Seusai makan malam, Khandra mengajak Evanna untuk pulang. Meskipun ayahnya menginginkannya menginap, tapi Khandra menolaknya. Sepanjang perjalanan menuju apartemen hanya keheningan yang melingkupi mereka berdua. Evanna segan memulai pembicaraan kalau itu hanya akan menambah kekesalah suaminya. Begitu pun dengan Khandra yang fokus dengan kemudinya meski pikirannya berkelana entah ke mana. Setibanya di apartemen, Khandra langsung menuju mini bar dan mengambil sebotol minuman favoritnya. Ia duduk di ruang santai dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya lelah, begitu juga dengan batinnya. Evanna menghela napas panjang. Ia tahu Khandra membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. ”Kenapa kalian bertengkar seperti itu?” tanya Evanna yang duduk di samping Khandra. Evanna mendengar perdebatan antara suaminya dengan ibu mertuanya. Dari kalimat-kalimat mereka Evanna akhirnya tahu hubungan antara Khandra, Rakha, dan juga Nisya. ”Karena itulah aku tidak mau tinggal di rumah. Per
Evanna duduk dengan resah di ruang tunggu. Beberapa saat yang lalu ia menerima telepon mengejutkan dari seseorang yang memintanya datang untuk menemuinya.Evanna baru pertama kali menginjakkan kaki di Imperium Holding Company. Ia menatap penuh kagum interior yang didominasi warna krem dan gold itu.”Nyonya Evanna Laura, silakan masuk! Tuan Alcantara sudah siap untuk menemui Anda,” ujar perempuan berparas cantik yang merupakan sekretaris Benny Alcantara.Sekretaris itu mengantarkan langkah Evanna memasuki ruang kantor ayah mertua Evanna. Benny Alcantara yang duduk di singgasananya langsung berdiri dan menyambut Evanna dengan senyum lebarnya.”Duduklah, Nak. Selamat datang di kantorku,” sambutnya, lalu memeluk Evanna dengan hangat.Evanna merasa rikuh menerima sambutan yang ramah itu. Selama hidup belum pernah ia mendapatkan perlakuan yang luar biasa hangat seperti itu.Evanna duduk dengan canggung di hadapan Benny Alcantara. Pria paruh baya itu menatapnya dengan sorot mata teduh, seola
Evanna menutup pintu ruangan Benny Alcantara dengan gamang. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Baru semalam Khandra bilang kalau ia akan bertahan di apartemen dan tidak mau kembali ke rumah orang tuanya. Kini, Evanna sudah bersedia membantu Benny untuk membujuk Khandra.Evanna mengeluh pelan. Meskipun ia tidak bisa menjanjikan, tapi melihat sorot mata ayah ertuanya yang penuh harap membuat Evanna takut mengecewakan laki-laki itu.Sekarang yang menjadi pikiran Evanna adalah bagaimana ia akan membujuk Khandra. Kalau ia keliru bicara, bukan tidak mungkin Khandra akan emuntahkan perbendaharaan kata-kata mutiaranya pada Evanna.Evanna masih berkutat dengan pikirannya saat pintu lift terbuka untuknya. Namun, belum juga kakinya melangkah, gerungan khas Tuan Muda Anantara langsung memenuhi gendang telinganya.”Ngapain kamu ke sini?” serunya yang membuat Evanna terlonjak kaget.Belum juga Evanna menjawab pertanyaannya, lengannya ditarik secara paksa masuk ke dalam lift. Khandra
Khandra terdiam. Berbagai spekulasi tentang ayahnya memenuhi pikirannya sekarang. Ia menimbang-nimbang kalau yang dikatakan Evanna itu memang benar adanya. Namun, sebelum mengambil keputusan, Khandra perlu mengkonfirmasi satu hal dari ayahnya itu.”Ikut aku!” perintah Khandra.Khandra bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangan kantornya. Evanna yang tak tahu Khandra akan mengajaknya ke mana hanya berjalan mengikuti langkah suaminya itu dengan patuh.”Kita mau ke mana?” tanya Evanna saat mereka tengah menunggu lift.”Menemui papaku tentu saja,” jawab Khandra singkat.”Kau tak mau ribut dengan papa kan?” tanya Evanna khawatir.Khandra tak menjawab pertanyaan Evanna itu. Pintu lift terbuka dan keduanya melangkah masuk ke dalam lift yang membawa mereka ke kantor Benny Alcantara.Benny tengah duduk menghadap jendela saat pintu ruangan kantornya terbuka secara tiba-tiba. Saat melihat Khandra yang memasuki ruangannya diikuti oleh Evanna membuat laki-laki itu meninggalkan kursinya
Khandra duduk di atas ranjangnya dan duduk terpekur. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia kembali menempati kamar ini lagi.Akhirnya Khandra kembali ke rumah ini juga setelah papanya meluluskan permintaannya. Khandra tak minta banyak hal. Khandra hanya minta seluruh ruangan yang ada di lantai tiga rumah ini digunakan untuk dirinya dan Evanna.Rakha yang kamarnya ada di samping kamar Khandra harus rela pindah ke kamar yang ada di lantai dua.Sebenarnya, Khandra sudah tak memiliki ikatan batin dengan rumah ini. Rumah yang berdiri sejak kedua orang tuanya menikah.Namun, sejak ibunya meninggal dan Nisya menjadi istri baru papanya, Khandra merasa rumah ini bukan lagi menjadi bagian hidupnya.Ia memandang sekeliling kamarnya yang tak banyak berubah. Poster-poster gedung pencakar langit masih menghiasi dinding. Tumpukan buku-buku lama tersusun rapi di rak buku. Semuanya masih sama persis seperti terakhir kali ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu.Tiba-tiba pandangan Khandra tertumbuk pada
Khandra memasuki ruang kerja ayahnya yang terletak di lantai dasar. Setelah sekian tahun berlalu, Khandra mencoba mengakrabkan dirinya kembali dengan rumah ini. Atau paling tidak dengan papanya.”Papa mau bicara denganku?” tanya Khandra saat ia sudah memasuki ruang kerja ayahnya itu.Benny tersenyum lebar dari kursinya yang ada di balik meja kayu jati kokoh yang dipelitur mengilat. Benny meletakkan buku yang tengah dibacanya dan menatap Khandra yang duduk di kursi di hadapannya.”Kamarmu belum sempat Papa perbarui. Tak apa kan sementara masih seperti itu. Lusa Papa akan menyuruh orang untuk merenovasi lantai tiga untukmu,” ujar Benny yang tampak bahagia setelah Khandra mau kembali ke rumah.”Tak perlu repot-repot, Pa. Aku bisa merenovasi kamarku sendiri,” jawab Khandra.”Ah, tidak perlu seperti itu, Nak,” sahut Benny sambil menggelengkan kepala. ”Papa akan menyuruh orang untuk merenovasinya untukmu. Anggap saja ini hadiah selamat datang kembali di rumah.”Khandra tersenyum kecil meli
Rakha memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia kesal dengan semua yang terjadi di rumah. Apalagi dengan kepulangan Khandra membuat ayahnya tampak mengistimewakan kakak tirinya itu.Rakha bahkan harus merelakan kamar yang sudah dihuninya selama belasan tahun hanya karena Khandra meminta seluruh lantai tiga rumah mereka untuk dirinya sendiri. Benar-benar menyebalkan.Rakha membelokkan mobilnya menuju club ekslusif langganannya. Ia memarkirkan mobilnya di basement night club itu, lalu menaiki lift menuju ruangan pemilik Euphonic Rhapsody. Pemilik club tersenyum lebar saat melihat sosok Rakha.”Kukira kau sudah punya tempat baru sampai-sampai tak pernah lagi ke sini,” sambut Jetro sambil memberi isyarat pada anak buahnya untuk menjamu Rakha.”Pekerjaanku menumpuk. Jadi, baru sekarang aku bisa ke mari. Ruangan favoritku bisa kupakai?” tanya Rakha singkat.Rakha sangat pusing hari ini. Ia butuh hiburan untuk mendinginkan otaknya. Ia mau mabuk sampai pagi di club ini. Lagipula ia punya ru
”Nyonya Muda kita baru bangun rupanya,” sindir Nisya saat Evanna turun ke lantai bawah pagi itu.Evanna hanya tersenyum mendengar ucapan ibu mertuanya itu. Ia harus mulai terbiasa dengan ucapan sinis itu.Evanna masih ingat pesan Khandra padanya. Sebisa mungkin Evanna menghindari kontak langsung dengan Nisya.Selama tiga hari terakhir, Evanna turun ke lantai satu agak siang. Pelayan rumah ini sudah dipesan jauh-jauh hari supaya mengantarkan makanan ke lantai atas.Biasanya kalau Evanna turun ke lantai dasar sekitar jam 9 atau jam 10, Nisya tak ada di rumah. Sialnya hari ini Evanna harus bersirobok dengan ibu mertuanya itu.”Saya sudah bangun sejak subuh tadi. Hanya saja baru turun sekarang,” ujar Evanna.”Aku tidak tanya,” sahut Nisya ketus.Evanna hanya mengangkat bahunya, kemudian berlalu ke dapur. Hari ini ia mau membuat puding untuk suaminya. Lama-lama berdiam diri di atas tanpa teman, membuat Evanna bosan.Nisya memandang Evanna dengan tatapan sinis ketika Evanna memasuki dapur.