“Jadi apalagi yang kamu rencanakan?“ tanya Tuan Johansson sembari berganti menoleh pada Raven.“Maaf Tuan, sepertinya ada beberapa hal lebih penting yang harus Anda urus dari pada marah-marah di sini,” sahut Sean, laki-laki yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.Langsung saja Tuan Johansson mengepalkan tangannya kuat. Tanpa berkata apa pun lagi, kemudian ia meninggalkan tempat tersebut. Sedangkan Vivian yang melihat hal itu pun segera melangkah ingin mengikuti Tuan Johansson, tetapi dengan cepat dihentikan oleh Raven. “Mau ke mana?“ tanyanya.“Aku harus mencari tahu di mana—” “Orang tua kandungmu?“ sela Raven.“Benar aku ingin tahu di mana ayah kandungku” sahut Vivian.“Apa kamu pikir jika dia tahu, dia akan memberitahu kamu yang sebenarnya?“ tukas Raven sembari berdiri dari kursinya. “Dengar, dia tidak tahu siapa ayah kandungmu karena selama ini ibumu tidak pernah memberitahu kebenarannya. Dia hampir menghapus semua jejak tentang ayah kandungmu,” bebernya. Vivian mundur bebe
“Itu … sepertinya hal ini sengaja ditutupi,” jawab Sean.“Sepertinya ada orang yang ingin mengalihkan perhatianku,” batin Raven sembari berbalik dan menatap ke arah Charles, Vivian dan Rolland yang saat ini masih melangkah mencari makam laki-laki bernama Alex.“Baiklah, suruh orang untuk menyelidiki hal ini lagi. Dan percepat semuanya!“ titah Raven.“Baik,” sahut Sean yang ada di dalam panggilan tersebut.Setelah itu Raven pun dengan tenang mematikan panggilan tersebut. “Semakin menarik saja,” gumamnya sembari menatap Rolland yang saat ini terlihat tengah bercengkrama dengan Vivian. Setengah jam berlalu. Setelah selesai mengunjungi makam bernisankan nama Alex, kemudian mereka pun meninggalkan area pemakaman tersebut. “Apakah Alex mengatakan sesuatu sebelum dia meninggal?“ tanya Rolland dengan ekspresi dingin di wajahnya, seolah dia masih merasa terpukul karena kini dia tahu dengan jelas kalau salah saudaranya itu telah tiada.Ya, semua itu hanyalah tipuan dari Rolland
Setelah selesai sarapan pagi, kemudian sepasang ayah dan anak ini pun segera berangkat ke sekolah seperti hari kemarin.“Pa, apa Mama tidak akan terus tinggal bersama dengan Tante Jessi?“ tanya Shine sembari menatap ke arah Papanya yang saat ini sedang menyetir sendiri mobil tersebut.“Tidak. Papa sedang berusaha agar Mamamu mau pindah ke tempat kita,” jawab Raven dengan tenang.Raven mengerucutkan bibirnya. “Apa mau aku bantu?“ Langsung saja Raven melirik anak semata wayangnya itu.“Tapi aku punya syarat dan ketentuan,” imbuh Shine sebelum Raven mengatakan iya.“Apa dia sedang berkomplot melawanku,” pikir Raven.“Apa syaratnya?“ tanya Raven dengan tenang.Shine pun menatap ayahnya dengan serius. “Aku ingin ….“** Sementara itu, saat ini Vivian tengah sarapan bersama dua orang yang terus saling menggoda di depannya. Tangannya menggenggam erat sendok makannya, hingga ….“Hei, ini meja makan!“ teriak Vivian pada dua orang di depannya tersebut.Seketika suasana beru
Sesaat kemudian Shine pun turun dari bangku yang didudukinya. Ketiga temannya pun saling menatap dan kemudian meletakkan bekal makanannya lalu mengikuti Shine melangkah ke arah Vivian.“Siapa Ma?“ tanya Shine ketika sudah berada tak jauh dari Vivian.Vivian yang terlihat kebingungan pun langsung merengkuh tubuh anaknya. Segera ia menggendong tubuh mungil tersebut dan memeluknya erat.“Shine, ini Mamamu?“ tanya Jerry, salah satu sahabat Shine.“Benar ini mamaku,” jawab Shine sembari tersenyum bangga.Ketiga anak laki-laki tersebut pun saling menatap dan kemudian mengangguk-ngangguk seolah mereka bertiga baru saja menyetujui sesuatu.Kemudian dari arah lain terlihat Gustavo yang tengah mempercepat langkahnya untuk mendorong kursi roda orang yang tadi memanggil Vivian. “Mama dia siapa?“ tanya Shine sembari ikut menatap ke arah laki-laki lanjut usia yang saat ini duduk di atas kursi roda seperti yang Vivian lakukan.“Dia kakek buyut kamu,” jawab Vivian sembari mempererat pelukann
Lebih dari 15 menit Tuan Brayen mengobrol dengan Vivian dan juga cicitnya, akhirnya dia dan Gustavo berpamitan untuk meninggalkan tempat itu.“Ingat, nanti malam kalian harus datang ke rumah Kakek,” ucapnya sembari mengusap kepala Shine dengan lembut. “Ini perintah, mengerti!" imbuhnya.Vivian pun segera mengangguk. "Baik Kakek," jawabnya.Setelah berbicara beberapa hal lagi, kemudian Vivian dan Shine pun melambaikan tangannya mengantar Tuan Brayen meninggalkan area taman kanak-kanak tersebut.“Jadi benar dia kakek buyutku, Ma?“ Tanya Shine sembari menoleh ke arah Vivian yang saat ini masih terus menatap ke arah Tuan Brayen yang sedang dibopong masuk ke dalam mobil oleh Gustavo.“Benar, dia adalah kakek buyut kamu,” jawab Vivian sambil menghela napas panjang. “Apa di kehidupan sebelumnya aku ini seorang pejuang yang mati di medan perang, sampai-sampai punya kakek mertua yang baik seperti dia,” batin Vivian yang masih tidak menyangka kalau tebakannya selama ini salah. Dia ti
“Sembarangan saja,” tukas Vivian sembari menjangkau pipi chubby Shine.“Tapi Mama bilang sendiri kalau mama hamil tiga bulan,” jawab Shine sembari menepis tangan mamanya yang saat ini sedang mencubit gemas pipinya.“Apanya yang hamil tiga bulan, kapan Mama pernah bilang seperti itu?“ tanya Vivian yang tidak mau kesalahpahaman ini terus berlanjut.Setelah terlepas dari Vivian, Shine dengan cepat berlari dan bersembunyi di belakang kaki Raven. Sementara itu saat ini Raven terus memperhatikan perut Vivian. “Apa dia juga percaya dengan kekonyolan ini?“ batin Vivian sembari memperhatikan ekspresi wajah Raven. “Ck, tapi jika dia percaya pun itu juga wajar, bagaimanapun juga kami sudah tidak bersama selama beberapa tahun. Sangat mungkin kalau dia berpikir aku ini sudah bersama dengan orang lain.““Apa yang kamu pikirkan?“ Dia bertanya sembari menegakkan kembali tubuhnya dan kemudian menatap Raven dengan dingin.“Aku hanya ingin memastikan saja apa benar kamu sudah hamil? Aku penasaran siap
Segera saja Raven berlari bersama laki-laki paruh baya tersebut. Sedangkan Vivian mengikuti dibelakangnya sembari menggendong Shine. Pergi mereka bergegas pergi ke ruangan Tuan Bryan. Raven pun tanpa basa-basi langsung membuka pintu kamar tersebut.“Bagaimana, ada apa dengan kakek?“ tanya Raven sembari melangkah mendekati ranjang Tuan Bryan.Itu dokter Richard yang sedang membetulkan infus Tuan Brian pun langsung menatap ke arah Raven namun sesaat kemudian pandangannya tertarik pada Vivian yang saat ini sedang menggendong sains.“Kenapa dia lagi Jangan bilang dia ini tiba-tiba menjadi dokter keluarga ini,” batin Vivian sembari berpura-pura tenang. “Lebih baik aku ikuti saja alur ceritanya jangan sampai terjebak masalah karena hal-hal yang sudah lewat.“ Vivian mengepal kuat.“Tuan Bryan mengalami serangan jantung tapi tidak apa-apa tapi tidak apa-apa keadaannya kini sudah lebih stabil keadaannya hanya saja tolong kalian jaga emosinya agar terkontrol,” ujar Richard sembari menyelesaika
“Gawat,” batin Nyonya Reya yang langsung menoleh pada Raven.Sedangkan Tuan Johansson kini menegakkan punggungnya. “Benar, saya memanglah ayah dari Vivian. Tetapi kami tidak memiliki hubungan darah,” bebernya.Kepala Vivian tertunduk, tangannya mengepal mendengar ucapan laki-laki yang sedari kecil dipanggilnya ayah itu.“Apa maksud kamu?“ tanya Tuan Johansson sembari berusaha bangun dan langsung saja dibantu oleh Dokter Richard agar bisa duduk bersandar.Tuan Johansson pun maju selangkah. “Vivian benar anak mendiang istri saya, Grease, tapi dia bukan anak saya. Saya menikahi ibunya setelah dia mengandung tiga bulan,” terangnya.Mendengar hal itu Tuan Johansson pun langsung melirik ke arah Vivian. “Jadi dia bukan anak sah. Tapi bagaimanapun juga dia adalah cucu menantu yang aku pilih sendiri. Ck, aku akan menyelidiki masalah ini nanti,” batinnya.“Jadi kamu datang ke sini sebagai siapa?“ tanya Tuan Johansson yang masih bersikap tenang.Tuan Johansson tercengang selama beberapa saat. “A