Home / Pernikahan / Jebakan Sang Milyarder / Dusta di Balik Senyuman

Share

Dusta di Balik Senyuman

Untuk pertama kalinya Sheryl berpisah dengan Anindya setelah kedua orang tuanya meninggal. Mereka berdua tidak lagi menempati kamar kost sempit yang pengap. Sheryl dibawa oleh Haikal ke sebuah rumah mewah yang ada di kawasan elit. Sedangkan Anindya tinggal di kost barunya yang luas dan memiliki fasilitas lengkap.

Sheryl mengembuskan napas berat bersamaan dengan rasa sesak di dalam dadanya. Dia merasakan sebuah kesedihan atas perpisahan itu. Tapi ketika mengingat kembali tujuannya, Sheryl langsung menepis segala rasa sendu yang hadir di dalam dadanya.

"Bagaimana, kamu suka rumah ini?" tanya Haikal pada Sheryl.

"Rumahmu bagus, Mas," puji Sheryl sambil tersenyum. Dia harus memperlihatkan rasa antusiasnya terhadap apa yang diberikan oleh Haikal padanya.

"Rumah ini akan menjadi rumahmu juga, Sheryl. Kuharap kamu tidak merasa canggung saat berada di sini. Jika ada yang kurang, katakan saja padaku. Nanti akan kupenuhi semua permintaanmu," ujar Haikal.

"Terima kasih, tapi sekarang rasanya semua sudah cukup. Aku pasti akan betah tinggal di sini," jawab Sheryl penuh minat.

"Ayo kutunjukkan padamu kamar kita." Haikal meraih tangan Sheryl dan menuntun gadis itu ke sebuah kamar utama yang luas dan megah.

Seharusnya Sheryl tidak perlu merasa tercengang saat melihat fasilitas kamar yang melebihi hotel bintang lima itu. Dia sedang berada bersama Haikal Abraham, seorang milyarder yang uangnya melimpah ruah.

"Ini kamarmu?" tanya Sheryl sedikit gugup.

"Kamar kita berdua," jawab Haikal sambil berjalan menuju sebuah sofa di dekat jendela besar. "Mulai malam ini dan seterusnya kamu akan tidur bersamaku di kamar ini. Kita akan berbagi ranjang dan juga berbagi selimut."

Sheryl mengatur air mukanya agar tidak menampilkan raut berlebihan. Dia tidak ingin menyinggung calon suaminya dengan ekspresi yang mungkin akan terkesan jijik.

"Kamu keberatan?" tanya Haikal sambil mengamati raut wajah gadis di hadapannya.

"Tidak apa-apa, kita akan segera menikah dan menjadi suami istri," sahut Sheryl.

Haikal tertawa kecil mendengar jawaban Sheryl. Dia meminta gadis itu untuk mendekat padanya. Saat Sheryl hendak duduk di sampingnya, Haikal segera menangkap pinggang ramping itu dan membuat Sheryl mendarat di pangkuannya.

"Rasanya menyenangkan saat menbayangkan kamu akan segera menjadi istriku," ucap Haikal sambil mengendus tubuh depan Sheryl. Dia tersenyum saat mencium aroma bery yang segar dari tubuh calon istrinya.

"Malam ini kita akan makan di luar. Jadi, ganti bajumu dengan pakaian yang lebih layak," ujar Haikal.

Sheryl mengangguk cepat dan turun dari pangkuan laki-laki itu. Sheryl meraih koper miliknya dan sibuk mengeluarkan pakaian dari sana. Sedangkan Haikal berjalan keluar kamar dan membiarkan calon istrinya sendirian.

Sheryl memilih untuk mengenakan gaun warna biru muda dengan potongan A-line. Gaun ini adalah satu-satunya baju bagus yang tersisa setelah Sheryl menjual semua pakaian miliknya demi bertahan hidup. Gaun ini sengaja tidak dijual karena ini adalah gaun yang dipilih oleh Ibunya sendiri saat Sheryl akan wisuda.

"Kamu tidak punya pakaian selain ini?" tanya Haikal saat mengamati penampilan Sheryl.

Jelas sekali laki-laki itu kurang menyukai gaun yang menurutnya tidak menarik. Meskipun begitu, dia menahan diri untuk tidak terlalu menghina pilihan calon istrinya.

"Maaf. Aku tidak punya baju lain," jawab Sheryl sambil menunduk malu.

Dia tahu bahwa yang dikenakannya adalah gaun murahan dan tidak memiliki merek sama sekali. Pantas saja jika Haikal kecewa melihatnya.

Haikal mengembuskan napas berat. Kemudian dia menelepon seseorang dan berbicara sebentar. Matanya melirik Sheryl dan kembali menilai penampilan gadis itu.

Riga puluh menit kemudian, dua orang wanita datang membawa hampir selusin gaun dari berbagai merek dan model. Mereka meminta Sheryl untuk memilih gaun mana yang akan dikenakannya malam ini.

"Aku tidak tahu bagaimana selera Mas Haikal," ujar Sheryl dengan jujur.

Salah seorang dari mereka tertawa mendengar kejujuran itu. Perempuan bernama Alena itu meraih sebuah gaun berbahan satin dengan model off shoulder.

"Laki-laki seperti Tuan Haikal itu menyukai sesuatu yang terlihat seksi tapi tidak terlalu terbuka. Dan gaun ini pasti cocok denganmu," ujar Alena.

Sheryl mengikuti saran perempuan itu dan mengenakan gaun yang disarankan. Sheryl juga dibantu merias wajah hingga penampilannya tampak sempurna.

Saat melihat penampilan baru Sheryl, Haikal langsung mengangguk setuju. Dia bahkan tampak terpukau hingga berkali-kali mencuri pandang pada sosok Sheryl yang nanti akan menjadi istrinya.

Haikal kemudian membawa Sheryl ke sebuah restoran mewah dimana mereka menempati ruang VIP yang cukup privat. Sheryl berusaha menikmati makan malam romantis itu dan menunjukkan wajah senang. Dia harus menghargai usaha Haikal dalam menyenangkannya.

Tiba-tiba Haikal berdiri, lalu berlutut di hadapan Sheryl sambil menyodorkan sebuah cincin permata. Sikapnya tampak begitu gentleman dan mengagumkan.

"Aku melamarmu, Sheryl. Maukah kamu menjadi milikku selamanya?"

Sheryl tersenyum lagi. Sejak tadi dia sering sekali tersenyum. Tapi saat Haikal menyodorka cincin permata itu, dia mengusahakan agar senyumnya semakin lebar.

"Aku mau, Mas," jawab Sheryl sambil mengangguk.

Lalu cincin permata itu terpasang di jari manisnya dan Sheryl harus menyimpan dusta di balik senyumannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status