Duh, kayaknya babnya ada yang kebalik... heheh untung ada judul babnya, ya! Mudah2an tidak pusing bacanya, duh, pasti ada yang kebalik-balik ini bacanya... Maaf ya, tadi keknya update keburu-buru sampe bikin kalian pusing... 😭😭😭
Terima kasih atas pengertiannya 🙏🙏🙏
Jangan lupa baca seri kedua Jodoh Salah Tarik ya! "Jerat Cinta Teman Kakakku" mudah2an ceritanya sesuai dengan genre temen2 sekalian... hehehe mohon bantuan ratenya di halaman depan ya! Heheh... Teirma kasih sekali lagi...
Benar saja, saat memasuki ruangan itu, semua tamu melihat ke arah kedatangan Elvan dan Diva yang terbilang cukup dramatis, karena diberikan pengawalan khusus akibat beberapa ulah wartawan yang dengan tidak tertib mengambil gambar dari jarak dekat. Kemudian, mata Diva langsung menangkap sosok Dion dari samping, kakak iparnya yang lengannya saat ini digandeng oleh seorang wanita. Mungkin pria ini belum menyadari kedatangannya bersama Elvan karena saat ini sepertinya dia sedang sibuk bercerita dengan tamu yang lain dan keduanya nampak sangat serius. Di sisi lain, tampak Nara dan Nyonya Farha, kedua wanita ini melihat Diva dengan tatapan sinis. Lalu tidak jauh dari mereka, sudah ada anggota keluarga Elvan lainnya. Namun, saat ini tidak terlihat sosok Hartono Wongso dan istrinya. Memang, masalah siang tadi yang berujung pada Hartono dibawa ke rumah sakit di keep sementara waktu, hal ini digunakan untuk menghindari sentimen negatif dari beberapa pihak yang ingin mencari keuntungan. Mat
Wajah Dion nampak memucat saat menerima panggilan masuk di ponselnya itu, dia melihat ke arah Diva dan Winda secara bergantian. “Kalian … apa kalian bersekongkol untuk menjatuhkanku?” Suara Dion terdengar tertahan. Diva menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap tajam. “Yang benar saja, bukankah kamu yang berusaha mencari keuntungan saat ini? Maling teriak maling!” Diva berkata dengan penekanan. “Winda, dengarkan penjelasanku dulu,” Dion berkata dengan suara bergetar mendekati Winda. “Jangan mendekatiku lagi!” bentak Winda dengan sedikit kasar. “Selama ini aku tidak sadar kalau kamu licik, sampai aku menemukan semua buktinya. Kita akhiri saja di sini, aku sudah benar-benar muak.” Winda berkata dengan nada dingin. Dion mengepalkan tangannya karena sangat kesal, lalu berjalan keluar tempat ini. “Baiklah, kalau begitu tunggu pembalasanku!” Dion yang marah ini melangkah geram ke luar tempat acara, langkahnya terburu-buru, dengan ponsel yang di rapatkan di telinganya! Malam ini h
beberapa hari sebelumnya, saat Reni menghubungi Diva untuk bertemu. Ketika itu Diva bersama Alisha menemui Reni di sebuah kafe, awalnya Reni menceritakan masalah kantornya dengan Diva secara menggebu-gebu. Lalu, Diva menunjukkan foto pacar Winda, dan ternyata Reni mengenalinya. “Ya, dia pacar Winda, tapi asal kamu tahu saja, Winda katanya baru mendapat informasi kalau pacarnya itu berbohong padanya,” jelas Reni. “Maksudmu?” tanya Diva penasaran. “Tadi pagi, aku secara gak sengaja ketemu Winda sedang nangis di rooftop kantor, kupikir dia mau bundir! Aku cepat-cepat menghampirinya. Aku tahu, sikapnya itu cukup menyebalkan dan membuat kesal, tapi melihatnya pagi tadi seperti orang yang mau mengakhiri hidup, aku menjadi kasihan padanya.” Reni memulai ceritanya. “Dia akhirnya cerita begitu saja padaku dan dia mengetahui latar belakang keluarganya, ternyata dia masih keturunan keluarga Adiwilaga, kamu tahu kan, itu ... yang punya perusahaan asuransi dan juga pialang terbesar di Indone
What?!” Reni berkata dengan membolakan matanya. “Mereka menerima suap yang tidak sedikit untuk bekerja sama memberikan proyek Pak Elvan pada Sugara Group, yaitu Dion.” Informasi Winda ini sontak membuat Diva dan juga Reni ternganga. “Sehari sebelum launching produk mereka, aku datang ke apartemen Dion untuk membawakannya makan siang. Aku tidak sengaja mendengar obrolan Dion waktu itu di telepon, setelah itu, aku juga tidak sengaja melihat file di laptop Dion yang terbuka.” Winda berkata dengan nada rendah. “Awalnya aku kurang mengerti, tapi aku memastikan sekali lagi untuk pergi ke kantor dan melihat bagianku untuk menyamakan bagian yang lain, ternyata benar, itu adalah pekerjaan kita yang diambil sama persis, intinya aku tahu itu pekerjaan kita, tapi aku masih kurang paham untuk apa file itu ada bersamanya.” Winda menarik napas menjeda kalimatnya sejenak. “Kemudian tiba-tiba mereka meluncurkan produk itu saat kita mengadakan pertemuan di ruang serba guna itu. Untuk memastikan la
Diva mengernyitkan kening, kali ini suara riuh dari depan panggung benar-benar berpindah sepenuhnya ke arah mereka, membuat perhatian yang cukup besar di sana. Diva yang awalnya sudah mewanti-wanti bahwa acara ini agar bisa berjalan kondusif, tetapi ternyata Marissa malah membuat kekacauan, apa artinya rencananya ada yang terlewat? “Marissa!” Diva berkata dengan suara tinggi. “Kenapa? Apa aku benar?! Kalian lihat! Kalian bisa lihat sendiri, aku punya video wanita ini menggoda Elvan! Pria mana yang tidak tergoda saat ada seorang wanita yang bersedia tidur dengannya?” Marissa kembaoi berteriak lantang. “Aku sudah mengirimkan video itu pada kalian semua yang hadir di acara ini, kalian bisa menilai sendiri wanita seperti apa Diva ini!” Marissa berkata dengan melihat sinis ke arah Diva. Bersamaan dengan hal itu orang-orang yang mengerumuni mereka mendadak mendapat notifikasi di pemberitahuan ponsel mereka. Diva sudah jelas bisa menebak, itu adalah video yang dikirim oleh seseorang
Marissa dan Nara serta Farha tidak bisa melakukan apapun lagi. Mereka terpaksa menurut pada orang-orang Elvan ini dan mengikuti mereka. Setelah keterangan yang diberikan Elvan pada semuanya, Elvan menghampiri Diva dengan langkah mantap, lalu memeluknya sesaat kemudian mendaratkan kecupan singkat di keningnya. “Perkenalkan, Dia adalah Diva Gantari, istri sah saya.” Elvan berkata pada semuanya, membuat suasana menjadi benar-benar hening dalam sekejap. “Saya mewakili keluarga Wongso mohon maaf atas ketidaknyamanan acara hari ini dan saya juga minta maaf karena membuat tamu kami merasa menjadi tidak nyaman karena perlakuan kami yang secara sepihak menutup akses ke luar dan juga menahan sinyal ponsel kita semua.” Elvan berkata dengan suara penuh wibawa. Lalu berikutnya, Dia membungkukkan tubuhnya beberapa kali pada orang-orang yang ada di sini, menyatakan penyesalan terdalamnya karena tidak bisa melayani para undangan dengan baik. Sikap Elvan yang seperti ini mendapat sambutan yang
Sudah lebih dari tiga minggu kejadian ini berlangsung, beberapa masalah lain juga sudah mulai berangsur-angsur teratasi. Diva juga sedang sibuk mempersiapkan acara pesta pernikahannya dengan Elvan yang pasti akan menjadi sangat meriah dan juga akan menjadi pusat perhatian dan mendapatkan sorotan khusus dari banyak kalangan.Diva juga beberapa kali sudah diundang untuk wawancara di beberapa acara televisi dan juga podcast beberapa influencer.“Kak Diva, ini jusnya,” ucap Prisya memberikan minuman itu padanya.“Setelah ini kita kemana lagi?” tanya Prisya.“Pulang ke rumah.” Diva menjawab dengan singkat.“Rumah mana kali ini?” Prisya bertanya untuk memastikan.“Rumah–”Belum sempat Diva menjawab, Elvan menghubunginya.“Iya Sayang?” jawab Diva dengan cepat saat suaminya menghubunginya.“Sayang kamu ada di mana?” tanya Elvan.“Aku lagi di jalan sama Prisya, dianter oleh Bimo, tadi abis dateng ke acara ….” Diva nampak berpikir sejenak.“Apa urusanmu sudah selesai?” tanya Elvan tidak menghir
Entah sudah berapa lama Diva berdiam di kamar mandi ini, hingga akhirnya dia tidak menyadari kalau Elvan sudah berdiri memperhatikannya.“AH! Kamu ngapain masuk!?” Diva lalu reflek menutup tubuhnya, berbalik membelakangi Elvan, kemudian berjongkok. Kali ini dia benar-benar malu sekarang ini.Elvan berjalan mendekati istrinya itu, mematikan air shower yang masih menyala membasahi tubuhnya, kemudian menyelimuti handuk ke badan Diva.“Kalau mandi terlalu lama bisa masuk angin,” bisik Elvan sambil membantu Diva berdiri.Wajah Diva benar-benar memerah karena malu, dia rasanya tidak sanggup untuk menatap suaminya sendiri sekarang ini.Elvan membawa Diva keluar seraya berkata, “Pakailah bajumu, aku mandi dulu.” Diva langsung melihat ke arah Elvan.“Kalau kamu tidak mau pakai juga tidak masalah!” Elvan lalu mengedipkan sebelah matanya kemudian menutup pintu kamar mandi.Diva memegang dadanya sendiri sambil menenangkan diri, “Ya Tuhan, apa-apaan dia?!” gerutunya.Kemudian Diva berjalan di area
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Pagi itu terasa istimewa. Rumah Elvan dan Diva dipenuhi dengan dekorasi lembut berwarna pastel—biru muda dan merah muda menyelimuti ruang tamu, balon-balon cantik tergantung di setiap sudut. Sebuah spanduk besar terbentang di tengah ruangan dengan tulisan “Selamat Datang, Claudia Cantika Wongso”.Ini adalah hari dimana pesta penyambutan bayi perempuan mereka yang baru lahir, Claudia Cantika Wongso. Sebuah momen yang sudah lama mereka nantikan dan kini mereka sudah bersiap untuk merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka bersama orang-orang terdekat.Diva berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan senyum lembut menghiasi wajahnya. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, warna pastel lembut yang menonjolkan kesan anggun. Di sebelahnya, Elvan sedang menggendong Claudia yang terlelap dalam balutan selimut bayi berwarna merah muda. Auranya makin terpancar saat pria itu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menatap putri mereka dengan tatapan lembut.“Van,
Malam ini sungguh terasa berbeda. Diva terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sudah sembilan bulan sejak mereka pertama kali mendengar kabar bahwa ia hamil, dan kini momen yang telah mereka tunggu-tunggu hampir tiba. Diva merasakan kontraksi yang semakin intens, dan kali ini berbeda dari yang sebelumnya—lebih kuat dan cukup teratur. Diva berpikir mungkin ini sudah saatnya. Saat dimana dia akan melahirkan hampir tiba.Elvan terbangun ketika Diva menggeliat di sampingnya, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Diva, kamu baik-baik saja, hehm?” tanyanya dengan suara serak, matanya masih setengah tertutup karena kantuk.Diva menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun rasa sakit semakin jelas terasa. “Elvan… aku pikir ini saatnya. Kontraksinya … semakin kuat.” Diva berkata dengan suara bergetar, wajahnya terlihat berkeringat.Elvan langsung terjaga sepenuhnya dan segera bangkit dari tidurnya. “Kamu yakin?” Matanya terbuka lebar, panik dan
Kehamilan Diva sudah memasuki trimester kedua, meskipun mereka dipenuhi kebahagiaan karena kabar tersebut, tidak semuanya berjalan mulus. Beberapa minggu terakhir, Diva masih tetap merasakan berbagai tantangan fisik yang sebelumnya. Seperti mual setiap pagi dan rasa ingin muntah saat mengunyah makanan, tetapi kelelahan yang tidak bisa dijelaskan tetap ada, serta perubahan suasana hati yang terkadang membuatnya merasa tidak terkendali, tetap menjadi rutinitasnya.Di sisi lain, Elvan terus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan mendukung, meskipun tantangan itu juga mulai memengaruhi dinamika hubungan mereka.Pagi itu, Diva duduk di meja makan, berusaha menghabiskan sedikit sarapannya. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, mual datang begitu saja tanpa peringatan. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi, meninggalkan Elvan yang masih menikmati sarapannya.“Diva!” Elvan langsung berlari mengikuti istrinya, wajahnya penuh kecemasan.Diva duduk di lantai kamar mandi, menarik
Beberapa minggu setelah kabar bahagia itu, kehidupan Diva dan Elvan berubah secara drastis. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut bayi mereka, meskipun kehamilan Diva masih dalam tahap awal. Setiap malam, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, berbicara tentang masa depan dengan penuh semangat. Namun, di balik kebahagiaan itu, tetap akan datang pula tantangan baru yang harus mereka hadapi.Pagi ini, Diva duduk di meja makan dengan secangkir air putih hangat di depannya. Sejak tahu dirinya hamil, ia mulai lebih berhati-hati, bahkan mengganti minuman coklat kesukaannya dengan air putih hangat. Meski bahagia, perasaan cemas tidak sepenuhnya hilang dari hatinya.Elvan datang dari ruang kerja dengan laptop di tangan, meletakkannya di atas meja sambil memandangi istrinya dengan senyum. “Kamu terlihat sedikit lebih tenang hari ini. Bagaimana perasaanmu? Apa masih merasakan mual dan tidak nafsu untuk makan?”Diva tersenyum lembut, meskipun ada sedikit kekhawatiran di m
Setelah pulang dari liburan mereka melakukan aktivitas seperti biasa, masalah kehadiran buah hati tidak lagi menjadi sebuah penghalang besar untuk keduanya. Mereka juga sudah menjalankan program kehamilan dari dokter, walau sudah tiga bulan masih belum menunjukkan hasilnya, keduanya tetap saling memberikan dukungan satu sama lain.Hingga suatu pagi. Diva bangun dengan perasaan sedikit mual yang sudah ia rasakan selama beberapa hari terakhir. Dia berusaha mengabaikannya, berpikir itu mungkin hanya karena perubahan pola makan sejak kembali dari liburan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengusik—sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.Elvan sudah berangkat lebih awal ke kantor. Diva berencana untuk menghabiskan hari dengan bekerja dari rumah. Tetapi, mual yang semakin kuat membuatnya sulit berkonsentrasi. Setelah sarapan, ia kembali merasa perutnya bergejolak, dan kali ini lebih parah daripada sebelumnya. Diva menunduk di depan wastafel, napa
Pagi hari di resort terasa lebih segar dan tenang. Diva memandang ombak yang bergulung pelan dari teras vila mereka. Ia mendekap secangkir teh hangat, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Liburan ini memang seharusnya menjadi waktu bagi mereka untuk beristirahat, tapi di dalam hati Diva, rasa cemas belum juga hilang.Elvan keluar dari kamar, rambutnya masih sedikit acak-acakan, tapi wajahnya jauh lebih segar daripada beberapa hari sebelumnya. “Kamu sudah bangun sejak kapan?” tanyanya sambil berjalan mendekat.Diva menoleh dan tersenyum tipis. “Baru saja.”Elvan duduk di kursi di sampingnya, menarik napas panjang sambil menatap laut. “Liburan ini benar-benar membuatku sadar betapa kita jarang meluangkan waktu seperti ini. Rasanya... aneh, tapi juga menyenangkan.”Diva memandang suaminya dan berkata, "Ya, aku juga merasa seperti itu. Ini... mungkin apa yang kita butuhkan.”Elvan tersenyum lembut, matanya menatap Diva dalam-dalam lalu berbisik lembut di
Pagi harinya Diva sudah melihat Prisya sibuk di dapur dengan pelayan yang ada di rumah mereka, dia terlihat mengatur makanan untuk sarapan mereka.“Wah, Kak Diva sudah bangun?” Prisya berkata dengan penuh semangat.“Kamu sibuk banget,” ucap Diva.“Iya dong, eh, Kakak ipar sudah bangun?” tanya Prisya lagi.“Pastinya dia sebentar lagi turun kok harusnya.” Diva menjawab santai.Tidak lama berselang Elvan ada di antara mereka.“Sudah sibuk sekali pagi ini.” Elvan berkata santai, dia terlihat dengan pakaian formalnya dan siap untuk ke kantor.“Kakak Ipar mau ke kantor?” tanya Prisya.“Ya, tentu saja, masih ada yang harus aku urus dengan Miko, tetapi tidak lama, tenang saja.” Elvan berkata pada mereka.“Ya, harusnya serahkan saja pada Miko, tenang saja, aku akan membantumu untuk memantaunya.” Prisya tertawa setelah mengatakan hal itu.Pagi ini setelah Elvan pergi ke kantor Prisya membantu kakaknya menyiapkan barang-barang yang harus mereka bawa untuk pergi berlibur. Keduanya sangat antusias
“Hasil untuk Nyonya Elvan tidak ada yang diragukan, semuanya baik dan juga untuk Tuan Elvan, tidak ada masalah.” Dokter itu berkata dengan tersenyum pada keduanya. Ucapan ini bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir.Artinya tidak ada yang salah dari keduanya, lantas kenapa sampai saat ini masih belum ada juga? Hal ini membuat Elvan langsung bertanya, “Lalu, kenapa masih belum juga sampai sekarang, Dok?” tanya Elvan, dia juga tahu, saat ini Diva juga ingin bertanya hal demikian.“Ini banyak faktor, Tuan Elvan. Salah satunya karena kelelahan dan pikiran.” Dokter berkata dengan suara lembut.Elvan lalu melihat ke arah Diva.“Saya akan memberikan obat pada Nyonya untuk meminumnya, nanti akan ada obat penyubur, jika masih datang bulan untuk bulan depan, hari pertama haid Nyonya dan Tuan datang kembali untuk kita melakukan serangkaian pemeriksaan lagi.” Dokter berkata pada keduanya.“Baik, Dok, kami mengerti.” Setelah melewati sesi konsultasi mereka kembali ke rumah. Walaupun mereka cuk