“Haris, tolong pesankan kami makanan untuk sarapan!” titah Gilang pada asistennya.
“Baik, Bos!” Haris segera pergi meninggalkan Bos dan calon istrinya.
“Nay, kamu tunggu di situ! Aku mau ke toilet sebentar,” titah Gilang sambil menunjuk sofa berwarna hitam yang ada di dalam ruangannya. Gilang pun segera masuk ke toilet meninggalkan Naya sendirian.
“Mas Gilang ruang kerjanya gede banget,” ucap Naya sambil menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan.
Gadis cantik itu berjalan mengelilingi ruang kerja kekasihnya. Ini ruangan apa?” gumam Naya sambil memutar kenop pintu berwarna putih.
“Ada kamar juga di sini, ada televisi juga, nanti aku mau minta izin sama Mas Gilang ah untuk tidur di sini kalau udah mulai bosen,” kata Naya sambil menutup kembali pintu ruangan itu.
Naya kembali ke tempat duduknya semula. “Semoga nanti aku juga bisa kerja di kantoran kayak gini,” ucapny
Naya menggeliatkan tubuhnya saat jari Gilang mengusap celah bibir kenikmatan itu. Desahan Naya seketika menyadarkan Gilang."Astaga!" Gilang mengeluarkan jarinya dari dalam segitiga merah muda, ia menurunkan baju Naya yang yang tersingkap, lalu menyelimuti gadis itu. "Maafkan aku, Nay," gumam Gilang.Laki-laki itu mencium aroma dari jari tangannya yang sempat ia masukan ke dalam celah kenikmatan milik Naya. "Aroma perawan beda sama yang udah jebol," ucapnya sambil tertawa pelan.Gilang duduk di samping Naya terbaring sambil menatap wajah cantik calon istrinya. "Dia terlihat sangat cantik kalau sedang tidur. Semoga aku bisa mencintai, dan membahagiakannya kalau sudah menjadi istriku."Sudah lebih dari tiga puluh menit Gilang menatap wajah calon istrinya. Ia setia menunggu sang kekasih terbangun. 'Nih cewek tidur kayak kebo, kalo gue perawanin kayaknya gak bakal sadar, malah keenakan," gumam Gilang sambil melirik jam ditangannya. "Hampir jam lima," uc
“Mas Gilang ini udah terlalu lama, lepasin dong!” kata Naya setelah lebih dari tiga puluh menit ia dipeluk kekasihnya.Namun, tidak ada sahutan dari Gilang. Naya mencoba melepas pelukan kekasihnya, tapi tangan calon suaminya itu tidak bisa dilepaskan. Ia begitu erat memeluk tubuh Naya.Terdengar dengkuran halus yang menandakan kalau laki-laki yang memeluknya itu sudah terlelap. “Kayaknya Mas Gilang tidur.”Ia berbalik, menatap wajah tampan calon suaminya yang terlihat sangat manis kalau sedang tertidur. Sekali lagi ia berusaha melepaskan pelukan Gilang. “Kalau Bunda tahu, bisa-bisa disuruh nikah hari ini juga.”Setelah berusaha berkali-kali, akhirnya Naya bisa melepas pelukan kekasihnya, ia segera turun dari tempat tidur, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di ruangan itu untuk mencuci muka.“Aku lapar banget,” kata Naya sambil mengusap-usap perutnya.Ia kembali menghampiri Gilang, duduk di tepi
Gilang menurunkan Naya dari gendongannya. "Ris, kamu bawa Naya ke mobil!" titah Gilang pada asistennya. "Baik, Bos!" sahut Haris, "Mari, Nona!" Haris pun mengajak Naya ke mobil lebih dulu. Naya hanya bisa mengangguk menuruti perintah sang kekasih. 'Siapa orang itu? Kayaknya dia bukan orang baik-baik,' Naya bertanya-tanya dalam hatinya sambil sesekali menoleh ke belakang. "Silakan, Nona! Haris mempersilakan Naya untuk masuk ke dalam mobil. "Mas Haris tahu nggak dia itu siapa? Maksud omongan dia apa sih, aku nggak ngerti?" tanya Naya pada laki-laki yang hendak menutup pintu mobil. "Itu Tuan Evans, sahabat Bos Gilang yang juga rekan bisnis Bos," jawab Haris dengan sopan. "Kenapa dia ngomongnya kayak gitu, jutek banget?" tanya Naya sambil memperhatikan Gilang dan sahabatnya dari kejauhan. "Mungkin itu hanya gurauan seorang sahabat," balas Haris. Tidak lama kemudian Gilang datang dan langsung masuk ke dal
'Bunda dihipnotis kegantengan Mas Gilang. Coba kalau aku yang bilang, pasti Bunda jawabnya, kamu tuh keseringan main sama preman jadi ikut-ikutan kayak preman,' kata Naya dalam hatinya menirukan ucapan sang bunda. "Ya sudah, Bun, saya pamit dulu. Sampaikan salam saya kepada Ayah," ucap Gilang sebelum bangun dari duduknya. "Iya, Nak," sahut Bunda Maya sambil tersenyum, "Terima kasih makanannya, maaf kalau anak gadis Bunda selalu merepotkan kamu." "Naya calon istri saya, Bun. Saya sama sekali tidak merasa direpotkan," jawab Gilang. Kemudian ia keluar diantar Naya dan Bunda Maya. Setelah menyalami calon mertuanya, Gilang masuk ke dalam mobil. "Hati-hati, Mas Gilang!" ucap Naya sambil melambaikan tangannya ketika Gilang sudah masuk ke dalam mobil. "Iya," jawab Gilang sambil tersenyum, dan membalas lambaian tangan gadis tomboy itu. Gilang semakin nyaman berada dekat dengan Naya, gadis belia itu bisa mengusir rasa sepinya di sa
"Gilang! Bangun!" Mami Tyas mengetuk-ngetuk pintu kamar anaknya karena sudah jam tujuh pagi sang anak belum bangun juga. Padahal biasanya ia sudah berangkat kerja.Gilang membuka matanya, dan langsung terduduk, "Kepala gue pusing," gumam Gilang sambil memegangi kepalanya."Udah siang Gilang!" Kembali terdengar teriakan sang mami sambil mengetuk pintu kamarnya."Di dunia nyata atau di dunia mimpi, Mami selalu mengganggu aku sama Naya, nggak bisa ngelihat anaknya seneng dikit. Jangankan di dunia nyata, dalam mimpi pun aku nggak bisa menjebol gawang tuh anak," oceh Gilang sambil turun dari tempat tidurnya.Ia berjalan menuju pintu, lalu membuka pintu kamar, "Ada apa, Mi?" tanyanya dengan suara parau saat pintu sudah terbuka."Cepetan mandi, ayo kita sarapan!" ajak sang mami pada anaknya."Mami sarapan duluan aja!" balas Gilang sambil menutup kembali pintunya padahal sang mami masih berdiri di depan pintu."Naya nungguin kamu, katan
"Aku bukan anak nakal?" sahut Gilang yang baru datang, dan langsung duduk di samping Naya."Tapi Bocah tua nakal," balas sang mami sambil terkekeh geli. Mami Tyas memperhatikan anaknya dari atas sampai bawah, "Gilang kamu nggak mandi ya!" tuduh sang mami kepada anaknya."Mandi!" jawab Gilang dengan cepat, "Cium Nay, aku wangi 'kan?" Gilang mendekatkan tubuhnya pada gadis cantik di sampingnya supaya menghirup aromanya yang segar."Mandi kok sebentar banget," cibir sang mami sambil mendelikkan matanya pada Gilang."Udah ah, ayo kita sarapan! Aku udah laper nih!" Gilang bangun dari duduknya sambil menggenggam tangan Naya dengan lembut.Ia tidak mau sang mami membahasnya lagi karena memang dia mandi menggunakan jurus super kilat."Calon mantu, pagi-pagi udah di sini," kata Papi Rizky yang muncul dari belakang."Papi dari mana?" tanya Naya pada calon mertuanya yang baru kelihatan, padahal dia sudah sejak tadi berada di rumah itu.
Tiga bulan sudah hubungan Naya dan Gilang semenjak dijodohkan. Kini mereka semakin dekat walau tidak ada dari mereka yang berani menyatakan cinta, tapi keduanya bersikap seperti pasangan kekasih sungguhan.Selama dua bulan terakhir, Gilang tidak pernah kumat angkuhnya, ia selalu bersikap manis kepada Naya. Bahkan, sekarang ia sudah tidak pernah kencan lagi dengan para wanita seksi karena Evans sedang berada di luar negeri, mengurus perusahaannya yang di sana.“Mas Gilang, aku mau ngomong sesuatu,” kata Naya pelan. Ia merasa malu, tapi ia harus mengungkapkan semuanya.“Apa?” tanya Gilang sambil nyeruput es kelapa muda. Kini mereka sedang berada di pinggiran pantai, sedang melihat sun set.‘Ngomong nggak ya? Masa cewek sih yang ngomong duluan, nanti dikiranya aku cewek gatel lagi,’ ucap Naya dalam hatinya.“Nay, kenapa kamu bengong?” tanya Gilang pada gadis yang sedang menyandarkan kepala di bahunya.
“Mas Gilang lepasin! Ayo kita pulang! Tadi katanya mau ngasih aku kejutan,” kata Naya sambil meronta dari pangkuan kekasihnya.“Tapi, aku yang terkejut lebih dulu,” kata Gilang, “Tadi kamu bilang apa? Aku ingin memastikan kalau pendengaranku masih normal.”Gilang semakin erat melingkarkan tangannya di perut gadis berusia delapan belas tahun itu. Ia menyandarkan wajahnya di punggung Naya sambil menghirup aroma tubuh gadisnya.“Lupain aja! Aku juga udah lupa tadi ngomong apaan?” jawab Naya sambil mencebikkan bibir. ‘Ternyata dia nggak mendengar ucapanku tadi. Aku udah ngumpulin keberanian untuk ungkapin perasaanku, tapi … ya udah lah.’ Naya menggerutu di dalam hatinya.Gilang melepas pelukannya, lalu bertanya, “Jadi yang tadi kamu ucapkan cuma bercanda?”“Anggap aja begitu,” balas Naya yang langsung turun dari pangkuan Gilang, dan berjalan lebih dulu menuju mob
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te