Tuh... dah mau dikasih tau sama ayah... tapi kira2 apa diva mau sabar? 🤭🤭
Ucapan Lukman jelas membuat Diva sangat terkejut dan langsung melihat ke arah Prisya, adiknya pun sama, dia tidak bisa menyamarkan wajah terkejutnya itu. “Pris, sepertinya kamu juga sudah siap pergi, ya?” Lukman berkata pada Prisya yang masih diam menatap Diva. “I-iya, Yah.” Prisya menjawab terbata. “Kalau begitu sarapan saja dulu, habiskan sarapannya. Ayah pergi dulu, sudah ditunggu teman-teman ayah untuk memancing hari ini.” Lukman beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar. “Bukannya jadwal memancingnya kemarin?” Prisya bergumam ringan, matanya masih menatap ke arah Diva. “Iya, kemarin ayah masih banyak urusan, makanya ditunda.” Lukman menjawab gumaman Prisya, dan itu membuat Diva melihat ke arah Ayahnya yang jaraknya tidak jauh darinya. “Div, pulang jangan terlalu malam dan hati-hati. Selamat bersenang-senang!” Lukman mengelus pucuk kepala Diva dengan lembut saat melewatinya, membuat sensasi debaran yang cukup kencang pada jantungnya. Setelah Lukman dan Indah tidak a
Diva berusaha menetralkan suasana hatinya, ucapan Winda yang memancing ini, dia pasti sedang melakukan sesuatu, pikir Diva, jadi dia berusaha untuk tetap tenang. Memang, setelah Elvan tidak bisa dihubungi, Diva juga mendapati dirinya ikut dikeluarkan dari obrolan grup kantor, lalu sore harinya, dia juga dikeluarkan dari obrolan grup kantor lainnya yang salah satu adminnya adalah Winda. 'Tenang Diva, wanita ini hanya memancing, lagipula kelihatannya dia adalah temannya Marissa.' Diva berkata dalam hati. “Sudahlah, aku malas berdebat denganmu, lagipula bicara dengan orang yang berpikiran jahat sepertimu bisa-bisa membuat hariku jadi penuh energi negatif.” Diva membalas ucapan Winda dengan santai lalu berbalik badan dan meninggalkan wanita itu sendiri. Setelah keluar dari ruangan itu, Diva mencoba menjaga napasnya agar teratur, di dalam lift menuju lantai HRD, dia menghubungi Miko, sayangnya panggilannya itu juga tidak dijawab oleh Miko. “Orang-orang saat genting begini pada keman
Sebenarnya bisa saja Diva langsung menghampiri mereka, tetapi dia harus tahu dulu situasinya.Dari kejauhan, terlihat Miko menyerahkan ponselnya pada Elvan, Diva mengawasi dengan seksama, awalnya pria itu tidak mau menerimanya, membuat Diva mengepalkan tangannya dan sangat kesal, hal itu membuat suasana di sekitar Diva menjadi dingin. Lalu, dia melihat Miko bicara sesuatu yang tidak terdengar jelas di ponselnya dan akhirnya Elvan menerima panggilan itu.“Ada apa Div?” Ucapan Elvan ini membuat Diva menjadi makin kesal, pria itu berkata seolah tidak ada masalah besar diantara mereka, nadanya terdengar datar dan tanpa beban. Namun, dalam sekejap Diva terdiam, semua kalimat yang dirangkainya untuk dia bicarakan pada Elvan tiba-tiba menguap begitu saja tatkala Elvan melepas kacamata hitamnya dan mengedar pandang ke sekitar.Tindakan Elvan barusan menjadikannya rekaman gerak lambat di kepala Diva yang membuat pria itu terlihat sangat mempesona di mata Diva, pergerakan singkat itu terasa sang
“Sayang, teleponnya aku matikan, aku masih ada urusan yang sedikit mendesak.” Suara Elvan menyadarkan Diva dari perasaan berbunga-bunganya.“I-iya,” jawab Diva sedikit terbata karena gugup.“Ehm, tapi sebelumnya, apa kamu tidak mau membalas ciumanku barusan?” Elvan secara terang-terangan menggoda Diva, membuat wanita itu menjadi salah tingkah.“Kamu … bicara apa sih?” Diva berkata dengan tersenyum malu-malu.“Ah, apa kamu tidak merindukan suamimu dari masa depan ini, hehm?” Elvan kembali berkata dengan suara yang terdengar sangat menghipnotisnya.“Sudah, tadi katanya kamu ada urusan mendesak, ya sudah urus saja itu dulu.” Diva berkata dengan suara manjanya, sebagai bentuk isyarat dia masih belum mau menuntaskan panggilan ini.Terdengar suara Elvan terkekeh di ujung sana. “Kamu ketawain apa sih?” Suasana hati Diva kembali menjadi kesal.“Setelah bicara padamu seperti sekarang, ternyata urusanku bisa dinomor duakan, hanya kamu yang nomor satu!” Kembali wajah Diva merona merah, Elvan bena
Melihat Diva yang tiba-tiba seperti itu, Prisya tidak perlu susah untuk menebak dengan siapa saat ini dia bicara. Gaya bicara yang sedikit menggelikan dan juga kadang menjijikkan, membuat Prisya beberapa kali memperlihatkan wajah mualnya di depan Diva yang tidak peduli kalau saat ini sedang bersama Prisya. Terkadang Diva sengaja menjulurkan lidahnya, mengejek Prisya saat dirinya berkata hal-hal yang romantis, membuat Prisya makin keki melihatnya. Setelah mengucapkan kata I love you itu, Diva tersenyum puas melihat ponselnya, seolah baru menemukan barang pusaka keramat yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. “Kak!” tegur Prisya sambil menggoyangkan lengannya, membuatnya tersadar akan lamunannya tentang hubungannya dengan Elvan. Kali ini dia merasakan kelegaan yang luar biasa setelah bicara cukup panjang. “Eh, lupa ada kamu.” Diva berkata tanpa beban. “Ih, pura-pura lupa, tadi juga ngejekin mulu. Dasar menyebalkan!” gerutu Prisya. Diva hanya tersenyum puas melihatnya. “Jadi, s
Ucapan Reni membuat Diva tersedak minumannya sendiri. “Apa kamu bilang?” Diva memastikan kalau dia tidak salah mendengar. Winda ... ternyata wanita itu tidak sesederhana yang dia kira, berani sekali dia mengatakan hal seperti itu pada orang lain? 'Sabar Diva, kamu harus tenang agar otakmu bisa berpikir waras!' Diva memperingati dirinya sendiri.“Ya, dia mengatakan pada kita semua kalau kamu menggoda Pak Elvan,” tegas Reni.Diva tidak menjawab, dia hanya diam dan mengerutkan keningnya, lalu berpikir tentang ucapan Elvan, ‘Apa Elvan sengaja membuatnya menjadi seperti itu, ya? Apa dia sengaja membiarkannya?’ tanya Diva dalam hati.“Div! Itu gak bener, kan?” Reni menggoyang tubuh Diva yang nampak kaku karena otaknya terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.“Bagaimana dia bisa sampai mengatakan hal itu? Apa ada alasan khusus?” tanya Diva lagi pada Reni.“Itu … ingat waktu Pak Elvan menyuruh Mbak Deska untuk menghadiri acara bertemu dengan ….” Reni lalu terlihat mengingat sesuatu. “Dengan
Mendengar ucapan Diva barusan yang penuh semangat, Reni mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Diva. “Tapi Div, aku kemari disuruh oleh Pak Miko untuk mengambil file yang ada di kamu saja,” ucap Reni. “Dia hanya mengatakan hal itu padamu?” tanya Diva heran, padahal dia sudah jelas-jelas mengatakan pada Elvan untuk bersama dengan Reni hari ini, karena banyak hal yang ingin dia tanyakan. Reni mengangguk memastikan. “Ah, menyebalkan sekali," gerutu Diva. "Aku minta tolong padamu, bisakah kamu hubungi Miko sekarang?” Diva berkata dengan sedikit memelas. “Ya tentu saja bisa,” jawab Reni, lalu dia segera menghubungi atasannya itu dan menekan tombol handsfree di panggilannya itu. “Iya, Ren? Apa kamu sudah bertemu dengan Diva?” tanya Miko langsung tanpa basa-basi. “Sudah Pak,” jawab Reni. Namun, belum sempat dia mengatakan tujuannya menghubungi atasannya ini, Miko langsung memberikan respon untuk menyuruhnya kembali. “Kalau begitu cepat kembalilah,
Prisya mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Diva, sebenarnya persoalan orang kelas atas seharusnya memang sangat kompleks, persaingan bisnis jelas tidak sesederhana kelihatannya, yang nampak hanya bagian kecil dan bahagianya saja, sedangkan permasalahan sesungguhnya seperti gunung es yang sangat besar di bawah permukaannya. “Jadi artinya ….” Prisya menggantung kalimatnya. “Banyak masalah yang harusnya tidak semudah yang kita kira Pris. Kakak kemarin sudah cerita denganmu, kan? Tentang traumanya terhadap laut kemarin.” Diva berkata serius melihat ke arah Prisya Adiknya itu menganggukan kepalanya merespon ucapan Diva. “Elvan sangat trauma karena dia menganggap ada seseorang yang menyabotase yacht yang mereka tumpangi saat itu. Dari keterangan yang diberikan oleh Dokter Reynand, dia membutuhkan waktu yang lama untuk bangkit kembali dari keterpurukannya itu.” Diva memulai mengeluarkan pemikirannya. “Apa maksudnya … ini terkait dengan perebutan kekuasaan?” Prisya berkata dengan meng