Merasa canggung di bawah tatapan Elvan yang begitu serius, Diva berakhir menyisir beberapa helai rambut ke belakang telinga sembari tertawa canggung. “Ha ha … jangan sembarangan bicara, El. Kamu kira aku wanita macam apa? Mau asal tunangan selama dibayar.” Elvan menaikkan alis kanannya. “Kamu menolak?” Dia mendekatkan wajahnya ke arah Diva. “Serius?” Ada sedikit keterkejutan di wajah Elvan. Pria itu penasaran. Apa ada yang kurang darinya di mata Diva?! Selagi Elvan sibuk dengan pikirannya sendiri, mata Diva agak berkunang-kunang ketika wajah tampan Elvan berada begitu dekat dengan wajahnya. Panik karena jantungnya seperti akan meledak, dia mendorong wajah Elvan menjauh. “Stooopp! Bercandanya kelewatan!” teriak Diva membuat Elvan berakhir mendengus. Tampak tidak puas dengan reaksi Diva. Karena melihat Diva tidak nyaman, tanpa tahu wanita itu sibuk menenangkan jantungnya yang seperti mau keluar dari dada, Elvan akhirnya berkata, “Masalah Kakek, kamu tidak perlu khawatir. Yang penti
Pertanyaan Prisya membuat Diva sedikit panik dalam hati, tetapi dia terus menutupi riak wajahnya seolah-olah itu bukan apa-apa.“Gak ada. Kenal juga nggak.” Diva berbohong.Prisya menaikkan alis kanannya, “Beneran gak kenal?”“Iya, serius.” Diva mengerutkan kening, agak kesal ditekan terus oleh Prisya. “Memangnya kenapa sih!? Kepo banget?”Prisya mengedikkan dua bahunya. “Ya, bukan apa-apa. Kenal nggak kenal juga urusan Kakak sih, tapi ….”Diva membuka lebar telinganya, siap mendengar ucapan dari Prisya. Sepertinya, adiknya itu tahu sebuah gosip? Atau ada isu buruk tentang Elvan!?Beberapa detik Prisya masih terdiam, Diva jadi tidak sabaran. “Woi! Kenapa, Pris!? Ngomong kok setengah-setengah?!”Prisya menghela napas dan menatap Diva lurus. “Aku ingatkan saja. Kalau nanti Kakak keterima di L Tekno lewat jalur kenalanku, jaga jarak ….” Ucapan Prisya barusan membuat dentuman dahsyat dalam hati Diva. “Kenapa?” tanyanya. “Dia playboy? Menyeramkan dan galak ke bawahan? Atau apa?” Dia menghu
Diva tidak percaya dengan apa yang baru saja dia baca! Apa Elvan benar-benar merealisasikan candaannya? Diva tidak tahan lalu menghubungi Elvan! Sayangnya, pria itu tidak menjawab panggilannya. Tidak lama berselang notifikasi pesan masuk kembali. [Sedang bersama klien.] Diva benar-benar kehabisan kata-kata dengan tingkah pria itu, dia juga melihat jam di pergelangan tangannya, masih sangat pagi sekali tapi sudah bersama klien, ternyata dia sangat sibuk! Lalu uang ini?! Dengan cepat Diva mengetikkan sesuatu di sana: [Aku bercanda, nanti uangnya kukembalikan!] Sampai taksi yang membawa Diva sudah tiba di Tekno In Tower Elvan tak kunjung membalasnya, pria itu hanya membaca pesannya saja. Saat akan masuk melangkahkan kakinya ke gedung itu, Diva menarik napas dalam. Setelahnya langkah kakinya menuju ke bagian resepsionis. “Selamat Pagi, Mbak, saya mau ke ruangan HRD menemui Pak Wira.” Wanita itu tersenyum menanggapi Diva. “Maaf dengan siapa ya, Bu?” tanyanya dengan sopan. “Saya D
Diva hanya tersenyum menanggapi ucapan Deska. Dia beranggapan bahwa wajar saja ada orang yang tidak terima dengan kehadirannya, tapi dia tidak memusingkan masalah itu. Baginya cukup bekerja dengan baik itu bisa membuktikan pada mereka kalau dirinya itu cukup kompeten walau masuk lewat jalur belakang! Lagi pula Diva tidak akan membuat Elvan kecewa padanya karena kinerjanya tidak bagus. Sampai di kantor, Deska memperkenalkan Diva dengan anggota tim lainnya. beberapa menyambutnya dengan sambutan hangat, tapi ada juga yang melihatnya dengan tatapan tidak terlalu bersahabat. “Oh, ini yang namanya Diva?” Nada suara itu terdengar sedikit meremehkan, Diva hanya diam. “Diva semoga nanti kita bisa kerjasama dengan baik, ya, jangan kayak yang udah-udah, tiba-tiba mundur tanpa alasan jelas.” Ucapan salah satu pegawai yang ada di meja bagian tengah ini terdengar seperti sebuah peringatan untuknya. Sedangkan Deska, dia merasa senang dengan sambutan anggota tim yang nampaknya tidak terlalu suka d
Diva mulai panik, dia berusaha untuk mengedit atau menghapusnya, tapi sepertinya percuma, pria itu bahkan sudah membacanya! ‘Astaga, gimana ini?!’ pekik Diva dalam hati. Diva menunggu beberapa saat, dia masih mengawasi layar pipih itu, siapa tahu Elvan membalasnya. Namun, sudah beberapa menit, Elvan tidak juga membalasnya. Hal itu membuat Diva langsung meletakkan ponselnya dalam posisi terbalik di atas meja. ‘Sudah, sudah! Jangan diperhatikan terus! Dia juga pasti tidak menganggapku serius,’ batin Diva. “Div,” panggil Diva membuatnya tersadar dari pikirannya tentang pria itu. Diva menoleh dan melihat Winda menghampirinya. “Kenapa Win?” “Div, aku minta nomernya kamu dong! Mau masukin kamu ke grup obrolan kantor.” Diva lalu memberikan nomornya, dan dalam sekejap dia masuk dalam komunitas baru. Hanya ada 9 anggota di dalamnya termasuk dirinya sendiri. Baru saja masuk di obrolan tersebut sudah disambut dengan ucapan selamat datang yang beraneka ragam. Far3L: “Welcome di tim keren
Walau semua orang terkejut dan bertanya-tanya, tapi tentunya mereka tidak bisa berhenti di tempat dan menanyakannya pada Elvan, bukan? Alhasil, rombongan Diva terus berjalan tanpa mengucapkan apa pun. Sedangkan Diva sendiri … dia hanya menunduk dan mengabaikan senyuman Elvan yang sebenarnya diarahkan kepadanya. Tindakan Diva itu membuat Elvan langsung mengerutkan keningnya. Apa Diva sedang menghindarinya? Setelah dia berbuat banyak untuk Diva malah wanita itu sekarang mengacuhkannya? Yang benar saja! Tunggu … apa jangan-jangan wanita itu mendadak amnesia dan bahkan lupa dengan emoticon yang dikirimnya terakhir saat membalas pesan?! Elvan bahkan cukup berharap wanita itu akan mengajaknya makan siang bersama! Sulit dipercaya … seorang Elvan Sabil Wongso baru saja mengalami yang namanya “diberikan harapan palsu”! “Pak Elvan, Pak,” panggil lawan bicara Elvan padanya, membuat pria yang memasang wajah gelap itu cepat menoleh. “Apa?” balas Elvan ketus, membuat calon rekan kerja samanya
Melihat Diva untuk sesaat, para rekan kerja baru Diva itu saling menatap satu sama lain dalam diam. Kemudian, mereka kembali menatap Diva. “Kamu? Tunangan Pak Elvan?” Diva menganggukkan kepala. Kedua rekan wanitanya ini terdiam dan saling pandang, lalu detik berikutnya mereka berdua tertawa lepas. “Ha ha ha ha ha!” Tawa Winda dan Reni begitu renyah, bahkan Farel tidak tahan terkekeh geli. “Ada-ada aja kamu, Div. Kalau kamu tunangannya Pak Elvan, maka aku akan jadi istrinya Pak Elvan.” Reni berkata disela tawanya, menanggapi omongan Diva sebagai candaan. Diva hanya tersenyum, tidak menanggapi ucapan Reni sama sekali. Lagi pula, dia sudah tahu tidak akan ada yang percaya. Kalau begini, Diva tahu dirinya bisa bergerak dengan leluasa di kantor tanpa perlu takut ketahuan menjadi tunangan pura-pura Elvan. Tiba-tiba handphone Winda yang berada di atas meja berbunyi, wanita itu memasang wajah kecut melihat nama di layar, tapi dia segera menerima panggilannya. “Oh, iya baik-baik. Tapi
Diva dan teman-temannya kembali ke ruang kerja mereka dengan sedikit tergesa, karena Deska sendiri yang akhirnya menghubungi Winda untuk segera menyelesaikan pekerjaan mereka.Selama perjalanan kembali Diva hanya mendengarkan keluhan Winda dan Reni tentang Deska yang kata mereka sering terlihat sok berkuasa mentang-mentang dirinya ditunjuk langsung oleh Elvan dan punya wewenang khusus untuk mengatur anggota timnya. Untungnya Miko punya hak sama, sehingga Deska tidak bisa begitu saja menendang orang-orang yang menjadi pilihan Miko. Berdasarkan informasi tersebut, Diva tahu kalau yang membawa masuk Reni, Winda, dan Farel adalah Miko.Saat mereka sampai di ruang kerja, suasana tempat ini nampak terlihat sibuk. Sesaat mereka menjadi pusat perhatian karena sedikit terlambat dan Deska melihat tajam kepada mereka terutama pada Diva.Namun, Farel, Winda, dan Reni tidak terlalu mengambil pusing, toh sekarang pun harusnya masih tetap menjadi jam istirahat mereka. Akan tetapi, sedikit berbeda de