Toni memberikan saham keluarganya sebanyak 20 persen untuk Boni sekeluarga. Selain itu dia juga meminta Hardi menyerahkan posisi CEO dan meminta lelaki itu harus mendapatkan maaf dari keluarganya Boni. Hardi juga harus dan wajib membawa Nova pulang ke rumah.Jika tidak, maka dia yang harus mengenyahkan diri dari keluarga Kurniawan!Oleh karena itu Hardi menyiapkan hadiah lagi dan datang ke rumah Nova lagi. Kali ini yang ikut hadir tidak banyak, hanya ada Hardi dan istrinya serta kedua anaknya. Masing-masing dari mereka berempat membawa hadiah di tangan mereka.Hardi mengetuk pintu rumah Nova dengan pelan. Boni dan yang lainnya saat ini tengah makan sambil mengobrol santai. Mendengar ketukan tersebut, Yani langsung meminta Hendro pergi membuka pintu.“Hendro, buka pintu.”“Iya.”Lelaki itu meletakkan peralatan makannya dan pergi membuka pintu. Melihat orang yang datang adalah Hardi dan keluarganya membuat senyuman di bibir Hendro merekah lebar dan berkata, “Om, kenapa kalian datang? Mar
”Mama, aku mohon, Ma. Jangan marah lagi, ya?” pinta Indah juga memohon pada mertuanya. Tas mahal, pakaian, peralatan dandan, semuanya bergantung pada pembagian saham keluarga ini.Hardi dengan senyum lebar berkata, “Yani, lupakan saja hal-hal lalu yang membuatmu marah. Kamu lihat sendiri, sikap papa kali ini sudah begitu jelas. Dia langsung memberikan saham sebanyak 20 persen.”Sebenarnya Yani juga mulai sedikit tertarik. Suatu saat nanti ketika Toni meninggal dan pembagian harta, maka keluarganya akan mendapatkan harta sebanyak triliunan!Boni tidak akan pernah mendapatkan uang sebanyak itu meski dia bekerja setengah mati seumur hidupnya. Akan tetapi setiap dia mengingat kembali sikap keluarga Kurniawan padanya dan semua penderitaan yang dia alami selama ini, serta posisi Boni di keluarganya, selalu membuat Yani ingin meneteskan air mata.Teringat kembali perlakuan keluarga Kurniawan pada mereka kemarin yang mengambil jasa Chandra dan memarahi mereka di depan umum. Teringat kembali ke
Hendro terdiam tanpa berani mengeluarkan suara sedikit pun. Dalam hatinya dia sangat membenci Chandra. Ibunya dulu tidak seperti ini, dulu perempuan itu akan menurut dan memohon pada keluarga Kurniawan demi uang. Sekarang justru dia menolak uang yang datang begitu saja.Perubahan Ibunya ini disebabkan oleh kehadiran Chandra!Kedatangan Hardi dan keluarganya membuat makan malam mereka menjadi sangat tidak menyenangkan.Setelah selesai makan, mereka semua duduk di sofa sambil menonton tayangan ulang acara pelantikan Arya. Sedangkan Chandra memutuskan untuk mencuci piring kotor. Hendro datang ke hadapan Nova dan dengan suara berbisik berkata,“Kak, Kakak bujuk mama. Ini tentang uang loh! Kakak tahu seberapa banyak saham 20 persen? Kakek sendiri juga sudah bilang kalau Kakak bisa tetap menjadi CEO. Kakak tahu seberapa besar kekuasaan Kakak nantinya?”“Kakak nggak tahu selama sekian tahun ini Om menjadi CEO, ada seberapa banyak uang yang dia korupsi? Leon juga nggak kerja, tetapi mobilnya j
Boni menerimanya dan melirik ke arah Yani sekilas, setelah itu dia bangkit berdiri dan berjalan menuju balkon. Chandra juga tidak memedulikannya lagi, dia menghela napas dalam-dalam dan mengeluarkan asap rokok dari kedua lubang hidungnya.“Karena mau memperebutkannya kembali, maka sebisa mungkin rebut lebih banyak lagi. Ma, dengarkan aku, kalau mereka datang lagi langsung ajukan untuk minta saham setengah dari total keseluruhan! Kalau mereka nggak setuju, jangan balik! Kalau setuju baru kita kembali,” sahut Chandra.“Ka-kamu bercanda? Kamu tahu keluarga Kurniawan ada harta berapa banyak?! Kamu tahu saham sebanyak 50 persen itu seberapa besar?!” marah Hendro.“Chandra, kamu jangan ikutan bikin ribut,” omel Nova.Namun Yani terlihat meluruskan punggungnya dan berkata, “Justru Mama merasa apa yang dikatakan Chandra cukup masuk akal. Kalau mereka memang mau kasih, harus kasih setengahnya! Lagian Mama juga nggak mengharapkan untuk balik. Kalau kasih 50 persen baru bisa dipertimbangkan, den
Kalimat singkat Chandra sudah berhasil menyelesaikan keributan keluarga Kurniawan.Malam harinya di dalam kamar milik Nova, perempuan itu terlihat tengah berbaring di kasur dengan posisi menyamping sambil menatap Chandra yang tidur di lantai. Dia teringat akan kejadian siang tadi dan kepikiran sesuatu.“Chandra, di lantai dingin, nggak?”“Masih ok kok,” jawab Chandra yang masih memikirkan beberapa hal. Dia tengah memikirkan gambar Lukisan Gunung Merabu milik keluarganya itu dan juga pertemuannya dengan Mawar Hitam. Suara Nova berhasil menyadarkannya dari pikirannya sendiri.“Kalau gitu kamu tetap tidur di lantai saja,” balas Nova sambil memutar tubuhnya. Awalnya dia ingin membiarkan lelaki itu tidur di atas ranjang saja, tetapi Chandra saja yang tidak mengerti.“Oh!” Chandra tersadar seketika dan seluruh tubuhnya gemetar dengan hebat sambil berkata, “Nova, aku dingin sekali!”Namun Nova hanya menendang sebuah selimut pada lelaki itu. Chandra tahu karena dia yang sibuk merenung sehingga
Dengan jujur Mawar Hitam menjawab, “Nama asli aku Mawar.”“Baik. Mawar, aku berencana membeli Edelweiss Business Center yang ada di Rivera. Kamu yang bertanggung jawab atas masalah ini. Nanti Paul akan membantumu juga secara diam-diam. Dia akan mempersiapkan semuanya dan membuat kamu membeli Edelweiss Business Center dengan harga paling rendah.”“Yang perlu kamu lakukan adalah membukanya pada eksternal dan membuat tempat tersebut menjadi pusat bisnis paling bagus.”“Baik!”Mawar Hitam mengangguk, dia tidak berani mengatakan kata “tidak”.“Paul.”“Iya, Kak Chandra.”“Kabarin semua anak buah di Gurun Selatan untuk mencari tahu informasi tentang makam Raja Januar. Cari tahu juga siapa yang memerintahkan kelompoknya Mawar Hitam untuk merampok. Selain itu juga cari tahu orang yang membunuh dan merebut harta karun!”“Apakah orang itu salah satu anggotanya Mawar Hitam atau bukan, atau mungkin ada orang lain yang melakukannya,” perintah Chandra.“Siap! Akan aku laksanakan sekarang juga.”Paul
Chandra meninggalkan Klinik Mortal.Dia masih ada urusan yang harus diselesaikan.Dia kembali ke Kota Rivera dengan dua tujuan.Balas budi dan balas dendam.Meskipun keluarga Sinaga, salah satu dari Empat Keluarga Besar telah musnah, kepala keluarga dari tiga keluarga besar lainnya juga telah meninggal.Akan tetapi, mereka yang pergi ke rumah keluarga Atmaja saat itu bukan hanya orang-orang itu.Banyak anggota penting di dalam Empat Keluarga Besar juga ikut pergi.Siapa pun yang pergi ke rumah keluarga Atmaja hari itu harus mati!Rumah keluarga Wangsa.Keluarga Wangsa merupakan salah satu keluarga dari Empat Keluarga Besar di Kota Rivera. Keluarga ini memiliki properti yang tak terhitung jumlahnya, serta aset puluhan triliun.Villa keluarga Wangsa mewah dan megah.Namun, hari ini keluarga Wangsa tidak ramai dan bergembira seperti biasanya.Di ruang tengah villa, ada sebuah peti mati. Generasi ketiga dari keluarga Wangsa sedang berlutut di depan peti, lalu beberapa pendeta Tao sedang me
“Pa, sebenarnya apa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu? Apakah kebakaran di rumah keluarga Atmaja ada hubungannya dengan Empat Keluarga Besar?”Anggota keluarga Wangsa panik hingga menangis.Pria itu adalah seorang dewa pembunuh.Bantai habis keluarga Wangsa, apakah itu artinya semua anggota keluarga Wangsa akan dibunuh?Setelah pergi ke rumah keluarga Wangsa, Chandra kemudian pergi ke rumah keluarga Tedjo dan keluarga Cahyadi.Masih dengan kalimat yang sama. Chandra menyuruh pelaku utama dari kedua keluarga itu yang pergi ke rumah keluarga Atmaja sepuluh tahun yang lalu dan memaksa 38 anggota keluarga Atmaja, untuk berlutut di pemakaman keluarga Atmaja selama sepuluh hari sepuluh malam. Setelah itu, mereka harus bunuh diri untuk menebus kesalahan mereka.Kalau tidak, keluarga mereka akan dibantai habis.Dari Empat Keluarga Besar, keluarga Sinaga sudah musnah. Kepala keluarga dari tiga keluarga besar lainnya juga sudah mati.Namun, ini baru permulaan saja.Ketiga keluarga panik bukan
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb
Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi
Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere
"Bagaimana mungkin? Kenapa ada aura yang begitu kuat?" Semua orang merasakan kehadiran aura menakutkan dari puncak gunung. Mereka semua diliputi rasa ngeri yang membuat bulu kuduk merinding. Krak... Krak... Krak. Di bawah tekanan aura tersebut, pegunungan tempat Istana Bunga berdiri mulai menunjukkan tanda-tanda keretakan. Orang- orang di kaki gunung berubah wajah seketika. "Celaka! Cepat lari!" Dengan panik dan wajah pucat pasi, mereka bergegas melarikan diri. Di puncak gunung. Chandra sedang menggabungkan dua aliran energi murni di dalam tubuhnya. Kedua energi tersebut menyatu menjadi kekuatan baru yang sangat luar biasa. Dia berusaha keras mengendalikan kekuatan itu, tetapi kekuatan tersebut terlalu besar, terlalu mengerikan. Begitu besar hingga hampir tidak mampu Chandra kendalikan. "Hahaha!" Jayhan tertawa terbahak-bahak, penuh kegilaan. Kekuatan ini luar biasa. Seseorang yang bahkan belum mencapai tingkat Alam Mahasakti mampu menunjukkan teknik sehebat ini. Ini bu
Jayhan sangat cemas. Dia sangat ingin tahu tentang ilmu yang dipelajari Chandra. Dia tahu, nenek moyang Bumi pernah melahirkan banyak pesilat hebat, dan para pesilat itu meninggalkan ilmu-ilmu luar biasa. Jayhan curiga Chandra telah mendapatkan salah satu ilmu tertinggi itu. Sementara itu, Chandra tampak berpikir serius. Dia belum mengambil keputusan. Melihat Chandra ragu-ragu, Jayhan segera berkata, “Tenang saja, aku selalu menepati janji. Setelah kau memberikan ilmu itu kepadaku, aku akan melindungimu. Bahkan setelah segel Bumi terbuka, aku pastikan kau akan hidup dengan baik.” Namun, kekhawatiran Chandra bukan tentang memberikan ilmu itu, melainkan apakah ia bisa menggunakan ilmu pamungkasnya untuk membunuh Jayhan. Jayhan sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Jika Jayhan sedikit saja waspada, rencananya pasti gagal. Untuk membunuh Jayhan, Chandra butuh membuatnya benar-benar lengah. Dia sadar, menggunakan Sangkar Kosmik begitu saja tidak akan berhasil. Jayhan pasti akan bers
"Silakan, katakan."Jayhan benar-benar menginginkan ilmu yang dikuasai oleh Chandra. Bukan hanya satu atau dua pertanyaan—puluhan pun akan ia jawab tanpa ragu.Chandra menatap Jayhan dengan serius, lalu bertanya, “Apakah di Alam Niskala ada celah dalam segel yang memungkinkan makhluk-makhluk dari sana masuk ke Bumi?”Jayhan mengangguk sambil berkata, “Benar. Di Alam Niskala memang ada celah pada segelnya. Siapa pun yang berhasil melewati celah itu, bisa langsung muncul di Bumi.”“Jadi, tidak lama lagi akan ada lebih banyak makhluk dari Alam Niskala yang muncul di Bumi?” Chandra melanjutkan.Jayhan kembali mengangguk. “Ya, benar. Tapi melewati celah itu bukan perkara mudah. Dari seratus orang yang mencoba, mungkin hanya satu yang berhasil. Sisanya akan mati dalam prosesnya.”Mendengar jawaban itu, Chandra menarik napas lega. Namun, ia segera mengajukan pertanyaan lain, “Saat ini, level kekuatanmu ada di tahap apa?”“Mahasakti Sempurna, hanya satu langkah lagi menuju Transenden,” jawab J
Jayhan berdiri di depan Chandra dengan senyum penuh ancaman, matanya menatap tajam ke arah pria yang sedang berjuang untuk tetap hidup.“Chandra, aku sudah membiarkan semua orang pergi. Sekarang, serahkan teknik kultivasi yang kau gunakan,” katanya tegas. “Jangan coba mempermainkanku. Jika aku mau, aku bisa menangkap mereka kembali, dan kali ini, mereka pasti mati.”Chandra perlahan membuka matanya. Wajahnya datar, nyaris tanpa emosi. Dengan suara lemah, dia berkata, “Aku terluka parah dan bisa mati kapan saja. Setidaknya beri aku waktu untuk pulih. Setelah aku sembuh, aku akan memberikannya padamu.”Setelah itu, Chandra kembali terdiam. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, tak ingin berbicara lebih banyak. Jayhan hanya mendengus, tidak terlihat tergesa-gesa. Dalam pikirannya, Chandra hanyalah seekor semut—mudah dihancurkan kapan saja.Di Kaki Gunung Istana BungaSejumlah pesilat berkumpul di kaki gunung, wajah mereka penuh kecemasan. Suasana tegang menyelimuti mereka.“Apa yang harus kita