‘Dari mana dia tahu Shine? Apa dia menyelidiki hal ini atau jangan-jangan dia justru sudah tahu semuanya,’ batin Vivian yang merasa semakin gelisah.
“Kenapa kamu diam saja?” tanya Raven yang kini terus menatap ke arah Vivian.“Kenapa kamu menanyakan tentang Shine?” tanya Vivian tanpa berani berbalik.“Apakah ada masalah sampai aku tidak boleh bertanya tentang anak laki-laki itu?”Vivian kemudian kembali melangkahkan kakinya sembari menjawab, “Tidak ada, dia hanya anak temanku.”“Hem,” gumam Raven menanggapi jawaban dari Vivian tersebut.Di rumah Vivian. Jam di dinding kamara Shine menunjukkan hampir pukul sebelas malam, tapi saat ini Shine masih saja sibuk dengan laptopnya.Semenjak Raven mengangkat panggilannya, ia pun penasaran dengan sosok Raven. Ia pun sempat bertanya pada Jessi tentang Raven, tapi Jessi terlihat seolah menutupi sesuatu darinya.Hingga akhirnya, ia“Aku tidak menyangka kalau dia akan kagum pada Raven seperti itu,” ujar wanita tersebut sembari melangkah memasuki ruang tamu.Jessi yang saat ini melangkah di belakangnya pun langsung menyahut, “Dia bahkan ingin menjadi muridnya, apa itu tidak membuat kamu ingin mengatakan saja yang sebenarnya?Sepertinya mereka dua cocok.”‘Aku sudah berkata pada Raven akan membantunya, jika dia masih benar-benar mencintai Vivian. Semoga apa yang aku lakukan ini tidak salah,’ batin Jessi yang mengingat pembicaraannya saat Raven menemuinya di Taman Kanak-kanak Shine.“Iya, mereka memang cocok. Mereka sama-sama orang yang posesif dan punya lidah tajam, kadang-kadang. Mungkin jika suatu hari nanti aku tidak bisa menjaga Shine lagi.Aku bisa memberikannya pada ayahnya dengan tenang,” ucap Vivian sembari menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu tersebut.Jessi pun segera duduk di dekat Vivian. “Jangan bicara macam-macam, kamu akan tetap merawat Shi
Seketika Vivian langsung tersenyum aneh saat mendapat kejutan yang sebenarnya adalah hal romantis itu.“Apa ini Tuan?” tanya Vivian sembari menatap ke arah bunga yang saat ini sedang disodorkan oleh laki-laki di depannya.“Ini mawar yang cantik, secantik wanita di depanku,” jawab laki-laki di depan Vivian dengan sebuah senyuman yang harusnya menawan bagi wanita yang melihatnya, kecuali Vivian.‘Cih, najis. Rayuan kuno ini kenapa masih bisa dia lakukan, astaga,’ komentar Vivian di dalam hati, tetapi di luar masih menampakkan ekspresi malu-malu untuk menanggapi rayuan Rain tersebut.Pada akhirnya Vivian pun menerima mawar tersebut dan berterima kasih dengan gaya khas seorang wanita polos.Tak lama kemudian, terdengar suara deheman dari arah lain yang membuat Vivian dan Rain langsung menoleh hampir bersamaan.“Tuan Rain, apa yang Anda lakukan di sana?” tanya Raven yang saat ini sedang melangkah ke arah mereka berdua deng
“Aku hanya kenal beberapa laki-laki saja, tidak lebih,” bohong Vivian dengan cepat.‘Untung aku tidak salah bicara,’ batin Vivian yang benar-benar terkejut dengan sentakan Raven sebelumnya.Masih saja rasa tak puas muncul di wajah Raven saat ini. “Katakan, siapa saja laki-laki itu!”‘Kurang ajar, dia benar-benar mengenal laki-laki lain,’ batin Raven yang memang sering kehilangan kendali jika itu sudah menyangkut Vivian.‘Ah, benar, aku harus menjawabnya dengan lebih santai,’ pikir Vivian yang langsung mengingat trik yang ia gunakan pada Raven saat mereka masih bersama dulu.Ia kemudian mengarahkan pandangannya ke arah lain dan kemudian menggaruk pelipisnya perlahan. “Aku tak begitu mengingatnya,” jawabnya.‘Apa dia ingin menipuku seperti dulu,’ batin Raven.“Jangan main-main, aku ingin tahu data mereka dalam lima menit!”“Eh!” Vivian terkejut mendengar perintah Raven tersebut. “Tunggu, aku benar-benar
Beberapa saat berlalu, akhirnya Raven dan Vivian pun sampai di sebuah mansion. Pada akhirnya, walaupun dengan terpaksa Vivian pun setuju untuk masuk menemui orang yang sudah menunggu mereka itu.“Kenapa kamu harus menyulitkanku,” gerutu Vivian sembari melangkah beriringan dengan Raven.“Siapa yang ingin menyulitkanmu, jangan terlalu percaya diri,” jawab Raven dengan tenang.Mereka pun saling menyindir sembari melangkah masuk ke dalam mansion tersebut. Namun ketika baru saja masuk ke dalam ruang tamu, betapa terkejutnya Vivian ketika melihat para pelayan yang sedang tersenyum ramah dan menyapa seperti saat dulu ia ke mansion ini.‘Aku tidak peduli mereka tersenyum palsu atau asli, setidaknya mereka tidak menatapku tajam,’ batin Vivian sembari membalas keramahan para pelayan di tempat itu.“Bagus, terus tersenyum seperti itu,” bisik Raven yang berusaha menggoda Vivian.Mendengar hal itu Vivian pun langsung menoleh ke ar
‘Apa mereka berdua sengaja,’ pikir Vivian ketika mendapat pertanyaan yang terasa menjebak itu.Lalu, tiba-tiba ekspresi wajah Tuan Brayen berubah tampak menyedihkan lagi. “Atau jangan-jangan kamu memang sengaja ingin melihatku cepat mati?” tanyanya.“Tentu saja tidak, Kakek,” jawab Vivian dengan cepat karena ia benar-benar tidak ingin membuat laki-laki tua yang sangat dulu menyayanginya itu kecewa. Ya ... walaupun ia juga tahu kalau itu hanyalah sandiwara laki-laki tua tersebut.“Kalau begitu bagaimana, apa kamu ingin tinggal di pulau itu dengan Raven?” tanya Tuan Brayen dengan sikap yang berubah lebih tenang.Vivian pun menghela napas panjang sembari memejamkan matanya, mencari jawaban yang paling tepat di dalam otaknya. “Tidak Kakek, aku akan tetap tinggal di kota ini,” tolak Vivian. “Tapi maaf, untuk sementara waktu aku dan Raven memang memiliki sedikit masalah, jadi kami akan tinggal terpisah untuk menginstropeksi diri masi
Lima belas menit berlalu, saat ini Vivian dan Raven segara masuk ke dalam lapangan golf dan mencari keberadaan Cherry yang tadi menghubungi Vivian.“Dia harusnya di sini,” ujar Raven sembari memandangi lapangan yang sangat luas itu.Vivian pun langsung mengambil ponselnya lagi dan mencoba meneleponnya lagi, tapi tak diangkat. “Di mana dia?” gumamnya sembari terus mencoba.Mereka pun terus mencari keberadaan Cherry, hingga akhirnya mereka mendengar suara aneh dari salah satu ruangan di sisi lain lapangan golf tersebut. Vivian pun segera mendobrak pintu ruangan yang berada tak jauh darinya itu. Benar saja, saat ini terlihat Cherry dengan pakaian yang berantakan tengah terduduk di lantai yang ada di ruangan itu.“Ayo cepat bantu aku membawanya!” pinta Vivian sembari mulai membopong Cherry.“Letakkan dia!” perintah Raven tiba-tiba.Vivian yang terkejut dengan nada tinggi Raven itu pun refleks mundur selangka
“Mama itu …,” ucap Shine sembari mengedip-ngedipkan matanya.Jika Shine bersikap manja, pasti ada sesuatu yang diinginkannya. Vivian lalu berjalan mendekati Shine, merendahkan tubuhnya lalu memiringkan kepala seraya tersenyum pada anak laki-laki kesayangannya itu.“Jadi, apa yang kamu inginkan, Shine? Apa ada mainan baru yang ingin kamu beli dari Paman Sam?” tanya Vivian sembari mencubit lembut pipi Shine.Shine hanya menggeleng, tetapi wajahnya belum berubah. Vivian masih memikirkan apa yang diinginkan anaknya. Lalu, sebuah pertanyaan kembali diajukan.“Hm, apa kamu ingin makan sesuatu? Atau … sesuatu yang ada di café tempat yang biasanya?”Jawaban yang sama didapatkan Vivian. Kali ini Shine sungguh membuatnya berpikir keras. Dari belakang, Jessi hanya tersenyum kecil melihat tingkah lucu Shine. Jessi tahu betul apa yang ingin dikatakan Shine.Hanya saja anak itu lebih suka membuat ibunya berpikir hingga menyerah dan terkadang berakhir marah-marah.“Baiklah, Mama tidak tahu apa yang
Vivian berusaha untuk tidak lagi memikirkan siapa pengirim bunga dan hadiah pagi ini, Vivian yang siap bekerja akhirnya memutuskan untuk berangkat. Namun, sebelumnya dia menyembunyikan hadiah itu terlebih dahulu. Vivian tidak ingin Shine membuka hadiah itu tanpa izin darinya. Sementara buket bunga yang didapatkannya ia simpan di kamar.Setelah itu Vivian pun berpamitan pada Shine untuk berangkat kerja, tetapi yang ia dapatkan bukankah sahutan seperti biasanya, melainkan ekspresi tak senang yang tercetak jelas di wajah anak laki-lakinya itu.“Shine, apa kamu marah?” Langsung saja Shine melengos dan bersedekap.“Hacker handal Mama sedang marah ternyata,” gumam Vivian sembari terkekeh. “Apa kamu mau dibawakan hadiah saat Mama pulang nanti?” bujuknya.Seketika kedua mata Shine berbinar mendengar kata hadiah. Anak itu pun langsung menjawab, “Ya!”“Baiklah, cium aku! Dan nanti akan ada hadiah saat aku pulang.”Setelah mencium Vivian, kemudian Shine melambaikan tangan sembari tersenyum leb