Setelah Nova mengetahui kalau perusahaan masih memiliki piutang sebesar 60 miliar, dia segera mencari informasi yang relevan dan membacanya dengan serius. Dokumen pertama yang dia baca adalah perjanjian pesanan yang ditandatangani oleh Wasa Group dan Niroga Farma.Dalam perjanjian tersebut, tertulis bahwa setiap pengiriman barang harus disertai dengan sebagian pembayaran. Setelah pembayaran mencapai 50% dari total pesanan, pembayaran baru ditangguhkan.Setelah seluruh pesanan selesai, kalau semua barang yang diterima dalam kondisi baik, maka pihak Niroga Farma harus menyelesaikan pembayaran yang tersisa 50% dalam sekali bayar.Pada paruh pertama tahun ini, Wasa Group fokus dengan pesanan Niroga Farma. Namun, setelah pesanan selesai, Niroga Farma justru menolak untuk melunasi pembayaran akhir. Pihak Niroga Farma mengatakan ada masalah dengan kualitas obat.Oleh karena itu, pihak Wasa Group menuntut Niroga Farma. Akan tetapi, Niroga Farma merupakan sebuah perusahaan besar. Mereka memilik
“Oh, Pak Tedy, ya?” Wajah Nova seketika berseri ketika mendengar nama pria itu, dia langsung menjabat tangan pria itu.Akan tetapi, Tedy justru menarik tangan Nova dan tidak mau melepaskannya. Nova segera menarik kembali tangannya.Tedy menatap Nova dengan lekat. Nova memang memiliki wajah yang cantik dan aura yang tidak biasa. Pantas saja perempuan itu dicap sebagai perempuan cantik nomor satu di Kota Rivera oleh media.Tedy juga pernah mendengar kalau Nova memiliki hubungan baik dengan banyak orang-orang besar. Orang lain takut pada orang-orang itu, tapi dia tidak takut.“Bu Nova datang mewakili Wasa Group?” tanya Tedy sambil memperhatikan Nova dari kepala hingga ke ujung kaki, dengan ekspresi puas di wajahnya.“Iya, Pak Tedy. Sekarang aku adalah ketua dewan Wasa Group. Aku rasa kita perlu bicarakan baik-baik permasalahan dalam kerja sama antara Wasa Group dan Niroga Farma.”“Oh, begitu. Kalau begitu kita ke ruanganku saja. Silakan ....”Tedy memberi isyarat mempersilakan. Tujuan Nov
Nova telah pergi, meninggalkan Niroga Farma.“Sempurna, barang bagus,” ujar Tedy yang masih terpesona oleh kecantikan Nova, dengan ekspresi serakah di wajahnya.Tedy sudah lama mendengar nama Nova, tapi dia tidak pernah melihat perempuan itu secara langsung. Akhirnya, dia bisa bertemu dengan perempuan itu hari ini.Setelah merenung sejenak, Tedy mengeluarkan ponselnya. Kemudian, dia menghubungi sebuah nomor.“Datang dan temui aku segera.”Sesaat kemudian, seorang pria yang mengenakan baju kuning lengan pendek, berambut gondrong dan penampilan seperti b*jingan datang sambil tersenyum lebar, “Ada apa, Bos?”“Suruh beberapa orang pergi ke pabrik pemrosesan Wasa dan buat onar di sana. Jangan buat keributan yang terlalu besar. Cukup buat mereka nggak bisa beroperasi secara normal,” perintah Tedy.“Oke, urusan kecil, nggak masalah.”Tedy tersenyum penuh arti, lalu bergumam sendiri, “Nova, aku sudah bilang. Kamu akan segera kembali untuk mohon sama aku.”Nova telah kembali ke Wasa Group. Dia
Saat makan malam, Yani menyadari ada yang tidak beres dengan Nova. Dia spontan bertanya, “Ada apa, Nova? Kenapa mukamu cemberut begitu?”“Nggak apa-apa, Ma.”“Masih saja bilang nggak apa-apa. Semua sudah tertulis jelas di mukamu.”“A-ada sedikit masalah di perusahaan,” jawab Nova tanpa daya. “Niroga Farma berutang 60 miliar pada Wasa Group. Aku hari ini pergi ke Niroga Farma ....”Nova menceritakan tentang dia pergi ke Niroga Farma serta pabrik Wasa Group yang diserang sampai tidak bisa beroperasi.“Aku juga nggak menyangka kalau Niroga Farma punya bekingan yang begitu kuat. Mereka punya orang di mana-mana. Sekarang aku gagal menagih utang mereka, malah menyebabkan masalah yang lebih banyak,” ujar Nova.“Cari Tuan Chandra saja,” celetuk Yani tiba-tiba. “Tuan Chandra sangat hebat. Dia pasti bisa selesaikan masalah ini dengan mudah.”“Li-lihat nanti saja.”Nova makan sedikit dengan tergesa-gesa. Selesai makan, dia langsung kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Dia sangat lelah, karena
Paul tidak bertanya apa-apa lagi. Dia langsung mengemudikan mobilnya menuju kantor pusat Niroga Farma.Sesampainya mereka di sana, seluruh karyawan Niroga Farma sudah pulang kerja. Seluruh gedung gelap gulita.“Kak Chandra, ini sudah hampir jam 10. Semua orang juga sudah pulang. Bagaimana kalau kita datang lagi besok?”“Besok apanya? Ke pabrik Niroga.”“Baik.”Paul memutar balik arah dan pergi ke pabrik Niroga Farma. Pabrik Niroga Farma berada di pinggiran kota, agak jauh dari posisi mereka saat ini. Saat mereka menuju ke pabrik, di sisi lain Filbert juga telah memberi perintah untuk mengumpulkan seribu anak buahnya dan menyiapkan 300 unit ekskavator. Setelah itu, mereka bergegas menuju pabrik Niroga Farma.Filbert juga memiliki identitas yang lain, yaitu Cakra, Dokter Sakti dari Kota Rivera. Sedangkan Filbert adalah identitasnya yang lain. Dia yang mengendalikan jaringan intelijen dunia mafia. Bagaimana mungkin dia tidak tahu tentang Niroga Farma.Niroga Farma memiliki banyak pemegang
Hanya dengan satu kali perintah, 300 unit ekskavator beraksi pada pada waktu yang bersamaan. Tiga ratus mesin langsung menyala. Seketika muncul suara gemuruh yang memekakkan telinga. Suara itu bagaikan gempa bumi, bahkan tanah sekitar area pabrik juga ikut bergetar.Pada saat ini, sebuah mobil melaju dengan cepat ke pabrik. Begitu mobil berhenti, seorang pria gemuk paruh baya keluar dari mobil. Dia berdiri di depan ekskavator dan berteriak, “Aku mau lihat siapa yang berani.”Pria yang datang dengan cepat itu tidak lain adalah Duma Watson, orang-orang memanggilnya Duma. Dia adalah salah satu bos dunia mafia di Kota Rivera.Seiring dengan kedatangan Duma, muncul pula 3.000 pria berbaju hitam dengan tongkat besi di tangan mereka. Tiga ribu orang itu mengepung 300 unit ekskavator dan seribu orang yang diutus Filbert.Begitu melihat Duma membawa orang datang, Paul langsung bertanya, “Kak Chandra, apa yang harus kita lakukan sekarang?”Chandra mengibaskan tangannya pelan dan berkata, “Janga
Tedy dipukul sampai hanya bisa terpelongo. Dia sungguh tidak tahu mengapa Duma tiba-tiba menyerangnya.Tedy yang dipukul dan ditendang terus memohon ampun, “Pak Duma, aku salah, aku yang salah. Jangan pukul aku lagi, aku mohon jangan pukul aku lagi.”Setelah merasa cukup memukul Tedy, Duma langsung berlutut dan memohon dengan suara keras, “Kak Chandra, aku mohon anggap saja aku hanya omong kosong barusan.”Tedy benar-benar terpelongo ketika melihat Duma berlutut. Bukankah pria itu Chandra, suami Nova sekaligus menantu keluarga Kurniawan yang tidak berguna? Mengapa Duma berlutut padanya?Tedy yang kebingungan berusaha berdiri. Namun, tempurung lututnya pecah. Begitu dia berdiri, dia langsung jatuh lagi ke tanah.Chandra menatap Duma yang sedang berlutut, lalu berkata dengan tenang, “Aku mau runtuhkan tempat ini sampai rata dengan tanah. Kamu mau hentikan aku?”“Nggak, aku nggak berani ....” Duma sama sekali tidak marah, dia pun segera berkata, “Ka-Kak Chandra, nggak perlu kalian turun t
Pabrik pemrosesan Wasa Group sudah diliburkan. Andi cemas bukan main. Baru saja perusahaan mendapat pesanan dan akhirnya bisa mulai bekerja, muncul masalah lagi.“Bu Nova, bagaimana Bu Nova bisa menyinggung Tedy dari Niroga Farma? Bagaimana kalau Bu Nova pergi mengakui kesalahan dan minta maaf padanya saja? Kalau dibiarkan begini terus, yang rugi kita.”Nova merasa sangat kesal. Mengakui kesalahan? Dia tidak bersalah, bagaimana mungkin dia mau pergi mengakui kesalahan apalagi meminta maaf!“Aku mengerti, kamu keluar saja.”“Baik.”Andi meninggalkan ruangan. Nova duduk di kursi kerjanya, dengan wajah tertunduk lesu, sama sekali tidak bersemangat. Saat ini, dia sungguh tidak berdaya. Perusahaan sedang dalam masalah, tapi dia tidak bisa meminta bantuan dari siapa pun.Nova ingin menemui Tuan Chandra yang misterius. “Kali ini saja aku minta bantuannya,” batin Nova.Nova sudah memikirkan hal ini. Setelah meminta bantuan pria itu, Nova tidak akan menemuinya lagi. Tepat ketika dia sudah menga
Chandra merasakan sesuatu dari dalam istana. Seketika itu juga, amarahnya meluap. Dengan langkah berat penuh kemarahan, dia berjalan masuk ke dalam istana. Di pelataran luas di depan aula utama istana, tergeletak puluhan mayat di atas tanah. Semua mayat itu memiliki luka tusukan tepat di jantung, mati dalam satu serangan. Sementara itu, Paul, Maggie, Sandra, Arya, dan yang lainnya berdiri dengan ekspresi tegang, memandangi Yamesa beserta rombongannya. Yamesa, dengan tatapan penuh kesombongan, menatap ke arah Sandra. Mata hitam legamnya bergerak-gerak, memindai tubuh Sandra dari atas ke bawah. Dia tersenyum puas, melihat lekuk tubuh Sandra yang anggun dan wajahnya yang cantik. “Bagus sekali. Kamu jadi yang pertama,” ucap Yamesa sambil melangkah mendekat. Dia mengulurkan tangannya, mengangkat dagu Sandra. Sandra ingin melawan, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Titik-titik vitalnya telah ditutup rapat oleh Yamesa. “Bajingan! Apa yang ingin kau lakukan?” Sandra berteriak marah
Wajah mereka semua tampak penuh ketegangan. "Bagaimana, tidak ada yang mau bicara?" Pria yang memimpin, Yamesa, berkata dengan nada dingin, "Kalau tidak ada yang bicara, maka aku hanya punya satu pilihan: membunuh." Srett! Dia tiba-tiba menghunus pedangnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakannya dengan jelas. Hanya ada kilatan cahaya pedang, dan seketika itu juga, para prajurit bersenjata yang berada di sekitarnya roboh dalam genangan darah. Semua tewas dengan satu tebasan. Melihat prajurit mereka dibantai, para petinggi Negara Naga dipenuhi amarah. Paul berbicara dengan suara dingin, "Jangan terlalu memandang rendah kami." Namun, seorang pria di belakang Yamesa tiba-tiba mengayunkan tangannya. Dengan tenaga besar yang menyapu udara, tubuh Paul ditarik paksa ke arahnya. Pria itu mencengkeram rambut Paul dan menampar wajahnya dengan keras. Wajah Paul yang gelap langsung memerah dengan bekas tamparan. Dalam hitungan detik, wajahnya bengkak, dan darah mengalir dari sudut
Waktu yang tersisa untuk bumi kini hanya tinggal enam tahun. Enam tahun lagi, kiamat akan datang. Saat ini, manusia di bumi sama sekali belum memiliki kemampuan untuk menghadapi akhir dunia. Satu Alam Niskala saja sudah membuat manusia di bumi berada di ambang keputusasaan. Jika segel itu terbuka, dunia-dunia lain seperti Alam Niskala akan menyatu dengan bumi, dan itulah saat yang benar-benar menjadi akhir bagi umat manusia. Apalagi, makhluk-makhluk Alam Niskala yang muncul sekarang hanyalah yang terlemah. Para makhluk terkuat tidak bisa melewati segel untuk muncul di bumi. “Hal yang paling mendesak sekarang adalah membereskan makhluk-makhluk Alam Niskala yang sudah muncul di bumi, demi memberi waktu bagi umat manusia untuk berkembang,” pikir Chandra dalam hati. Dia sudah memiliki rencana. Namun, untuk mewujudkan semua itu terasa seperti tugas yang mustahil. Satu Jayhan dan satu Jaymin saja sudah sangat merepotkan, belum lagi, berdasarkan informasi yang dia dapatkan, sekar
Tiga tahun telah berlalu, kini Chaca sudah berusia empat tahun. Chandra merasakan rindu pada putrinya. ia sadar, dirinya bukanlah seorang ayah yang baik. Memikirkan hal itu, Chandra hanya bisa menghela napas panjang. Tak lama kemudian, dia meninggalkan Gunung Langit. Chandra menuju kota terdekat dari Gunung Langit untuk membeli sebuah ponsel dan langsung masuk ke forum pesilat. Chandra mulai mencari tahu apa saja yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir. Melalui pembahasan di forum, Chandra mengetahui bahwa tiga tahun lalu dia hampir saja berhasil membunuh Jayhan. Namun, Jayhan terlalu kuat. Meski Chandra telah menggunakan ilmu pamungkas hingga tubuhnya hancur dan jiwanya lenyap, dia tetap gagal membunuh Jayhan. Namun, perlawanan itu membuat Jayhan terluka parah. Setelah itu, Robi bersama anak buahnya berhasil menangkap Jayhan hidup-hidup. Meski Jayhan tidak dibunuh, dia dipenjarakan. Alasannya, Jayhan memiliki latar belakang yang sangat besar. Jika dia dibunuh sembara
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb
Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi
Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere