Ella tersentak hingga menghentikan langkahnya tatkala melihat Surya yang sudah duduk di ranjang mereka berdua. Surya sedang menyisir rambutnya yang basah.
“Dari mana saja kamu Ella? Sudah malam begini, aku kira kamu sudah tidur tadi.”“Oh.. aku habis jalan – jalan cari angin. Di sini agak jenuh dan sedikit panas. Kamu sendiri dari mana Mas? Aku nunggu Mas Surya lama banget.” Ia sedikit gugup, masih gemetar, namun berusaha tetap tenang. Karena ia berencana menyembunyikan kejadian yang baru saja menimpanya.“Aku tadi habis dari kamar Mama nemenin Mama sampai Mama tertidur karena Papa ada urusan mendadak. Ya udah, ayo kita tidur. Ini sudah larut.” Surya beranjak merebahkan badannya ke kasur.Ella yang tiba – tiba penasaran dengan rambut Surya yang basah akhirnya bertanya, “Kamu abis mandi ya Mas? Kok rambutnya basah gitu?”“Oh, iya. Memang agak panas malam ini. Jadi aku mandi lagi.”“Oh.. aku mau cuci muka dulu.” Ella bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka.Di kamar mandi, Ella menggosok – gosok wajah serta bibirnya sambil meratap hingga dibiarkannya air mata itu jatuh setelah ia tahan sejak keluar dari kamar Rigel. Bagaimanapun ia mencoba berpikir, tetap tidak menemukan alasan yang tepat kenapa Rigel berbuat seperti itu padanya. Penipu? Siapa penipu? Jika yang dimaksud adalah Surya, apa yang sudah dilakukan Surya hingga Rigel berkata seperti itu? Dan yang paling penting, kenapa ia diperlakukan seperti itu oleh Rigel yang adalah adik iparnya sendiri? Bukankah ini tidak pantas?Pikiran Ella berkecamuk, sebelum akhirnya ia menyadari ada bau aneh dari tubuhnya. Diendusnya lengan kiri dan kanan bergantian.“Astaga!” ia menanggalkan bajunya dan membiarkan badannya tersiram air shower dari ujung rambut hingga ujung kaki, agar bau alkohol yang ia dapat saat ditindih oleh Rigel pun sirna.Ella terisak, ia takut serta bingung apa yang harus dilakukan sekarang. Jika ia menceritakan hal ini besok kepada Surya, entah apa yang akan terjadi. Sedangkan ia baru saja diterima di keluarga ini setelah 12 tahun lamanya. Air shower itu ia biarkan terus mengaliri tubuhnya, sebelum akhirnya ia menemukan rencananya sendiri.*****Pagi itu, Ella sibuk berdandan bersiap untuk sarapan bersama. Marry mendandani Jupiter dan Luna. Sedangkan pelayannya yang lain, Bella, sedang merapikan ruang tidur.“Tuan muda Jupiter dan Nona muda Luna apakah tidur kalian semalam nyenyak?” tanya Marry ramah.“Entahlah, aku sempat mendengar suara Papa memanggil – manggil seperti sedang mencari Mama.” Terang jupiter.“Tapi, semalam aku mendengar Papa bicara sama Mama. Mereka mesra sekali, Papa bilang...” Luna terlihat asyik curhat kepada Marry dengan diselingi sedikit tawa, hingga..“Kalian sudah siap? Ayo kita segera sarapan dan pergi ke sekolah yang baru.” Mereka berdua mengikuti langkah Ella menuju ruang makan, juga dengan Marry.Ella yang mengenakan dress berwarna biru langit terlihat menyita perhatian seisi ruang makan. Hampir semua mata tertuju padanya.“Kamu cantik Ella.” Puji Nyonya Jane sembari tersenyum hangat, sebelum akhirnya mulai menyantap makanannya.“Terima kasih Ma.”“Kak Ella sangat manis, tapi lebih baik jangan gunakan kalung itu. Lebih cocok kalau kakak memakai kalung mutiara. Apa Kak Surya tidak memberimu kalung yang pantas?” Jackson memulai ocehannya.“Tutup mulutmu Jack! Ini ruang makan, bukan fashion show.” Surya yang kesal lalu melanjutkan, “Sayang, aku mau ke kamar dulu. Sepertinya ponselku tertinggal di kamar.” Surya beranjak dari tempat duduknya.Ella hanya mengangguk, lalu saat ia mengalihkan pandangannya. Tanpa sengaja ia bertatap mata dengan Rigel yang selalu duduk di depannya. Ella tak menyadari kalau sejak tadi Rigel memperhatikannya.Dan akhirnya Rigel membuka suara.“Kenapa matamu bengkak Ella? Apa semalam tidurmu tidak nyenyak?” Tanya Rigel dengan tatapan datar seperti biasa.Ella hanya bisa gelagapan, “Ah, iya semalam aku tidur larut jadi mungkin terlalu lelah.” Ella menyeruput sesendok kuah Sup daging untuk menutupi kegugupannya. Ia penasaran, kenapa Rigel terlihat biasa saja? Apakah ia tidak ingat kejadian semalam?Tiba – tiba nyonya Jane menimpali kata – kata yang membuat nafsu makan Ella menghilang.“Ngomong – ngomong, semalam Mama susah tidur sampai larut malam. Papa kalian tiba – tiba ada urusan mendesak. Sedangkan Surya malah buru – buru ke kamarnya katanya capek mau istirahat.”“Maaf Ma, semalam aku juga ada urusan mendadak. Jadi tidak bisa menemani Mama.” Ucap Levin yang sepertinya hampir tidak terdengar oleh Ella. Pikiran Ella sedang sibuk mencerna ucapan Nyonya Jane yang tidak sinkron dengan ucapan Surya semalam.Segenap pertanyaan berkecamuk di kepalanya.Surya yang tak lama kembali ke tempat duduknya untuk sarapan sepertinya tidak menyadari percakapan antara nyonya Jane dan Ella barusan. Dan Ella masih memilih untuk tidak membahas hal ini dulu, ia menunggu waktu yang tepat.Rigel yang sedari tadi memperhatikan Ella, kini mengalihkan pandangannya ke Surya seraya bertanya, “Apa pagi ini kamu akan mengantar anak – anakmu?”“Oh, tidak. Aku sudah bilang ke Ella dan anak – anak bahwa aku tidak bisa mengantar mereka hari ini. Karena aku harus segera menghadiri rapat di kantor baruku bersama Papa. Aku sudah meminta Om Tiko menyiapkan sopir untuk mereka.” Terang Surya lalu menatap Ella, serta Jupiter dan Luna.“Maaf sayang, Papa tidak bisa mengantar kalian hari ini.”“Tapi Papa janji besok antar kami ya?” Luna sedikit merengek.“Ok, Papa janji.”Seusai sarapan, anggota keluarga Wirata sibuk untuk urusan masing – masing. Ella dan Marry buru – buru membawa Jupiter dan Luna untuk masuk ke dalam mobil saat tiba – tiba Om Tiko menghentikan mereka.“Maaf Nyonya Ella, Tuan Rigel yang akan mengantar kalian. Beliau sudah menunggu di mobil. Mari saya antar.”Ternyata mobil Rigel sudah parkir di belakang mereka. Ella sebenarnya sangat enggan, tapi Om Tiko sudah lebih dulu mengambil tas Jupiter dan Luna yang di bawa oleh Marry dan segera membawanya ke mobil Rigel. Ella yang tak sempat berkata – kata terpaksa menurutinya.Suasana di mobil mewah berwarna hitam itu terasa dingin. Bahkan dinginnya sampai menusuk di tulang Marry yang akhirnya ikut mengantar Jupiter dan Luna karena desakan Ella. Marry juga heran, ada angin apa tuan mudanya yang dikenal kaku dan tidak peduli dengan orang lain itu tiba – tiba berinisiatif mengantar Ipar dan keponakannya. Bahkan Rigel sendiri yang menyetir kendaraan itu. Sungguh pemandangan yang langka, pikirnya.Lamunan Marry buyar saat Ella memulai percakapan.“Eemm, Rigel. Apa kantormu searah dengan sekolah anak – anak?” Ella mencoba mencairkan suasana walau ia masih dongkol lantaran kejadian semalam.“Tidak.”Seperti yang dipikirkan Ella dan Marry, Rigel tidak akan banyak bicara.“Lalu, kenapa kamu mengantar kami? Apa kamu tidak akan terlambat ke kantormu?” Ella tidak bisa menahan rasa penasarannya.Yang ditanya hanya diam sesaat lalu akhirnya menjawab, “Apa perlu alasan khusus?”Ternyata bukan menjawab, malah balik bertanya. Di titik inilah Ella benar – benar jengkel hingga akhirnya memilih untuk diam saja.Mobil hitam itu akhirnya sampai di sebuah komplek sekolah. Di sana ada kelas untuk taman kanak – kanak seusia Luna, juga sekolah dasar untuk Jupiter. Ella membuka pintu dan hendak turun.“Terima kasih tumpangannya.” Ella langsung bergegas keluar, karena ia yakin Rigel tidak akan membalas ucapannya.“Uncle, terima kasih mengantar kami. Sampai ketemu lagi di rumah.” Luna menyunggingkan senyum manisnya.Jupiter yang sedikit cuek hanya melambaikan tangannya saat keluar dari mobil itu.*****Setelah sekitar hampir 1 jam, akhirnya Ella dan Marry keluar dari gerbang sekolah. Dan mereka terkejut, saat mobil Rigel masih terparkir di sana. Ella yang enggan menyapa, berlagak cuek. Marry akhirnya mendekati mobil itu. Rigel menurunkan kaca jendela.“Kenapa lama sekali? Cepat masuk!”“Iya Tuan.” Marry memberi kode kepada Ella untuk ikut masuk.Di perjalanan, suasana masih saja dingin. Marry yang tidak tahan akhirnya membuka suara.“Nyonya, untung saja Tuan Besar sudah mengurus kepindahan Tuan muda Jupiter dan Nona Luna. Prosesnya tidak butuh lama dan sekarang pasti mereka sedang bersenang – senang dengan teman baru.” Sembari berusaha tersenyum, Marry berusaha mencairkan suasana.“Oh, iya.” Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Ella. Ia benar – benar tak habis pikir, kenapa Rigel sampai menunggunya.Namun Marry tidak kehabisan akal, ia akan terus mengoceh agar hawa dingin itu segera hilang.“Oiya, tadi pagi Nona Luna menceritakan kejadian semalam. Waah.. benar – benar romantis ya Nyonya Ella.”“Apa maksudmu?” Ella tersentak mendengarnya, juga Rigel yang akhirnya melirik lewat spion dan berniat menguping.“Nona Luna mendengar Tuan Surya mengucapkan kata – kata mesra kepada Nyonya Ella. Walaupun katanya tidak mendengar suara Nyonya, tapi suara Tuan Surya terdengar jelas di depan kamar Nona Luna dan Tuan muda Jupiter.”“Surya bilang apa?” Ella semakin penasaran.“Emm, katanya, I love you, kamu cantik malam ini, gaun tidurmu juga sangat indah. Kurang lebih seperti itu katanya. Saya jadi malu sendiri saat mendengarnya Nyonya. Romantis sekali.” Marry tersipu.Sesaat sunyi, namun jantung Ella berdegup kencang. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia hanya bisa melotot tanpa bisa berkata – kata. Dan suara tawa tiba – tiba memecah keheningan.“Hahahahahha.. apa semalam kamu menggunakan gaun tidur Ella?” Rigel menyeringai.Pertanyaan Rigel membuat Ella bergidik, karena ia sendiri ingat dengan jelas. Semalam ia menggunakan setelan piyama, bukan gaun tidur. Dan Rigel juga tahu itu.“Hahahahahha.. apa semalam kamu menggunakan gaun tidur Ella?” Rigel menyeringai.Pertanyaan Rigel membuat Ella gemetar, karena ia sendiri ingat dengan jelas. Semalam ia menggunakan setelan piyama, bukan gaun tidur. Dan Rigel juga tahu itu.Raut muka Marry berubah, ia bingung dengan maksud candaan Rigel. Namun ia tetap memilih diam, takut salah bicara.“Apa ada lagi yang diceritakan anak – anak, Marry?” Ella masih memendam rasa penasaran.“Tidak Nyonya, hanya itu yang saya dengar dari anak – anak.” Jawab Marry singkat.Beberapa menit berlalu, dan suasana di mobil itu semakin sunyi. Walau sesekali Rigel menyeringai tanpa disadari Ella.Akhirnya, tibalah mereka di kediaman keluarga Wirata. Ella yang sudah merasa engap berada 1 mobil dengan Rigel, buru – buru membuka pintu berniat keluar.“Tunggu! Jangan keluar dulu, ada yang ingin aku bicarakan.” Perintah Rigel kepada Ella.Marry yang mengerti maksud Rigel segera turun dari mobil. Sedangkan Ella, kembali duduk di kursinya dan membanting
"Apa? Di mana kalian berdua sekarang?" Suara lantang Surya menggema di ruang kamar, hingga Ella terbangun dari tidurnya."Ada apa Mas?""Rigel berulah di sekitar sini, aku akan menjemputnya. Kamu tunggu di rumah dengan Jupiter ya." Terang Rigel seraya menutup teleponnya."Rigel di sekitar sini? Apa yang terjadi Mas?" Pertanyaan Ella tak sempat terjawab lantaran Surya sudah bergegas pergi.Satu jam lebih Surya baru kembali ke rumah. Ella yang melihatnya membopong seseorang segera menghampirinya. Rupanya Surya tidak sendiri, ia bersama dengan laki - laki berjas rapi dan berkaca mata. Dani yang menyadari bahwa ia diperhatikan oleh Ella segera menganggukkan kepala isyarat menyapa.Mereka merebahkan Rigel di tempat tidur kamar tamu. "Ella, ini Dani asisten sekaligus pengawal Rigel." Surya memperkenalkan."Ah, iya. Apa yang terjadi dengannya?""Hari ini Tuan Rigel ada urusan pribadi dengan teman kuliahnya. Lalu setelah pertemuan selesai, beliau mengajak saya ke sebuah bar. Entah apa yang m
"Dan, kamu jangan jemput aku hari ini. Aku berencana beberapa hari tinggal di sini. Untuk kuliahku, tolong atur saja. Lalu, aku butuh bantuanmu mencari tahu sesuatu tentang kakakku dan juga istrinya." Pagi itu Rigel berkeliling sekitar rumah, baru kali ini ia berkunjung ke rumah Surya dan Ella. Ia ingat betul keluarganya tidak menerima Ella pada awalnya. Namun akhirnya mereka merestui, dengan catatan mereka harus tinggal jauh dari kediaman Wirata. Hingga saat ini, Rigel masih penasaran apa yang menyebabkan keluarganya tetap tidak mau menerima kedatangan Ella. Alasan karena anak adopsi bukanlah alasan yang masuk akal baginya. Bagaimana tidak, Surya sebenarnya adalah anak adopsi juga!Rigel sedang duduk di bangku kuliah, namun masih belum mengerti tentang banyak hal rumit di keluarganya. Dan setelah kejadian memalukan semalam, ia mulai penasaran dengan rumah tangga kakaknya. Dari gelagat Ella tadi, ia bisa menyimpulkan bahwa rumah tangga mereka sedang tidak baik - baik saja. Tapi kenap
Dengan tatapan setengah kosong, Ella masuk ke dalam mobil Rigel. Ella pun tak mengerti dengan dirinya sendiri, kenapa ia tak menolak saja. Harusnya ia bisa lebih tegas menolak tawaran Rigel. Meski hujan deras, bisa saja ia menjemput Jupiter dengan motor dan menggunakan mantel.Tapi penyesalan itu tetap sia - sia lantaran mobil itu sudah melaju kencang di jalan yang terguyur oleh derasnya hujan.Mereka berdua hanya saling membisu satu sama lain selama beberapa saat. Hingga Rigel mencoba memulai pembicaraan."Mulai besok aku yang akan mengantar Jupiter, selama Kak Surya tidak di rumah. Kamu cukup di rumah saja." Kata Rigel dengan percaya diri seolah ia adalah ayah Jupiter.Ella yang sejak tadi hanya fokus melihat pemandangan dari jendela pintunya, mengalihkan pandangan ke Rigel sambil memicingkan matanya karena keheranan. Namun, tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.Ella tetap enggan bicara dengan Rigel selama perjalanan pulang setelah menjemput Jupiter. Bahkan saat sampai di rumah
"Apa kabar Nona Ella?" Sapa Dani dengan senyuman. Senyuman hangat yang membuat Rigel terus memelototi asistennya itu."Iya, Baik. Kamu mau menjemput Rigel?" Tanya Ella saat sedang duduk santai di ruang tamu."Ah, tidak. Tuan Surya memintanya untuk di sini sementara bukan?""Iya benar." Jawab Ella singkat."Saya hanya menengok Tuan Rigel. Apa Anda merasa terganggu?" Selidik Dani.Ella tak langsung menjawab. Beberapa detik kemudian baru ia mengeluarkan kalimat, "Tidak. Silakan jika ingin bersantai di rumahku." Ella beranjak dari duduknya, meninggalkan Rigel dan Dani. "Kapan pencarian akan dimulai Tuan? Nona Ella terus berada di rumah." Tanya Dani dengan suara yang pelan. Rigel menghela napas lalu hendak menjawab Dani, namun tiba - tiba Ella kembali bersama Jupiter."Aku akan keluar berbelanja, mungkin sekalian makan malam di luar. Kalau butuh apa - apa, kalian bisa minta ke Bi Tami termasuk makan malam." Ucap Ella, lalu Jupiter menarik tangannya."Aku mau diantal Om... " Rengek Jupite
Ella sedang berpikir, mungkin Jackson mengerjainya. Bagaimana bisa sudah hampir satu jam tidak ada kabar apapun darinya. Nomor ponselnya pun sulit dihubungi. Seharusnya dia bilang kalau memang sedang sibuk. Pagi ini Ella bahkan tidak sempat sarapan karena harus pagi - pagi datang ke kantor agensi. Hampir saja Ella beranjak dari tempat duduknya. Hingga akhirnya yang di tunggu pun tiba."Maaf, sudah menungguku lama." Ujar Jack dengan senyum tengil khasnya."Aku kira kamu sedang mengerjaiku." Gerutu Ella dengan muka masam."Mana berani aku, Kak." "Lihat saja penampilanku, kenapa aku harus menutupi kepalaku dengan syal, memakai masker. dan kacamata hitam begini? Aku juga sudah menunggumu lama. Lagi pula kita satu rumah, kenapa kita tidak bicarakan di rumah saja sih?" Ella yang terlanjur kesal tidak sengaja mengoceh di lobi kantor yang tidak terlalu ramai orang.Dan dengan sigap Jackson menyambar tangan Ella serta menariknya untuk segera pergi meninggalkan lobi. "Sebentar Jack, lepaskan
"Apa ini benar kamu, Ella?" Isi pesan itu diikuti sebuah foto. Ella terbelalak, tampak foto Ella saat di lobi agensi Jackson.Foto pertama saat Ella sedang duduk menunggu. Foto kedua saat sedang mengobrol dengan Jack. Dan foto ketiga saat Jack menggandeng tangannya.Awalnya Ella enggan membalas pesan itu, namun ia penasaran dengan si pengirim. Juga ia takut foto itu disalah akan gunakan."Siapa?" Hanya itu yang ia tanyakan. Dengan cepat pesan Ella dibalas, "Rigel, Simpan nomorku. Apa benar difoto itu kamu?""Apa maumu?" Ella yang masih enggan menjawab, terus balik bertanya.Rigel tidak kunjung membalas pesan Ella. Lalu tiba - tiba ada panggilan masuk dari Surya."Ella, kamu dimana sekarang?""Aku di rumah, Mas."*****Ella merasa bersalah karena belum menjelaskan yang sebenarnya kepada Surya. Pagi tadi sebelum ia berangkat, ia hanya berpamitan sedang ada urusan dengan teman lamanya.Surya meneguk segelas Es Kopi yang dimintanya dari pelayan tadi. Sementara Ella terduduk lesu. Ia geli
"Ponselmu terus berbunyi, kenapa tidak kamu jawab sih? Berisik sekali tau!""Ck! Kamu yang berisik!" Surya mematikan ponselnya, lalu meneguk segelas minuman beralkohol. Suasana di ruang karaoke itu sebenarnya tak kalah riuh dari bunyi ponsel Surya. "Kamu ini luar biasa, belum dapat kekuasaan dari ayahmu tapi sudah bisa bertingkah," ujar salah satu teman Surya di ruangan itu dengan sinis."Memangnya kenapa? Sebentar lagi akan diumumkan bahwa aku, Surya Wirata sang anak sulung keluarga Wirata akan menjadi CEO Wirata Grup. Hahaha..." Kata Surya seraya mengangkat gelas berisi minuman beralkohol itu, diikuti teman - temannya.*****"Apa kami melewatkan sesuatu yang menarik Pa, Ma?" sapa wanita cantik berambut ikal dengan pakaian glamournya. Ia tidak sendirian, di sebelahnya berdiri Levin yang tampak tak peduli.Ella langsung paham bahwa itu adalah Lusy. Ella kagum dengan kecantikan dan keanggunannya. Menurutnya tampak cocok jika bersanding dengan Levin yang tampan. Ia juga melihat Lusy ak
Parto berjalan menuju garasi dengan lesu. Tatapannya kosong, badannya basah karena keringat. Pikirannya kalut, setelah ini entah apa yang akan terjadi dengan nasibnya. Sudah jelas ia akan dipecat, tapi lebih takut lagi jika sampai masuk penjara. Sedangkan sebenarnya, ia tidak melakukan kesalahan apapun. "Sssttt.. Parto! Sini!" Suara Surya mengagetkan Parto. Lalu ditariknya Parto ke pojokan garasi. "Mas, tuan Besar marah sekali. Saya takut dipenjara, Mas. Gimana ini?" mata Parto tampak berkaca-kaca. "Tenang, To. Aku jamin kamu aman. Papa pasti membantumu agar tidak sampai masuk penjara, walau pasti kamu dipecat. Begini saja, aku akan kasih kamu kompensasi sebagai permintaan maafku. Aku akan kasih uang lima puluh juta buat kamu dan keluargamu di kampung. Gimana?" "Bener lo, Mas." desak Parto. "Iya, tenang saja. Kamu bisa beli motor baru dan buka usaha di kampungmu. Tapi kamu janji, jangan sampai ada yang tahu kalau aku yang pakai motormu." Pak Basir mengelus dada saat tak s
"Bagaimana, Pa?" tanya nyonya Jane serius. "Sebenarnya Levin masih terlalu muda untuk hal ini. Tapi, mengingat apa yang telah terjadi kepada keluarga Herman, terlebih Ella yang sekarang menjadi sangat menderita, aku merasa sangat bersalah." kata tuan Prabu penuh penyesalan. "Kita kan tidak langsung menikahkan mereka. Cukup tunangan saja dulu. Nantinya Ella bisa kita rawat, juga bisa kita sekolahkan lagi. Entah kebetulan sekali Levin tertarik dengannya." Tuan Prabu dan nyonya Jane berada di ruang kerja saat percakapan itu sedang berlangsung. Tanpa mereka sadari, Surya yang awalnya hendak menemui nyonya Jane, akhirnya menghentikan langkahnya setelah mendengar percakapan kedua orang tuanya itu. Hatinya semakin penasaran, siapa Ella sebenarnya. Ia pun berniat mencari tahu tentang Ella. Parto bersiap dengan motornya. Lalu tiba - tiba dikejutkan dengan kehadiran Surya."Ayo, Mas Parto. Aku ikut." ucap Surya seraya naik diatas motor Parto yang beberapa detik lagi akan melaju. "Astaga
Ketiga kalinya, Levin datang ke rumah lavender bersama Pak Basir. Ia selalu antusias saat menanti Ella menampakkan diri. "Sudah saya bilang kan tadi, seharusnya Mas Levin ikut masuk. Jadi kita tidak menunggu begini." "Pak, kan katanya rahasia. Masak aku ikut juga ke sana, kan aneh. Ya sudahlah, ayo kita pulang. Sudah sore juga, aku capek." keluh Levin yang kemudian menyandarkan tubuhnya. "Eh, Mas. Itu dia Non Ella nya!" seru Pak Basir dengan riang. Levin bergegas merapatkan tubuhnya ke pintu samping seraya menatap dalam Ella yang tiba - tiba keluar dari rumah bersama Pak Singgih. Sepertinya mereka berdua hendak keluar rumah bersama, dengan menaiki motor matic berwarna hitam. Pak Singgih yang melihat keberadaan mobil Pak Basir, lalu turun dari motornya dan mengatakan sesuatu kepada Ella. Pak Basir dan Levin menjadi tegang, keduanya dengan fokus menatap Pak Singgih dan Ella yang menunjuk ke arah mereka berdua. Tak lama, Ella berjalan menuju mobil yang dinaiki Levin itu.
"Aku dengar keluarga Herman bangkrut karena ulahmu, Prabu. Apa benar?" tanya seorang tamu di rumah Tuan Prabu kala itu. Laki-laki berkumis tebal dengan sinis memandang Tuan Prabu.Tuan Prabu enggan menjawab pertanyaan itu. "Apa kamu jauh-jauh kemari hanya untuk melontarkan pertanyaan bodoh itu, Joko?" tanya balik Tuan Prabu. "Kamu sendiri tahu persis, apa yang sebenarnya terjadi dibalik kasus kebangkrutan perusahaan Herman. Kenapa masih pura - pura tidak tahu?" imbuhnya.Joko yang adalah saingan bisnis Tuan Prabu, mendengus karena kesal."Tidak usah munafik kamu, Prabu. Bukankah kini perusahaan Herman sudah kamu ambil alih?""Apa aku harus menjelaskan satu per satu kepadamu? Aku dijebak untuk dimanfaatkan oleh Jaya Grup, sehingga seolah aku yang membuat Herman bangkrut. Dan kini perusahaan Herman diberikan kepadaku dengan alasan kompensasi atas dasar rekan bisnis. Apa kamu pikir aku bodoh? Aku menerima perusahaan Herman karena aku tidak ingin perusahaan itu jatuh ditangan orang yang
"Tuan Levin!"Dengan langkah cepat, Levin menghampiri Ella dan Marry yang tengah duduk santai. Kali ini Levin berpakaian santai tak seperti biasanya. Wajahnya terlihat cerah ceria, segar dan mempesona. Senyumnya juga terus mengembang di bibirnya. Ella berpikir, sepertinya ada hal baik yang sedang dirasakannya. Padahal semalam masih terasa ketegangan diantara keluarga Wirata itu. "Bagaimana keadaanmu, Ella? Apakah sudah membaik? Aku membawakanmu minuman kesehatan, ini sangat baik untuk mengurangi stres dan membuat badan menjadi bugar. Lalu, ada camilan juga untuk anak - anak." Wajah rupawan Levin rupanya telah membuat Ella tak menyadari bahwa Levin datang sambil menenteng tas plastik berisi banyak makanan dan minuman."Oh, iya. Terima kasih." Hanya itu yang bisa diucapkan Ella lantaran merasa masih canggung, sejak ia mendengar percakapan semalam.Hening sesaat.Ada hawa dingin yang dirasakan Marry. Sejak kedatangan Levin, Marry hanya bisa diam sambil memperhatikan gerak gerik Tuanny
Keringat Ella bercucuran, tubuhnya panas dingin. Namun ia tetap berusaha memfokuskan pendengarannya agar bisa terus memahami isi pembicaraan orang - orang di dalam ruangan itu.Ella perlahan kembali mencoba mengintip di balik pintu yang tak tertutup rapat itu. Terlihat Rigel yang duduk kaku dengan sorot mata yang tajam seolah baru mendengar kabar menggemparkan yang belum pernah ia ketahui. Sedangkan Levin dan Jack juga terlihat tegang"Pa, aku menyukai Ella. Lagi pula saat itu Levin masih usia berapa? Kenapa memaksakan Levin menikah dengan Ella?" Ucap Surya protes."Hah! Kamu sendiri saat itu umur berapa? Kamu memaksakan kehendakmu sendiri untuk segera menikah hingga rela pergi dari kediaman ini. Jangan lupa itu!" timpal Levin yang merasa tak terima dengan kata-kata Surya."Papa dan Mama berencana menjodohkan Levin dan Ella, itu adalah keputusan kami yang tidak perlu kalian tahu. Terutama kamu Surya." Kata Tuan Prabu seraya menunjuknya."Kenapa, Pa? Kenapa aku tidak boleh tahu? Apa ka
Sony dan Wingky perlahan mendekati Levin yang masih dalam posisi menggendong Ella."Tunggu Lev, aku seperti pernah melihat wanita ini bersama kedua adikmu?" tanya Wingky yang tak membuat Levin kaget, karena kedua reporter itu memang selalu menguntit keluarganya."Rigel bilang, ia masih kerabat dengan keluarga Wirata?" imbuhnya."Benar," jawab Levin seadanya lalu beranjak pergi sebelum akhirnya dihentikan lagi oleh pernyataan Sony."Tapi Lev, menurut desas desus dari staf hotel, wanita ini adalah istri dari salah satu tamu di hotel ini. Siapa laki-laki itu?" "Berempatilah sedikit dengan kami." Hanya kata - kata itu yang bisa diucapkan oleh Levin. Lalu ia bergegas menuju tempat parkir mobilnya.Kedua reporter spesialis keluarga Wirata itu tak bergeming, hanya saling melontarkan pemikiran mereka."Semakin menarik," ucap Sony."Betul! Hari - hari kita akan semakin sibuk. Kita harus berterima kasih juga kepada Lusy, " timpal Wingky.*****Levin memacu mobilnya secepat mungkin, berharap wa
"Hei, tunggu! Apa yang kalian lakukan?!"Ella bergegas mengekor Levin menerobos masuk ke dalam kamar."Kalian ini kenapa? Kenapa tiba-tiba masuk?" nada Surya sedikit meninggi membuat Ella terkejut dengan sikapnya."Kami kenapa, katamu? Kamu yang kenapa, Mas? Aku ini istrimu, dan dia adikmu. Apa kamu menyembunyikan sesuatu, sampai istrimu sendiri tidak boleh masuk?" jantung Ella berdegub cepat, tubuhnya gemetar. Matanya mencari sesuatu keseluruh penjuru ruangan, mencari sesuatu yang mencurigakan. Namun Levin yang berkeliling pun tidak menemukan apapun."Apa yang kalian cari? Kalau kamu mau bicara baik - baik, lekaslah bicara." Kata Surya singkat.Akhirnya Levin memberikan kesempatan kepada Ella dan Surya untuk bicara berdua. Ia beranjak keluar dari kamar itu."Sampai kapan kamu akan begini, Mas? Dulu kamu memang pernah seperti ini saat marah. Tapi tidak bisakah kamu sedikit berubah? Kamu bahkan tidak menelepon anak - anak. Aku telepon pun tidak pernah kamu angkat.""Berubah, katamu? A
Suara mesin mobil taksi yang ditumpangi oleh Ella dan kedua anaknya menderu di jalan aspal. Wajah Jupiter tampak cerah, begitupun dengan Luna yang sedari tadi bernyanyi di dalam taksi. Mereka tak sabar bertemu sang papa lantaran beberapa hari tidak berjumpa, bahkan tidak menelepon sekalipun. Ella sedari tadi hanya bisa menutupi kegelisahannya dengan senyuman palsu di depan anak - anaknya. Ia teringat, ini bukan yang pertama kali Surya marah hingga tak pulang ke rumah. Walau begitu hatinya tetap sakit, setidaknya ia ingin bicara melalui telepon. Apalagi ia sangat sedih melihat Jupiter dan Luna yang sering merengek karena rindu dengan ayahnya.Ia tahu, ia bersalah dengan mengambil keputusan sendiri tanpa seijin dari suaminya. Tapi sungguh ia tak berniat untuk macam - macam. Semalam saat pulang bersama Rigel dan Jack, Nyonya Jane memberi kabar bahwa Surya menghubungi Mamanya itu. Surya hanya berpesan kepada sang ibunda agar tidak khawatir tentangnya. Ia hanya butuh menyendiri, lantaran