Jejaka hanya bisa terpana melihat tubuh Ningrum jatuh berdebam ke tanah dan tak dapat bangun lagi. Jejaka yang semula sengaja memberi kesempatan gadis itu untuk mengumbar serangan jadi menyesali kebodohannya. Maka hatinya kontan tersaput kemarahan. Saking tak dapat mengendalikan amarah, wajah Jejaka terlihat berubah memerah.
"Jahanam! Kalian benar-benar manusia jahanam tak tahu malu! Demi Tuhan aku tidak akan membiarkan kalian menebar angkara murka di depan mataku!" bentak Jejaka penuh kemarahan.
"Heaaa...!"
Dan dengan teriakan membelah angkasa, Jejaka kembali menerjang ketiga orang pengeroyoknya. Gelang-gelang dewa dilengan tangannya kembali terbang berseliweran menyerang ketiga pengoroyoknya. Kali ini Peramal Darah, Iblis Pocong dan Iblis Muka Bayi benar-benar harus mati-mati menghindari serangan gelang-gelang dewa tersebut. Sementara itu ditempatnya, Jejaka terus mengendalikan gerak serang ke-10 gelang dewanya.
Sehebat apapun ketiga lawannya, tetap saj
"Dewa Abadi...!!!" desis ketiga orang pengeroyok Jejaka hampir bersamaan. Jejaka sendiri pun sempat terkejut. Ia tidak menyangka kalau lelaki tua renta di sampingnya itulah yang tadi menyerang ketiga orang pengeroyoknya dengan demikian hebat. "Sungguh tak kusangka orang tua renta. Tampaknya tak bertenaga, tapi mampu melancarkan serangan hebat. Dan tampaknya ketiga orang tokoh sesat di hadapanku ini jerih sekali menghadapi orang tua renta ini. Dewa Abadi...! Hm...! Inikah manusia durjana yang dimaksudkan Ningrum? Tapi, kenapa ia menolongku?" gumam hati Jejaka. "Dewa Abadi! Apa matamu buta?! Pemuda yang sedang kami keroyok itulah yang sedang kau cari-cari! Dialah yang bergelar Jejaka Emas. Tapi, kenapa kau malah menyerang kami?" teriak Peramal Darah nyaring. "Hm...!" lelaki tua yang tak lain Dewa Abadi menggumam tak jelas. Kepalanya pun segera berpaling ke arah Jejaka sambil mengangguk-angguk. "Jadi? Pemuda inikah yang telah dilahirkan bersama n
"Nah! Sekarang, kau bisa berbuat apa, Dewa Abadi? Apa kau sanggup menghadapi kami?" tantang pula Peramal Darah."Jangan banyak bacot, Peramal Darah! Akulah lawanmu," teriak Jejaka jengkel.Habis berteriak begitu, Jejaka melompat menerjang Peramal Darah. Kedua telapak tangannya yang membentuk dua cakar naga segera berkelebat cepat ke arah tubuh Peramal Darah. Namun sayangnya baru saja Jejaka berada di udara, Iblis Pocong dan Iblis Muka Bayi segera datang menghadang."Makanlah cemetiku, Bocah Poni!" teriak Iblis Muka Bayi garang.Ctarrr...!Wuttt...!Cemeti berekor sembilan di tangan kanan Iblis Muka Bayi pun segera menyambar-nyambar ganas menyerang Jejaka yang terpaksa harus menarik serangannya. Sedang tulang paha manusia di tangan Iblis Pocong menyambar deras ke arah Jejaka."Hea...! Hea...!"Dikawal teriakan nyaring, Peramal Darah pun turut pula mengeroyok Jejaka. Dalam sekali kelebatan saja, mendadak tongkat hitam di ta
KENING Jejaka berkerut dalam menatap sosok yang mengeluarkan bentakan. Sosok yang tak lain Dewa Abadi itu kini malah melangkah mendekati tubuh Ningrum. Semula si pemuda merasa cemas bukan main. Namun ketika dilihatnya orang tua renta itu menotok beberapa jalan darah dan mengurut tengkuk tubuh gadis itu, baru Jejaka merasa lega.“Aneh...! Rasanya belum pernah aku bertemu orang macam dia. Ternyata Ningrum yang telah dicelakakan, eh, malah sekarang diobati," gumam Jejaka dalam hatiSelang beberapa saat, Ningrum pun mulai siuman. Perlahan-lahan kelopak matanya pun mulai membuka. Namun saat itu pula, Ningrum memekik tertahan. Sepasang matanya yang semula bersinar indah, mendadak berkilat-kilat penuh kemarahan."Jangan terlalu banyak bergerak, Cah Ayu...! Luka dalammu belum begitu pulih. Minumlah obat ini!" kata Dewa Abadi lembut seraya menyerahkan obat pulung yang diambil dari dalam saku bajunya.Sejenak Ningrum membelalak heran melihat perubahan sikap orang tua renta yang telah menewaskan
"Tetaplah tenang di tempatmu, Cah Ayu! Kuharap kau jangan terlalu banyak ulah bila terjadi sesuatu denganku," ujar Dewa Abadi, lalu buru-buru meloncat bangun.Jejaka yang masih berdiri di tempatnya hanya menggaruk-garuk kepala seraya berpaling ke tempat lain. Seolah-olah, ia tidak menyadari dirinya tengah diperhatikan Dewa Abadi dan Ningrum! "Jejaka! Demi Dewata. Aku senang sekali bertemu denganmu. Sekarang kuminta tun..."Dewa Abadi menghentikan bicaranya. Namun sepasang matanya yang berwarna kelabu terus perhatikan pemuda tampan di hadapannya.“Ah...! Kukira tidak seharusnya aku berterus terang mengatakan maksud tujuanku. Bila aku berkeras kepala meminta pemuda itu menunjukkan ilmunya untuk membunuhku, sudah pasti pemuda ini keberatan. Dan bisa jadi malah tidak mau menuruti keinginanku. Sedang aku tidak menginginkannya. Ya ya ya...! Memang sebaiknya aku tak usah memberitahukannya," gumam Dewa Abadi dalam hati.Mendengar Dewa Abadi menghentikan bicara, cucu Begawan Tapa Pamungkas te
"Kau ini sebenarnya menginginkan apa, sih? Kenapa nafsu sekali ingin bertarung denganku?" "Jangan banyak tanya! Cepat sambut pukulanku!" teriak Dewa Abadi lantang.Habis berkata begitu, Dewa Abadi pun segera membuka jurusnya. Jari-jari tangannya yang telah berubah jadi putih berkilauan telah terangkat. Namun sayangnya baru saja bermaksud akan menyerang, tiba-tiba Ningrum telah berkelebat menghadang langkahnya."Jangan, Orang Tua! Kalau kau benar-benar menyesal telah menewaskan guruku, kau tidak boleh menyerang Jejaka. Kalau kau tetap keras kepala, langkahi dulu mayatku. Baru kau boleh menyerang Jejaka!" teriak Ningrum lantangDewa Abadi menggeram penuh kemarahan. Tampak sekali kalau hatinya sangat bimbang. Namun, bila teringat akan maksud tujuannya, kebimbangan di hatinya pun sirna."Kau tetap tenang di tempatmu, Cah Ayu! Aku tidak bermaksud mencelakakan pemuda itu," ujar Dewa Langit, tandas.“Aku tak percaya. Kau pasti akan mencelakakan Jejaka," sergah si gadis.“Ah...! Kau hany
"Semprul! Tak kusangka aku dapat dirobohkan tua bangka di hadapanku ini hanya dalam satu gebrakan!" dengus hati Jejaka. Saat itu, Dewa Abadi pun kembali menyerang hebat. Diam-diam Jejaka mengeluh dalam hati. Kali ini sulit rasanya menghindari gempuran-gempuran lawan. Dan kenyataannya memang demikian. Belum sempat cucu Begawan Tapa Pamungkas ini bertindak, tiba-tiba tepukan tangan Dewa Abadi telah mengancam dadanya. Dan....Bukkk! Bukkk!Telak sekali hantaman tangan Dewa Abadi mendarat di dada Jejaka. Seketika tubuh si pemuda limbung ke samping, lalu jatuh berdebam ke tanah! Parasnya kian pucat bagai mayat! Sedang dadanya yang terkena hantaman tangan terasa mau jebol!Jejaka mengerang hebat. Dan begitu meloncat bangun, darah segar tersembur dari mulutnya."Sompret! Benar-benar sompret! Tua bangka ini rupanya benar-benar menginginkan nyawaku. Kukira sudah saatnya aku mengeluarkan ajian 'Titisan Siluman Ular Naga'" pikir Jejaka dalam hati.Maka tanpa banyak cakap lagi, Jejaka segera memu
"Terima kasih, Anak Muda. Kau baik sekali. Kau telah antarkan aku menemui Pendampingku Yang Setia. Kalau kau tertarik, sekalian ajak gadis itu mempelajari kitab-kitab peninggalan ku. Asal, jangan Kitab Sukma Abadi! Itu amat berbahaya, Anak Muda. Kukira hanya itu pesanku, Anak Muda!” ucap Dewa Abadi yang kontan membuat wajah berubah.“K-kitab Sukma Abadi” ulang Jejaka lagi, karena memang kitab itulah yang dicari-carinya selama ini.“Benar. Kitab sukma abadi. Kenapa Jejaka, sepertinya kau terkejut mendengar nama kitab itu?”“Sebenarnya aku memang ingin mencari kitab itu Dewa Abadi, Raja Kala Coro yang memintaku untuk mencarinya” kata Jejaka lagi, kali ini wajah Dewa Abadi yang tampak berubah mendengar ucapan Jejaka, tapi kemudian bibirnya tersenyum.“Raja Kala Coro, Raja jin penguasa pulau dedemit itukah?” tanya Dewa Abadi, Jejaka mengangguk pelan.“Memang sudah seharusnya kitab itu kembali ke pemiliknya, sampaikan maafku kepada Raja Kala Coro, Jejaka” lagi-lagi Jejaka mengangguk pelan
Belum lagi selesai ucapan Dewa Abadi, satu halilintar berkiblat cepat dari langit, sinar putihnya sekilas menerangi langit yang mulai menghitam, halintar langit itu menghantam sosok Dewa Abadi yang masih berdiri tegar menantang langit.Begitu dihantam halilintar dahsyat itu, tubuh Dewa Abadi langsung berasap, seluruh pakaian putih yang dikenakannya tampak gosong, tapi tidak demikian dengan sosok Dewa Abadi yang terlihat masih berdiri tegar tanpa terluka sedikitpun.“Ayo! Bunuh aku Dewata! Bunuh!” teriak Dewa Abadi dengan keras.Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar!Hujan petir langsung menghantam sosok Dewa Abadi.“Bunuh aku Dewata! Bunuh aku!” teriak Dewa Abadi dengan keras diantara lidah-lidah petir yang menyambar tubuhnya. Tempat itu benar-benar menjadi tempat bunuh diri yang sangat mengerikan, hancur lebur karena dihantam hujan petir yang dahsyat.Jejaka dan Ningrum tak terlihat lagi ditempatnya, karena saat hujan petir pertama melanda, Jejaka sudah menyambar dengan cepat soso