Temen2 malam ini batas sini dulu ya! besok kita lanjut lagi... Terima kasih atas kesabaran kalian! Maaf atas ketidaknyamanannya, ya! 🥰🥰🥰🥰
Sudah lebih dari tiga minggu kejadian ini berlangsung, beberapa masalah lain juga sudah mulai berangsur-angsur teratasi. Diva juga sedang sibuk mempersiapkan acara pesta pernikahannya dengan Elvan yang pasti akan menjadi sangat meriah dan juga akan menjadi pusat perhatian dan mendapatkan sorotan khusus dari banyak kalangan.Diva juga beberapa kali sudah diundang untuk wawancara di beberapa acara televisi dan juga podcast beberapa influencer.“Kak Diva, ini jusnya,” ucap Prisya memberikan minuman itu padanya.“Setelah ini kita kemana lagi?” tanya Prisya.“Pulang ke rumah.” Diva menjawab dengan singkat.“Rumah mana kali ini?” Prisya bertanya untuk memastikan.“Rumah–”Belum sempat Diva menjawab, Elvan menghubunginya.“Iya Sayang?” jawab Diva dengan cepat saat suaminya menghubunginya.“Sayang kamu ada di mana?” tanya Elvan.“Aku lagi di jalan sama Prisya, dianter oleh Bimo, tadi abis dateng ke acara ….” Diva nampak berpikir sejenak.“Apa urusanmu sudah selesai?” tanya Elvan tidak menghir
Entah sudah berapa lama Diva berdiam di kamar mandi ini, hingga akhirnya dia tidak menyadari kalau Elvan sudah berdiri memperhatikannya.“AH! Kamu ngapain masuk!?” Diva lalu reflek menutup tubuhnya, berbalik membelakangi Elvan, kemudian berjongkok. Kali ini dia benar-benar malu sekarang ini.Elvan berjalan mendekati istrinya itu, mematikan air shower yang masih menyala membasahi tubuhnya, kemudian menyelimuti handuk ke badan Diva.“Kalau mandi terlalu lama bisa masuk angin,” bisik Elvan sambil membantu Diva berdiri.Wajah Diva benar-benar memerah karena malu, dia rasanya tidak sanggup untuk menatap suaminya sendiri sekarang ini.Elvan membawa Diva keluar seraya berkata, “Pakailah bajumu, aku mandi dulu.” Diva langsung melihat ke arah Elvan.“Kalau kamu tidak mau pakai juga tidak masalah!” Elvan lalu mengedipkan sebelah matanya kemudian menutup pintu kamar mandi.Diva memegang dadanya sendiri sambil menenangkan diri, “Ya Tuhan, apa-apaan dia?!” gerutunya.Kemudian Diva berjalan di area
Elvan dan Diva keluar dari kamar mereka nyaris jam makan siang, namun saat mereka bertemu dengan Anita, wanita itu senyum-senyum melihat keduanya, hal ini jelas membuat Diva merasa malu. “Siang, Ma,” sapa Elvan dengan santai. “Selamat siang juga kesayangan mama! Kalian mau pergi kemana?” tanya Anita dengan mengerutkan keningnya. “Aku tidak pergi kemana-mana hari ini, khusus hari ini aku akan menemani mama dan Diva yang kata Diva mau bertemu dengan orang WO.” Elvan berkata datar. “Wah, jadi kamu yang mau menemani kita? Okay kalau begitu, kita pergi sekarang!” Anita berkata dengan penuh semangat. “Tunggu sebentar mama mau ganti baju dulu!” *** Di sinilah mereka berada sekarang, berbicara banyak hal tentang persiapan pernikahan mereka yang 98% sudah siap. Pernikahan ini dilakukan akhir pekan nanti, artinya dalam waktu tiga hari lagi. Hal ini sudah mereka sepakati bersama saat kedua keluarga bertemu di hari pernikahan mereka waktu itu. Memang tidak melibatkan para tetua seperti Har
Hari yang dinantikan sudah tiba, tempat dimana pesta pernikahan Diva dan Elvan dibuat sangat cantik dan indah. Awalnya Diva memang menginginkan pernikahan outdoor di hutan pinus, tetapi dia sadar itu hanya lelucon yang dia ucapkan. Setelah mereka menyelesaikan urusan terkait acara ulang tahun perusahaan itu, Elvan mengatakan kalau dia ada sebuah tempat yang sangat cantik yang bisa dijadikan tempat referensi acara untuk pesta pernikahan mereka, kalau saja Diva bersedia, dia akan mengusahakannya di sana.Awalnya Diva keberatan, karena takut akan trauma yang dimiliki oleh Elvan, namun, Elvan bisa meyakinkan Diva, kalau dia tidak apa-apa asalkan Diva bersamanya. Elvan tahu, saat melihat tempat itu pertama kali, dari tatapan matanya Diva menyukainya, karena sebenarnya itu sesuai dengan keinginannya, sebuah pesta di pulau pribadi dengan pasir putih dan air laut yang berwarna biru.“Apa boleh acara ini diadakan sejak matahari terbit hingga terbenam.” ucap Diva kala melihat gambar itu, dan E
Elvan tersenyum melihat istrinya yang penasaran dengan apa yang akan dia lakukan."Apa?" tanya Diva pada Elvan."Sebelumnya kita sapa tamu kita dulu," ucap Elvan pada Diva."Tidak bisakah sekarang saja?" Diva makin penasaran karena Elvan memperlihatkan wajah yang mengisyarakan kalau itu adalah hal yang sangat spesial untuk momen mereka berdua."As you wish! Tunggu sebentar," ucap Elvan lalu dia berjalan ke atas menemui pemandu acara. Setelah acara hiburan selesai, pemandu acara itu memanggil Elvan ke atas. Diva sebenarnya masih sangat penasaran saat ini dengan apa yang akan dilakukan oleh Elvan. Akan tetapi dia masih tetap diam di tempat, menunggu dengan sabar, karena yang dia tahu hal ini pasti akan sangat berkesan.Elvan lalu mengambil pengeras suara.“Baiklah, saudara, rekan dan seluruh tamu undangan yang terhormat, malam hari ini saya akan menyampaikan sesuatu pada istri saya tercinta.”Setelah mengatakan hal itu Elvan menjadi pusat perhatian semuanya. suara tepuk tangani menggema
Setelah acara media pers selepas acara ulang tahun perusahaan, Elvan langsung mengajak Diva keluar dari ruangan tadi, sampai akhirnya mereka menghilang di balik kumpulan wartawan itu, Diva baru merasa cukup lega. Lampu blitz yang cukup terang itu membuat matanya sedikit sakit, dia tidak menyangka akan benar-benar melewati malam seperti ini. Seolah-olah menjadi artis saja. “Sayang, ayo kita ke tempat kakek,” ajak Elvan padanya. “Kamu yakin, Kakek tidak masalah?” tanya Diva lagi pada Elvan untuk memastikan. “Ya, beliau sendiri yang barusan memintaku untuk menemuinya di rumah sakit. Tidak percaya?” Elvan bertanya pada Diva karena ekspresi istrinya ini terlihat belum yakin. “Tanya saja sama Andi,” jawab Elvan sambil tersenyum menatap istrinya ini lalu melihat ke arah Andi yang saat ini berjalan di depan mereka dan membukakan pintu mobil untuk keduanya. “Benar, tadi Pak Hartono menghubungi saya untuk menyuruh Pak Elvan datang ke rumah sakit.” Andi berkata memastikan. “Silakan Nyonya
Hartono tak habis pikir, bagaimana bisa Diva adalah cucu seorang Joachim Wennink, dengan kehidupannya biasa-biasa saja, dan juga … tempat ini terlalu jauh, kalau dilihat dari tubuhnya, memang terlihat kalau Diva ada keturunan orang luar, mata karamel, lalu rambut coklat gelapnya, tapi dia tidak menyangka kalau memang benar seperti ini keadaanya. Kemarin sewaktu Elvan memperkenalkan Diva ke keluarga mereka sebagai tunangannya, dia langsung menyuruh orang untuk mencari tahu latar belakang Diva. Di sana dia tidak menemukan kejanggalan apapun, tetapi memang dari keterangan yang dia dapat, ibunya adalah seorang anak yang dibesarkan di panti asuhan. Dia tidak mempermasalahkan tentang semua ini, siapa Diva dan apa latar belakangnya, apalagi Dia melihat Diva yang cukup tangguh dan juga terlihat sangat cocok untuk bersama. Walaupun, belakangan dia memaksa Elvan untuk meninggalkan wanita ini, dia hanya ingin Diva tidak mengalami hal buruk akan kenekatan orang-orang itu. “Tentu saja bisa,
Setelah kembali dari pemakan Gandha, Diva mengajak Elvan untuk pergi ke supermarket. Diva merasa dia harus membuat makanan kesukaan Elvan, dia sudah belajar bagaimana cara mengolah makanan seafood yang enak.“Yakin kamu bisa memasaknya?” tanya Elvan tidak begitu yakin.“Kamu meragukan istrimu, ya?” Diva merasa sedikit kesal karena Elvan meragukannya.“Bu-bukan begitu, Sayang tapi–”Bunyi ponsel menginterupsi pembicaraan mereka. Elvan menerima panggilan itu, wajahnya cukup serius, hal ini membuat Diva tahu sepertinya ada hal yang sangat penting yang harus dikerjakan oleh suaminya itu.Setelah Elvan mematikan sambungannya, Diva segera berkata, “Panggilan penting, ya?” Elvan mengangguk.“Harus pergi sekarang?” tanya Diva lagi. Elvan melihat Diva dengan tidak enak hati.“Sudah, pergilah nanti aku bisa pulang sendiri.” Diva mengerti kalau suaminya memang masih banyak pekerjaan.“Mana mungkin aku meninggalkan istriku sendiri seperti ini, yang ada aku bisa kena marah Pak Lukman karena menel
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Pagi itu terasa istimewa. Rumah Elvan dan Diva dipenuhi dengan dekorasi lembut berwarna pastel—biru muda dan merah muda menyelimuti ruang tamu, balon-balon cantik tergantung di setiap sudut. Sebuah spanduk besar terbentang di tengah ruangan dengan tulisan “Selamat Datang, Claudia Cantika Wongso”.Ini adalah hari dimana pesta penyambutan bayi perempuan mereka yang baru lahir, Claudia Cantika Wongso. Sebuah momen yang sudah lama mereka nantikan dan kini mereka sudah bersiap untuk merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka bersama orang-orang terdekat.Diva berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan senyum lembut menghiasi wajahnya. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, warna pastel lembut yang menonjolkan kesan anggun. Di sebelahnya, Elvan sedang menggendong Claudia yang terlelap dalam balutan selimut bayi berwarna merah muda. Auranya makin terpancar saat pria itu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menatap putri mereka dengan tatapan lembut.“Van,
Malam ini sungguh terasa berbeda. Diva terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sudah sembilan bulan sejak mereka pertama kali mendengar kabar bahwa ia hamil, dan kini momen yang telah mereka tunggu-tunggu hampir tiba. Diva merasakan kontraksi yang semakin intens, dan kali ini berbeda dari yang sebelumnya—lebih kuat dan cukup teratur. Diva berpikir mungkin ini sudah saatnya. Saat dimana dia akan melahirkan hampir tiba.Elvan terbangun ketika Diva menggeliat di sampingnya, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Diva, kamu baik-baik saja, hehm?” tanyanya dengan suara serak, matanya masih setengah tertutup karena kantuk.Diva menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun rasa sakit semakin jelas terasa. “Elvan… aku pikir ini saatnya. Kontraksinya … semakin kuat.” Diva berkata dengan suara bergetar, wajahnya terlihat berkeringat.Elvan langsung terjaga sepenuhnya dan segera bangkit dari tidurnya. “Kamu yakin?” Matanya terbuka lebar, panik dan
Kehamilan Diva sudah memasuki trimester kedua, meskipun mereka dipenuhi kebahagiaan karena kabar tersebut, tidak semuanya berjalan mulus. Beberapa minggu terakhir, Diva masih tetap merasakan berbagai tantangan fisik yang sebelumnya. Seperti mual setiap pagi dan rasa ingin muntah saat mengunyah makanan, tetapi kelelahan yang tidak bisa dijelaskan tetap ada, serta perubahan suasana hati yang terkadang membuatnya merasa tidak terkendali, tetap menjadi rutinitasnya.Di sisi lain, Elvan terus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan mendukung, meskipun tantangan itu juga mulai memengaruhi dinamika hubungan mereka.Pagi itu, Diva duduk di meja makan, berusaha menghabiskan sedikit sarapannya. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, mual datang begitu saja tanpa peringatan. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi, meninggalkan Elvan yang masih menikmati sarapannya.“Diva!” Elvan langsung berlari mengikuti istrinya, wajahnya penuh kecemasan.Diva duduk di lantai kamar mandi, menarik
Beberapa minggu setelah kabar bahagia itu, kehidupan Diva dan Elvan berubah secara drastis. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut bayi mereka, meskipun kehamilan Diva masih dalam tahap awal. Setiap malam, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, berbicara tentang masa depan dengan penuh semangat. Namun, di balik kebahagiaan itu, tetap akan datang pula tantangan baru yang harus mereka hadapi.Pagi ini, Diva duduk di meja makan dengan secangkir air putih hangat di depannya. Sejak tahu dirinya hamil, ia mulai lebih berhati-hati, bahkan mengganti minuman coklat kesukaannya dengan air putih hangat. Meski bahagia, perasaan cemas tidak sepenuhnya hilang dari hatinya.Elvan datang dari ruang kerja dengan laptop di tangan, meletakkannya di atas meja sambil memandangi istrinya dengan senyum. “Kamu terlihat sedikit lebih tenang hari ini. Bagaimana perasaanmu? Apa masih merasakan mual dan tidak nafsu untuk makan?”Diva tersenyum lembut, meskipun ada sedikit kekhawatiran di m
Setelah pulang dari liburan mereka melakukan aktivitas seperti biasa, masalah kehadiran buah hati tidak lagi menjadi sebuah penghalang besar untuk keduanya. Mereka juga sudah menjalankan program kehamilan dari dokter, walau sudah tiga bulan masih belum menunjukkan hasilnya, keduanya tetap saling memberikan dukungan satu sama lain.Hingga suatu pagi. Diva bangun dengan perasaan sedikit mual yang sudah ia rasakan selama beberapa hari terakhir. Dia berusaha mengabaikannya, berpikir itu mungkin hanya karena perubahan pola makan sejak kembali dari liburan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengusik—sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.Elvan sudah berangkat lebih awal ke kantor. Diva berencana untuk menghabiskan hari dengan bekerja dari rumah. Tetapi, mual yang semakin kuat membuatnya sulit berkonsentrasi. Setelah sarapan, ia kembali merasa perutnya bergejolak, dan kali ini lebih parah daripada sebelumnya. Diva menunduk di depan wastafel, napa
Pagi hari di resort terasa lebih segar dan tenang. Diva memandang ombak yang bergulung pelan dari teras vila mereka. Ia mendekap secangkir teh hangat, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Liburan ini memang seharusnya menjadi waktu bagi mereka untuk beristirahat, tapi di dalam hati Diva, rasa cemas belum juga hilang.Elvan keluar dari kamar, rambutnya masih sedikit acak-acakan, tapi wajahnya jauh lebih segar daripada beberapa hari sebelumnya. “Kamu sudah bangun sejak kapan?” tanyanya sambil berjalan mendekat.Diva menoleh dan tersenyum tipis. “Baru saja.”Elvan duduk di kursi di sampingnya, menarik napas panjang sambil menatap laut. “Liburan ini benar-benar membuatku sadar betapa kita jarang meluangkan waktu seperti ini. Rasanya... aneh, tapi juga menyenangkan.”Diva memandang suaminya dan berkata, "Ya, aku juga merasa seperti itu. Ini... mungkin apa yang kita butuhkan.”Elvan tersenyum lembut, matanya menatap Diva dalam-dalam lalu berbisik lembut di
Pagi harinya Diva sudah melihat Prisya sibuk di dapur dengan pelayan yang ada di rumah mereka, dia terlihat mengatur makanan untuk sarapan mereka.“Wah, Kak Diva sudah bangun?” Prisya berkata dengan penuh semangat.“Kamu sibuk banget,” ucap Diva.“Iya dong, eh, Kakak ipar sudah bangun?” tanya Prisya lagi.“Pastinya dia sebentar lagi turun kok harusnya.” Diva menjawab santai.Tidak lama berselang Elvan ada di antara mereka.“Sudah sibuk sekali pagi ini.” Elvan berkata santai, dia terlihat dengan pakaian formalnya dan siap untuk ke kantor.“Kakak Ipar mau ke kantor?” tanya Prisya.“Ya, tentu saja, masih ada yang harus aku urus dengan Miko, tetapi tidak lama, tenang saja.” Elvan berkata pada mereka.“Ya, harusnya serahkan saja pada Miko, tenang saja, aku akan membantumu untuk memantaunya.” Prisya tertawa setelah mengatakan hal itu.Pagi ini setelah Elvan pergi ke kantor Prisya membantu kakaknya menyiapkan barang-barang yang harus mereka bawa untuk pergi berlibur. Keduanya sangat antusias
“Hasil untuk Nyonya Elvan tidak ada yang diragukan, semuanya baik dan juga untuk Tuan Elvan, tidak ada masalah.” Dokter itu berkata dengan tersenyum pada keduanya. Ucapan ini bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir.Artinya tidak ada yang salah dari keduanya, lantas kenapa sampai saat ini masih belum ada juga? Hal ini membuat Elvan langsung bertanya, “Lalu, kenapa masih belum juga sampai sekarang, Dok?” tanya Elvan, dia juga tahu, saat ini Diva juga ingin bertanya hal demikian.“Ini banyak faktor, Tuan Elvan. Salah satunya karena kelelahan dan pikiran.” Dokter berkata dengan suara lembut.Elvan lalu melihat ke arah Diva.“Saya akan memberikan obat pada Nyonya untuk meminumnya, nanti akan ada obat penyubur, jika masih datang bulan untuk bulan depan, hari pertama haid Nyonya dan Tuan datang kembali untuk kita melakukan serangkaian pemeriksaan lagi.” Dokter berkata pada keduanya.“Baik, Dok, kami mengerti.” Setelah melewati sesi konsultasi mereka kembali ke rumah. Walaupun mereka cuk