkataan anak buah Owen. "Kami hanya menghabisi target dan tidak perlu memberikan perlindungan pada kalian?" Owen memastikan tugasnya mengunci tatapan dengan Ivar. "Jangan pandang remeh target kali ini. Kalian tidak bisa bermain-main, lakukan cepat begitu mendengar suara lonceng di menara!" Owen tertawa terbahak hingga tubuh besarnya berguncang, lalu mengusap mulutnya dengan sebelah tangan, memandang lekat ke netra Ivar yang tetap dingin. "Anda tidak me
Menjelang sore di Amalfi, matahari bersinar lebih cerah dan salju berhenti turun. Effren berlari marathon bolak-balik di pantai pribadi kediaman Felix setelah pria itu berkata harus bersiap pada Felix atas undangan 'makan malam' Alfred, satu jam lalu. Felix sudah mwnyampaikan perintah pada anak buahnya yang disambut semangat antusias mereka semua. Kini pria matang bertubuh atletis sangat maskulin tersebut sedang asyik main seluncuran dari kolam renangnya ke pantai yang entah sudah berapa kali ia lakukan sebelum digoda oleh Effren. "Apakah Veronica senang berseluncur?" Felix yang baru menjejakkan kakinya di pasir, masih duduk pada atas seluncuran, menoleh pada Effren yang tubuh bagian atasnya tidak mengenakan baju telah bermandikan keringat. "Tua bangka pamer!" Effren terkekeh rendah, "Akui saja jika aku lebih tampan darimu!" sahutnya berjalan mendekat ke depan Felix yang masih duduk di atas seluncuran, mendengkuskan napas menanggapi. "Biarpun aku sudah tua, aku masih hot! Tidak
Felix dan Effren memindai sekeliling dalam ruangan restoran sedang ramai pengunjung, namun rata-rata mereka adalah pria yang terlihat seperti terlibat obrolan serius, sesekali terdengar tawa terbahak dari arah meja lain. "Sepertinya akan semakin seru, hem?" bisik Effren dekat telinga Felix sambil mereka berjalan mengikuti pelayan yang mengantarkan sampai ke depan ruangan pribadi tempat Alfred Mussolini menunggu. "Jangan terlalu bersemangat, nanti kau encok! Ingat umurmu sudah tidak muda, meskipun kau masih terlihat hot ...menurutmu!" akhirnya Felix mendapatkan kesempatan untuk balas menggoda Effren yang menoleh dengan kelopak mata menyipit. "Terima kasih sudah datang, Mister Salvatore." Alfred langsung berdiri menyambut kedatangan Felix dan Effren. "Effren Salvatore dan saya anak tertua di keluarga Salvatore." Effren kembali memperkenalkan dirinya pada Alfred sambil tersenyum tipis dipaksakan. Sungguh, Effren sudah sangat tidak sabar ingin menelanjangi Alfred yang tubuhnya banyak
Diantara semua anak keturunan Salvatore, Effren adalah yang paling lemah dalam ilmu beladiri. Meskipun begitu, Effren sangat mahir menembak tepat sasaran, bahkan sambil menutup mata. Satu-satunya keahlian Marcella yang berhasil Effren menyamai.Felix masih meneliti penampilan pemimpin kelompok preman yang mengaku tunduk pada Zeze, keponakannya, hal itu mengingatkan Felix pada beberapa penculikan Veronica. Tetapi belum sempat Felix bertanya, telinganya mendengar detak-detak suara bom. "Hei ...!" Felix belum tahu nama Owen, ia berteriak sebelum melompat melewati meja persegi panjang di depannya menuju ke arah Effren, "Ada Bom! Cepat bawa anak buahmu menjauh, pria tua itu milik kami!" Sudut bibir Alfred yang kesulitan menarik pergelangan tangannya dari bawah telapak sepatu Owen, menyeringaikan senyuman tipis mendengarkan perkataan Felix.Alfred memang memerintahkan anak buahnya memasang bom dalam restoran, namun hanya ada bom asap untuk dalam ruangan private tempat pertemuannya dengan F
Sebagai orang yang memiliki latar belakang anggota pasukan dinas rahasia operasi tempur serta keadaan darurat di laut, Knox menggigit bibir bawahnya dengan tangan terkepal ketika memperhatikan sekeliling lokasi restoran tempat Felix dan Effren pergi bertemu Alfred Mussolini. "Ada apa?" Jose datang menghampiri, sudah lengkap dengan pakaian siaga jika sewaktu-waktu diperlukan terjun ke dalam laut. "Apapun yang terjadi, jangan mati sebelum kau memastikan Mister Felix dan Mister Effren selamat!" Jose menatap bingung ke arah Knox yang pandangannya hampir tidak berkedip memperhatikan laut di depan mereka, tetapi pria itu menjawab, "Tentu. Hidupku untuk Mister Felix." Knox menoleh, tersenyum tipis memandang Jose, "Dia pemimpin yang baik." cetusnya ditanggapi anggukan setuju oleh Jose. Yacht tempat Knox dan Jose juga pasukan Felix yang lainnya masih terparkir di pantai, tidak jauh dari lokasi restoran. Begitu lampu penerangan pada restoran mati, Knox berteriak melalui alat komunikasinya,
Felix dan Effren saling berkata dalam tatapan, lalu mereka serempak menoleh ke arah Owen yang juga telah bersiaga dengan senapan siap tembak, pun semua anak buahnya. Owen seakan lupa jika lengannya cidera terserempet peluru Effren sebelumnya. Tekad dan loyalitas lebih kuat dari rasa sakit."Dalam hitungan ke tiga, segera pergi keluar! Ingat, jangan bunuh bapak tua itu!" Felix berkata seraya menatap tegas ke netra Owen yang ingin menolak karena tugasnya bersama kelompoknya adalah melindungi Felix dan Effren. "Patuhlah!" Effren meraih senapan di atas lantai, berdiri tegak bersebelahan dengan Felix yang juga telah bersiap dengan senapan depan perut, moncongnya mengarah ke jendela. Owen akhirnya memberikan anggukan pada sembilan anak buahnya yang tersisa masih hidup selain dirinya dan Russo, bergerak siaga pada masing-masing sisi pintu keluar, tetap akan memberikan pengawalan pada Felix dan Effren."Satu ..." Effren mulai berhitung. "Dua ..." Felix melanjutkan dan netra dua pria bersau
Hansel, Quince serta sebagian pasukan Felix yang berada di daratan, melemparkan tali berujung jangkar untuk membantu Knox, Jose serta rekan-rekan mereka. Sebagian lainnya bekerjasama menyisiri lokasi memeriksa tubuh-tubuh anak buah Alfred serta pasukan semut hitam untuk mencari informasi apapun. Kemudian semua tubuh yang telah tak bernyawa tersebut dikumpulkan pada satu tempat. Quince memberikan jubah hangatnya ke tangan Knox, "Terima kasih sudah memperingatkanku." "Dimana Mister Felix dan Mister Effren?" Knox teringat dirinya harus menyampaikan hal penting untuk Felix. "Baru saja pulang. Kau pergilah kembali lebih dulu, hangatkan tubuh kalian." sahut Quince sekaligus memandang ke arah Jose serta pasukan yang dari laut, terlihat menggigil kedinginan. Meskipun tidak turun salju, ini adalah musim dingin. Air laut jauh lebih dingin di saat malam hari, apalagi angin bertiup lumayan kencang. Jika sebelumnya mereka tak merasa kedinginan, karena ada semangat membara untuk bertempur habis-
Melihat Zeze membawa Freyaa di punggungnya, turun ke ruang tengah keluarga, semuanya langsung bernapas lega. Felix langsung menghampiri Zeze, meraih Freyaa yang tertawa ceria di punggung keponakannya itu, lalu menatap Zeze, "Kau baik-baik aja?"Zeze mengangguk cepat, "Uhm, aku baik-baik aja. Maaf, tadi perutku mulas jadi langsung pergi ke kamar."Felix tersenyum tipis, membelai pipi Zeze yang kemerahan ranum sehabis berendam, "Kau bohong pun, paman akan tetap percaya. Yang penting kau baik-baik aja, itu sudah cukup." Zeze berusaha menahan dirinya untuk tidak gugup, memindai sekelilingnya, memandang Zetha yang mengunci tatapan padanya, tetapi sebelum Zeze meghampiri Mumma cantknya, Luca sudah melangkah lebar langsung memeluknya. "Kemana kau pergi? Apakah kau sudah mengucapkan kata perpisahan dengan Knox?" bisik Luca sangat pelan di telinga Zeze yang ia dekap erat, tak bisa melepaskan diri. "Uhm. Aku bertemu dengannya di depan tadi." Zeze tahu tidak ada gunanya berbohong pada pamann
Setelah punggung Knox semakin menjauh tanpa satu kalipun menoleh ke belakang, Zeze segera pergi naik ke kamarnya dengan memanjat balkon dan mencongkel jendela. Kemudian mandi berendam air hangat di jacuzzi dengan sabun berbusa banyak juga sangat wangi. "Kau baik-baik aja? Boleh aku masuk?" Freyaa baru saja membuka pintu kamar mandi, bertanya pada Zeze yang menidurkan kepalanya pada tepian jacuzzi. "Kemarilah, temani aku berendam." Gegas Freyaa melucuti pakaiannya lalu masuk ke dalam jacuzzi dengan wajah riang memandang Zeze. "Paman Felix dan Paman Luca mengkuatirkanmu yang tiba-tiba menghilang. Mumma dan Didi juga ..." Zeze merengkuh pundak Freyaa, mengguyurnya dengan air berbusa sabun kemudian memijatnya pelan. "Tubuhku pegal, nanti gantian pijat aku, mau?" Zeze mengalihkan pembicaraan dan fokus Freyaa yang langsung mengangguk dan tertawa lebar tanpa suara. "Aku tidak pegal, berbaliklah, akan ku pijat punggungmu." Zeze memberikan kecupan cepat ke puncak bibir Freyaa, lalu seg
Tidak jauh dari posisi Zetha, Michele berdiri berpegangan pada teralis jendela, terus memperhatikan 'pertunjukan' tarian tongkat kayu Luca dan Zeze. "Kakimu bisa cepat pegal, duduklah." Megan membawakan kursi untuk Michele duduk. "Megan ..." Michele mendudukkan dirinya hati-hati pada kursi dan lengannya dipegangi Megan. "Kau bilang mereka tidak mau menerima hadiah dari Luca ...apakah ada diantara mereka yang memiliki golongan darah cocok dengan Zee?" tanya Michele tanpa memalingkan wajahnya dari Luca dan Zeze di halaman yang sengaja memprovokasi Arkada agar semakin menggigil ketakutan. “Untuk donor organ, tidak bisa hanya dari golongan darah yang cocok, Kakak Ipar. Tapi harus memperhatikan hal lainnya dan memastikannya cocok dengan Zee. Simon dan Sister Zetha sangat paham hal ini, saya kurang mengerti.” “Dunia Luca akan gelap dan ia bisa kehilangan dirinya jika terjadi sesuatu pada Zee. Kau dan aku tak akan bisa membantunya keluar dari kegelapan itu.” ucap Michele sangat pelan. M
Cuaca sedang cerah, salju turun sedikit seperti bunga dandelion yang berterbangan. Siapapun yang melihat salju seperti ini akan merasa hangat, penuh cinta dan harapan layaknya bunga dandelion yang sering dijadikan simbol untuk keinginan, harapan, dan impian.Bibir Zeze merekahkan senyuman lebar, meloncat berputar-putar di udara dengan tongkat kayu pada tangan berlawanan dengan Luca yang bersemangat ingin tahu kemampuan beladiri keponakannya sudah sejauh mana berkembang. "Paman ...aku melihat adegan ini di mimpiku!" Zeze berseru, baru saja memukul batang pohon ke arah Luca dan paman tampannya itu dibasahi bunga-bunga salju lebih banyak dari ranting pohon. "Apa yang kau lihat?" Luca bertanya mengejar Zeze. Zeze turun untuk mencari pijakan kakinya yang mendarat pada bahu Arkada, mengaitkan ujung jemari kaki telanjangnya ke tengkuk Arkada, kemudian menurunkan kepala ke tanah dan mendarat dengan kedua tangan. Luca bergegas menghampiri Zeze, menarik cepat pinggang keponakannya. Ia kuatir
Denyut kehidupan yang ceria dan riang menyemarakkan kediaman Johnson. Setiap wajah semua orang memperlihatkan senyum bahagia sejak Zeze siuman. Hanya Zetha, Luciano, Simon dan Jonathan yang berusaha menyembunyikan kekuatiran di dalam diri mereka. Zeze siuman, tetapi organ vital dalam tubuhnya entah sampai kapan kuat bertahan. Waktu mereka untuk mendapatkan pendonor semakin kritis. Empat orang pria yang sebelumnya hampir sekarat mengantarkan tanaman guna diekstrak menjadi ramuan anti racun untuk Zeze, sudah mulai membaik, namun masih membutuhkan perawatan dari team medis. Luca mengumumkan, "Walaupun kalian terlambat, tapi berhasil menyelamatkan hidup keponakanku. Hadiah tetap diberikan, lalu Megan akan memberikan kunci rumah dan mentransfer dana, termasuk biaya transportasi kalian sampai datang kemari." "Terima kasih, Bos." pria yang memimpin dan melapor saat baru tiba, menjawab perkataan Luca. Pria itu menoleh pada rekan-rekannya yang terbaring di sebelah, lalu memandang Luca kem
"Ehmm ...Ahh!" Freyaa bergumam dengan wajah puas dan kelopak matanya yang terpejam tiba-tiba terbuka terbeliak kaget."Untung pakai pampers, kikikik ...!" gadis kecil itu terkikik geli tanpa sadar, beringsut naik lalu mengangkat wajahnya tepat berada di depan wajah Zeze."Zee, aku baru saja mengompol." bisik Freyaa seraya memperhatikan wajah, kelopak mata, serta permukaan kulit saudarinya yang mulus dan bersih.Tiba-tiba sesuatu menjalar ke sela paha Freyaa, sebuah tangan."Zeeeee ...!" Freyaa terpekik terkejut tetapi ia semakin naik menduduki perut Zeze, tak peduli pampersnya yang sudah penuh berisi air seni.Freyaa menelungkup, membuka paksa kelopak mata Zeze yang tertutup dan ia semakin berteriak histeris juga tertawa tergelak bersamaan, melihat bola mata biru saudarinya bergerak-gerak."Zeeee!! Zeze-ku sudah bangun! Hak hak hak ..." Freyaa tertawa gembira hingga tubuh montoknya berguncang-guncang di atas per
Kepala Felix menggeleng tegas, "Aku mencintaimu Nicca. Aku sungguh jatuh cinta padamu."Felix meraih ujung jemari Veronica dan menggenggamnya sedikit kuat agar tidak bisa ditarik oleh istrinya, "Mungkin terdengar konyol bagimu, tapi aku benar-benar jatuh cinta sejak pertama kali melihatmu turun dari lantai atas restoran waktu itu.""Aku pikir hal itu adalah dendam tetapi jantungku berdebar hangat. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk tidak terjatuh mencintai mangsaku ...ya, saat itu dirimu bagiku adalah mangsa, target dan orang yang ingin ku bunuh karena sudah membuatku kehilangan Ibuku ..."Felix mendesah, membuang napasnya ke samping, lalu menatap netra Veronica kembali yang tetap menunggu mendengarkan dengan wajah datar, tetapi sebenarnya sudut bibirnya tersenyum masam."Aku hanya mencari pembenaran atas rasa sakit dan kehilanganku. Tapi juga bukan kebetulan dirmu dilindungi oleh Ibuku ketika kejadian tragedi itu." Felix kembali
Zetha melepaskan kateter urin juga tidak lagi memberikan infus ke Zeze setelah diberikan serum dari ekstrak tanaman. Ia dan Simon perlu mengamati keadaan Zeze. Semua orang sudah kembali ke kamar, tersisa Simon, Jonathan dan Freyaa serta anak serigala dan Blacky-serigala hitam dalam ruangan. Jonathan mendesak Luciano agar membawa Zetha istirahat, karena putrinya itu benar-benar terlihat sangat lelah. Beberapa puluh menit lalu, ketika Zeze baru saja diberikan serum, anak serigala yang ditempatkan pada teras samping kediaman, tiba-tiba menggaruk pintu kamar Zeze. "Ibumu akan baik-baik aja." Freyaa membelai puncak kepala anak serigala yang seperti anak anjing, berputar-putar di lantai, tidak sabar ingin melompat naik ke atas tubuh Zeze di atas ranjang. Blacky terlihat sangat tenang, menelungkup diam di dekat pintu, matanya terus menatap ke arah ranjang, tempat Zeze berbaring. Jonathan tidak tahan melihat dua serigala itu yang bahkan terlihat sangat sedih dan baru kali ini pula beran
Zetha menyerahkan Freyaa yang pulas tertidur di gendongannya ke Luciano. Mereka berdua tersenyum tanpa daya, bagaimanapun mereka berdua sangat tahu jika Freyaa tidak bisa tidur istirahat dengan baik sejak Zeze 'terlelap'.Setelah mengakui kesalahannya, merasakan perhatian dan kasih sayang Zetha tidak berubah, perasaan bersalah dalam diri Freyaa perlahan terangkat dan hal ini membuat mental psikologisnya nyaman lalu secara otomatis tubuhnya rileks sehingga tertidur pulas.Sisi psikologis inilah yang dipikirkan Zetha sebagai dokter juga ibu. Jika ia menunjukkan sikap kecewanya pada Freyaa, bukan hanya Freyaa yang akan terluka, sedih dan menderita. Tetapi ia, Luciano juga Simon serta keluarga besarnya akan turut merasakan kesedihan yang mendalam.Karena mereka semua menyayangi dan mencintai Freyaa sama seperti perasaan mereka terhadap Zeze.Membesarkan anak bukan hanya memenuhi urusan sandang, pangan dan papannya saja, tetapi juga memenuhi