“Apa pun yang terjadi aku akan tetap masuk. Lagi pula kita juga sudah datang ke sini,” ujar Chandra lalu masuk ke dalam gua. Sonia tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mencegah Chandra. Chandra sudah benar-benar terbawa perasaan sampai pikirannya tidak lagi jernih. Kalau begini terus Chandra bisa cepat mati. Namun, Sonia tetap mengikuti Chandra masuk ke dalam gua. Pintu masuk gua tidaklah besar, tapi keadaan di dalam bisa dibilang cukup luas. Suhu di dalam gua terasa semakin panas setelah mereka masuk semakin dalam. Sulit bagi mereka untuk bisa menahan suhu setinggi ini, sekalipun mereka adalah para praktisi bela diri. Akhirnya mereka harus mengerahkan energi sejati mereka untuk menahan suhu tinggi di dalam gua. Namun, tubuh mereka tetap saja basah dengan keringat karena suhu gua yang benar-benar tinggi. Chandra berbalik untuk memberikan botol air minum kepada Sonia, tapi tiba-tiba saja Chandra tampak tersipu malu. Karena Chandra melihat Sonia sedang menarik roknya, mengipasi kera
Chandra langsung merasa yakin kalau laki-laki tua itu adalah kakeknya yang dahulu sangat menyayanginya ketika Robi mengeluarkan suaranya. Chandra langsung berlutut di atas tanah sambil memandangi jurang yang berada di depannya sambil menangis tersedu-sedu. Kenangan akan masa kecilnya langsung terlintas di benak Chandra. Dia ingat bagaimana dia duduk di pangkuan kakeknya ketika dia masih kecil. Selain itu, kakeknya juga pernah mengajarinya sastra dan ilmu pengobatan kuno. Chandra tidak bisa melakukan apa pun ketika kebakaran membumi hanguskan rumah keluarga Atmaja 10 tahun yang lalu. Sampai akhirnya, Nova muncul dan menyelamatkannya. Lalu 10 tahun kemudian, Chandra masih saja tidak berdaya menyaksikan kakeknya tewas di depan matanya. “Kurang ajar!” seru Chandra penuh amarah sambil menatap tajam ke arah si orang berjubah hitam sampai membuat urat di dahinya menonjol. Sonia khawatir Chandra akan kehilangan kendali. Jadi dia buru-buru menarik Chandra seraya berkata, “Kak Chandra, jan
Sonia menatap Nova lalu berkata, “Jadi, kamu yang bantuin Chandra untuk membunuh Teuku di Diwangsa? Lalu kamu juga yang pura-pura jadi aku untuk bantuin Chandra keluar dari rumah keluarga Nantaboga dan meninggalkannya di depan pintu gerbang rumah keluarga Atmaja? Lalu Istana Raja Langit juga hasil ciptaan Robi?”“Ya, Istana Raja Langit memang didirikan oleh Robi,” jawab Nova tanpa mengelak sama sekali. “Kenapa kakek menculik Amanda dan Sandra?” tanya Chandra. “Kakek bilang kalau sekarang kamu sudah memiliki banyak musuh, jadi mereka juga nggak aman jika terus berada di dekatmu. Makanya kakek membawa mereka pergi agar konsentrasimu nggak terganggu sekaligus untuk melindungi mereka,” jawab Nova. “Lalu kenapa kamu dan kakek ada di sini?” tanya Chandra lagi. “Jadi, kata kakek kultivasi dengan metode yang ada di dalam Lukisan Gunung Merabu membutuhkan hawa dingin Yin yang sangat besar dan energi sejati Yang yang sangat kuat. Makanya kakek membawaku ke sini. Tapi tiba-tiba saja ada orang
Ronald kembali sepuluh menit kemudian setelah dia pergi. “Gimana, Kek?” tanya Sonia. Ronald langsung menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Dasar jurangnya sangat dalam. Selain itu, ada lahar panas juga di dasarnya. Aku bisa mati kalau sampai terjatuh ke dalam sana.”“Aku nggak percaya,” ujar Chandra sambil menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin kakeknya bisa mati semudah ini? Padahal 10 tahun yang lalu saja dia bisa selamat dari kobaran api yang membakar rumahnya. Ronald menatap Chandra lalu berkata, “Bagaimanapun juga, kamu tetap harus mempercayainya. Secara teori, semua orang yang terjatuh ke bawah sana pasti akan mati, kecuali jika orang itu punya kekuatan dengan tingkatan lebih tinggi dari alam ketujuh.”Kemudian Ronald menatap Nova dan bertanya, “Kenapa kamu bisa ada di sini bersama Robi?”Nova sama sekali tidak berusaha menyembunyikan apa pun. Dia menceritakan semuanya kepada Ronald tentang bagaimana Robi menemukannya. Namun, Nova tidak menceritakan perihal Lukisan Gunun
Chandra harus pergi menemui Grace di Rivera untuk menyerap hawa dingin yang dihasilkan oleh tubuh Grace. “Aku nggak bisa pergi ke Diwangsa sekarang. Aku harus kembali ke Rivera dulu,” jawab Chandra. “Kalau begitu berhati-hatilah,” ujar Ronald sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian Ronald bergegas pergi dengan melompat sejauh ratusan meter ke depan hanya dengan beberapa kali tarikan napas. “Kita juga harus pergi dari sini,” ujar Sonia. “Kita belum bisa pergi dari sini. Chandra, tujuan kakek datang ke sini tuh untuk nyariin kamu buah Bodhi Api. Tapi si Dukun Iblis itu sudah nyerang kami sebelum kakek berhasil nemuin buah itu,” ujar Nova menolak untuk pergi. “Sudahlah, kita harus segera pergi dari sini sebelum Dukun Iblis itu datang kembali dan menangkap kita. Lagi pula, Kakek Ronald sudah pergi dari sini. Kita itu bukan tandingan si Dukun Iblis,” ujar Sonia bersikeras meminta untuk segera pergi dari Gunung Agrabat. “Oh iya, memangnya sekarang kekuatan Ronald sudah berada di ting
Di sisi lain, Chandra juga sangat senang karena Nova sudah berhasil mendapatkan kekuatan internal yang setara dengan kekuatan tingkat tiga. Itu artinya Chandra tidak perlu lagi mengkhawatirkan keadaan Nova. Chandra hanya terdiam dan tidak membalas pertanyaan Nova. Dia justru berbalik dan menatap ke arah pintu masuk gua yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. Nova cukup mengerti dengan keadaan Chandra. Jadi, dia tidak lagi banyak bertanya. Dia hanya berdiri diam di sisi Chandra.“Hufh.” Chandra menghela napasnya. Chandra merasa senang sekaligus khawatir ketika melihat kemunculan orang yang dia curigai sebagai kakeknya. Dia merasa bersyukur karena kakeknya masih hidup. Namun, dia juga takut kakeknya adalah orang yang jahat seperti apa yang diceritakan oleh Ronald dan Nova. Chandra ingin sekali bertemu dengan kakeknya dan meminta penjelasan tentang semua masalah itu dengan sejelas-jelasnya. Dia ingin sekali mendengar ucapan langsung dari mulut kakeknya kalau kakekn
Chandra juga pernah mendengar hal ini dari Alex. Saat itu, Raja Someria bekerja sama dengan para praktisi ilmu bela diri untuk memusnahkan suku Dukun. Namun, hal seperti ini sebenarnya memang lumrah terjadi. Sejak dahulu kala, para pahlawan pastinya akan dibantai setiap kali Raja lain naik takhta. Chandra akhirnya mengerti kalau kakeknya bukanlah orang jahat. Dia hanya melakukan latihan bela diri yang tidak ortodoks seperti yang lainnya, lalu orang lain langsung menyebutnya sebagai orang jahat. Ditambah lagi dengan serangan yang menyebabkan kakeknya kehilangan akal sehat sampai membunuh banyak anggota keluarga Atmaja. Hal itu benar-benar terlihat bagai kesalahan kakeknya yang besar dan tidak ter maafkan. Mereka terus mengobrol sampai akhirnya Sonia tiba-tiba saja kembali menghampiri mereka sambil membawa beberapa buah berwarna merah di tangannya. Buah itu tidak berukuran besar hanya seukuran telapak tangan dengan warna merah menyala bagaikan kobaran api. “Kak Chandra, ini adalah bua
Mereka bertiga melewati jalan yang sama seperti sebelumnya. Chandra terus menggenggam ponselnya sambi memeriksa sinyal. Namun, dia sama sekali tidak mendapatkan sinyal di kawasan Gunung Agrabat. Mereka terus berjalan sepanjang hari sampai akhirnya tiba di tempat Sonia dan Chandra memarkirkan mobil. Namun, Chandra masih saja tidak mendapatkan sinyal di tempat ini. Akhirnya Chandra mengemudikan mobil kembali ke kota Heras. Mereka tiba di kota Heras sekitar pukul 8 malam. Kemudian mereka makan terlebih dahulu lalu pergi mencari hotel untuk beristirahat. Di depan meja resepsionis hotel. Chandra menatap gadis yang berada di meja resepsionis seraya berkata, “Booking 3 kamar, ya.”Nova tiba-tiba berkata, “Dua kamar saja.”Chandra langsung menatap Nova, sedangkan Nova langsung menarik Chandra seraya berkata, “Kita kan suami istri. Kenapa kita harus pisah kamar?”Si resepsionis langsung menatap Chandra seraya bertanya, “Pak, mau booking berapa kamar?”“Tiga kamar saja,” jawab Chandra. “Kal
“Seluruh manusia bumi di satu kota akan dibantai kalau sampai Chandra tidak berani datang.”“Kira-kira kota yang mana yang akan dibantai ya? Aku sih menyarankan untuk membantai Diwangsa. Karena ada banyak perempuan cantik di sana.”Para makhluk dari dunia lain terus berdiskusi ketika Anak Dewa masih berdiri tegap di atas puncak gunung. Angin sepoi-sepoi terus mengacak-acak rambutnya dan dia masih menunggu Chandra dengan tenang sambil membawa pedang di punggungnya. Dia sedang berpikir kalau kemungkinan Chandra takut padanya, sehingga tidak berani datang hari ini. Bahkan sekalipun Chandra tidak takut dan tetap datang hari ini untuk bertarung dengannya, dia pasti bisa membunuh Chandra dengan mudah selama dia bisa menghindari serangan fatal dari Chandra. Lagi pula, Chandra hanya memiliki satu jurus yang mematikan, yaitu Sangkar Kosmik. Di sisi lain, para prajurit bumi berkumpul di sebuah ruangan terbuka yang berada di kaki gunung. Salah satu di antaranya adalah Basita, manusia bumi terku
Tujuh hari berlalu dengan cepat. Berita tentang pertarungan Chandra dan Anak Dewa juga sudah tersebar luas. Keputusan Chandra sudah membuat para prajurit bumi naik pitam. Mereka semua terus menyalahkan sikap Chandra yang terlalu gegabah. Bagaimana mungkin dia bisa mempertaruhkan nyawa seluruh manusia bumi semudah ini?Hari pertarungan Chandra dan Anak Dewa akhirnya tiba. Di puncak sebuah gunung yang berada di area Gunung Bushu. Gunung ini memiliki tinggi ribuan meter yang dikelilingi dengan pegunungan bergelombang di sekitarnya. Kurang lebih ada lebih dari 200.000 prajurit baik dari bumi maupun dunia lain yang berkumpul di gunung ini. Seorang laki-laki berusia dua puluhan tiba-tiba muncul di puncak gunung. Dia mengenakan jubah putih dengan ikat pinggang berwarna emas. Dia juga membawa pedang di punggungnya. Laki-laki itu adalah Anak Dewa. Para prajurit dari dunia lain langsung bersorak ketika melihat kemunculan Anak Dewa. “Anak Dewa! Anak Dewa!”“Anak Dewa pasti menang!”Sorakan
Keesokan harinya, Nova tiba-tiba membuka matanya dan cahaya putih tampak bersinar dari matanya yang gelap. Dia perlahan berdiri lalu meregangkan ototnya dan merasakan kekuatan yang sangat dahsyat dari dalam tubuhnya. Wajahnya seketika menunjukkan sedikit kegembiraan.“Nova, selamat,” ujar si penjaga sambil melangkah menghampiri Nova. “Akhirnya, energi iblis di tubuhmu berhasil dimurnikan setelah berusaha selama bertahun-tahun. Sekarang, tubuhmu sudah tidak lagi memiliki energi iblis dan hanya memiliki darah murni dari empat hewan keberuntungan. Nantinya, kamu bisa membangkitkan kekuatan sesungguhnya dari keempat hewan itu,” jelas si penjaga dengan raut wajah gembira. Sosok Akar Dewa Murni adalah sosok yang sangat menakutkan. Bahkan biasanya jarang sekali terjadi kelahiran sosok seperti ini dalam puluhan ribu tahun. Namun anehnya, beberapa Akar Dewa Murni justru bermunculan di zaman ini. Hal ini bagaikan sebuah pepatah, pahlawan akan hadir seiring berjalannya waktu. Nova mungkin adala
Chandra masuk ke dalam kota di bawah arahan Sasa. Kota ini benar-benar besar. Chandra belum bisa masuk ke dalam area kota karena kekuatannya masih belum cukup, sekalipun dia sudah menjadi pemilik dari istana Abadi. Chandra harus meningkatkan tingkat kekuatannya jika dirinya ingin menguasai Istana Abadi sepenuhnya. Salah satu area yang tidak dapat dimasuki Chandra saat ini adalah Ruang Waktu. Namun, dia bisa dengan mudah masuk ke dalam area-area tersebut karena dia datang bersama dengan Sasa yang memandunya. Di dalam kota, terdapat sebuah halaman yang berdiri sendiri. Halaman itu dikelilingi dengan tembok yang menjulang tinggi dan terukir beberapa tulisan kuno di atasnya dengan pancaran cahaya misterius. Chandra juga bisa melihat terdapat tulisan kuno yang berputar di langit yang berada di atas halaman luas itu. Sasa membawa Chandra ke area luar halaman lalu berkata sambil menunjuk ke arah halaman, “Ini adalah Ruang Waktu. Kamu masih belum bisa membuka ruangan itu dengan kekuatanmu s
Chandra menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Tidak.”“Dasar bodoh! Perhatikan baik-baik! Aku akan melakukannya lebih lambat kali ini.”Sasa kembali menghunuskan pedangnya dan menyerang. Chandra bisa melihat gerakan Sasa dengan sedikit ebih jelas kali ini. Chandra melihat jurus pedangnya sendiri ketika Sasa mengangkat pedang. Jurus pedang yang bisa dilihatnya, yaitu Rahasia 13 Pedang dan Ilmu Pedang Dantra. Selain itu, dia juga melihat Jurus Pedang Pertama dengan samar. Bisa dibilang, Chandra bisa melihat semua teknik pedang yang dipelajarinya dalam gerakan pedang Sasa. Namun, pedang Sasa sudah kembali menyentuh dadanya sebelum dia sempat bereaksi. “Kamu sudah melihatnya dengan jelas, kan?” tanya Sasa lagi. Chandra mengangguk lalu berkata, “Aku bisa melihatnya sedikit lebih jelas. Aku bisa melihat bayangan teknik pedang yang familiar bagiku.”“Bagus.”Sasa mengangguk lalu kembali berkata, “Sekarang, perhatikanlah sekali lagi!”Kemudian Sasa kembali menghunus pedangnya dan kembali m
Sasa menatap Chandra sambil tersenyum lalu berkata, “Buah keberuntungan memang bagus, tapi kamu belum bisa menggunakannya sekarang. Selain itu, satu orang hanya boleh menggunakan satu buah. Lagi pula, kamu masih bisa menggunakan dua buah lainnya karena di rumah ini ada tiga buah keberuntungan. Jadi, bagaimana? Apa kamu mau aku ajari dengan syarat itu?”Chandra mengusap dagunya. Apa sebenarnya buah keberuntungan itu? Selain itu, Chandra merasa Sasa sedang berusaha mengelabuinya, tapi dia membutuhkan bantuan Sasa untuk mengajarinya beberapa jurus. Chandra menggertakkan giginya setelah berpikir sejenak lalu menyetujui syarat yang diajukan Sasa. “Oke, aku setuju.”“Hehe, bagus kalau begitu,” ujar Sasa sambil tertawa puas lalu menghilang dalam sekejap mata. Sepuluh detik kemudian, Sasa muncul sambil membawa buah berwarna putih yang sedikit lebih besar dari apel di tangannya. Cahaya yang misterius tampak mengalir di buah itu yang tampak sangat misterius. Sasa memegang buah itu dengan wajah
Chandra tidak bisa masuk kembali ke Pustaka Agung karena dia harus meningkatkan kultivasinya lagi jika ingin masuk ke sana. Jadi sekarang, dia hanya bisa mengandalkan roh penunggu untuk membantunya berlatih. Bagaimanapun juga, roh penunggu itu sudah menjadi pengikut Kaisar Ceptra sejak ribuan tahun lamanya, jadi dia pasti sudah menguasai jurus dan teknik bela diri yang luar biasa.“Syut!”Sebuah bayangan tiba-tiba muncul. Tubuh laki-laki itu perlahan berubah nyata sampai akhirnya menjadi sosok seorang manusia sesungguhnya. Laki-laki tua itu mengenakan jubah abu-abu dengan rambut putih dan berjanggut. Dia tersenyum ke arah Chandra lalu bertanya, “Tuanku, ada apa?”Ini adalah pertama kalinya Chandra melihat sosok asli si roh penunggu. Namun, semua itu tidaklah penting sekarang. Karena kedatangannya ke Istana Abadi adalah untuk mempelajari beberapa jurus baru. Walaupun Chandra sangat percaya diri dengan kemampuannya saat ini, alangkah baiknya jika dia mempelajari beberapa jurus dan tekni
Chandra menyetuji persyaratan yang diajukan Dusky. Kesalahannya akan diampuni kalau sampai dia berhasil menang. Namun, mereka akan membunuh seluruh manusia bumi kalau sampai dia kalah. Ini artinya, Chandra mempertaruhkan nyawa seluruh manusia bumi. Namun, Chandra yakin dia tidak akan kalah. “Kamu yang menentukan kapan dan di mana pertarungan akan dilaksanakan,” ujar Chandra tenang. “Kalau begitu, pertarungan akan dilaksanakan seminggu dari sekarang di Gunung Bushu,” jawab Dusky.“Oke,” balas Chandra sambil mengangguk. Kemudian dia berbalik dan pergi di bawah tatapan orang-orang. Senyuman di wajah Dusky seketika membeku dan berubah muram setelah Chandra pergi. Dia berbalik dan memasuki istana penguasa kota bersama para prajurit kuat di belakangnya. Di dalam istana penguasa kota. Dusky duduk di kursi utama sambil menatap Anak Dewa yang berada di bawahnya lalu bertanya dengan tenang, “Anak Dewa, apa kamu yakin bisa membunuh Chandra?”Anak Dewa berkata dengan nada meremehkan, “Chandra
Chandra mengernyitkan keningnya. Laki-laki yang berada di depannya saat ini seharusnya adalah Dusky. Namun, Chandra tidak mengira kalau Dusky adalah laki-laki yang populer di kalangan perempuan. Chandra mengenal beberapa orang yang berjalan di belakang Dusky. Mereka adalah Anak Dewa, Jayhan, Candra dan Haraza. Selain itu, ada beberapa orang lagi yang Chandra tidak kenal.“Penguasa Kota.”Beberapa penjaga menyapa Dusky dengan hormat ketika dia berjalan keluar. Dusky berjalan ke arah Chandra dan berhenti beberapa meter di depannya. “Kamu Chandra, ya?” tanya Dusky sambil menatap Chandra dan tersenyum. “Benar,” jawab Chandra cepat. Kemudian Dusky berkata dengan lembut, “Kamu tahu kan kalau di kota ini dilarang untuk bertarung? Aku menetapkan peraturan ini untuk menciptakan perdamaian di kota ini. Tapi, kamu justru membunuh orang ketika kamu muncul di sini. Perilakumu itu tentu saja sudah melanggar peraturanku. Aku harus memberimu pelajaran agar tidak ada lagi yang berani melakukan hal