“Ayo!, Kita pergi dari sini Jejaka!’ seru Rangga Wulung seraya menarik kuat kuat pergelangan tangan yang dipegangnya. Rangga Wulung terkejut bukan main! Ternyata yang ditariknya bukan lagi tangan Jejaka, melainkan tangan seorang laki-laki tua. Rangga Wulung hanya bisa mendengus kesal. Rupanya pada saat dia terpana barusan, Jejaka itu sempat menukar tangannya dengan tangan seorang aki yang kebetulan berada di dekatnya. Tentu orang tua keriput itu mengamuk sejadi-jadinya. Bibirnya yang sudah berlipat keriput seperti kain lusuh, menyemburkan makian pedas, tepat di depan hidung Rangga Wulung. Bahkan makian orang tua di depannya juga disertai gerimis kecil yang terlontar dari mulutnya. Dengan bibir tersenyum kecut, Rangga Wulung mengusap wajahnya yang hampir basah oleh air ludah.
Naas sekali nasibnya hari ini.
Setelah itu Rangga Wulung tersadar pada keadaan Jejaka. ”Ke mana dia sekarang?”
“Jejaka…!” teriak Rangga Wulung keli
Beberapa jurus yang diruntunkan untuk menghabisi Jejaka. Namun, pemuda tanggung itu lincah sekali berlompatan menghindarinya. Seberapa cepat pun Bayuganda mengerahkan jurus-jurusnya, tetap belum menggores kulit Jejaka sedikit pun.Para pengunjung memang terpesona melihat adegan seru itu. Tapi bukan oleh kehebatan gerakan kedua orang itu, melainkan justru pertarungan yang sulit diikuti mata biasa. Gerakan mereka bagai kilasan-kilasa bayangan saja. Padahal jika mereka bisa melihat, gerakan Jejaka sama sekali tidak menunjukkan sedang bertempur, melainkan gerakan ngawur yang begitu cepat!Sekali lagi tubuh Jejaka melenting ke udara dan mendarat di bibir panggung, tepat di belakang si Jari Setan.“Mungkin ini saatnya aku menguji Ilmu Jari Suci milik Dewa Abadi itu” Batin Jejaka. Maka ;Wukkk! Deb deb deb…!Jejaka pun mulai menyusun kuda-kuda. Setiap kaki atau tangannya bergerak dengan pemusatan tenaga penuh terdengar deru yang sampai
“Tidak apa-apa…,” elak Jejaka, berbohong.“Biar Ningrum ambilkan minum untuk kakang” ujar Ningrum seraya berdiri, lantas pergi mengambikan minuman.Dan begitu gadis itu hilang dari pandangan, Rangga Wulung muncul. Dia langsung menghampiri Jejaka yang masih menatap ke arah kepergian Ningrum.“Siapa kau sebenarnya Jejaka?” tanya Rangga Wulung, begitu tiba di depan Jejaka.Jejaka mengangkat wajah.“Ada apa, Kang Rangga Wulung? Mengapa kau bertanya seperti itu?”“Kau bilang tidak memiliki ilmu kanuragan yang tinggi, nyatanya kau dapat membinasakan tokoh kejam yang banyak ditakuti orang…,” papar Rangga Wulung.Barulah Jejaka mengerti maksud pertanyaan tadi Kepalanya hanya menggelengkan perlahan, sebagai jawaban.“Apa maksudmu?” desak Rangga Wulung.Jejaka menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat.“Saya hanya peng
Tanpa pernah diketahui Jejaka sendiri, bertepatan dengan mimpinya, cahaya keperakan yang keluar dari jasad Ki Ageng Buana yang mati dibunuh Bajing Ireng masuk dalam tubuhnya.“Kakang…”Tiba-tiba sebuah panggilan terdengar. Maka anak muda yang termenung dengan wajah tanpa sinar gairah itu tersentak. Begitu menoleh, ternyata Ningrum sudah ada di dekatnya.“Ah, Ningrum…. Aku sampai kaget,” kata Jejaka berusaha bersikap wajar pada Ningrum.“Kakang sedang melamunkan apa?” tanya Ningrum lembut seraya mengambil duduk disebelah Jejaka.“Tidak apa-apa Ningrum, aku cuma bermimpi biasa saja kok”“Kakang jangan galau-galau, ada Ningrum disini yang akan selalu menemani kakang” ucap Ningrum dengan lembut seraya menjatuhkan dirinya kepelukan Jejaka. Jejaka tersenyum dan balas memeluk lembut tubuh Ningrum yang harum semerbak dipelukannya. Walaupun sebenarnya saat ini, pikiran Jejaka m
“Tidak... mengandung atau tidak, aku akan menikahimu Ningrum” kata Jejaka lembut. Wajah cemberut Ningrum tiba-tiba saja pupus, kedua matanya yang indah langsung menatap kearah Jejaka dengan pandangan berbinar-binar.“Tapi tidak sekarang, tunggu saatnya tiba”“Iya, Ningrum akan menunggu saat itu tiba kang. Sampai kapanpun, Ningrum akan menunggu” ujar Ningrum dengan bahagia.Keduanya kini kembali saling pandang dengan tatapan bahagia. Jejaka yang tak kuat menahan dirinya menatap lama-lama bibir indah Ningrum, maka segera bibir Jejaka bergerak kearah bibir Ningrum, Ningrum seakan mengerti apa yang dilakukan oleh Jejaka, disambutnya lumatan lembut bibir Jejaka pada bibirnya, hingga kini keduanya sudah saling melumat dengan mesra. Jejaka semakin memeluk erat tubuh indah Ningrum, sedangkan Ningrum sendiri menikmati apa yang dilakukan Jejaka padanya. Tanpa sadar justru salah satu tangan Ningrum terlihat menarik leher Jejaka seakan ta
Begitu kata-kata itu selesai, Jejaka terjaga dengan peluh membasahi sekujur wajah. Tidak ada yang menakutkan dalam mimpi itu. Tapi entah kenapa, jantungnya berdetak keras dan napasnya memburu kencang. Barangkali mimpi itu semacam satu kekuatan gaib yang menelusup dalam rongga jiwanya.Sambil menyapu keringat di kening, Jejaka mengingat kembali pesan orang tua dalam mimpinya. ”Gunung Batu! Bukankah itu tempat kakek guru, Ki Ageng Buana. Pendekar Kilat Buana, gurunya ayah”“Wanita Penjaga Pintu... ” ulang Jejaka lagi. Sebelum Jejaka bisa berpikir, kantuk menyergapnya kembali. Segera tubuhnya direbahkan, dan sebentar saja terdengar tarikan napasnya yang halus.-o0o-SETELAH berpamitan dan berjanji pada Ningrum untuk kembali setelah urusannya selesai, maka berangkatlah Jejaka seorang diri menuju gunung batu. Letak Gunung Batu berjarak Delapan hari berjalan kaki dari kota raja. Dan tepat pada saat bulan beranjak perlah
Ketika membuka gerbang itu, ia melihat beberapa gadis cantik, tepatnya sepuluh orang setelah di hitung Jejaka. Sedang berkumpul pada satu bangsal besar. Mereka bercakap-cakap, membaca, bermain musik, menulis, pokoknya segala kegiatan yang terpikir olehnya.Yang membuat Jejaka semakin ternganga adalah... semua gadis cantik itu mengenakan gaun tipis tembus pandang! Semua bagian tubuh dari ujung kaki sampai ujung kepala terlihat jelas. Mereka mengenakan penutup dada untuk menutupi gumpalan padat-kencang yang tampak tersembul dan tidak mengintip malu-malu. Belum lagi dengan cawat yang cuma sekelumit seolah hanya menutupi bagian-bagian yang penting saja. Yang jelas, tubuh berbaju minim itu semuanya sekal, padat dan tampak berisi! (pokok’e mantap, ciing...!)“Apa mereka para dewi-dewi dari khayangan ? Ahh, dimana aku sebenarnya?” Batin Jejaka. Jejaka lumayan sulit membedakan antara yang satu dengan yang lain, karena semua cantik-cantik dan montok-montok. Hany
”Benar. Pohon tumbang itulah salah satu jalan masuk ke tempat kami,” kata dara Gaib bergaun keemasan.Sekali lagi Jejaka kaget, karena gadis didekatnya itu bisa mengetahui isi hati dan pikirannya. Kaget sekali itu lumrah, tapi kalau berkali-kali malah bisa bikin jantungan!”Kau ini seperti cacing di perutku saja,” seloroh Jejaka sambil menoleh ke dara bergaun keemasan. Diantara semua yang ada disitu, cuma gadis itu yang duduk manis sambil memetik harpa.”Selama kau berada di wilayah kami, semua isi kepalamu bisa terbaca oleh kami bersepuluh,” tutur gadis bergaun biru, lembut.”Walaaahh... ” seru Jejaka, kaget.”Beruntung kau memilih pohon yang kanan untuk kau tidur, jika tertidur dipohon yang kiri, kemungkinan besar nyawamu sulit terselamatkan,” kata dara Gaib bergaun hitam.”Memangnya kenapa kalau aku memilih pohon yang kiri?” tanya Jejaka dengan nada menyelidik.
"Aahhhh... !"Terdengar erangan keras dari mulut Dara Emas."Jejaka... kau sungguh-sungguh luar biasa... ” dari mulut Dara Emas terdengar suara desahan."Kau juga luar biasa... ” jawab Jejaka alias Jejaka Emas, sementara tangan kiri mengelus-elus bongkahan pantat Dara Emas yang lembut.Dara Emas kemudian turun dari atas tubuh si pemuda dan terlentang di sampingnya dengan mata terpejam. Beberapa saat kemudian, sepi kembali meraja.Setelah mengatur napas beberapa saat, Dara Emas yang masih bugil tentunya bangkit dan bertepuk tangan tiga kali.Plok! Plok! Plok!Serentak ke sepuluh dara lainnya bangun dan berdiri di belakang Dara Emas. Mendadak Dara Emas duduk berlutut dengan kepala tertunduk."Salam hormat kepada Tuan Majikan!" kata ke sepuluh dara itu serempak.Jejaka kaget!Sontak ia berdiri dan matanya memandang berkeliling, namun tidak ada satu pun di tempat itu kecuali mereka berdelapan."Kalian