Setelah selesai visiting Arga melangkah dengan begitu tergesa menuju parkiran. Sesekali dia melirik smartwatch yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu dengan wajah ditekuk terus melangkah menyusuri koridor rumah sakit.
Indira yang juga sudah selesai dan hendak pulang sontak menghentikan langkah melihat bagaimana sang suami tergesa macam itu. Dia melipat kedua tangan di dada, berdiri sambil tersenyum penuh kemenangan.
Bisa saja dia melarang dan menyeret Arga kerumah, lelaki itu sudah tidak punya kuasa apapun di hadapan Indira, jadi dia bisa melakukan apapun terhadap Arga. Tapi seperti yang sudah dia dan Morgan rencanakan, malam ini adalah klimaksnya! Malam ini adalah puncak dari semua rencana yang sudah mereka susun matang-matang dan Indira akan menang telak malam ini juga!
"Hah, selamat menikmati kejutan spesialku, Mas. Semoga mentalmu sekuat mentalku!"
Indira kembali tersenyum sinis, menurunkan tangannya dari dada dan melangkah de
"BRAKKK!!"Pintu unit apartemen Clara terhempas dengan begitu kasar, Clara sampai tersedak teh yang tengah dia nikmati. Tampak Arga dengan wajah dan mata memerah mendekati dirinya, meraih cangkir di tangan Clara, melemparkan cangkir itu ke tembok hingga pecah berkeping-keping."Ah!" Clara memekik, wajahnya memucat.Arga menatapnya dengan sorot mata tajam, menariknya bangun dari sofa lantas melayangkan tangannya tinggi-tinggi."PLAKKK!!!"Tamparan keras itu mendarat di pipi sebelah kanan Clara, begitu keras hingga Clara terhuyung hampir jatuh kalau saja Arga tidak menarik tangannya."BARU DUA HARI AKU TIDAK MENGUNJUNGIMU, KAMU SUDAH HAMPIR MENIKAH DENGAN LAKI-LAKI LAIN? DASAR MURAHAN!""PLAKKK!"Kembali Arga menampar pipi Clara, sebuah tamparan yang langsung membekas merah di pipi Clara. Clara kembali terhuyung, kali ini dia jatuh di sofa, meringis kesakitan sambil memegang pipinya yang terasa panas dan m
"Nggak mungkin, In! Kamu jangan terlalu gampang percaya sama gosip!" wajah Dicky menegang, ia menatap anak perempuannya yang sedang menangis tersedu-sedu dalam pelukannya."Tapi ini bukan cuma gosip, Pa. Temen aku lihat Mas Arga sering ke apartemen itu! Bahkan sampai malam, posisi dia izin ada cito ke rumah sakit, apa coba namanya?" kembali tangis Indira pecah, membuat wajah Dicky makin kaku dan tampak marah.Dicky mengelus lembut kepala Indira yang dibenamkan di dadanya, benarkah apa yang Indira katakan? Bahwa menantu sempurnanya, menantu kebanggaan dan kesayangan Dicky menyeleweng dan menyelingkuhi anak gadisnya ini? Kalau benar, itu sangat keterlaluan!"Kau tahu dimana apartemen itu, In?" tanya Dicky dengan suara dingin."Tentu tahu, Pa! Saat ini bahkan Mas Arga di sana!" Indira melepaskan pelukannya, menatap sang papa dengan mata berlinang.Dicky mengeram, wajah dan matanya memerah luar biasa. Kurang ajar! Arga ber
"Tok ... tok ... tok!!"Arga yang hendak mengayunkan tangan guna menghajar Morgan sontak mengurungkan niatnya. Ketukan itu begitu keras dan mengejutkan mereka. Membuat suasana panas mereka sontak menghentikan ketegangan di antara mereka.Arga menatap tajam ke arah Morgan yang tampak tengah membetulkan kerah kemejanya, ia melangkah menuju pintu, menekan knop pintu itu dan terkejut luar biasa melihat siapa yang muncul di sana."Nah, ketahuan kan, kamu? Mau ngeles apa lagi sekarang?" semprot Indira yang langsung mendorong Arga mundur ke belakang."Eh, apa maksudnya, In?" Arga pucat pasi, dari mana Indira bisa tahu lokasi apartemen ini? Darimana dia tahu kalau Arga di sini?"Mana gundik kamu itu, mana? Sini biar aku-." Indira sontak melepaskan cengkraman tanganya, ia nampak sangat terkejut melihat Morgan, membuat Arga menghela nafas lega. Setidaknya bukan Clara yang dilihat Indira dan sang papa mertua."Loh, ini kan
Arga mengeram dalam diam, ia tengah menantikan saat di mana dia bisa mencecar lelaki itu dan menghajarnya sampai babak-belur. Agaknya lelaki itu benar-benar mencari masalah dengan dirinya dan Arga perlu memberinya pelajaran karena sudah berani menantang Arga!Pintu apartemen di ketuk, dengan begitu percaya diri dan tenang, Morgan bangkit melangkah ke arah pintu. Menekan knop pintu dan membukanya. Nampak lelaki tinggi tegap itu datang membawa tas hitam. Menunduk di hadapan Morgan lantas masuk ke dalam.Ah! Agaknya Arga salah sudah meremehkan lelaki ini! Dia lupa kekayaan yang Morgan miliki luar biasa banyak! Dan dia bahkan sudah mempersiapkan satu unit Ferrari untuk dirinya? Apakah Ferrari itu yang tadi di maksud Arga sebuah penawaran? Penawaran yang tadi dia tawarkan untuk Arga?"Berkas sudah siap semua, kan?" Morgan buka suara, menatap lelaki itu dengan seksama."Tentu siap, Bos!" lelaki itu mengangguk pelan, membuka tas dan menge
Morgan melambaikan tangan ketika mobil itu meninggalkan area parkir. Senyumnya luar biasa merekah dengan begitu indah di wajah itu. Dia menang telak malam ini! Tidak apa mengikhlaskan satu unit mobil sport itu, yang jelas per malam ini, Clara menjadi milikinya.Ia masih menatap mobil itu sambil melipat tangan di dada ketika kemudian Rudi menyenggol lengannya perlahan."Bos?"Morgan awalnya tidak terlalu memperhatikan, fokus pada euforia kemenangannya. Tetapi Rudi terus mencolek lengannya, membuat Morgan sontak menoleh dan menatap gemas ke arah Rudi."Apaan sih, Rud? Ganggu orang seneng aja sih?" salak Morgan tidak suka.Rudi menghela nafas panjang, "Saya tau Bos lagi seneng, tapi saya cuma mau tanya, dokter Clara-nya di mana?"Morgan sontak melotot mendengar kalimat itu, tanpa banyak bicara, Morgan berlari meninggalkan area parkir. Masuk ke dalam dan menekan tombol lift dengan begitu panik.Kenapa dia bis
"Berapa usia kandungannya, Dok?"Dokter tersebut nampak menghela nafas panjang, membuat setiap detik yang Morgan rasakan seolah berjalan lebih dan sangat lambat."Tiga minggu, masih sangat rentan sekali. Kami menduga tindak kekerasan dan pemerkosaan yang dialami pasien, menyebabkan hal tersebut terjadi."Morgan mengeram, tiga minggu? Fix, itu anak Arga! Tampak tangan Morgan mengepal. Rasanya ia ingin berlari menghampiri lelaki itu di rumahnya kemudian menghajar bajingan itu sampai babak belur. Tapi kalau itu dia lakukan, rasanya drama dan akting apik yang tadi mereka semua tampilkan akan sia-sia. Semuanya akan berantakan dan jangan lupa bahwa Clara bisa menjadi korban dari semua ini."Kami akan buatkan surat dan keterangan visum dari rumah sakit untuk melaporkan tindak kejahatan ini kepada pihak yang berwajib, Pak." ujar dokter tersebut yang sontak membuat Morgan terkejut dari lamunannya. "Akan kami bu-.""Tunggu, Dok!" Morgan mencekal
"Sebenarnya apa rencanamu?" Morgan menoleh, menatap Indira yang kini duduk di sampingnya.Mereka duduk di bangku yang ada di depan OK, suasana cukup ramai malam ini, entah mengapa banyak sekali orang yang mendadak perlu tindakan darurat hingga mereka perlu dibawa ke sini saat ini juga."Menyiksa jiwanya perlahan-lahan. Seperti apa yang selama ini dia lakukan kepadaku!" jawab Indira datar. Matanya menatap ke depan, lantas menoleh dan menatap Morgan yang jujur belum terima dengan permintaan Indira yang memohon agar Morgan tidak melaporkan Arga ke polisi.Morgan sedikit meremang melihat sorot mata itu, sebuah sorot mata yang begitu berbahaya! Ya ... Morgan dapat merasakannya. Indira hendak membuat suaminya gila? Atau ini adalah dampak dari apa yang selama ini Arga lakukan terhadap sang isteri?"Ka-kau ...," Morgan sampai tidak bisa berkata-kata, ia benar-benar merinding dan seperti dibungkam oleh sorot mata Indira."Aku p
"Bagaimana reaksinya?"Indira menatap Morgan dengan seksama, lelaki itu tampak masih memperhatikan layar ponsel yang ada di tangan. Sedetik kemudian Morgan mengangkat wajahnya, menatap Indira sambil tersenyum sinis."Tiba-tiba suaranya hilang," ponsel itu kembali dia masukkan dalam saku. "Pulanglah, takutnya dia pingsan."Sontak wajah Indira terkejut, "Jangan serangan jantung dulu! Aku belum puas menyiksa dia, Gan!" tentu, kematian mendadak macam itu sangat menyenangkan bagi Arga, dia tidak perlu merasakan stress dan depresi berkepanjangan macam Indira dulu.Morgan terbahak, "Kalau begitu pulanglah, pastikan dia tidak mati mendadak agar kau bisa menyiksanya sampai puas."Indira bangkit dari kursi, mengulurkan tangannya pada Morgan yang langsung mendapat balasan jabatan tangan dari Morgan."Senang berbinis denganmu, Bro! Saling berkabar, ya?""Tentu, kabari aku kalau dia sudah positif skizofrenia."Kembali tawa