"Arggghhhh ...." Erangan penuh pesakitan keluar dari mulut Asya, saat sang suami tidak sengaja menendang perut wanita itu untuk menghalangi tujuan Asya yang ingin melayangkan pukulan ke arah perut Nancy.
"Aarrggh! Sakit!" Teriakan Asya menyadarkan Qianno yang masih berdiam kaku memeluk tubuh Nancy, istri keduanya."Asya!" teriak Qianno setelah menyadari jika sang istri tengah tersungkur karena terkena tendangan kaki tepat diperutnya.Pria itu segera berlari ingin menghampiri Asya, namun wanita itu menolaknya dengan keras."Jangan menyentuhku! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan anakku. Aku, tidak akan segan untuk membunuh anak yang dikandung wanita sialan itu sebagai balasannya!""Tidak Sayang, aku tidak sengaja. Maafkan aku, ayo kita ke rumah sakit!" bujuk Qianno.Wanita itu menggeleng pelan sembari meringis kesakitan. "Pilih dulu salah satu, aku atau wanita itu yang akan tetap tinggal di rumah ini. Pilih Ge!"Qianno terdiam, ia bingung harus bagaimana. Pria itu sama sekali tidak bisa memilih di antara dua pilihan yang sangat sulit, karena keduanya sama-sama tengah mengandung buah hatinya."Kalau kamu memilih dia, aku akan mengakhiri hidupku!" sahut Nancy, wanita itu membawa gunting yang ia dapatkan dari meja bekas Asya membuat rancangan kejutannya.Qianno semakin kebingungan, dua-duanya dalam keadaan buruk saat ini. "Kalian jangan seperti ini, aku mohon. Aku tidak akan memilih salah satu di antara kalian. Aku ingin kalian berdua hidup bersama di sini, ayo kita mulai dari awal bersama-sama.""Pria sialan!" umpat Asya, wanita yang selalu berbicara lembut pada Qian kini mengumpatinya."Kau pikir, aku ini apa? Kamu ingin menempatkan dua istrimu pada atap yang sama! Di mana otakmu Qianno?" Asya terus berteriak sembari menekan perutnya yang terasa semakin nyeri."Asya, tenang Sayang. Ayo kita bicarakan baik-baik, Nancy juga sedang mengandung anakku, aku tidak bisa meninggalkan dia begitu saja. Cobalah mengerti, Sayang," ucap Qianno.Asya mengeraskan rahangnya. "Memangnya siapa yang menyuruhmu menjadi penghianat! Siapa? Jika aku mengerti kamu, lalu siapa yang akan peduli tentang perasaanku?""Aku ingin anak Salsabilla! Dan kamu tidak bisa memberikannya, aku sudah sabar menanti selama beberapa tahun ini!" teriak Qianno frustrasi."Aku sekarang sedang mengandung, lalu apa lagi? Di dalam perutku ini ada anakmu!" timpal Asya tidak mau kalah.Qianno mengacak rambutnya frustrasi. "Iya kamu hamil, tapi hubunganku juga sudah terlanjur. Nancy sudah hamil dan aku tidak bisa meninggalkannya."Air mata Asya semakin deras mengalir saat mendengar ucapan sang suami, jadi kesimpulannya pria itu menginginkan dia dan juga Nancy secara bersamaan. Sungguh sangat sialan, bukan?Asya berdiri perlahan, di kakinya sudah mengalir darah segar, tetesan beriringan dengan air mata yang keluar dengan derasnya. Bisa dipastikan ia mengalami keguguran, anak yang sudah di nantinya selama dua tahun, kini telah tiada."Kamu pembunuh, Ge. Lihat ini, dia pergi! Dia pergi dan kamu yang membunuhnya! Aku tidak sudi lagi berada di sini, nikmati hari-hari kalian selagi bisa. Suatu saat aku akan kembali dan membalas semua yang kalian lakukan padaku dan juga anakku!"Wanita itu berjalan tertatih, meninggalkan jejak darah di kakinya. Asya mulai memasukkan baju, ponsel dan juga sedikit uang tabungannya ke dalam koper. Koper yang ia ambil adalah milik Qian, karena hanya itu yang berada di dekatnya.Dengan sedikit menekan perutnya yang nyeri, wanita itu berjalan keluar meninggalkan rumahnya, rumah yang pernah ia huni selama beberapa tahun dengan penuh cinta dan kasih sayang. Rumah yang pernah memberikan sejuta kehangatan saat dirinya merasa kedinginan, dan kini, rumah itu juga yang menjadi penyebab utama kebekuan hati seorang Salsabilla Asya."Aku berjanji, aku akan membalas rasa sakit ini pada kalian berdua!"Nancy menatap remeh ke arah Asya, dengan senyum penuh kemenangan wanita itu memeluk tubuh Qianno dan berpura-pura ketakutan."Qian, Asya pergi, kamu tidak mau mencegahnya?" tanya Nancy."Tidak, dia pasti akan kembali lagi. Dia tidak punya siapa pun selain aku," jawab pria itu."Naif sekali pria ini, justru karena dia tidak memiliki siapa pun maka kamu harus mencegah wanita malang itu pergi. Bagaimana, kalau dia sampai bunuh diri?" batin Nancy.***Dengan pakaian yang sama juga darah yang belum ia bersihkan, Asya menaiki kereta menuju ke Jakarta Selatan. Dia tidak tahu akan ke mana, yang jelas ia tidak ingin tetap berada di tempat terkutuk ini.Wanita itu duduk di sebelah pria dengan jas formal yang wajahnya tampak ketus. Lalu, di depannya juga ada dua pria lagi yang berpenampilan sedikit aneh. Salah satunya menggunakan hoodie dengan telinga yang di tindik kecil, dan yang sebelah menggunakan benda seperti topeng di mata dan wajah sebelah kanan yang ditutupi hoodie juga bucket hat di kepalanya.Pria dengan separuh wajahnya yang tertutup topeng menatap ke arah kaki Asya. "Kakimu berdarah?" celetuknya.Asya segera menengok ke arah bawah, mengikuti arah pandang pria misterius itu. "I-iya, apa itu mengganggumu?"Pria itu menggeleng, sebelum kembali menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi kereta.Asya mengusak matanya, sedikit mengantuk karena meminum obat pereda nyeri yang ia beli di apotek sebelum menaiki kereta. Wanita itu tidak sadar jika kepalanya terjatuh di bahu pria yang berada di sampingnya."Apa-apaan ini?" seru pria itu, namun Asya tak bergeming sama sekali."Father, tenang saja. Kapan lagi ditempeli wanita secantik itu?" goda salah satu pria yang duduk di depannya."Diam Theo! Dan kamu Jerold, singkirkan wanita ini! Jika perlu buang keluar dari kereta!" perintah Father kepada pria yang menggunakan topeng di separuh wajahnya.Pria itu menurut, namun saat ia ingin menarik kepala Asya, ia melihat sebuah alat kecil di koper wanita itu yang tampak familier di indra penglihatannya."Father, di kopernya terdapat alat pelacak. Apa dia seorang mata-mata utusan musuh kita?" tanya sang pria bertopeng."Bius dia, bawa ke markas!" sahut Jayden dengan tenang.Theo langsung mengeksekusinya setelah mendapat perintah mutlak dari Father Jay, ia membius Asya agar tertidur lebih lama lagi dan membawa wanita itu ke markas besar mereka.Setelah sampai di markas, Theo membopong tubuh Asya layaknya karung beras, sedangkan Jeno mendapat bagian untuk membawa koper milik wanita itu.Di dalam, beberapa anak buah Jay atau yang biasa disapa dengan sebutan Father Jay, memeriksa isi koper milik Asya. Setelah mengobrak-abrik semuanya, ternyata tidak ada barang yang mencurigakan sama sekali. Hanya ada pakaian dan sedikit uang tunai."Apa ada sesuatu yang mencurigakan?" tanya Father Jay dengan suara beratnya."Tidak Father, aman!" jawab salah satu penghuni markas dengan tubuh yang paling tinggi dengan pierching di alis kanannya. Pria yang akrab disapa dengan panggilan Luis."Baiklah, bawa wanita ini ke ruang eksekusi. Biarkan dia menjadi mainan Haikal."Haikal adalah salah satu pembunuh andalan Father Jay, pria bertubuh sedikit pendek nan gempal itu bahkan mampu makan sembari menguliti targetnya."Father, dia cantik sekali, sayang jika wajah dan tubuh halusnya harus dirusak...," ucap Winny, satu-satunya wanita yang berada di sana."Mulutmu itu bisa diam tidak? Banyak protes!" ejek Theo.Winny sudah bersiap mengangkat pistolnya untuk ia pukulkan ke arah kepala Theo. Namun, Jerold segera mencegah dengan menarik pergelangan tangan Winny."Sudah cukup, jangan bermain-main lagi!" Jika Jerold sudah berada dalam mode serius, maka tidak akan ada satu pun yang berani membantah adik tiri Father Jay itu."Aku akan beristirahat, jangan biarkan satu orang pun masuk ke dalam kamar sekalipun ingin membawakan makanan." Perintah mutlak dari Father mereka sanggupi, setelah Father dan Jeno pergi, mereka menghela nafas perlahan."Gara-gara kamu, Jerold marah! Dasar wanita, dan ya, pistol itu tidak cocok untukmu, lebih baik bawa spatula sana!" teriak Theo sembari berlari kencang."Kemari kau sialan! Akan aku lubangi kepalamu yang kosong itu!"Asya membuka mata perlahan, kepalanya terasa sangat pening karena terlalu lama tertidur dan juga perutnya yang kosong belum terisi apa pun semenjak ia meninggalkan rumah. Wanita itu menatap sekeliling, netranya menatap asing pada barang-barang yang ada di sana. Ini tentu saja bukan tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya, kan?Asya ingin beranjak dari ranjang besar mewah yang sedang ia tiduri, namun wanita itu langsung mengernyit, mencengkeram perutnya yang terasa sangat nyeri. Dengan pakaian dan bekas-bekas darah yang masih sama dengan keadaannya saat kabur dari rumah sang suami."Ahh, ssshh, sakit!" keluhnya lirih. Asya memilih untuk berbaring miring, meraih segelas air putih pada nakas yang tepat berada di sampingnya.Cklek ....Suara pintu terbuka. Namun, Asya enggan untuk melihat siapa yang datang. Karena, jujur saja ia merasa sangat takut saat ini. Ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tidak pernah ia lihat."Aku tahu, kamu sudah bangun. Hadap kemari!" titah pria y
"Father, sepertinya kita salah orang. Dia hanya wanita hamil yang mungkin saja kebetulan satu kereta dengan kita kemarin...," ucap Theo. Pria itu menguping pembicaraan dokter dengan pembantu tua yang sudah puluhan tahun bekerja di mansion mewah milik Jay.Father Jay tampak terkejut tentu saja. Walaupun dia pria yang angkuh, tetapi tetap saja jika dirinya salah maka harus mengakuinya."Bayinya bagaimana?"Theo menggeleng, menandakan bahwa janinnya tidak bisa diselamatkan. "Bayinya memang sudah meninggal, mungkin saat dia ada di kereta, wanita itu sudah mengalami keguguran."Jay terdiam, pria itu menunggu dokter keluar. Setelah itu dia akan melihat keadaan Asya."Panggilkan Winny." Theo langsung mengangguk dan segera pergi. Ia paham betul jika father Jay tidak bisa menunggu lama atau dia akan murka."Winny..., Manis..., kamu di mana?" goda Theo. Pria berambut silver itu memang paling hoby membuat Winny naik darah. "To the point, aku tidak ada waktu buat meladeni omong kosongnya!" sungu
Sudah hampir sepuluh hari Asya berada di markas mewah milik father Jay. Wanita itu bahkan belum diberikan pekerjaan yang pasti. Hanya saja ia mendapatkan tugas untuk memberikan makan hewan peliharaan milik Jayden.Seekor beruang coklat besar yang mungkin bisa saja menyantap Asya jika hewan itu kelaparan.Hari pertama melaksanakan tugas itu, Asya hampir pingsan andai saja Jerold tidak segera menenangkan sang beruang yang mengamuk karena masih asing dengan wajah Asya.Seekor beruang cokelat besar yang Jayden beri nama Kaison."Kaison sepertinya sudah mulai terbiasa dengan kehadiranmu. Dia suka wanita-wanita cantik asal kamu tahu," ucap Jerold yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Asya.Asya berbalik badan menghadap ke arah Jerold. "Mana ada hewan seperti itu?""Ada, Kaison."Asya tertawa renyah mendengar candaan Jerold. Sungguh, pria ini sangat berbeda dengan kakaknya yang kaku dan jarang tersenyum. Seakan dunia kiamat jika ia mengeluarkan sedikit saja tawanya."Kamu betah di si
Sejak kejadian malam itu, Asya sudah tidak begitu takut keluar malam untuk makan. Toh Jayden hanya akan menatapnya dari kejauhan tanpa berniat untuk menyapa. Walaupun kadang ia merasa risih, tapi tidak masalah asalkan perutnya terisi."Perutmu itu karet, ya? Setiap malam kamu mengendap-endap keluar dari kamar buat ambil makanan. Sebelum tidur harusnya kamu makan." Jayden tiba-tiba saja menghampiri Asya yang tengah sibuk dengan makanan di tangannya."Jay..., eh Tuan..., eh aku panggilnya bagaimana ya?" Asya tampak kebingungan bagaimana cara dirinya memanggil Jayden."Boleh aku panggil Father seperti yang lain?" tanya Asya dengan suara pelan."Aku bukan ayahmu. Lagi, sudah berapa kali aku bilang jangan pakai baju Jerold. Bukannya aku sudah memberimu uang untuk membeli baju? Apa masih kurang?" tanya Jayden.Asya memilih diam, ia tidak suka dimarahi."Hey, lihat mataku. Aku sedang berbicara denganmu!" Jayden mengangkat dagu Asya dengan paksa agar wanita itu menatap matanya."Besok,
Asya menangis di pelukan Winny, ia benar-benar sakit hati dengan apa yang suaminya katakan. Ucapan sayang yang ia dapatkan selama ini kini telah berubah. Posisinya sebagai wanita kesayangan Qianno telah digantikan oleh perempuan baru bernama Nancy."Sudah ya..., dia tidak boleh lagi menjadi penyebab keluarnya air matmu setelah ini. Sekarang, kamu bisa menangis sepuasnya sebelum memilih untuk melupakan dan melenyapkan nama dia dari dalam hatimu," ucap Winny.Asya terus terisak pilu, pelukannya pada tubuh Winny semakin mengerat. "Aku harus apa setelah ini? Aku dibuang, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Qianno bahkan tidak menanyakan keadaan anaknya.""Shhh, masih ada kami di rumah father Jay. Kamu masih bisa tinggal di sana, aku akan menemanimu."Asya melepaskan pelukannya, wanita itu menatap wajah Winny penuh harap. "Bilang sama aku, bagaimana caranya bergabung dengan kalian. Aku akan menepati janjiku untuk menjadikan diriku penyebab kematian anak mereka. Kebahagiaan mereka haru
"Asya, kamu kenapa? Badanmu merah-merah bekas cambukan?" tanya Jerold khawatir. Pria itu mengusap-usap lengan Arabella yang tampak memerah."Namaku Arabella. Jangan sebut lagi nama selain itu," jawab Arabella lirih."Okay..., Arabella. Siapa yang melakukan hal ini?""Theo. Atas perintah Jayden, aku menolak permintaannya," jawab Arabella.Jerold menggelengkan kepalanya pelan, "Sial! Tunggu di sini."Arabella menahan lengan Jerold. Ia sedang tidak ingin mendengar keributan. "Tidak perlu menemuinya. Bukankah kamu juga sudah sering dipukuli kakak sialanmu itu?""Dapat bahasa kasar dari mana kamu? Good girl...." Jerold mengusap kepala Arabella layaknya seekor kucing. "Kamu belajar dengan cepat."Arabella tertawa sarkasm, wanita itu baru sadar jika dirinya tengah terperangkap oleh sepasang kakak adik yang sedikit tidak waras."Memangnya Jayden memberimu perintah apa? Baru bergabung dan kamu sudah berulah membantah ucapannya?" lanjut Jerold. Pria itu memiringkan kepala untuk meneliti
Jerold memposisikan diri seperti sedang memeluk Arabela dari belakang. "Tutup satu matamu, Queen.""Kenapa harus?" tanya sang wanita."Agar targetnya bisa terlihat dengan jelas, Sayang. Coba bandingkan, melihat dengan dua mata dan melihat dengan satu mata yang tertutup, lebih baik mana?" jelas Jerold.Arabella langsung melakukan apa yang diucapkan oleh Jerold. Matanya ia pejamkan sebelah, mengincar target bidik di hadapannya dengan jarak dekat sebagi pemula."Pegang kuat-kuat penuh dengan keyakinan. Lepaskan satu tembakan dengan percaya diri ke arah titik yang sudah disiapkan."Dor!Arabella refleks melemparkan pistol di tangannya, wanita itu gemetar. Ini benar-benar bukan dirinya."Queen! Tindakanmu itu berbahaya! Bagaimana jika itu melukai rekanmu atau bahkan dirimu sendiri nantinya?" tegur Jerold dengan nada serius.Arabella berjongkok sembari memegangi kedua telinganya. "Aku takut Jerold. Rasanya seperti aku sedang melakukan dosa besar yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya."
"Gege, pakaiannya sudah aku siapkan," ucap SalsabilaQianno tersenyum, pria berkulit putih keturunan China Indonesia itu menghampiri wanita cantik dengan rambut hitam lurus yang selalu terurai, dengan wangi memabukkan khas bunga sakura. Wanita berusia 25 tahun yang sudah ia nikahi selama 2 tahun, Salsabila Veronika wanita asli Jakarta."Terima kasih, Sayang," ucap pria yang sebentar lagi akan menginjak usia 30 tahun itu. Sang pria mengecup kening Asya dengan sayang. Salsabila selalu di panggil Asya oleh Qianno, sebagai panggilan sayangnya.Sedangkan Asya sendiri selalu memanggil suaminya dengan sebutan Gege, panggilan kakak dalam bahasa Mandarin. Qianno menyukainya, bagi pria itu saat Asya memanggil dirinya dengan sebutan Gege terdengar sangat seksi di indra pendengarannya.Qian melepaskan pelukan hangatnya pada Asya, sayang sekali kemesraan mereka harus berakhir saat ini, pria itu harus mempersiapkan penerbangannya menuju Korea Selatan.Sebagai seorang Pilot dari salah satu maskapai
Jerold memposisikan diri seperti sedang memeluk Arabela dari belakang. "Tutup satu matamu, Queen.""Kenapa harus?" tanya sang wanita."Agar targetnya bisa terlihat dengan jelas, Sayang. Coba bandingkan, melihat dengan dua mata dan melihat dengan satu mata yang tertutup, lebih baik mana?" jelas Jerold.Arabella langsung melakukan apa yang diucapkan oleh Jerold. Matanya ia pejamkan sebelah, mengincar target bidik di hadapannya dengan jarak dekat sebagi pemula."Pegang kuat-kuat penuh dengan keyakinan. Lepaskan satu tembakan dengan percaya diri ke arah titik yang sudah disiapkan."Dor!Arabella refleks melemparkan pistol di tangannya, wanita itu gemetar. Ini benar-benar bukan dirinya."Queen! Tindakanmu itu berbahaya! Bagaimana jika itu melukai rekanmu atau bahkan dirimu sendiri nantinya?" tegur Jerold dengan nada serius.Arabella berjongkok sembari memegangi kedua telinganya. "Aku takut Jerold. Rasanya seperti aku sedang melakukan dosa besar yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya."
"Asya, kamu kenapa? Badanmu merah-merah bekas cambukan?" tanya Jerold khawatir. Pria itu mengusap-usap lengan Arabella yang tampak memerah."Namaku Arabella. Jangan sebut lagi nama selain itu," jawab Arabella lirih."Okay..., Arabella. Siapa yang melakukan hal ini?""Theo. Atas perintah Jayden, aku menolak permintaannya," jawab Arabella.Jerold menggelengkan kepalanya pelan, "Sial! Tunggu di sini."Arabella menahan lengan Jerold. Ia sedang tidak ingin mendengar keributan. "Tidak perlu menemuinya. Bukankah kamu juga sudah sering dipukuli kakak sialanmu itu?""Dapat bahasa kasar dari mana kamu? Good girl...." Jerold mengusap kepala Arabella layaknya seekor kucing. "Kamu belajar dengan cepat."Arabella tertawa sarkasm, wanita itu baru sadar jika dirinya tengah terperangkap oleh sepasang kakak adik yang sedikit tidak waras."Memangnya Jayden memberimu perintah apa? Baru bergabung dan kamu sudah berulah membantah ucapannya?" lanjut Jerold. Pria itu memiringkan kepala untuk meneliti
Asya menangis di pelukan Winny, ia benar-benar sakit hati dengan apa yang suaminya katakan. Ucapan sayang yang ia dapatkan selama ini kini telah berubah. Posisinya sebagai wanita kesayangan Qianno telah digantikan oleh perempuan baru bernama Nancy."Sudah ya..., dia tidak boleh lagi menjadi penyebab keluarnya air matmu setelah ini. Sekarang, kamu bisa menangis sepuasnya sebelum memilih untuk melupakan dan melenyapkan nama dia dari dalam hatimu," ucap Winny.Asya terus terisak pilu, pelukannya pada tubuh Winny semakin mengerat. "Aku harus apa setelah ini? Aku dibuang, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Qianno bahkan tidak menanyakan keadaan anaknya.""Shhh, masih ada kami di rumah father Jay. Kamu masih bisa tinggal di sana, aku akan menemanimu."Asya melepaskan pelukannya, wanita itu menatap wajah Winny penuh harap. "Bilang sama aku, bagaimana caranya bergabung dengan kalian. Aku akan menepati janjiku untuk menjadikan diriku penyebab kematian anak mereka. Kebahagiaan mereka haru
Sejak kejadian malam itu, Asya sudah tidak begitu takut keluar malam untuk makan. Toh Jayden hanya akan menatapnya dari kejauhan tanpa berniat untuk menyapa. Walaupun kadang ia merasa risih, tapi tidak masalah asalkan perutnya terisi."Perutmu itu karet, ya? Setiap malam kamu mengendap-endap keluar dari kamar buat ambil makanan. Sebelum tidur harusnya kamu makan." Jayden tiba-tiba saja menghampiri Asya yang tengah sibuk dengan makanan di tangannya."Jay..., eh Tuan..., eh aku panggilnya bagaimana ya?" Asya tampak kebingungan bagaimana cara dirinya memanggil Jayden."Boleh aku panggil Father seperti yang lain?" tanya Asya dengan suara pelan."Aku bukan ayahmu. Lagi, sudah berapa kali aku bilang jangan pakai baju Jerold. Bukannya aku sudah memberimu uang untuk membeli baju? Apa masih kurang?" tanya Jayden.Asya memilih diam, ia tidak suka dimarahi."Hey, lihat mataku. Aku sedang berbicara denganmu!" Jayden mengangkat dagu Asya dengan paksa agar wanita itu menatap matanya."Besok,
Sudah hampir sepuluh hari Asya berada di markas mewah milik father Jay. Wanita itu bahkan belum diberikan pekerjaan yang pasti. Hanya saja ia mendapatkan tugas untuk memberikan makan hewan peliharaan milik Jayden.Seekor beruang coklat besar yang mungkin bisa saja menyantap Asya jika hewan itu kelaparan.Hari pertama melaksanakan tugas itu, Asya hampir pingsan andai saja Jerold tidak segera menenangkan sang beruang yang mengamuk karena masih asing dengan wajah Asya.Seekor beruang cokelat besar yang Jayden beri nama Kaison."Kaison sepertinya sudah mulai terbiasa dengan kehadiranmu. Dia suka wanita-wanita cantik asal kamu tahu," ucap Jerold yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Asya.Asya berbalik badan menghadap ke arah Jerold. "Mana ada hewan seperti itu?""Ada, Kaison."Asya tertawa renyah mendengar candaan Jerold. Sungguh, pria ini sangat berbeda dengan kakaknya yang kaku dan jarang tersenyum. Seakan dunia kiamat jika ia mengeluarkan sedikit saja tawanya."Kamu betah di si
"Father, sepertinya kita salah orang. Dia hanya wanita hamil yang mungkin saja kebetulan satu kereta dengan kita kemarin...," ucap Theo. Pria itu menguping pembicaraan dokter dengan pembantu tua yang sudah puluhan tahun bekerja di mansion mewah milik Jay.Father Jay tampak terkejut tentu saja. Walaupun dia pria yang angkuh, tetapi tetap saja jika dirinya salah maka harus mengakuinya."Bayinya bagaimana?"Theo menggeleng, menandakan bahwa janinnya tidak bisa diselamatkan. "Bayinya memang sudah meninggal, mungkin saat dia ada di kereta, wanita itu sudah mengalami keguguran."Jay terdiam, pria itu menunggu dokter keluar. Setelah itu dia akan melihat keadaan Asya."Panggilkan Winny." Theo langsung mengangguk dan segera pergi. Ia paham betul jika father Jay tidak bisa menunggu lama atau dia akan murka."Winny..., Manis..., kamu di mana?" goda Theo. Pria berambut silver itu memang paling hoby membuat Winny naik darah. "To the point, aku tidak ada waktu buat meladeni omong kosongnya!" sungu
Asya membuka mata perlahan, kepalanya terasa sangat pening karena terlalu lama tertidur dan juga perutnya yang kosong belum terisi apa pun semenjak ia meninggalkan rumah. Wanita itu menatap sekeliling, netranya menatap asing pada barang-barang yang ada di sana. Ini tentu saja bukan tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya, kan?Asya ingin beranjak dari ranjang besar mewah yang sedang ia tiduri, namun wanita itu langsung mengernyit, mencengkeram perutnya yang terasa sangat nyeri. Dengan pakaian dan bekas-bekas darah yang masih sama dengan keadaannya saat kabur dari rumah sang suami."Ahh, ssshh, sakit!" keluhnya lirih. Asya memilih untuk berbaring miring, meraih segelas air putih pada nakas yang tepat berada di sampingnya.Cklek ....Suara pintu terbuka. Namun, Asya enggan untuk melihat siapa yang datang. Karena, jujur saja ia merasa sangat takut saat ini. Ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tidak pernah ia lihat."Aku tahu, kamu sudah bangun. Hadap kemari!" titah pria y
"Arggghhhh ...." Erangan penuh pesakitan keluar dari mulut Asya, saat sang suami tidak sengaja menendang perut wanita itu untuk menghalangi tujuan Asya yang ingin melayangkan pukulan ke arah perut Nancy."Aarrggh! Sakit!" Teriakan Asya menyadarkan Qianno yang masih berdiam kaku memeluk tubuh Nancy, istri keduanya."Asya!" teriak Qianno setelah menyadari jika sang istri tengah tersungkur karena terkena tendangan kaki tepat diperutnya.Pria itu segera berlari ingin menghampiri Asya, namun wanita itu menolaknya dengan keras."Jangan menyentuhku! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan anakku. Aku, tidak akan segan untuk membunuh anak yang dikandung wanita sialan itu sebagai balasannya!""Tidak Sayang, aku tidak sengaja. Maafkan aku, ayo kita ke rumah sakit!" bujuk Qianno.Wanita itu menggeleng pelan sembari meringis kesakitan. "Pilih dulu salah satu, aku atau wanita itu yang akan tetap tinggal di rumah ini. Pilih Ge!"Qianno terdiam, ia bingung harus bagaimana. Pria itu sama sekali tidak b
Hari ini Asya kembali di tinggal sendirian. Tiba-tiba saja suaminya pergi, pria itu bilang jika ada kepentingan mendesak yang harus ia kerjakan.Dengan tergesa Qianno berlari keluar rumah, membawa ambilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.Melihat berapa panik pria itu, Asya menghela nafas lelah. Entah mengapa perasannya mengatakan bahwa ini ada hubungannya dengan foto yang kemarin ia dapatkan entah dari siapa."Apa kamu pergi menemuinya? Jika aku membunuh dia apa aku salah? Kamu yang bilang kan, jika aku berselingkuh maka kamu akan membunuh selingkuhanku. Berarti itu juga berlaku untukku, kan?"Raut wajah sedih Asya berganti dengan ekspresi datar, matanya menatap lekat ke arah depan namun tanpa tujuan. Sudah 1 bulan dari jadwalnya ia terakhir datang bulan, biasanya ia tepat waktu tapi ini sampai tanggal 20 ia belum juga mendapatkan tamu bulanannya. Biasanya tangan 16 sudah datang. Ingin mencoba memakai tes kehamilan namun ia takut kecewa lagi. Karena jika testpack menunjukkan hasi