Hartono tak habis pikir, bagaimana bisa Diva adalah cucu seorang Joachim Wennink, dengan kehidupannya biasa-biasa saja, dan juga … tempat ini terlalu jauh, kalau dilihat dari tubuhnya, memang terlihat kalau Diva ada keturunan orang luar, mata karamel, lalu rambut coklat gelapnya, tapi dia tidak menyangka kalau memang benar seperti ini keadaanya. Kemarin sewaktu Elvan memperkenalkan Diva ke keluarga mereka sebagai tunangannya, dia langsung menyuruh orang untuk mencari tahu latar belakang Diva. Di sana dia tidak menemukan kejanggalan apapun, tetapi memang dari keterangan yang dia dapat, ibunya adalah seorang anak yang dibesarkan di panti asuhan. Dia tidak mempermasalahkan tentang semua ini, siapa Diva dan apa latar belakangnya, apalagi Dia melihat Diva yang cukup tangguh dan juga terlihat sangat cocok untuk bersama. Walaupun, belakangan dia memaksa Elvan untuk meninggalkan wanita ini, dia hanya ingin Diva tidak mengalami hal buruk akan kenekatan orang-orang itu. “Tentu saja bisa,
Setelah kembali dari pemakan Gandha, Diva mengajak Elvan untuk pergi ke supermarket. Diva merasa dia harus membuat makanan kesukaan Elvan, dia sudah belajar bagaimana cara mengolah makanan seafood yang enak.“Yakin kamu bisa memasaknya?” tanya Elvan tidak begitu yakin.“Kamu meragukan istrimu, ya?” Diva merasa sedikit kesal karena Elvan meragukannya.“Bu-bukan begitu, Sayang tapi–”Bunyi ponsel menginterupsi pembicaraan mereka. Elvan menerima panggilan itu, wajahnya cukup serius, hal ini membuat Diva tahu sepertinya ada hal yang sangat penting yang harus dikerjakan oleh suaminya itu.Setelah Elvan mematikan sambungannya, Diva segera berkata, “Panggilan penting, ya?” Elvan mengangguk.“Harus pergi sekarang?” tanya Diva lagi. Elvan melihat Diva dengan tidak enak hati.“Sudah, pergilah nanti aku bisa pulang sendiri.” Diva mengerti kalau suaminya memang masih banyak pekerjaan.“Mana mungkin aku meninggalkan istriku sendiri seperti ini, yang ada aku bisa kena marah Pak Lukman karena menel
Gandha tersenyum puas mendengarkan ucapan Diva barusan. “Ya, kalian memang tidak suka berbasa-basi,” ucapnya singkat. Diva hanya mendengarkan dan memasang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan maksud dan tujuan Gandha ini. “Aku ingin memberikan kejutan untuk Elvan di hari pernikahannya. Aku akan datang ke acara kalian nanti dan tolong rahasiakan semua ini pada keluargaku juga. Hanya kamu yang tahu aku masih hidup.” Gandha berkata pada Diva dengan sangat serius. “Kenapa?” tanya Diva lagi. “Seperti yang kukatakan kalau aku ingin memberikan kejutan, tidak hanya Elvan tapi juga keluargaku, terutama, Hartono Wongso.” Gandha berkata dengan penuh penekanan. Diva mengerutkan keningnya. “Ayahku harus tahu kalau aku bisa bertahan hidup di luar sana.” Gandha berkata dengan menghela napas berat. Diva melihat ada kilatan kecewa di sana, tetapi dia tidak ingin memperpanjangnya. “Begini saja, katakan padaku, sekarang kamu tinggal dimana? Bersama siapa? Pekerjaanmu apa? Apa kamu sudah memil
Kehadiran Gandha di pesta pernikahan Elvan membuat semua orang terkejut, terutama Hartono Wongso. Diva memang benar-benar membuat kehadiran Gandha menjadi dramatis, apalagi dia datang dengan yacht khusus dan sedikit tersembunyi. Sebelum bertemu dengan Elvan, maka dia akan menghindari orang-orang yang mungkin mengenalnya.Banyak hal yang ingin diungkapkan oleh Elvan pada pamannya ini, tetapi dia masih harus menahannya, karena masih ada serangkaian acara yang dia siapkan untuk memberikan kejutan untuk istrinya tercinta.“Aku akan menunggumu, lanjutkan saja acaramu keponakan tersayang.” Gandha berkata dengan tegas pada Elvan.“Baiklah, aku harus bicara padamu setelah ini dan tolong jangan kabur!” Elvan mengatakan dengan penuh penekanan dan disambut anggukan kepastian.Sementara Elvan masih sibuk dengan acaranya, Gandha menghampiri Hartono yang tidak bisa berkata apa-apa saat melihat sang putra yang saat ini berdiri di hadapannya.“Ayah, Ibu, apa kabar?” Gandha mendekati kedua orang tuany
Terlebih lagi Hartono yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Elvan. “Kamu tidak bisa meninggalkan Lux Tech Group, El. Semua orang yang menjadi saksi kalau kamu yang membesarkan Lux Tech Group dan merk L Tekno jauh lebih maju di saat kamu memimpin sebagai CEO-nya.” Hartono berkata dengan penuh penekanan. “Betul itu, El, kamu tidak bisa meninggalkan Lux Tech Group ini,” timpal Darma. “Pa, ini sudah menjadi keputusanku, tolong hargai ini. Kuharap kalian juga bisa menerimanya, karena aku sudah membangun perusahaanku sendiri, kuharap kalian bisa mendukungku.” Elvan berkata dengan tegas. “Pas sekali, ternyata Paman Gandha sudah kembali, pamanku yang keren ini jelas bisa membuat L Tekno makin berjaya.” Elvan melihat ke arah Gandha dengan tatapan tajam. “Tidak El, aku sudah nyaman dengan hidupku yang sekarang ini,” ungkap Gandha. “Bibi,” ucap Elvan sambil melihat ke arah Lisa. “Kumohon bujuklah pamanku ini untuk kembali ke Lux Tech Group. Cukup baginya bersembunyi selama ini,
Setelah acara pesta pernikahan Elvan di pulau pribadi itu, Diva berkumpul dengan keluarganya di kediaman Wennink, tempat dimana pernikahan Elvan dan Diva dilangsungkan. Diva dan Elvan berkenalan dengan anggota keluarga dari ibunya Diva. Terlihat di sana sudah ada Clarissa yang sedang asyik berbincang dengan keluarga ibunya, wajahnya jauh terlihat lebih cerah setelah dia memutuskan untuk pergi dari keluarga suaminya itu. Bukan hal yang sulit juga untuk Clarissa berkomunikasi dengan mereka semua, karena dia adalah seorang poliglot, Bahasa Belanda masuk dalam salah satu bahasa yang dikuasai oleh Clarissa. Diva sudah dengar kalau setelah pesta pernikahan Diva, Clarissa dan anak-anaknya akan pergi ke Belanda dan Clarissa akan memulai kehidupannya yang baru di sana, dia juga disuruh untuk belajar lebih banyak tentang bisnis keluarga. “Apa kamu ingin seperti kakakmu? Kemampuan bahasanya sangat baik, bahkan terkesan seperti seorang native speaker,” bisik Elvan pelan di telinga Diva saat di
Setelah selesai bicara dengan sang Kakek, Elvan dan Diva izin pulang lebih dulu, di dalam mobil terlihat wajah Diva sedikit murung, apalagi mengingat ucapan sang kakek yang menurut pandangannya sangat money oriented. “Sayang, kenapa murung? Jangan terlalu dipikirkan ucapan kakekmu itu.” Elvan berkata menenangkan istriya itu, dia lalu meraih tangan Diva dan menggenggamnya dengan lembut. “Kamu denger sendiri, kan? Apa aku harus memasang topeng lain saat bicara dengan orang-orang?” rengek Diva. Elvan belum menjawab, dia sadar kalau saat ini Diva tidak butuh masukan, dia hanya ingin didengarkan, maka dari itu, dia fokus untuk menyetir saja dan memasang telinga lebar-lebar. “Apa kelas atas seperti itu saat bertemu hanya bicara tentang bisnis saja dan kalau tidak menguntungkan ya tidak terlalu dekat.” Diva menghela napas berat. “Ah, pantas saja, kemarin aku mendengar obrolan ibu dan ayah terkait masalah ini.” Diva kembali menghela napas dalam. “Kamu mendengar apa?” tanya Elvan me
Pria dengan tubuh tegap ini terlihat gelisah saat keluar dari ballroom hotel ini, pasalnya dia setelah dia menghadiri acara pesta pernikahan anak dari pegawainya itu, dirinya mendapatkan panggilan telepon dari sang Kakek untuk datang menemuinya di restoran rooftop hotel ini untuk makan siang. Kalau makan siang biasa tentu dirinya tidak akan seperti sekarang, masalahnya sang kakek menyuruhnya datang untuk menjodohkannya dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah anak angkat dari bibinya! Sudah sejak awal Elvan tidak ingin hadir ke acara ini, karena baginya itu tidak penting dan tidak terlalu berguna untuk ekspansi bisnisnya, tetapi karena sang kakek yang memerintahkannya, dengan sedikit terpaksa dia menyetujuinya. “Elvan kakek tahu kamu selalu menghindari hal semacam ini, tetapi sampai kapan kamu seperti ini? Kamu harus membiasakan diri lagi untuk bisa berinteraksi dengan orang-orang agar bisa menaikkan citra dirimu itu.” Hartono mengungkapkan kegundahannya pad
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Pagi itu terasa istimewa. Rumah Elvan dan Diva dipenuhi dengan dekorasi lembut berwarna pastel—biru muda dan merah muda menyelimuti ruang tamu, balon-balon cantik tergantung di setiap sudut. Sebuah spanduk besar terbentang di tengah ruangan dengan tulisan “Selamat Datang, Claudia Cantika Wongso”.Ini adalah hari dimana pesta penyambutan bayi perempuan mereka yang baru lahir, Claudia Cantika Wongso. Sebuah momen yang sudah lama mereka nantikan dan kini mereka sudah bersiap untuk merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka bersama orang-orang terdekat.Diva berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan senyum lembut menghiasi wajahnya. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, warna pastel lembut yang menonjolkan kesan anggun. Di sebelahnya, Elvan sedang menggendong Claudia yang terlelap dalam balutan selimut bayi berwarna merah muda. Auranya makin terpancar saat pria itu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menatap putri mereka dengan tatapan lembut.“Van,
Malam ini sungguh terasa berbeda. Diva terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sudah sembilan bulan sejak mereka pertama kali mendengar kabar bahwa ia hamil, dan kini momen yang telah mereka tunggu-tunggu hampir tiba. Diva merasakan kontraksi yang semakin intens, dan kali ini berbeda dari yang sebelumnya—lebih kuat dan cukup teratur. Diva berpikir mungkin ini sudah saatnya. Saat dimana dia akan melahirkan hampir tiba.Elvan terbangun ketika Diva menggeliat di sampingnya, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Diva, kamu baik-baik saja, hehm?” tanyanya dengan suara serak, matanya masih setengah tertutup karena kantuk.Diva menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun rasa sakit semakin jelas terasa. “Elvan… aku pikir ini saatnya. Kontraksinya … semakin kuat.” Diva berkata dengan suara bergetar, wajahnya terlihat berkeringat.Elvan langsung terjaga sepenuhnya dan segera bangkit dari tidurnya. “Kamu yakin?” Matanya terbuka lebar, panik dan
Kehamilan Diva sudah memasuki trimester kedua, meskipun mereka dipenuhi kebahagiaan karena kabar tersebut, tidak semuanya berjalan mulus. Beberapa minggu terakhir, Diva masih tetap merasakan berbagai tantangan fisik yang sebelumnya. Seperti mual setiap pagi dan rasa ingin muntah saat mengunyah makanan, tetapi kelelahan yang tidak bisa dijelaskan tetap ada, serta perubahan suasana hati yang terkadang membuatnya merasa tidak terkendali, tetap menjadi rutinitasnya.Di sisi lain, Elvan terus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan mendukung, meskipun tantangan itu juga mulai memengaruhi dinamika hubungan mereka.Pagi itu, Diva duduk di meja makan, berusaha menghabiskan sedikit sarapannya. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, mual datang begitu saja tanpa peringatan. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi, meninggalkan Elvan yang masih menikmati sarapannya.“Diva!” Elvan langsung berlari mengikuti istrinya, wajahnya penuh kecemasan.Diva duduk di lantai kamar mandi, menarik
Beberapa minggu setelah kabar bahagia itu, kehidupan Diva dan Elvan berubah secara drastis. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut bayi mereka, meskipun kehamilan Diva masih dalam tahap awal. Setiap malam, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, berbicara tentang masa depan dengan penuh semangat. Namun, di balik kebahagiaan itu, tetap akan datang pula tantangan baru yang harus mereka hadapi.Pagi ini, Diva duduk di meja makan dengan secangkir air putih hangat di depannya. Sejak tahu dirinya hamil, ia mulai lebih berhati-hati, bahkan mengganti minuman coklat kesukaannya dengan air putih hangat. Meski bahagia, perasaan cemas tidak sepenuhnya hilang dari hatinya.Elvan datang dari ruang kerja dengan laptop di tangan, meletakkannya di atas meja sambil memandangi istrinya dengan senyum. “Kamu terlihat sedikit lebih tenang hari ini. Bagaimana perasaanmu? Apa masih merasakan mual dan tidak nafsu untuk makan?”Diva tersenyum lembut, meskipun ada sedikit kekhawatiran di m
Setelah pulang dari liburan mereka melakukan aktivitas seperti biasa, masalah kehadiran buah hati tidak lagi menjadi sebuah penghalang besar untuk keduanya. Mereka juga sudah menjalankan program kehamilan dari dokter, walau sudah tiga bulan masih belum menunjukkan hasilnya, keduanya tetap saling memberikan dukungan satu sama lain.Hingga suatu pagi. Diva bangun dengan perasaan sedikit mual yang sudah ia rasakan selama beberapa hari terakhir. Dia berusaha mengabaikannya, berpikir itu mungkin hanya karena perubahan pola makan sejak kembali dari liburan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengusik—sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.Elvan sudah berangkat lebih awal ke kantor. Diva berencana untuk menghabiskan hari dengan bekerja dari rumah. Tetapi, mual yang semakin kuat membuatnya sulit berkonsentrasi. Setelah sarapan, ia kembali merasa perutnya bergejolak, dan kali ini lebih parah daripada sebelumnya. Diva menunduk di depan wastafel, napa
Pagi hari di resort terasa lebih segar dan tenang. Diva memandang ombak yang bergulung pelan dari teras vila mereka. Ia mendekap secangkir teh hangat, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Liburan ini memang seharusnya menjadi waktu bagi mereka untuk beristirahat, tapi di dalam hati Diva, rasa cemas belum juga hilang.Elvan keluar dari kamar, rambutnya masih sedikit acak-acakan, tapi wajahnya jauh lebih segar daripada beberapa hari sebelumnya. “Kamu sudah bangun sejak kapan?” tanyanya sambil berjalan mendekat.Diva menoleh dan tersenyum tipis. “Baru saja.”Elvan duduk di kursi di sampingnya, menarik napas panjang sambil menatap laut. “Liburan ini benar-benar membuatku sadar betapa kita jarang meluangkan waktu seperti ini. Rasanya... aneh, tapi juga menyenangkan.”Diva memandang suaminya dan berkata, "Ya, aku juga merasa seperti itu. Ini... mungkin apa yang kita butuhkan.”Elvan tersenyum lembut, matanya menatap Diva dalam-dalam lalu berbisik lembut di
Pagi harinya Diva sudah melihat Prisya sibuk di dapur dengan pelayan yang ada di rumah mereka, dia terlihat mengatur makanan untuk sarapan mereka.“Wah, Kak Diva sudah bangun?” Prisya berkata dengan penuh semangat.“Kamu sibuk banget,” ucap Diva.“Iya dong, eh, Kakak ipar sudah bangun?” tanya Prisya lagi.“Pastinya dia sebentar lagi turun kok harusnya.” Diva menjawab santai.Tidak lama berselang Elvan ada di antara mereka.“Sudah sibuk sekali pagi ini.” Elvan berkata santai, dia terlihat dengan pakaian formalnya dan siap untuk ke kantor.“Kakak Ipar mau ke kantor?” tanya Prisya.“Ya, tentu saja, masih ada yang harus aku urus dengan Miko, tetapi tidak lama, tenang saja.” Elvan berkata pada mereka.“Ya, harusnya serahkan saja pada Miko, tenang saja, aku akan membantumu untuk memantaunya.” Prisya tertawa setelah mengatakan hal itu.Pagi ini setelah Elvan pergi ke kantor Prisya membantu kakaknya menyiapkan barang-barang yang harus mereka bawa untuk pergi berlibur. Keduanya sangat antusias
“Hasil untuk Nyonya Elvan tidak ada yang diragukan, semuanya baik dan juga untuk Tuan Elvan, tidak ada masalah.” Dokter itu berkata dengan tersenyum pada keduanya. Ucapan ini bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir.Artinya tidak ada yang salah dari keduanya, lantas kenapa sampai saat ini masih belum ada juga? Hal ini membuat Elvan langsung bertanya, “Lalu, kenapa masih belum juga sampai sekarang, Dok?” tanya Elvan, dia juga tahu, saat ini Diva juga ingin bertanya hal demikian.“Ini banyak faktor, Tuan Elvan. Salah satunya karena kelelahan dan pikiran.” Dokter berkata dengan suara lembut.Elvan lalu melihat ke arah Diva.“Saya akan memberikan obat pada Nyonya untuk meminumnya, nanti akan ada obat penyubur, jika masih datang bulan untuk bulan depan, hari pertama haid Nyonya dan Tuan datang kembali untuk kita melakukan serangkaian pemeriksaan lagi.” Dokter berkata pada keduanya.“Baik, Dok, kami mengerti.” Setelah melewati sesi konsultasi mereka kembali ke rumah. Walaupun mereka cuk