Vivian berusaha untuk tidak lagi memikirkan siapa pengirim bunga dan hadiah pagi ini, Vivian yang siap bekerja akhirnya memutuskan untuk berangkat. Namun, sebelumnya dia menyembunyikan hadiah itu terlebih dahulu. Vivian tidak ingin Shine membuka hadiah itu tanpa izin darinya. Sementara buket bunga yang didapatkannya ia simpan di kamar.Setelah itu Vivian pun berpamitan pada Shine untuk berangkat kerja, tetapi yang ia dapatkan bukankah sahutan seperti biasanya, melainkan ekspresi tak senang yang tercetak jelas di wajah anak laki-lakinya itu.“Shine, apa kamu marah?” Langsung saja Shine melengos dan bersedekap.“Hacker handal Mama sedang marah ternyata,” gumam Vivian sembari terkekeh. “Apa kamu mau dibawakan hadiah saat Mama pulang nanti?” bujuknya.Seketika kedua mata Shine berbinar mendengar kata hadiah. Anak itu pun langsung menjawab, “Ya!”“Baiklah, cium aku! Dan nanti akan ada hadiah saat aku pulang.”Setelah mencium Vivian, kemudian Shine melambaikan tangan sembari tersenyum leb
“Apa kamu menerima hadiah dariku, Nona Heta?” tanya pria yang tak lain adalah Rain.Vivian tersenyum sembari mengangguk perlahan. Namun, matanya melirik ke arah Raven yang kini melihat keduanya. Wanita itu pun memanfaatkan situasi untuk membuat Raven semakin kesal.“Kamu tahu, saat memberikan hadiah itu, jantungku berdetak cepat. Aku takut kamu menolaknya. Tetapi, aku meyakinkan diri untuk terus maju. Aku berharap kamu menyukai isi dari hadiah itu.”Perkataan Rain yang begitu puitis menurut Vivian, membuat suasana menjadi aneh. Vivian masih tersenyum canggung, sambil mendengarkan kalimat-kalimat selanjutnya.“Terima kasih,” ucap Vivian dengan lembut.“Kamu membuatku semakin tak berdaya, senyumanmu sungguh candu untukku, Nona Heta. Apa ini yang dinamakan kasih tersampaikan?”“Entahlah, aku suka melihat buket bunga darimu. Sekali lagi terima kasih.”“Itu bukan apa-apa. Semua yang kuberikan tak sebanding denga
“Uhm, aku mendengar ada suara seorang pria sedang berteriak di sini. Apa kamu baik-baik saja?” tanya Vivian ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di kamar itu.Cherry tampak biasa dan tidak menunjukkan sesuatu yang membuat Vivian curiga. Dan dengan santainya ia menjawab, “Apa yang kamu bicarakan? Aku hanya sendirian seharian ini.”Meski Cherri menjawab seperti itu, tetapi tetap saja Vivian tidak menyerah dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu. Ia pun mencari di setiap sudut kamar, tempat yang kemungkinan dijadikan tempat persembunyian seseorang.“Tuan Raven, terima kasih sudah datang,” ujar Cherri sembari melirik ke arah Vivian. Memperhatikannya dari sudut matanya.“Ya,” sahut Raven dingin.Sementara itu saat ini Vivian masih merasa penasaran dengan beberapa hal yang ada di kamar itu.“Apa tidak ada yang datang untuk menjengukmu selain kami?” tanya Vivian yang memang sangat penasaran karena tidak mene
Sore harinya. Vivian yang baru saja selesai dengan pekerjaannya sore ini memutuskan untuk segera pulang, agar bisa makan malam bersama dengan Shine dan Jessi di rumah. Tak lupa, ia pun berpamitan pada Raven sebelum meninggalkan perusahaan seperti yang seharusnya. Namun sialnya ….“Aku akan mengantarkanmu pulang,” ucap Raven sembari bangun dari kursi kerjanya.“Tidak, aku naik motor saja, itu lebih aman,” tolak Vivian.Langsung saja sebuah senyum sinis muncul di wajah Raven. “Jadi kamu berpikir aku ini lebih menakutkan dari begal?”‘Apa aku harus menjawab iya?’ batin Vivian sembari melengos ke arah lain.“Sudahlah, aku tidak ingin berdebat dengan kamu. Aku ke sini hanya ingin memberitahu itu saja, tidak ada yang lain,” ucapnya.Setelah itu Vivian langsung berbalik dan meninggalkan ruangan itu bergitu saja tanpa mengatakan apa pun lagi. Sepuluh menit berlalu. Saat ini Vivian tengah
“Tentu saja aku di sini,” jawab Raven sembari menghempaskan senjata orang yang ingin menyerang Vivian dari belakang itu.Sesaat kemudian Raven memberi tanda dengan tangannya dan kemudian beberapa orang pun masuk ke tempat itu. Sedangkan Raven dengan cepat melangkah mendekati Nora. “Apa kamu tuli?“ tanyanya sembari mencengkeram leher Nora.Nora yang sebelumnya sudah merasa ketakutan ketika melihat Raven datang, kini terlihat semakin pucat wajahnya.“Maaf, to-tolong maafkan aku,” ucapnya sembari meringis kesakitan.‘Dia benar-benar marah karena hal ini,’ batin Vivian sembari mengerutkan kening dan menyipitkan matanya ketika melihat wajah Nora yang memerah karena kekurangan oksigen.“Bukankah aku sudah mengingatkanmu terakhir kali,” geram Raven sembari menghempaskan tubuh Nora ke lantai.Nora pun terjerembab di lantai tersebut, sedangkan ketiga orang yang dibawanya kini telah dihajar habis-habisan oleh para orang
“Nona Flower?” tanya Raven sembari menatap Vivian dengan tanda tanya besar di wajahnya.Vivian langsung saja tersenyum canggung menghadapi situasi ini. “Kenapa, apa ada masalah?” tanya laki-laki yang tadi menepuk pundak Vivian dan memanggil Vivian dengan sebutan Nona Flower itu.“Tidak ada masalah Dokter Richard, Anda tenang saja. Dia hanya terkejut saja karena tidak pernah mendengar ada orang lain memanggilku sebaik Anda,” sahut Vivian sembari memberikan senyuman hangat di wajahnya.‘Kenapa sih dia harus muncul di saat seperti ini,’ batin Vivian sembari terus mencoba menunjukkan keramahannya pada laki-laki yang pernah dimanfaatkannya itu.“Oh ya?” tanya Dokter Richard sambil kembali menatap wajah Vivian.“Ya,” jawab Vivian dengan sangat cepat agar tak didahului oleh Raven.“Ya, panggilan Flower itu memang hanya cocok untuk Anda.”“Ah, terima kasih Dokter atas pujian Anda,” sahut Vivian sembari
Kemudian Vivian mengeluarkan benda-benda yang didominasi warna merah jambu itu. Ia mengamati sebuah boneka barbie dengan pakaian yang terlihat sedikit usang, tapi memiliki tekstur tubuh yang masih kokoh seperti benda baru. ‘Ini pasti sengaja. Tapi apakah orang yang mengirim benda ini ingin mengolok-olokku atau justru ingin mengingatkanku dengan masa lalu?’ pikir Vivian yang melihat hal itu dengan dua kemungkinan karena ia tak tahu siapa pengirim benda-benda yang manis untuk anak perempuan itu.Ia kemudian mengeluarkan beberapa mahkota khas kesukaannya saat masih kecil, juga beberapa penjepit rambut yang sangat mirip dengan apa yang sangat disukainya dulu.‘Apa orang ini ingin mengingatkanku dengan kebakaran waktu itu,’ batinnya yang tentu saja merasa janggal dengan hal itu karena ia tahu dengan jelas kalau benda-benda kesayangannya itu pasti sudah hangus dimakan api saat kebakaran terjadi.Dan masih teringat dengan jelas kalau semenjak k
“Kenapa, apa Papa melakukan sesuatu yang salah Vi?” tanya laki-laki yang ada di dalam panggilan tersebut yang ternyata adalah Tuan Johanson.“Tentu saja tidak, memang apa yang salah dengan seorang ayah yang tidak menghubungi anaknya sama sekali selama bertahun-tahun padahal anak itu sudah terlihat di sekitarnya,” jawab Vivian dengan santai. “Jangan seperti itu Vi, Papa benar-benar menyesal karena ini. Papa pikir kamu sudah bahagia bersama dengan suami kamu, maka dari itu Papa tidak mau mengganggu kamu lagi,” ujar Tuan Johanson mencoba membela diri.“Oke, angaap saja aku percaya dengan semua perkataanmu itu. Jadi terima kasih atas kadonya dan semoga hari-harimu menyenangkan,” sahut Vivian lalu mematikan panggilan tersebut begitu saja.Setelah itu Vivian meletakkan ponselnya di atas meja dan duduk dengan ekspresi murung.“Siapa?”“Papa,” jawab Vivian singkat, tapi sangar jelas.Mata Jessi langsung membulat m