Mendengar pertanyaan dari sang ibu, membuat Alex Rayyan terdiam. Ia tidak mau ibunya tertekan lagi. Nyonya Gisel tidak pernah menyukai Rania, bahkan ia sangat menentang hubungan mereka waktu itu. Masih terlintas jelas di benaknya bagaimana pertengkaran terjadi diantara mereka ketika pernikahannya dengan Rania terbongkar. Masih segar juga dalam ingatannya perlakuan Nyonya Gisel tiap kali bertemu dengan Rania.
“Ray, Mama bertanya sama kamu.” lamunan Alex Rayyan diusir dengan penegasan kalimat dari mamanya.
“Kenapa Mama bertanya tentang itu, lupakan saja, Ma. Sekarang yang terpenting adalah kesehatan Mama.” dokter muda berwajah tampan dengan sorot mata penuh kasih itu akhirnya duduk di depan Nyonya Gisel, karena wanita itu enggan untuk beranjak dari tempatnya.
“Mama juga ingin melihat putra Mama bahagia, sudah banyak luka yang Mama torehkan karena keegoisan hati Mama. Bahkan sekarang semua yang pernah
Harris Iskandar langsung merebut ponsel dari tangan Datin Maria. “Ini tidak benar, Ma. Tidak mungkin Nia melakukan itu di depan Is.” pria itu lebih percaya sama istrinya dari pada foto yang ada di depannya sekarang. “Sudah terang lagi bersuluh kalau dia dengan pria lain, masih juga tidak percaya.” ujar Nenda. Safina tersenyum dan menatap mertuanya. “Ma, biarkan Abang Is rehat dulu. Dia pasti letih setelah perjalanan jauh kami.” “Is tak nak, dengar tuduhan yang tidak benar tentang Rania, Ma. Is kenal siapa dia.” Safina berdiri. Pinggang suaminya dipeluk dari samping. “Sudah, Bie tak perlu nak marah sangat dengan Mama, sekarang pergi rehat. Biar i yang buka barang-barang ini.” Safina memang pandai meredakan emosi Harris. “Baiklah, i naik dulu.” Harris berkata dan terus melangkah meninggalkan ruang keluarga. Ia masih kesal dengan Safina. Kemarin sebelum mereka bersiap untuk pergi ke bandara, ponsel
Harris terkesiap mendengar kalimat dari Datin Maria, beberapa helai foto bertaburan di depan Harris, ia mengambil kepingan kertas yang menampilkan foto-foto Rania bersama seorang pria yang terlihat masih muda dan tampan. Kedua bahu Harris jatuh, ia duduk bersandar di samping Safina. Ini memang foto-foto Rania tapi ia tidak yakin istrinya sudah berlaku curang di belakangnya. “Ini pasti ada salah paham, Ma. Is tidak percaya kalau Rania melakukan semua itu.” Harris masih membantah apa yang menjadi keyakinan sang ibu. Nenda yang mendengar kalimat Harris langsung mencebikkan bibirnya, ia memang dari awal tidak pernah menyukai cucu menantu yang berasal dari kalangan orang biasa, ia merasa Harris lebih layak dengan Safina karena Safina adalah anak orang kaya. “Bie, sepertinya itu foto asli, bukan editan. Kenapa tak percaya cakap Mama?” Safina mengusap lengan suaminya. “So, You percaya lah?” tanya Harris pada istri barunya. “Yes, i am!” jawab Safina singkat dan penuh rasa percaya diri. H
“Bie, takkan you nak tinggalkan i di rumah ini sendiri.”“Jangan berlebihan boleh tak Fina? Ada Mama dan yang lainnya, apa pula sendiri?” Harris meraih baju mandinya dan meninggalkan Safina yang sekarang seperti kucing kehilangan anaknya, gelisah. Ia tidak akan tenang jika Harris pulang ke istri pertamanya. Ia harus ikut bersama. Safina segera mengambil ponselnya. Ia menghubungi seseorang.“Alisa, siapkan tiket dan pasport saya, dan urus visa untuk saya pergi ke Jakarta.”Setelah mengakhiri telponnya, Safina tersenyum sarkastik, ia tidak akan tinggal diam kalau Harris pulang ke rumah istri pertamanya.Dua hari berlalu, Harris sudah bersiap-siap untuk berangkat ke KLIA airport dan sedang menunggu taksi yang sudah dipesannya di bawah.“Sudah siap, Is?” tanya Datin Maria meneliti penampilan sang putra.“Iya, Mam. Is titip Safina.”“Dia tidak ikut? Harusnya istri Is ikut kemanapun Is pergi, tempat seorang istri kan di samping suami.”Safina turun dar
Mata Rania membulat sempurna melihat siapa yang ada di depannya sekarang. Harris Iskandar sedang menatap tajam kepadanya. Di samping Harris, ada Safina yang sedang berdiri dengan pandangan mencemooh. "Assalamualaikum, kapan Abang sampai?" "Waalaikumussalam, Nia dari mana jam segini baru balik? siapa pria yang antar kamu pulang tadi? Nia lupa kalau sudah ada suami?" Haris mencerca istri pertamanya dengan pertanyaan bertubi-tubi. "Semua bisa Nia jelaskan, Abang," jawab Rania dengan tenang."Huh, nak jelaskan apa lagi? sudah terang lagi bersuluh kalau kamu itu bukan istri yang baik, malam begini pergi dengan jantan lain!" sindiran pedas dari Safina tidak digubris.Rania bukan istri kurang ajar yang tidak tahu adab sopan santun terhadap suami. Wanita berparas cantik dengan busana sopan itu melangkah mendekati sang suami, tangan Harris diraih dan dicium dengan sopan. Ia beralih pada Safina dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita yang sudah menjadi madu di dalam rumah
mature content!Kedua bahu Harris jatuh mendegar kalimat dari Rania, ia rindu dengan kehangatan yang selalu ditawarkan oleh sang istri. Bagaimanapun, ia masih mencintai Rania, masih menginginkan wanita itu memberikan sentuhan mesra seperti selalu.“Rindu tidak harus melakukan itu ‘kan?” “Nia tahu, sebaiknya Abang temani Fina, dia pasti merasa masih asing di sini,” entah kenapa, Rania seperti ingin menjauh dan menjaga jarak dengan Harris.“Masih marah sama Abang?” Rania tidak menjawab. Menunggu respon dari Rania, tangan Harris merayap ke bawah seolah ingin tahu apa benar istrinya sedang ada tamu bulanan. Rania mengetatkan rahang merasakan tangan kanan Harris mengusap inti tubuhnya.“Nia lagi menstruasi, Abang,” Tegas Rania sekali lagi.“Kenapa tidak memakai pembalut?” tanya Harris seolah tidak percaya. “Biasanya kan gitu,”Pria itu semakin mendekatkan wajahnya, sejurus kemudian bibir mungil Rania sudah lenyap dalam kuluman. Ia memagut dalam dan penuh gairah. Pusaka kebanggaa
Mendengar kalimat itu membuat hati Rania seperti diremas, sakit. Kaki yang tadi kuat melangkah menjadi lemah tiba-tiba. Pernikahannya dengan Harris Iskandar sudah berjalan selama tiga tahun, belum ada dikasih keturunan dan itu yang menjadi salah satu penyebab mertuanya menerima kehadiran Salfina. Wanita cantik yang memakai jilbab berwarna cokelat susu itu mencoba tidak langsung termakan oleh omongan Salfina yang memang selalu berniat untuk menyakiti hati. Mood kerja yang mati-matian ia bangun dari tadi pagi bisa hancur berantakan kalau ia meladeni madunya. “Aku tidak percaya, kalian menikah saja baru berapa hari,” Rania seperti mencoba memancing sebuah pengakuan lagi dari bibir sang madu. “I sudah tidak haid selama empat minggu, and you bisa pikir sendirilah, pertemuan i dengan Harish yang tertangkap oleh jabatan agama itu sudah berjalan satu bulan lebih rasanya.” Rania meneguk ludah yang terasa kesat. Dasar pengkhianat semua! Pembelaan diri yang dilakukan oleh Harris hari itu meng
Bik Ina langsung menunduk. Wanita yang sedang berdiri di anak tangga paling atas itu melotot menatap pada wajah Bik Ina sambil bercekak pinggang. Ia tidak suka jika orang sekelas asisten rumah tangga saja menilainya apalagi sampai membanding-bandingkan kredibilitasnya dengan Rania.Sementara itu, di ruangan kerja Harris. Rania terlihat merapikan barang-barangnya yang berada di meja Harris, ia memasukkan beberapa barang pribadinya ke dalam kotak. Ia akan pindah ke mejanya kembali karena setelah ini Harris pasti akan mulai rutin masuk kantor. Entah kenapa kepalanya sekarang dipenuhi dengan kalimat Safina tentang kehamilannya. Dadanya sesak tiba-tiba, itu artinya dia benar-benar tidak akan dibutuhkan oleh Harris lagi dalam hidup pria itu, apalagi keluarga mertuanya.“Sayang, kenapa pergi kerja tidak pamit atau menunggu abang dulu?” Harris masuk ke dalam ruangan dan langsung memberondong istrinya dengan pertanyaan ketidakpuasan hatinya.“Istri tercinta Abang tadi bilang kalau Nia bisa
Rania langsung berdiri dan memeluk wanita di depannya penuh suka cita. “Kenapa sampai menangis? Saking rindunya sama gue?” Alexa menepuk belakang tubuh Rania, air mata di pipi sang sahabat merangkap saudara satu ayah itu diseka dengan jemari. Sementara Rania tidak bisa menahan derasnya air mata yang berebut keluar dari kelopak. Ia rindu sahabat merangkap saudara tirinya ini. Alexa yang selalu ada saat ia butuh teman cerita sekarang ada di dalam pelukannya. Rasanya ia ingin sekali meluapkan semua yang terbuku dalam hati, ia ingin mencurahkan segala kesakitan yang ia rasakan. Tapi nanti pasti ayah mereka akan bersedih dan terluka saat mengetahui nasib sang putri yang dicintai. “Gila kalian! Kenapa bikin kejutan gini?” dengan cepat Rania menghapus air matanya. Ia tidak mau Haikal Hasan, suami dari Alexa juga mencium prahara rumah tangganya. Biarlah Alexa sekedar tahu kalau dirinya sekarang sedang dimadu. “Namanya juga kejutan, mana bisa tidak gila,” Rania keluar dari pelukan Alexa dan