Entah sudah berapa lama Diva berdiam di kamar mandi ini, hingga akhirnya dia tidak menyadari kalau Elvan sudah berdiri memperhatikannya.“AH! Kamu ngapain masuk!?” Diva lalu reflek menutup tubuhnya, berbalik membelakangi Elvan, kemudian berjongkok. Kali ini dia benar-benar malu sekarang ini.Elvan berjalan mendekati istrinya itu, mematikan air shower yang masih menyala membasahi tubuhnya, kemudian menyelimuti handuk ke badan Diva.“Kalau mandi terlalu lama bisa masuk angin,” bisik Elvan sambil membantu Diva berdiri.Wajah Diva benar-benar memerah karena malu, dia rasanya tidak sanggup untuk menatap suaminya sendiri sekarang ini.Elvan membawa Diva keluar seraya berkata, “Pakailah bajumu, aku mandi dulu.” Diva langsung melihat ke arah Elvan.“Kalau kamu tidak mau pakai juga tidak masalah!” Elvan lalu mengedipkan sebelah matanya kemudian menutup pintu kamar mandi.Diva memegang dadanya sendiri sambil menenangkan diri, “Ya Tuhan, apa-apaan dia?!” gerutunya.Kemudian Diva berjalan di area
Elvan dan Diva keluar dari kamar mereka nyaris jam makan siang, namun saat mereka bertemu dengan Anita, wanita itu senyum-senyum melihat keduanya, hal ini jelas membuat Diva merasa malu. “Siang, Ma,” sapa Elvan dengan santai. “Selamat siang juga kesayangan mama! Kalian mau pergi kemana?” tanya Anita dengan mengerutkan keningnya. “Aku tidak pergi kemana-mana hari ini, khusus hari ini aku akan menemani mama dan Diva yang kata Diva mau bertemu dengan orang WO.” Elvan berkata datar. “Wah, jadi kamu yang mau menemani kita? Okay kalau begitu, kita pergi sekarang!” Anita berkata dengan penuh semangat. “Tunggu sebentar mama mau ganti baju dulu!” *** Di sinilah mereka berada sekarang, berbicara banyak hal tentang persiapan pernikahan mereka yang 98% sudah siap. Pernikahan ini dilakukan akhir pekan nanti, artinya dalam waktu tiga hari lagi. Hal ini sudah mereka sepakati bersama saat kedua keluarga bertemu di hari pernikahan mereka waktu itu. Memang tidak melibatkan para tetua seperti Har
Hari yang dinantikan sudah tiba, tempat dimana pesta pernikahan Diva dan Elvan dibuat sangat cantik dan indah. Awalnya Diva memang menginginkan pernikahan outdoor di hutan pinus, tetapi dia sadar itu hanya lelucon yang dia ucapkan. Setelah mereka menyelesaikan urusan terkait acara ulang tahun perusahaan itu, Elvan mengatakan kalau dia ada sebuah tempat yang sangat cantik yang bisa dijadikan tempat referensi acara untuk pesta pernikahan mereka, kalau saja Diva bersedia, dia akan mengusahakannya di sana.Awalnya Diva keberatan, karena takut akan trauma yang dimiliki oleh Elvan, namun, Elvan bisa meyakinkan Diva, kalau dia tidak apa-apa asalkan Diva bersamanya. Elvan tahu, saat melihat tempat itu pertama kali, dari tatapan matanya Diva menyukainya, karena sebenarnya itu sesuai dengan keinginannya, sebuah pesta di pulau pribadi dengan pasir putih dan air laut yang berwarna biru.“Apa boleh acara ini diadakan sejak matahari terbit hingga terbenam.” ucap Diva kala melihat gambar itu, dan E
Elvan tersenyum melihat istrinya yang penasaran dengan apa yang akan dia lakukan."Apa?" tanya Diva pada Elvan."Sebelumnya kita sapa tamu kita dulu," ucap Elvan pada Diva."Tidak bisakah sekarang saja?" Diva makin penasaran karena Elvan memperlihatkan wajah yang mengisyarakan kalau itu adalah hal yang sangat spesial untuk momen mereka berdua."As you wish! Tunggu sebentar," ucap Elvan lalu dia berjalan ke atas menemui pemandu acara. Setelah acara hiburan selesai, pemandu acara itu memanggil Elvan ke atas. Diva sebenarnya masih sangat penasaran saat ini dengan apa yang akan dilakukan oleh Elvan. Akan tetapi dia masih tetap diam di tempat, menunggu dengan sabar, karena yang dia tahu hal ini pasti akan sangat berkesan.Elvan lalu mengambil pengeras suara.“Baiklah, saudara, rekan dan seluruh tamu undangan yang terhormat, malam hari ini saya akan menyampaikan sesuatu pada istri saya tercinta.”Setelah mengatakan hal itu Elvan menjadi pusat perhatian semuanya. suara tepuk tangani menggema
Setelah acara media pers selepas acara ulang tahun perusahaan, Elvan langsung mengajak Diva keluar dari ruangan tadi, sampai akhirnya mereka menghilang di balik kumpulan wartawan itu, Diva baru merasa cukup lega. Lampu blitz yang cukup terang itu membuat matanya sedikit sakit, dia tidak menyangka akan benar-benar melewati malam seperti ini. Seolah-olah menjadi artis saja. “Sayang, ayo kita ke tempat kakek,” ajak Elvan padanya. “Kamu yakin, Kakek tidak masalah?” tanya Diva lagi pada Elvan untuk memastikan. “Ya, beliau sendiri yang barusan memintaku untuk menemuinya di rumah sakit. Tidak percaya?” Elvan bertanya pada Diva karena ekspresi istrinya ini terlihat belum yakin. “Tanya saja sama Andi,” jawab Elvan sambil tersenyum menatap istrinya ini lalu melihat ke arah Andi yang saat ini berjalan di depan mereka dan membukakan pintu mobil untuk keduanya. “Benar, tadi Pak Hartono menghubungi saya untuk menyuruh Pak Elvan datang ke rumah sakit.” Andi berkata memastikan. “Silakan Nyonya
Hartono tak habis pikir, bagaimana bisa Diva adalah cucu seorang Joachim Wennink, dengan kehidupannya biasa-biasa saja, dan juga … tempat ini terlalu jauh, kalau dilihat dari tubuhnya, memang terlihat kalau Diva ada keturunan orang luar, mata karamel, lalu rambut coklat gelapnya, tapi dia tidak menyangka kalau memang benar seperti ini keadaanya. Kemarin sewaktu Elvan memperkenalkan Diva ke keluarga mereka sebagai tunangannya, dia langsung menyuruh orang untuk mencari tahu latar belakang Diva. Di sana dia tidak menemukan kejanggalan apapun, tetapi memang dari keterangan yang dia dapat, ibunya adalah seorang anak yang dibesarkan di panti asuhan. Dia tidak mempermasalahkan tentang semua ini, siapa Diva dan apa latar belakangnya, apalagi Dia melihat Diva yang cukup tangguh dan juga terlihat sangat cocok untuk bersama. Walaupun, belakangan dia memaksa Elvan untuk meninggalkan wanita ini, dia hanya ingin Diva tidak mengalami hal buruk akan kenekatan orang-orang itu. “Tentu saja bisa,
Setelah kembali dari pemakan Gandha, Diva mengajak Elvan untuk pergi ke supermarket. Diva merasa dia harus membuat makanan kesukaan Elvan, dia sudah belajar bagaimana cara mengolah makanan seafood yang enak.“Yakin kamu bisa memasaknya?” tanya Elvan tidak begitu yakin.“Kamu meragukan istrimu, ya?” Diva merasa sedikit kesal karena Elvan meragukannya.“Bu-bukan begitu, Sayang tapi–”Bunyi ponsel menginterupsi pembicaraan mereka. Elvan menerima panggilan itu, wajahnya cukup serius, hal ini membuat Diva tahu sepertinya ada hal yang sangat penting yang harus dikerjakan oleh suaminya itu.Setelah Elvan mematikan sambungannya, Diva segera berkata, “Panggilan penting, ya?” Elvan mengangguk.“Harus pergi sekarang?” tanya Diva lagi. Elvan melihat Diva dengan tidak enak hati.“Sudah, pergilah nanti aku bisa pulang sendiri.” Diva mengerti kalau suaminya memang masih banyak pekerjaan.“Mana mungkin aku meninggalkan istriku sendiri seperti ini, yang ada aku bisa kena marah Pak Lukman karena menel
Gandha tersenyum puas mendengarkan ucapan Diva barusan. “Ya, kalian memang tidak suka berbasa-basi,” ucapnya singkat. Diva hanya mendengarkan dan memasang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan maksud dan tujuan Gandha ini. “Aku ingin memberikan kejutan untuk Elvan di hari pernikahannya. Aku akan datang ke acara kalian nanti dan tolong rahasiakan semua ini pada keluargaku juga. Hanya kamu yang tahu aku masih hidup.” Gandha berkata pada Diva dengan sangat serius. “Kenapa?” tanya Diva lagi. “Seperti yang kukatakan kalau aku ingin memberikan kejutan, tidak hanya Elvan tapi juga keluargaku, terutama, Hartono Wongso.” Gandha berkata dengan penuh penekanan. Diva mengerutkan keningnya. “Ayahku harus tahu kalau aku bisa bertahan hidup di luar sana.” Gandha berkata dengan menghela napas berat. Diva melihat ada kilatan kecewa di sana, tetapi dia tidak ingin memperpanjangnya. “Begini saja, katakan padaku, sekarang kamu tinggal dimana? Bersama siapa? Pekerjaanmu apa? Apa kamu sudah memil