Setelah melihat Sheila pergi, Bara langsung mendorong Monica."Kau kasar sekali!" protes Monica yang terjatuh di lantai mengusap pinggulnya. Padahal sedikit lagi bibirnya menyentuh bibir Bara. Sedikit lagi."Giliranmu pergi!" tegas Bara dingin.Monica memberengut. Dia memang tidak pernah dihargai oleh Bara. Jelas-jelas pria itu duluan yang bersikap manis padanya. Lalu, mengapa sikapnya berubah drastis? Sifat Bara jauh lebih ekstrim jika dibandingkan dengan perubahan cuaca."Keluar atau aku panggil Satpam untuk menyeretmu pergi!" Kedua mata Monica membelalak."Bukankah tadi kau bersikap baik padaku?" protes Monica."Satu!" Bara mulai memberi aba-aba."Oh, jangan bilang kau hanya memanfaatkanku?""Dua!""Oke! Tapi aku tidak akan menyerah!" tegas Monica.Bara menyandarkan punggungnya di kursi. Dia mulai frustasi, hatinya menjadi khawatir pada Sheila. Kesedihan di sorot mata bening itu tercetak nyata. Bara rindu senyum Sheila. Dia rindu merayu Sheila hingga pipi wanita itu bersemu. Namun
Tanpa pikir panjang Sheila bergegas menuju lokasi itu. Sheila sampai di sana dengan piyama merahnya yang membara seperti amarahnya saat ini. Dia berhenti di depan pintu di mana dua orang berbadan besar menghalangi langkahnya."Tunggu sebentar, apakah anda bisa menunjukkan kartu anggota untuk masuk kemari?"Anggota? Oh, Sheila tahu tempat ini hanya dipakai oleh orang-orang elit."Suamiku ada di dalam sana. Jadi biarkan aku masuk!" hardik Sheila."Tidak bisa!""Oh jadi begitu? Kamu tidak akan tau seberapa kuat tenaga wanita saat marah!" Sheila menaikkan baju lengannya.Sheila memutar lengannya lalu meninju perut pria itu. Ketika pria yang satunya berusaha memegang tangannya, Sheila dengan cepat menginjak kaki pria itu dan meninju wajahnya.Sheila berlari masuk, dentuman musik yang keras menyambutnya membuat Sheila merasa pusing mendengarnya. Pandangannya mengedar mencari Bara. Sheila terbelalak melihat Bara tengah duduk diapit oleh dua orang wanita. Dari raut wajahnya Bara begitu menik
Kayla datang ke rumah Sheila sesuai permintaan sahabatnya itu. Kedatangannya langsung disambut pelukan oleh Sheila. Kayla terus menepuk punggung Sheila saat gadis itu menumpahkan tangisnya. "It's okay She, tenangin diri kamu."Sheila melepaskan pelukannya lalu menyeka air matanya. "Semua ini salah aku, Kay," ucapnya dengan tatapan terluka. "Yang terpenting sekarang kamu sudah menyadarinya, She," kata Kayla. Dia menghembuskan napas panjang. "Sebenarnya saat Bryan bilang ke aku kalau dia bakal bareng kamu selama beberapa hari. Perasaan aku udah gak enak," lanjutnya. Ya, Sheila masih ingat tentang Kayla yang memperingatkannya waktu itu dan dia menyesal karena tidak menganggapnya sebagai hal yang harus diwaspadai. "Aku juga bodoh karena gak percaya sama ucapan kamu buat berhati-hati sama Bryan," ungkap Sheila menunduk lesu. Kayla mengusap punggung tangan Sheila. "Mulai sekarang jangan mudah percaya sama orang, jangan terlalu baik She," tegasnya tidak ingin Sheila dimanfaatkan oleh s
"Uangnya sudah saya transfer, pergilah dari sini," titah Bara. Wanita itu terbelalak melihat nominal yang masuk ke dalam rekeningnya. "Terima kasih Tuan. Apakah Tuan yakin tidak ingin saya layani? Saya berjanji tidak akan mengecewakan anda," goda wanita itu menurunkan tali lingerinya. Bara menatapnya tajam, "Saya sama sekali tidak tertarik dengan tubuhmu! Jadi pergilah sebelum saya menyeretmu paksa!" desisnya penuh penekanan. Wanita itu bergegas keluar dari kamar dengan perasaan jengkel. Padahal jika dia bisa menjadikan Bara pelanggan tetapnya dia akan hidup mewah dengan uang pria itu. Sayang sekali, pria keras kepala itu memang semaunya sendiri dan begitu setia pada istri bodohnya. Bara berdiri di balkon kamar dengan kedua tangan memegang erat pembatas. Pandangannya menerawang jauh ke depan. Dia sudah membalas sakit hatinya pada Sheila. Harusnya dia merasa puas namun nyatanya bukan itu yang Bara rasakan. Melainkan rasa sesak karena takut kehilangan Sheila, hatinya mulai gundah m
"Sebagai hukuman, aku ingin kamu menggendongku sampai rumah," pinta Sheila."Jangankan berjalan sambil menggendongmu, merangkak pun akan aku turuti," goda Bara menatap Sheila penuh ketulusan. "Dasar!" balas Sheila, akhirnya sorot mata hangat itu kembali terpancar untuknya.Bara menggendong Sheila di depan agar dia bisa terus memandang paras cantiknya. Di sepanjang perjalanan mereka saling tertawa. Bara terus menghiburnya dengan godaan dan candaan yang membuat Sheila geleng-geleng kepala."Kalian?" Laras sempat terkejut melihat interaksi Bara dan Sheila. "Kami sudah berbaikan Ma," jelas Sheila dengan senyuman. "Syukurlah, Mama ikut senang mendengarnya. Saya mohon pada kamu Bara, jangan menyakiti Sheila lagi. Dia anak kami satu-satunya. Jika Papa tau hal ini dia pasti tidak akan membiarkan Sheila kembali padamu," tuturnya. "Aku benar-benar menyesal, Ma. Aku berjanji tidak akan menyakitinya lagi.""Iya, semoga setelah ini hubungan kalian semakin erat." Laras ikut senang melihat rau
Bara meregangkan lengannya dengan melakukan beberapa gerakan pemanasan. Dia hanya memakai celana boxer tanpa atasan. Menampilkan lengan kekar, perut sixpack dan juga dada bidangnya yang akan membuat setiap wanita menjerit ketika menatapnya.Bara menceburkan diri ke kolam. Berenang dari ujung ke ujung. Binar di wajahnya semakin cerah ketika melihat Sheila datang. Sheila berdiri di pinggir kolam sambil memegang tali handuknya, ragu untuk membuka ikatannya sedangkan Bara kini berenang ke arahnya. "Buka, Shei," pinta Bara.Sheila masih diam seolah sedang mempertimbangkan sesuatu."Apa aku harus keluar untuk membukanya?" tanya Bara tidak sabar, dia hampir keluar dari air.Dia memang Barbar!Handuk kimono berwarna putih itu jatuh ke lantai. Detik itu Bara terpana, rambut Sheila yang dibuat bergelombang itu tergerai panjang di bahunya. Kulit putih Sheila yang sangat pas dengan warna bikini itu benar-benar menghipnotis matanya. 'Warna merah sangat cocok untuknya.'"Kenapa?" tanya Sheila men
"Ah!" Tubuh Sheila bergetar hebat ketika dia mencapai puncak. Pandangannya mengabur saat kenikmatan memenuhi sekujur tubuhnya. Dia ambruk di pelukan Bara sembari mengatur napasnya yang terengah-engah."Kau pasti lelah baby, tapi ku rasa aku belum selesai," ucap Bara tersenyum tipis. Dia mengangkat tubuh Sheila keluar dari bathub. Bara juga menarik handuk putih yang tergantung di dinding kemudian melipatnya asal."Setidaknya dengan ini kepalamu tidak akan terasa sakit," ucapnya membaringkan Sheila di lantai."Kamu selalu mengkhawatirkanku," Sheila berkata pelan. "Aku di sini untuk menjagamu," katanya lalu melumat bibir Sheila kasar dan perlahan berubah menjadi lembut.Pintu masuknya yang basah memudahkan Bara mendorong dan menarik miliknya dengan keras. Tubuhnya bergetar maju mundur. Tangannya terus memijat bukit kembar itu. Bara terus berkonsentrasi pada gerakan pinggangnya. "Ssh! Barbar!Ah! " erang Sheila mencakar-cakar punggung pria itu karena Bara terus mendorongnya tanpa henti
"Kau pikir aku akan menyerahkannya begitu saja?" tantang Bara tertawa sumbang."Dua lawan satu. Kami akan menang," balas preman itu. Mereka pikir Bara adalah anak SMA tapi mereka salah besar!Pukulan demi pukulan berhasil Bara layangkan pada mereka. Keduanya mengerang merasakan tinjuan dan tendangan Bara yang sangat kuat. "Lihat siapa yang lemah!" Bara menarik rambut gondrong pria itu."Bara awas!" jerit Sheila ketika preman satunya dengan kepala botak itu mengeluarkan pisau lipatnya."Argh!" ringis Bara, lengannya tergores. "Menyerah atau dia akan terluka!" ancam preman itu membuat Bara terkejut saat menatap Sheila.Kedua mata Sheila terbelalak, napasnya tercekat, preman itu menghimpit lehernya dengan lengan sambil menodongkan pisau padanya. Matanya melirik ngeri pada benda tajam yang mengkilap tepat di lehernya."Jangan sentuh dia!" geram Bara. Tangannya mengepal ingin sekali meremukkan tangan pria itu yang lancang menyentuh miliknya.Preman itu tersenyum miring"Berikan kuncinya!
"Tolong ...." rintih Sheila lemah, satu tangannya menekan luka di perutnya dengan perasaan putus asa. Darah terus mengalir dari sana membuat wajah Sheila begitu pucat. Dia berusaha menyeret tubuhnya untuk mencari pintu keluar."Saat kau menemukan jalan keluar, semuanya sudah terlambat Sheila. Kau akan mati kehabisan darah!" seru sosok itu tanpa belas kasihan."Mas Bara tolong aku ... sakit Mas, ini sakit ..." ucap Sheila perih.Bara terbangun mendengar rintihan Sheila. Dia melihat wajah Sheila sudah dipenuhi dengan peluh keringat. "Astaga." Istrinya pasti sedang bermimpi buruk. "Shei, bangun... sayang buka matamu, aku di sini," ucap Bara tenang tepat di samping telinga Sheila.Sheila tersadar, tangisnya pecah saat melihat Bara ada di dekatnya. Dia langsung memeluk leher Bara erat. Hanya mimpi namun terasa begitu nyata. Sheila terisak di pelukan Bara."Tenang, Sayang. Aku tidak akan membiarkan satu orang pun melukaimu dan calon anak kita. Memangnya mimpi apa tadi?'' Sheila semakin m
Monica membuka pintu apartemen setelah mendapat telfon dari Kevin. Saat pria itu akan melangkah masuk, dia menahan tubuh Kevin. Matanya memicing melihat Kevin menyunggingkan senyum penuh arti."Mau apa?" ketus Monica."Aku kemari karena merindukanmu Mona. Apa aku tidak boleh masuk?" rayu Kevin menyentuh pipi Monica membuat wanita itu menyingkir.Kevin langsung menyandarkan tubuhnya di sofa dengan kaki di angkat ke atas meja. Seolah-olah tempat ini adalah miliknya. "Ambilkan aku minum," pintanya.Monica menatap sinis Kevin yang semena-mena padanya."Gunakan tangan dan kakimu yang masih berfungsi itu. Kau pikir aku pelayan?!" sahut Monica kesal, ia paling benci disuruh-suruh.Kevin menghela napas berat. "Kau tau apa kabar paling indah hari ini?""Apa?""Aku bertemu Sheila tadi, dia sangat cantik tidak heran bila Bara mencintainya," puji Kevin sambil tersenyum membayangkan paras Sheila. Pesona istri orang memang luar biasa, batinnya. "Cantik? Apa matamu rusak?!" maki Monica. Mendengar
Sheila mendesah pelan di sela ciuman mereka. "Uh, Barbar," lenguhnya saat bibir Bara menjelajah ke lehernya dengan gerakan tangan yang terus meraba punggungnya. Bara yang sudah diselubungi gairahnya langsung menggendong Sheila seperti koala. Dia membawa Sheila ke ranjang tanpa melepas ciuman panasnya. Bara membaringkan Sheila lalu menindihnya. Menciumi Sheila liar hingga suara kecapannya terdengar menggema di kamar ini."Huh." Bara menyudahi aksinya pria itu tersenyum melihat wajah Sheila yang memerah. Ekspresi Sheila saat ini begitu seksi dengan bibir terbuka dan mata sayu yang membuat Bara tidak tahan untuk menyerang bibir ranumnya lagi.Sheila mengusap rahang tegas Bara. Dia menyentuh dada bidang Bara lalu membalikkan posisi, Sheila menumpukan wajahnya di sana.Bara menjengitkan sebelah alisnya saat Sheila tidak melakukan apa-apa dan hanya memandangnya kagum.Tangan Bara sudah menyusup ke punggung Sheila melepaskan kaitan branya. Sedangkan Sheila tersenyum malu dengan reaksi tidak
Elisa menghembuskan napas berat setelah mendengar pertanyaan Bara. Sejujurnya, dia masih kesal dengan Sheila yang secara tidak langsung mengubah sikap Bara. Namun, demi putra kesayangannya, ia berusaha untuk lapang dada."Panggil Sheila ke sini," pintanya dengan suara parau.Bara mengangguk lalu berjalan keluar. Sheila bangkit dari duduknya saat Bara membuka pintu."Gimana kondisi Mama?" tanyanya dengan sorot mata cemas."Mama cari kamu, Shei." Ucap Bara membuat Sheila terdiam.Bara menggenggam tangan Sheila yang meragu, dia tahu terselip ketakutan di benak istrinya."Aku boleh masuk?""Iya. Gak apa-apa, Sayang," ucap Bara menatap Sheila teduh.Sheila dan Elisa saling bersitatap membuat Sheila merunduk takut dan tanpa sadar mengeratkan genggamannya. Elisa tersenyum melihat keduanya. Jika diperhatikan, mereka memang sangat serasi. Kenapa dia baru menyadarinya?"She, kemari lebih dekat. Jangan takut," pinta Elisa lembut. Sheila menoleh sebentar pada Bara dan lelaki itu membawa Sheila m
"Aku bercanda, Shei! Hahaha!" Tawa Bara memudarkan raut tegang di wajah Sheila. "Jahat!" seru Sheila kesal membuang muka.Bara menarik dagu Sheila dengan telunjuknya. Dia tidak bisa menahan senyumnya melihat wajah Sheila tertekuk masam. Bibirnya mengerucut lucu membuat Bara ingin menciumnya. "Jangan marah. Lagi pula bibir kamu mungil, Sayang, aku gak akan tega masukinnya." Bara mencium kening Sheila yang membuat wanita itu mendorong dada Bara agar menjauh."Jangan dibahas lagi," pinta Sheila sinis lalu melipat tangannya.Pria itu menoel-noel pipi Sheila yang cemberut. "Ayo belanja, beli apa pun yang kamu mau," bujuk Bara yang dibalas gelengan oleh Sheila, dia memilih berganti posisi duduk memunggungi suaminya.Bara menumpukan dagunya di pundak Sheila lalu berbisik lembut. "Ayo ke pantai."Sheila menoleh membuat hidung mereka bersentuhan. Sebenarnya dia sama sekali tidak marah, hanya sedikit terkejut dengan permintaan suaminya. Sheila juga merasa kesal lantaran tontonan favoritnya di
Sheila mematut dirinya di depan cermin dengan dress ketat keemasan sebatas paha dan sedikit memperlihatkan belahan dadanya. Sheila paham betul jika Bara menyukainya berpenampilan seksi begini, tentunya hanya untuk Bara seorang. Suaminya jelas akan marah jika dia mengenakan gaun ini ke tempat umum. Sheila keluar kamar dengan high heelsnya, melangkah pelan menaiki tangga menuju rooftop. Pria tampan dengan kemeja putih itu tampak tertegun menatap penampilan istrinya. Lengan kemejanya digulung hingga siku menampakkan otot-ototnya yang tercetak jelas. Wajah yang semula tampak datar itu berubah menjadi senyum yang merekah ketika Sheila datang. Matanya terkunci pada Sheila seutuhnya. Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambutnya."Perfect," puji Bara ketika Sheila melangkah anggun mendekati Bara. Bara menarik kursi mempersilahkan Sheila duduk. Meja yang dihias dengan mewah dan elegan. Bara memegang gelas mengajak Sheila bersulang. Suara dentingan gelas terdengar lirih. Setelah meneg
Sheila membelai lembut dada Bara yang berkeringat. Wangi parfum bercampur aroma Bara yang khas membuatnya betah dan nyaman berada dalam dekapan hangat suami tampannya. Debar jantung Bara yang tak beraturan membuat Sheila bersemu kala teringat momen panas itu. Ya, mereka bercinta di tengah penerbangannya menuju Bali.Sheila mengangkat wajahnya menatap Bara. "Suami aku ganteng banget," pujinya sambil mengelus rahang tegas itu. Dahi Bara mengerut. "Tumben puji aku, ada maunya pasti," tebaknya menoel hidung Sheila. Sheila menggeleng sambil tersenyum malu. "Gantian, biasanya kan kamu yang selalu bilang aku cantik," jawab Sheila polos. Bara memajukan wajahnya, mengikis jarak di antara mereka. "Karena kau memang cantik Shei, jauh lebih cantik saat naked seperti ini," balas Bara menyeringai."Nakal," cibir Sheila mencubit hidung mancung suaminya."Ahahaha." Bara tertawa lepas membuat Sheila terus tersipu karena tatapan jahil Bara yang meneliti ke arah tubuhnya.**Setelah perjalanan kurang
Sheila, kenapa mata aku ditutup segala sih?" protes Kayla berjalan hati-hati dengan Sheila yang memegang tangannya."Sabar dong, Kay," jawab Sheila membuka tali di belakang kepala Kayla. Kayla dibuat takjub saat penutup matanya dibuka. Air danau yang berkilau karena sorot lampu keemasan di sekitarnya tampak sangat indai. Ditambah hiasan berbentuk hati di depannya. Manis sekali, pikirnya."Kayla," panggil Bryan yang berjalan ke arahnya. Tanpa menunggu Bryan sampai di hadapannya Kayla memilih berlari dan langsung merengkuh tubuhnya. Menyalurkan kerinduan dan kecemasan yang beradu satu."Kemana saja kau ini?!" kesal Kayla, dia mendongak dan menyentuh wajah Bryan. Meski ada beberapa lebam di wajahnya. Bryan masih sangat tampan dan berwibawa dengan setelan jas yang membalut tubuh tegapnya.Bryan bersimpuh."Will you marry me?" tanya Bryan serius sambil membuka kotak kecil berisi cincin berlian."Ini tidak lucu," tegur Kayla syok. "Aku tau ini mendadak, tapi bersamamu aku ingin membuka lem
Pagi ini Sheila tengah menyirami bunga mawar di taman belakang rumah. Pinggangnya terlihat ramping memakai dress selutut berwarna putih dengan motif bunga merah muda. "Shei ...."Ketika Sheila berbalik badan, Bara terpesona dengan kecantikannya yang polos dan menawan. Meski ada plester yang menempel di keningnya, itu sama sekali tidak mengurangi kadar kecantikan Sheila.Bara memetik satu mawar dari tangkainya. Tangannya menyingkirkan pelan rambut Sheila lalu menyelipkan mawar merah itu di daun telinganya.Bara menarik pinggang Sheila untuk melihat lebih dekat wajah Sheila yang berseri-seri. Tatapan mata penuh damba dan cinta terpancar dari Bara. "Bahkan jika wajahmu keriput dan rambutmu memutih. Cintaku akan tetap sama." Jemarinya menelusuri paras Sheila.Sheila memukul dada Bara pelan."Dasar gombal ... ayo nikmati waktu hari ini.""Menikmatinya dengan begini?" Bara mencium bibir Sheila. Diamerindukan lumatan lembut dari bibir mungil itu. "Ehm, ssh," desis Sheila lantaran Bara me