"Kamu sengaja ngerjain Nak Yudhistira, ya Nduk?"Julia yang baru saja bergabung dengan ayahnya di teras belakang rumah, lantas mengerutkan keningnya.Kedua tangannya membawa sebuah nampan yang berisikan wedang rempah dan pisang goreng di atas piring. Ritual pagi yang selalu dilakukan Nicolas sebelum memulai aktivitasnya, sembari menikmati sejuknya pemandangan sawah di dekat rumahnya."Hah? Maksudnya gimana, Pa?""Baju yang dipakai Nak Yudhistira itu kekecilan, Nduk. Kamu bisa, kan tanya sama Papa ada baju atau nggak. Papa bisa pinjamkan."Julia sontak tertawa. "Dia sendiri yang mau, kok Pa. Lagian Papa memangnya ada baju baru?""Setidaknya Papa ada baju yang ukurannya besar, Nduk."Malah kelihatan imut, kan?" jawab Julia diiringi dengan tawa.Perempuan itu lantas meraih cangkirnya, ikut menikmati wedang rempah yang baru saja dibuatnya."Jadi…?"Nicolas sengaja menggantung ucapannya dan hal itu membuat Julia lantas menoleh. "Jadi apa, Pa?""Kamu sama Nak Yudhistira gimana?"Dan sedetik
JULIA baru saja keluar dari kamarnya setelah selesai bersiap-siap pagi itu. Di depan teras rumahnya, ternyata Yudhistira dan Nicolas sudah menunggunya.“Lama banget, sih Nduk? Udah cantik, kok. Nak Yudhistira yakin, deh nggak bakalan berpaling,” ujar Nicolas bermaksud menggodai anaknya.“Papa!”Dengan setelan blouse warna putih tanpa lengan dan celana jeans pendek di atas lutut. Julia terlihat begitu cantik dan memesona. Ditambah lagi rambutnya yang sengaja digerai begitu saja, juga topi dan kacamata yang dikenakannya.“Om, kami berangkat dulu, ya? Setelah jalan-jalan ini, kami langsung balik ke hotel dan bertolak ke Jakarta.”“Iya, Nak Yudhistira. Terima kasih sudah mau mampir ke sini. Om minta tolong sekalian jagain Julia, ya? Titip dia, tolong dibahagiakan sekalian kalau bisa.”Julia seketika membelalak. “Pa…”“Insya Allah, Om. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukannya.”“Terima kasih.”Keduanya lantas melangkah mendekati mobil yang kini terparkir di depan rumah. Yud
"Jadi?"Yudhistira mengerutkan keningnya saat tiba-tiba ketiga sahabatnya menyambangi ruangannya. Arjuna menarik kursi yang ada di depan meja, lalu kedua sahabatnya yang lain duduk di sofa dengan tatapannya tertuju pada Yudhistira."Apaan, sih kalian bertiga? Nggak ada kerjaan?""Ada lah! Gue nggak mungkin segabut lo yang suka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Tapi nginterogasi lo, juga nggak kalah penting kalau sekarang!” Yudhistira mendesah pelan. Dia lantas melonggarkan ikatan dasinya, lalu bangkit dari duduknya sembari menatap ke arah ketiga sahabatnya itu."Kalian mau nginterogasi apaan sama gue?" tanya Yudhistira masih berusaha tenang."Gue denger dari J, lo ketemu sama Lalisa? Beneran?”“Hm-mm.”“Terus cewek itu bukan dia, kan?" tanya Bayusuta penuh selidik."Gue masih cukup warasa untuk nggak—"Namun belum Yudhistira melanjutkan ucapannya, pintu ruangannya sudah lebih dulu diketuk seseorang. Semua perhatian kini teralihkan ke arah pintu, bersamaan dengan Julia yang mu
[Aditya: Sayang, nggak lupa, kan kalau besok Mama ulang tahun? Mama ngadain pesta kecil-kecilan di rumah. Besok aku jemput jam 7, ya?]Lalu di bawahnya, sebuah pesan dari Karina muncul tak berselang lama.[Karina: Mbak Julie, temenin nyari kado buat Mama, yuk! Kangen banget udah lama nggak ketemu.]Alih-alih membalas pesan Aditya, Julia justru memilih untuk membalas pesan Karina.[Julie: Boleh, tapi Mbak nggak bawa mobil, Rin. Kamu jemput Mbak di kantor, ya?][Karina: OKE BANGET DONG! Kali aja aku bisa ketemu sama Mas Yudhistira, ya kan? Aku kangen sama dia jugaaaak!][Julie: Anak kecil jangan genit, ah!][Karina: Ini nggak genit, Mbak. Tapi orang-orang menyebutnya usaha. Sekarang zaman emansipasi wanita. Kalau aku nggak jemput bola, bisa-bisa bolanya diambil duluan!][Julie: Dia terlalu tua buat kamu, Rin.][Karina: Gapapa, Mbak. Emang lagi zamannya, kan banyak sugar baby bertebaran?][Julie: Kamu mau jadi sugar baby-nya dia?][Karina: WKWKWK, kalo sugar daddy-nya seganteng dan se-ha
"Mbak, Mas Yudhistira barusan DM aku.""Hah? DM apaan emangnya?""Mau nyusul ke sini katanya," ujar perempuan itu dengan tenang.Julia seketika membelalak. "Terus kamu iyain?"Karina mengedikkan bahunya. "Iya. Habisan ganteng. Terus tanya-tanya gitu aku lagi di mana. Aku jawab aja lagi di sini."Julia kembali menyesap minumannya, tidak percaya dengan ucapan Karina barusan. Entah mengapa dia sedikit kesal lantaran Karina bisa sedekat itu dengan Yudhistira. Dia jadi penasaran sejauh apa hubungan mereka."Kamu sering kontak-kontakan sama Pak Yudhistira, ya Rin?" tanya Julia senormal mungkin."Lumayan, Mbak. Mas Yudhistira itu kalau kutebak orangnya suka gabut, deh. Dia suka lihat-lihat story di akunku gitu.""Oh ya?"Karina mengangguk cepat. "Mbak Julia jarang banget bikin story, sih. Coba deh, sesekali bikin. Kali aja nanti dilihatin sama Mas Yudhistira.""Biar apa?""Biar Mbak tahu kalau Mas Yudhistira itu segabut itu," jawab Karina sembari terkekeh.Tidak ada yang bersuara setelahnya.
Sepanjang perjalanan menuju apartemen, mobil yang dikendarai mereka melaju dengan kecepatan pelan. Mengingat bahwa hujan sedang turun deras-derasnya, ditambah lagi petir yang menggelegar. Yudhistira tidak ingin mengambil resiko.“Saya heran, kenapa Tuhan mengabulkan doanya Bapak dengan mudahnya, sih?” protes perempuan itu, masih saja tidak terima.“Doa cowok yang teraniaya itu biasanya gampang terkabulnya, Julie.” Yudhistira terkekeh. “Kenapa kamu kayak nggak suka banget berlama-lamaan sama saya, sih?”“Nggak gitu!” protesnya tak terima. “Lagian, siapa yang menganiaya Bapak, coba?”“Siapa lagi kalau bukan cewek yang sekarang lagi menggantungkan perasaan saya?”Seketika Julia membelalak. Dia sadar bahwa ucapan Yudhistira ini meskipun terdengar hanya bercanda, tapi Julia tahu jika pria itu sengaja menyindirnya.“Sindir terooooos!” sungut perempuan itu kesal.Sementara Yudhistira hanya tertawa, sambil sesekali mendaratkan kecupan singkat di punggung tangan Julia. “Bercanda, Sayang…”Sete
Kesalahan besar yang telah dilakukan Yudhistira hari ini terlalu banyak.Seperti…Dia berdoa agar hujan, dia lupa membawa mobilnya ke bengkel hingga akhirnya mobil miliknya mogok, lalu membiarkan Julia hujan-hujanan, dan terakhir dia membawa perempuan itu ke apartemennya.Entah sudah berapa kali Yudhistira mengutuk dalam hatinya. Julia yang terlihat seperti sedang menggodanya saat ini, membuat suasana di sekitarnya semakin memanas. Padahal dia sangat yakin jika di luar sana hujan sedang turun deras-derasnya.“Julie, kenapa nggak pakai celananya?”Julia berjalan dengan hanya mengenakan kemeja kebesaran milik Yudhistira yang menutupi kakinya sebatas paha.“Celana Bapak kedodoran pas saya pakai, Pak. Padahal udah saya ikat kencang tali kolornya,” sungut perempuan itu lirih.“Terus? Kamu mau berkeliaran di apartemen saya dengan…” Yudhistira menggeleng sekali lagi. “Dengan penampilan seperti ini?”“Mau gimana lagi? Bapak nggak ada celana yang lebih kecil? Punya pacarnya Bapak gitu?”Yudhis
"Pak?"Masih dalam kondisi mereka yang sama-sama polos, Julia melingkarkan tangannya di atas perut Yudhistira dengan posisi wajahnya yang menyuruk di dada pria itu.Setelah pergulatan panas yang baru saja terjadi—entah sudah kedua atau ketiga kali pelepasan, tubuh keduanya terasa lelah luar biasa."Iya, Sayang?""Bapak bercanda, kan waktu tadi bilang kalau Bapak nggak pernah bawa perempuan ke sini?"Yudhistira menurunkan pandangannya, lalu sesekali mendaratkan kecupan singkat di puncak kepala Julia."Kenapa? Kamu nggak percaya?"Julia menggeleng dan hal itu seketika memancing tawa pria itu."Saya serius, Julie.""Bohong!""Kamu ini tanya, sudah saya jawab jujur, tapi kamunya nggak percaya gini, sih? Makin sayang tahu, nggak.""Dih, saya serius, Pak.""Saya nggak pernah bawa perempuan yang saya ajak tidur untuk mengetahui kehidupan pribadi saya, Julia, itu kalau yang bikin kamu penasaran."Karena bagi saya, apartemen ini sudah memasuki batas personal saya. Maka tidak ada yang boleh mel