Rania terdiam, pertanyaan Alexa seolah todongan belati yang siap merobek hatinya. Bagaimana Alexa bisa tahu?
“Beb, elo salah dengar pasti, gosip itu tidak benar sama sekali. Hehe.” Rania berpura-pura tertawa.
(Tidak, Beb. Gue yakin itu bukan hanya gosip atau berita hoax, elo menyembunyikan sesuatu dari kami. Come on, gue tahu elo butuh teman untuk cerita) Rania menarik napas berat dan mengeluarkan dengan perlahan.
“Semua sudah terjadi, gue bisa apa.” akhirnya ia mengaku juga.
(Brengsek! Sekarang di mana pria tidak tahu diri itu? Gimana ini bisa terjadi, dan elo Beb, apa elo tidak marah? Kenapa elo izinkan dia untuk menikah lagi? Atau Harris menikah secara diam-diam?) Pertanyaan dari Alexa bertubi-tubi. Tampak sangat dia kesal dan tidak sabar.
“Gue jawab satu persatu, tapi gue minta sama kamu Beb, jangan sampai Papa tahu, gue tidak ingin papa banyak pikiran karena gue.”
Rania mengatur napas.
Mendengar pertanyaan dari sang ibu, membuat Alex Rayyan terdiam. Ia tidak mau ibunya tertekan lagi. Nyonya Gisel tidak pernah menyukai Rania, bahkan ia sangat menentang hubungan mereka waktu itu. Masih terlintas jelas di benaknya bagaimana pertengkaran terjadi diantara mereka ketika pernikahannya dengan Rania terbongkar. Masih segar juga dalam ingatannya perlakuan Nyonya Gisel tiap kali bertemu dengan Rania.“Ray, Mama bertanya sama kamu.” lamunan Alex Rayyan diusir dengan penegasan kalimat dari mamanya.“Kenapa Mama bertanya tentang itu, lupakan saja, Ma. Sekarang yang terpenting adalah kesehatan Mama.” dokter muda berwajah tampan dengan sorot mata penuh kasih itu akhirnya duduk di depan Nyonya Gisel, karena wanita itu enggan untuk beranjak dari tempatnya.“Mama juga ingin melihat putra Mama bahagia, sudah banyak luka yang Mama torehkan karena keegoisan hati Mama. Bahkan sekarang semua yang pernah
Harris Iskandar langsung merebut ponsel dari tangan Datin Maria. “Ini tidak benar, Ma. Tidak mungkin Nia melakukan itu di depan Is.” pria itu lebih percaya sama istrinya dari pada foto yang ada di depannya sekarang. “Sudah terang lagi bersuluh kalau dia dengan pria lain, masih juga tidak percaya.” ujar Nenda. Safina tersenyum dan menatap mertuanya. “Ma, biarkan Abang Is rehat dulu. Dia pasti letih setelah perjalanan jauh kami.” “Is tak nak, dengar tuduhan yang tidak benar tentang Rania, Ma. Is kenal siapa dia.” Safina berdiri. Pinggang suaminya dipeluk dari samping. “Sudah, Bie tak perlu nak marah sangat dengan Mama, sekarang pergi rehat. Biar i yang buka barang-barang ini.” Safina memang pandai meredakan emosi Harris. “Baiklah, i naik dulu.” Harris berkata dan terus melangkah meninggalkan ruang keluarga. Ia masih kesal dengan Safina. Kemarin sebelum mereka bersiap untuk pergi ke bandara, ponsel
Harris terkesiap mendengar kalimat dari Datin Maria, beberapa helai foto bertaburan di depan Harris, ia mengambil kepingan kertas yang menampilkan foto-foto Rania bersama seorang pria yang terlihat masih muda dan tampan. Kedua bahu Harris jatuh, ia duduk bersandar di samping Safina. Ini memang foto-foto Rania tapi ia tidak yakin istrinya sudah berlaku curang di belakangnya. “Ini pasti ada salah paham, Ma. Is tidak percaya kalau Rania melakukan semua itu.” Harris masih membantah apa yang menjadi keyakinan sang ibu. Nenda yang mendengar kalimat Harris langsung mencebikkan bibirnya, ia memang dari awal tidak pernah menyukai cucu menantu yang berasal dari kalangan orang biasa, ia merasa Harris lebih layak dengan Safina karena Safina adalah anak orang kaya. “Bie, sepertinya itu foto asli, bukan editan. Kenapa tak percaya cakap Mama?” Safina mengusap lengan suaminya. “So, You percaya lah?” tanya Harris pada istri barunya. “Yes, i am!” jawab Safina singkat dan penuh rasa percaya diri. H
“Bie, takkan you nak tinggalkan i di rumah ini sendiri.”“Jangan berlebihan boleh tak Fina? Ada Mama dan yang lainnya, apa pula sendiri?” Harris meraih baju mandinya dan meninggalkan Safina yang sekarang seperti kucing kehilangan anaknya, gelisah. Ia tidak akan tenang jika Harris pulang ke istri pertamanya. Ia harus ikut bersama. Safina segera mengambil ponselnya. Ia menghubungi seseorang.“Alisa, siapkan tiket dan pasport saya, dan urus visa untuk saya pergi ke Jakarta.”Setelah mengakhiri telponnya, Safina tersenyum sarkastik, ia tidak akan tinggal diam kalau Harris pulang ke rumah istri pertamanya.Dua hari berlalu, Harris sudah bersiap-siap untuk berangkat ke KLIA airport dan sedang menunggu taksi yang sudah dipesannya di bawah.“Sudah siap, Is?” tanya Datin Maria meneliti penampilan sang putra.“Iya, Mam. Is titip Safina.”“Dia tidak ikut? Harusnya istri Is ikut kemanapun Is pergi, tempat seorang istri kan di samping suami.”Safina turun dar
Mata Rania membulat sempurna melihat siapa yang ada di depannya sekarang. Harris Iskandar sedang menatap tajam kepadanya. Di samping Harris, ada Safina yang sedang berdiri dengan pandangan mencemooh. "Assalamualaikum, kapan Abang sampai?" "Waalaikumussalam, Nia dari mana jam segini baru balik? siapa pria yang antar kamu pulang tadi? Nia lupa kalau sudah ada suami?" Haris mencerca istri pertamanya dengan pertanyaan bertubi-tubi. "Semua bisa Nia jelaskan, Abang," jawab Rania dengan tenang."Huh, nak jelaskan apa lagi? sudah terang lagi bersuluh kalau kamu itu bukan istri yang baik, malam begini pergi dengan jantan lain!" sindiran pedas dari Safina tidak digubris.Rania bukan istri kurang ajar yang tidak tahu adab sopan santun terhadap suami. Wanita berparas cantik dengan busana sopan itu melangkah mendekati sang suami, tangan Harris diraih dan dicium dengan sopan. Ia beralih pada Safina dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita yang sudah menjadi madu di dalam rumah
mature content!Kedua bahu Harris jatuh mendegar kalimat dari Rania, ia rindu dengan kehangatan yang selalu ditawarkan oleh sang istri. Bagaimanapun, ia masih mencintai Rania, masih menginginkan wanita itu memberikan sentuhan mesra seperti selalu.“Rindu tidak harus melakukan itu ‘kan?” “Nia tahu, sebaiknya Abang temani Fina, dia pasti merasa masih asing di sini,” entah kenapa, Rania seperti ingin menjauh dan menjaga jarak dengan Harris.“Masih marah sama Abang?” Rania tidak menjawab. Menunggu respon dari Rania, tangan Harris merayap ke bawah seolah ingin tahu apa benar istrinya sedang ada tamu bulanan. Rania mengetatkan rahang merasakan tangan kanan Harris mengusap inti tubuhnya.“Nia lagi menstruasi, Abang,” Tegas Rania sekali lagi.“Kenapa tidak memakai pembalut?” tanya Harris seolah tidak percaya. “Biasanya kan gitu,”Pria itu semakin mendekatkan wajahnya, sejurus kemudian bibir mungil Rania sudah lenyap dalam kuluman. Ia memagut dalam dan penuh gairah. Pusaka kebanggaa
Mendengar kalimat itu membuat hati Rania seperti diremas, sakit. Kaki yang tadi kuat melangkah menjadi lemah tiba-tiba. Pernikahannya dengan Harris Iskandar sudah berjalan selama tiga tahun, belum ada dikasih keturunan dan itu yang menjadi salah satu penyebab mertuanya menerima kehadiran Salfina. Wanita cantik yang memakai jilbab berwarna cokelat susu itu mencoba tidak langsung termakan oleh omongan Salfina yang memang selalu berniat untuk menyakiti hati. Mood kerja yang mati-matian ia bangun dari tadi pagi bisa hancur berantakan kalau ia meladeni madunya. “Aku tidak percaya, kalian menikah saja baru berapa hari,” Rania seperti mencoba memancing sebuah pengakuan lagi dari bibir sang madu. “I sudah tidak haid selama empat minggu, and you bisa pikir sendirilah, pertemuan i dengan Harish yang tertangkap oleh jabatan agama itu sudah berjalan satu bulan lebih rasanya.” Rania meneguk ludah yang terasa kesat. Dasar pengkhianat semua! Pembelaan diri yang dilakukan oleh Harris hari itu meng
Bik Ina langsung menunduk. Wanita yang sedang berdiri di anak tangga paling atas itu melotot menatap pada wajah Bik Ina sambil bercekak pinggang. Ia tidak suka jika orang sekelas asisten rumah tangga saja menilainya apalagi sampai membanding-bandingkan kredibilitasnya dengan Rania.Sementara itu, di ruangan kerja Harris. Rania terlihat merapikan barang-barangnya yang berada di meja Harris, ia memasukkan beberapa barang pribadinya ke dalam kotak. Ia akan pindah ke mejanya kembali karena setelah ini Harris pasti akan mulai rutin masuk kantor. Entah kenapa kepalanya sekarang dipenuhi dengan kalimat Safina tentang kehamilannya. Dadanya sesak tiba-tiba, itu artinya dia benar-benar tidak akan dibutuhkan oleh Harris lagi dalam hidup pria itu, apalagi keluarga mertuanya.“Sayang, kenapa pergi kerja tidak pamit atau menunggu abang dulu?” Harris masuk ke dalam ruangan dan langsung memberondong istrinya dengan pertanyaan ketidakpuasan hatinya.“Istri tercinta Abang tadi bilang kalau Nia bisa
Rania tertegun, ia tidak akan memikirkan soal rumah tangga lagi. Soal cinta juga soal lelaki. Ia tidak mau terluka dan kecewa untuk kali ke tiga. “Nia tidak memikirkan hal itu, Pa,” ujar Rania dengan hati-hati, tidak mau sampai membuat hati sang ayah terluka dengan penolakan yang frontal. ‘Maaf, Papa tidak bermaksud untuk membuat kamu bingung dan memaksa, kamu benar. Memang sebaiknya sekarang kamu fokus pada kesembuhan kamu,' suara sang ayah bergetar.“Pa, Nia serahkan soal urusan panggilan pengadilan agama itu pada Papa,” Rania pasrah. Ia lelah dengan semua yang berkaitan dengan Harris juga Safina. Di depan keluarga mertua, ia seolah tiada harga.‘Jangan khawatir, Papa akan urus semuanya, Harris tidak boleh menghina dan menyepelekan keluarga kita lagi, apa dipikir kita tidak akan bisa hidup tanpa dia?’Suara Pak Heru terdengar penuh emosi, pasti ia teringat dengan semua perlakuan Harris pada putrinya. Putri yang ia cintai dan amanahkan pada Harris untuk dibahagiakan ternyata s
Reno menatap pada Alex Rayyan, masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar langsung dari mulut pria berpenampilan rapi di depannya.“Apalagi yang masih kamu pikirkan, Reno? Kamu butuh uang ‘kan? Untuk terus setia dengan dua wanita jahat itu tidak akan menjamin masa depanmu,” ujar Alex Rayyan pada Reno, pria itu sepertinya masih berpikir panjang untuk menerima tawaran yang diberikan.“Pekerjaan apa yang mau Anda berikan pada saya?”“Yang penting bukan kejahatan seperti yang sudah kamu lakukan beberapa waktu lalu,” sindir Alex Rayyan. Reno langsung menunduk, merasa menyesal karena sudah menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh Datin Maria dan juga Safina.“Sepertinya saya akan coba untuk menerima tawaran yang Anda berikan,” ujar Reno setelah berpikir beberapa saat.“Good choice! Hanya itu yang mau aku dengar, selamat bergabung dengan kami,” Alex Rayyan mengulurkan tangan dan disambut oleh Reno. Mereka berjabat tangan.“Terima kasih, Pak,”“Sama-sama. Boy, Ady! Antar Reno pula
“Pa, Ray ada urusan setelah ini,” Alex Rayyan kembali ke meja yang ditempati oleh sang ayah dan Harris. “Sebentar! Papa bertemu dengan kamu hanya mau memberitahu kalau sebaiknya kamu segera urus perpisahan kamu dan Rania, Papa tidak mau kamu sampai datang bertemu dengannya lagi suatu saat nanti,” ujar Pak Heru tegas memberi peringatan kepada Harris. “Apa sekarang Rania ada bersama Papa?” “Tidak perlu kamu tahu semua itu, yang perlu kamu lakukan hanya segera urus perceraian kalian, putri Papa layak bahagia,” “Apa Rania mau menikah dengan selingkuhannya sampai dia mengutus Papa untuk meminta cerai? Sudah terlalu gatal dan tidak tahan mau tidur dengan pria itu? Dasar murahan!” “Jaga mulutmu, bangsat!!” Alex Rayyan yang dari tadi belum duduk segera meraih kerah baju Harris dan mengacukan tinju di depan wajah pria itu. “Stop Ray!” Pak Heru menahan putranya dari memukul Harris, wajah Alex Rayyan merah padam mendengar nama Rania dengan kalimat kotor Harris. “Itu bukan urusanmu! Jadi ja
Rania kaget, ia bahkan belum bercerita pada siapa pun tentang masalah dan nasib yang harus ia hadapi sekarang. Ia menatap pada sang ayah.“Apa maksud Papa?” “Jangan sembunyikan air mata dan luka hatimu lagi, Nak. Sudah cukup lama kamu menderita, jangan buat Papa semakin merasa bersalah dengan sikap acuh dan pura-pura kuat begini, Papa tahu kamu sangat hancur sekarang. Papa tahu kamu butuh tempat untuk bersandar, ada Papa, ada Alexa yang bisa kamu tuju. Kenapa kamu memilih diam begini?” tangis Pak Heru semakin menjadi-jadi, ia tidak tega melihat sang putri yang mencoba tersenyum sementara dalam hatinya hancur tanpa tersisa. “Nia baik-baik saja,” air mata tanpa isak bergulir jatuh membasahi bantal putih, ia masih bersyukur sang ayah ada di sini bersamanya. Tapi melihat sedihnya wajah sang ayah membuat hati Rania seperti luka yang ditaburi garam, pedih. “Papa bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi, jangan membuat Papa menjadi orang tua yang tiada guna begini! Papa merasa sangat b
Bahu Pak Heru jatuh mendengar berita yang disampaikan oleh sang putra. Sekali lagi Rania harus menelan pil pahit dalam pernikahan keduanya. Ia harus mencari tahu kenapa Harris sampai melakukan tindakan kejam pada putrinya. “Bagaimana Harris bisa melakukan itu, Ray? Dia sangat mencintai Rania sebelum ini, mereka juga baik-baik saja tanpa ada masalah,” Pak Heru tidak habis pikir. Apa yang menyebabkan perceraian dalam pernikahan Rania dan Harris. Mendengar kalimat sang ayah, Alex Rayyan tersenyum samar. Ini pasti karena Rania yang terlalu menutup diri dari keluarga dan orang-orang yang menyayangi dia. Sejak kecil sudah hidup mandiri tanpa orang tua membuat gadisnya menjadi orang yang cukup kuat dalam memendam masalah. Rania tidak mudah untuk mengadu dan bercerita kecuali dengan orang yang benar-benar ia percaya. “Semua ini adalah fitnah seseorang, Pa,” ujar Alex Rayyan dengan yakin. “Ray, kalau hanya spekulasi kamu dan tanpa bukti nanti jatuhnya fitnah,” tehlgas Pak Heru. Ia tidak ma
Hening.‘Papa tidak mengerti, coba cerita dulu, kenapa kamu yang harus menjaganya? Lalu ke mana suami dia?’ Giliran Alex Rayyan yang terdiam sekarang.Ia berpikir sejenak, apa yang dialami Rania sekarang sangat tidak enak untuk diceritakan, bagaimana sang papa bisa tenang di sana jika tahu nasib buruk apa yang sudah diterima sang putri. Ia yakin Pak Heru sebagai ayah kandung Rania pasti akan sedih dan marah. Putrinya mengalami kecelakaan setelah diceraikan oleh sang suami. Rania umpama jatuh tertimpa tangga.‘Ray, kamu masih di sana?’“I-iya, Pa,”‘Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi malam Papa memimpikan Rania sedang hamil besar, apa dia sedang hamil sekarang? Kenapa tidak mengabarkan itu pada kami? Terakhir dia menghubungi Papa saat ia akan melakukan perjalanan ke luar kota, sekarang Papa tidak bisa menghubungi nomornya,’ Pak Heru bercerita tentang mimpinya mengenai Rania pada Alex Rayyan. Inilah firasat seorang ayah, mimpi hamil besar bukanlah karena hamil sungguhan, maknanya a
Boy menerobos kerumunan setelah ia membuka helm dan meletakkannya di atas motor, taksi yang tadi membawa Rania hancur di bagian kanan, pengemudi meninggal di tempat kejadian. Boy mendekat ke arah petugas medis dari rumah sakit yang membawa tubuh korban lainnya, terlihat yang dibawa oleh para petugas adalah seorang perempuan dan Boy bisa mengenal baju yang di gunakan, “Pak, bagaimana kejadiannya tadi?” Boy bertanya pada saksi mata yang mungkin melihat kejadian waktu kecelakaan itu berlangsung.“Kami kurang tahu pasti, Mas. Yang jelas ada suara sangat keras seperti benturan dua benda dan setelah kami berlari ke arah sumber suara, rupanya mobil itu sudah menabrak pembatas di sisi kanan jalan. Penumpang yang tadi dibawa oleh pihak rumah sakit terlempar jauh di tengah jalan raya, untung saja tidak ada mobil lain yang melintas dan menggilasnya,” jawab warga yang ditanya oleh Boy. “Iya, Mas. Untungnya penumpang tadi masih bernafas, tapi mungkin mengalami luka dalam karena benturan.” Sahut
“Tidak Abang! Jangan! Ini tidak adil buat Nia! Nia tidak pernah melakukan kesalahan itu, itu fitnah belaka!” Rania membela diri, ia mencoba untuk kuat berdiri di atas kedua kaki dan lutut yang bergetar, ia ikhlas jika akhirnya nanti Harris meninggalkan dia dan lebih memilih Safina, tapi bukan begini caranya. Bukan dengan difitnah dengan perbuatan yang menjijikkan seperti ini. Lembar demi lembar fotonya yang dalam keadaan mengaibkan bersama Reno ditatap dengan hidung kembang kempis menahan isak tangis.Harris tidak bergerak, ia bergeming melihat air mata Rania yang terus menganak sungai. Rasa benci yang menguasai hati tidak akan mampu melunak lagi. Ia merasa sudah dikhianati. Rania sudah berubah menurutnya, mungkin juga karena sebab pria lain ia ditolak untuk meminta haknya sebagai seorang suami.“Aku mengerti sekarang, kenapa waktu itu kamu seolah tidak mau melayani aku sebagai suami, aku meminta hakku dan kamu menolakku, rupanya ada pria lain yang sedang kamu cintai! Dasar istri du
Tanpa ada jawaban yang keluar dari bibir Harris, tapi dari raut mukanya bisa dilihat kalau pria itu sedang menahan amarah yang meledak-ledak. Bagaikan bom waktu yang siap untuk membumihanguskan apa saja. “Kenapa kalian masih belum tidur? Harusnya kamu banyak beristirahat Fina, ingat kalau kamu itu sedang pregnant!” Datin Maria tiba-tiba muncul di ruang keluarga. Ia langsung menghampiri menantu yang paling ia sayang.“Mama perlu tahu hal ini,” bisik Safina. Matanya tak lepas dari satu titik, wajah Harris.“Ma, ada sesuatu..” kalimat Safina terpotong karena Harris menahannya.“No! Biar i yang akan beritahukan ini kepada beliau!” tegas sang suami. Safina terdiam serta Merta.“Ada apa?” tanya Datin Maria, menatap anak dan menantunya dengan mengerutkan dahi.“Tak ada apa, Ma.” Jawab Harris masih belum bisa berbicara.“Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting, ada apa Fina? Harris tidak akan bicara. Beritahu Mama ada apa?” Datin Maria tidak mau jika ada sesuatu yang harusnya ia k