"Apa? Di mana kalian berdua sekarang?" Suara lantang Surya menggema di ruang kamar, hingga Ella terbangun dari tidurnya.
"Ada apa Mas?""Rigel berulah di sekitar sini, aku akan menjemputnya. Kamu tunggu di rumah dengan Jupiter ya." Terang Rigel seraya menutup teleponnya."Rigel di sekitar sini? Apa yang terjadi Mas?" Pertanyaan Ella tak sempat terjawab lantaran Surya sudah bergegas pergi.Satu jam lebih Surya baru kembali ke rumah. Ella yang melihatnya membopong seseorang segera menghampirinya. Rupanya Surya tidak sendiri, ia bersama dengan laki - laki berjas rapi dan berkaca mata. Dani yang menyadari bahwa ia diperhatikan oleh Ella segera menganggukkan kepala isyarat menyapa.Mereka merebahkan Rigel di tempat tidur kamar tamu."Ella, ini Dani asisten sekaligus pengawal Rigel." Surya memperkenalkan."Ah, iya. Apa yang terjadi dengannya?""Hari ini Tuan Rigel ada urusan pribadi dengan teman kuliahnya. Lalu setelah pertemuan selesai, beliau mengajak saya ke sebuah bar. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba mabuk berat seperti ini." Dani menghela napas."Baiklah, biarkan dia istirahat di sini. Tolong kabari Papa dan Mama bahwa Rigel mampir ke rumahku." Tegas Surya kepada Dani.Malam itu juga Dani pamit untuk pergi, dan ia akan kembali besok untuk menjemput Rigel.Ella yang telah terlelap kembali, merasakan ada yang memeluknya erat sekali. Dan sejurus kemudian ia telah ditindih oleh badan yang tidak terlalu besar namun memiliki dada yang bidang itu. Ella menikmati tubuh yang ia pikir sedikit ringan itu, jemarinya terus menulusuri kulit halus yang menyelimuti dada, perut hingga bagian belakang punggung dalam kegelapan di kamar itu. Walau sebenarnya ia merasa sedikit asing dengan tubuh ini, namun ia menyukainya."Mas, apa kamu kurusan? Badanmu kurang berisi, tapi aku suka." Kata Ella tersenyum manja, sembari memeluknya semakin erat."Kamu habis minum ya Mas? Kenapa bau alkohol begini?" Lanjutnya."Mas, kenapa diam aja sih?... Hhhmmpp!!" Si pemilik tubuh indah itu sepertinya enggan memberikan jawaban secara lisan, dan malah memberikan ciuman yang panas hingga Ella gelagapan.Ella yang sudah terlanjur merasakan panas di sekujur tubuhnya tak mungkin mengelak dari serangan laki - laki itu. Ia membalas ciuman membara itu dan melepaskan hasratnya. Laki - laki itu mulai beraksi dengan menanggalkan pakaian Ella satu persatu. Belaian serta perlakuannya yang lembut saat bercinta membuat Ella terhanyut.Dua jam sudah mereka berdua memadu kasih. Mereka yang telah kelelahan merebahkan badan di kasur itu. Tak lama, ponsel Ella bergetar tanda pesan masuk."Ella, aku masih di bar bersama Hendra dan Toni. Maaf sayang mungkin aku pulang pagi, mereka berdua mabuk berat dan aku harus mengantar mereka pulang." Isi pesan Surya membuat Ella gemetar, dan jantungnya berpacu dengan cepat. Perlahan ia memalingkan wajahnya kepada pria yang sedang tidur di sebelahnya.Kalau bukan Surya suaminya, lalu siapa dia? Pertanyaan itu menghujami pikirannya. Saat ia hendak bangun, pria itu dengan sigap menarik tubuh Ella hingga terpental kembali di kasur. Pria itu menindihnya kembali."Siapa kamu? Beraninya kamu masuk kamar orang! Lepaskan aku atau aku lapor polisi!" Ella yang ketakutan mengancam dengan air mata yang mulai berlinang.Pria itu tidak menjawab dan hanya mematung di atas tubuh Ella. Tangan Ella berusaha meraih meja di sebelah ranjang itu, hendak menyalakan lampu. Saat ia telah berhasil menyalakan lampu di atas meja, terlihat dalam cahaya remang sesosok pria tanpa busana berada di atas tubuhnya. Saat kedua mata mereka saling bertemu, Ella mendaratkan tamparan di wajah tampan itu lantaran benar bahwa itu bukan suaminya.Plakk!!!"Apa yang kamu lakukan di kamarku, Rigel?!" Ella berteriak penuh amarah hingga air matanya mengalir semakin deras.Rigel yang sejak tadi hanya terdiam lalu didorong Ella hingga hampir terjatuh. Ella menutupi tubuhnya dengan selimut seraya beringsut di sudut ranjang."Lancang kamu! Cepat keluar dari kamarku!" Teriakannya hampir membangunkan Jupiter yang tidur di kamar sebelah.*****"Sayang, dari tadi aku penasaran kenapa mata kamu sembab gitu? Kamu habis nangis semalam?" Tanya Surya seraya melahap selembar roti selai cokelat di piringnya."Iya, aku habis mimpi buruk semalam. Jadi saat aku bangun, aku menangis sampai pagi." Jawabnya tanpa melihat lawan bicaranya dan hanya fokus dengan makanan di piringnya."Iya, aku semalam juga mendengal Mama bilang 'kelual!' kenceng sekali." Jupiter kecil menambahkan."Oh ya? Wah, kasian Mama ya. Kira - kira mimpi apa ya Mama? Apa ada monster masuk ke kamar Mama?" canda Surya ke Jupiter yang saat itu masih berusia 3 tahun."Tapi Mas, ada yang mau aku bicarakan denganmu soal Rigel semalam..." lanjut Ella namun segera dipotong oleh Rigel."Ehem, maaf Kak Surya aku semalam membuat keributan dan menyusahkanmu. Aku sedang frustasi makanya aku mabuk.""Dani sudah menceritakan itu. Tapi, kenapa kamu sampai di kota ini? Kalau dibilang bertemu dengan teman kuliah, aku rasa ini terlalu jauh Rigel." Surya penasaran dengan kedatangan adiknya yang datang jauh - jauh itu."Papa, ayo kita belangkat. Nanti tellambat." Rengek Jupiter."Iya sayang, hari ini jadwal Papa yang antar ke sekolah ya. Ayo kita berangkat sekarang." Ajak Surya sembari bangkit dari duduknya di ruang makan. Surya menggandeng Jupiter setelah berpamitan kepada Elladan Rigel.Kini tinggal Ella dan Rigel di meja makan. Suasana canggung namun terasa sangat dingin menyelimuti ruangan di sekitar keduanya."Apa tidak ada sesuatu yang ingin kamu jelaskan Rigel?" Ella memulai pembicaraan dengan perasaan sangat marah yang lebih dominan dibandingkan dengan rasa malunya. Sorot matanya benar - benar tajam membuat Rigel tak mampu menatap matanya terlalu lama."Maaf. Aku semalam mabuk berat jadi tidak sadar melakukan itu." jawabnya singkat."Itu saja? Bagaimana bisa kamu masuk kamarku? Kenapa harus masuk ke kamarku? Kita baru bertemu setelah beberapa tahun dan kamu lancang masuk kamar kakak iparmu?""Aku sudah bilang aku mabuk berat, jadi mana mungkin aku sadar sedang melakukan apa. Itu diluar kendaliku. Tapi aku heran, kenapa kamu sendiri tidak sadar sedang tidur dengan siapa? Apa kamu bodoh?" Rigel berusaha membela diri agar tidak terlalu disalahkan atas kejadian semalam."Apa maksudmu? Mana mungkin aku bisa melihat dalam kegelapan kamar seperti itu?" Ella berusaha mengelak."Jangan membuatku tertawa, dilihat dari ukuran badan saja sudah terlihat jelas perbedaanku dan Kak Surya. Apa kamu memang sengaja menikmatinya? Atau jangan - jangan kalian...""Jangan - jangan apa?!" bentak Ella."Akui saja, kalian sudah lama tidak berhubungan? Sudah lama tidak tidur bersama, sampai tidak sadar suami atau bukan." Pernyataan Rigel kali ini menohok Ella. Ella hanya bisa terdiam, suaranya seolah tercekat di kerongkongan."Kenapa diam? Apa aku benar?" Rigel menatap Ella menyelidik, dan ia melihat kedua mata Ella mulai berkaca - kaca. Rigel masih menatapnya dalam - dalam. Air mata Ella membuat hatinya tiba - tiba terasa nyeri. "Apa ini?" gumamnya seraya menyentuh dadanya. Ia tidak sanggup melihat Ella menangis untuk kedua kalinya.Ella hendak beranjak dari kursinya saat tiba - tiba ada seseorang yang datang."Bu Ella, maaf saya datang kesiangan. Ini tadi mengantar anak saya sekolah dulu." Rupanya Bi Tami, asisten rumah tangga di rumah Ella. Bi Tami tidak menginap di rumah Ella karena rumahnya tidak jauh dari sana. Bi Tami datang pagi ketika waktunya membuat sarapan hingga malam selepas makan malam.Ella hanya mengangguk kepada Bi Tami, dan mengenalkan Rigel kepadanya."Terserah apapun yang kamu lakukan di rumah ini, tapi jangan ikut campur urusan pribadiku. Terlebih lagi, aku adalah kakak iparmu. Dan aku belum memaafkanmu." Tegas Ella saat Bi Tami sudah memasuki dapur. Ia pun segera masuk ke kamarnya dan terdengar pula ia mengunci pintunya.Rigel menghela napas seraya menepuk dadanya. Lalu ia meraih ponselnya dan menghubungi Dani."Dan, kamu jangan jemput aku hari ini. Aku berencana beberapa hari tinggal di sini. Untuk kuliah, tolong atur saja. Lalu, aku butuh bantuanmu mencari tahu sesuatu tentang kakakku dan juga istrinya.""Dan, kamu jangan jemput aku hari ini. Aku berencana beberapa hari tinggal di sini. Untuk kuliahku, tolong atur saja. Lalu, aku butuh bantuanmu mencari tahu sesuatu tentang kakakku dan juga istrinya." Pagi itu Rigel berkeliling sekitar rumah, baru kali ini ia berkunjung ke rumah Surya dan Ella. Ia ingat betul keluarganya tidak menerima Ella pada awalnya. Namun akhirnya mereka merestui, dengan catatan mereka harus tinggal jauh dari kediaman Wirata. Hingga saat ini, Rigel masih penasaran apa yang menyebabkan keluarganya tetap tidak mau menerima kedatangan Ella. Alasan karena anak adopsi bukanlah alasan yang masuk akal baginya. Bagaimana tidak, Surya sebenarnya adalah anak adopsi juga!Rigel sedang duduk di bangku kuliah, namun masih belum mengerti tentang banyak hal rumit di keluarganya. Dan setelah kejadian memalukan semalam, ia mulai penasaran dengan rumah tangga kakaknya. Dari gelagat Ella tadi, ia bisa menyimpulkan bahwa rumah tangga mereka sedang tidak baik - baik saja. Tapi kenap
Dengan tatapan setengah kosong, Ella masuk ke dalam mobil Rigel. Ella pun tak mengerti dengan dirinya sendiri, kenapa ia tak menolak saja. Harusnya ia bisa lebih tegas menolak tawaran Rigel. Meski hujan deras, bisa saja ia menjemput Jupiter dengan motor dan menggunakan mantel.Tapi penyesalan itu tetap sia - sia lantaran mobil itu sudah melaju kencang di jalan yang terguyur oleh derasnya hujan.Mereka berdua hanya saling membisu satu sama lain selama beberapa saat. Hingga Rigel mencoba memulai pembicaraan."Mulai besok aku yang akan mengantar Jupiter, selama Kak Surya tidak di rumah. Kamu cukup di rumah saja." Kata Rigel dengan percaya diri seolah ia adalah ayah Jupiter.Ella yang sejak tadi hanya fokus melihat pemandangan dari jendela pintunya, mengalihkan pandangan ke Rigel sambil memicingkan matanya karena keheranan. Namun, tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.Ella tetap enggan bicara dengan Rigel selama perjalanan pulang setelah menjemput Jupiter. Bahkan saat sampai di rumah
"Apa kabar Nona Ella?" Sapa Dani dengan senyuman. Senyuman hangat yang membuat Rigel terus memelototi asistennya itu."Iya, Baik. Kamu mau menjemput Rigel?" Tanya Ella saat sedang duduk santai di ruang tamu."Ah, tidak. Tuan Surya memintanya untuk di sini sementara bukan?""Iya benar." Jawab Ella singkat."Saya hanya menengok Tuan Rigel. Apa Anda merasa terganggu?" Selidik Dani.Ella tak langsung menjawab. Beberapa detik kemudian baru ia mengeluarkan kalimat, "Tidak. Silakan jika ingin bersantai di rumahku." Ella beranjak dari duduknya, meninggalkan Rigel dan Dani. "Kapan pencarian akan dimulai Tuan? Nona Ella terus berada di rumah." Tanya Dani dengan suara yang pelan. Rigel menghela napas lalu hendak menjawab Dani, namun tiba - tiba Ella kembali bersama Jupiter."Aku akan keluar berbelanja, mungkin sekalian makan malam di luar. Kalau butuh apa - apa, kalian bisa minta ke Bi Tami termasuk makan malam." Ucap Ella, lalu Jupiter menarik tangannya."Aku mau diantal Om... " Rengek Jupite
Ella sedang berpikir, mungkin Jackson mengerjainya. Bagaimana bisa sudah hampir satu jam tidak ada kabar apapun darinya. Nomor ponselnya pun sulit dihubungi. Seharusnya dia bilang kalau memang sedang sibuk. Pagi ini Ella bahkan tidak sempat sarapan karena harus pagi - pagi datang ke kantor agensi. Hampir saja Ella beranjak dari tempat duduknya. Hingga akhirnya yang di tunggu pun tiba."Maaf, sudah menungguku lama." Ujar Jack dengan senyum tengil khasnya."Aku kira kamu sedang mengerjaiku." Gerutu Ella dengan muka masam."Mana berani aku, Kak." "Lihat saja penampilanku, kenapa aku harus menutupi kepalaku dengan syal, memakai masker. dan kacamata hitam begini? Aku juga sudah menunggumu lama. Lagi pula kita satu rumah, kenapa kita tidak bicarakan di rumah saja sih?" Ella yang terlanjur kesal tidak sengaja mengoceh di lobi kantor yang tidak terlalu ramai orang.Dan dengan sigap Jackson menyambar tangan Ella serta menariknya untuk segera pergi meninggalkan lobi. "Sebentar Jack, lepaskan
"Apa ini benar kamu, Ella?" Isi pesan itu diikuti sebuah foto. Ella terbelalak, tampak foto Ella saat di lobi agensi Jackson.Foto pertama saat Ella sedang duduk menunggu. Foto kedua saat sedang mengobrol dengan Jack. Dan foto ketiga saat Jack menggandeng tangannya.Awalnya Ella enggan membalas pesan itu, namun ia penasaran dengan si pengirim. Juga ia takut foto itu disalah akan gunakan."Siapa?" Hanya itu yang ia tanyakan. Dengan cepat pesan Ella dibalas, "Rigel, Simpan nomorku. Apa benar difoto itu kamu?""Apa maumu?" Ella yang masih enggan menjawab, terus balik bertanya.Rigel tidak kunjung membalas pesan Ella. Lalu tiba - tiba ada panggilan masuk dari Surya."Ella, kamu dimana sekarang?""Aku di rumah, Mas."*****Ella merasa bersalah karena belum menjelaskan yang sebenarnya kepada Surya. Pagi tadi sebelum ia berangkat, ia hanya berpamitan sedang ada urusan dengan teman lamanya.Surya meneguk segelas Es Kopi yang dimintanya dari pelayan tadi. Sementara Ella terduduk lesu. Ia geli
"Ponselmu terus berbunyi, kenapa tidak kamu jawab sih? Berisik sekali tau!""Ck! Kamu yang berisik!" Surya mematikan ponselnya, lalu meneguk segelas minuman beralkohol. Suasana di ruang karaoke itu sebenarnya tak kalah riuh dari bunyi ponsel Surya. "Kamu ini luar biasa, belum dapat kekuasaan dari ayahmu tapi sudah bisa bertingkah," ujar salah satu teman Surya di ruangan itu dengan sinis."Memangnya kenapa? Sebentar lagi akan diumumkan bahwa aku, Surya Wirata sang anak sulung keluarga Wirata akan menjadi CEO Wirata Grup. Hahaha..." Kata Surya seraya mengangkat gelas berisi minuman beralkohol itu, diikuti teman - temannya.*****"Apa kami melewatkan sesuatu yang menarik Pa, Ma?" sapa wanita cantik berambut ikal dengan pakaian glamournya. Ia tidak sendirian, di sebelahnya berdiri Levin yang tampak tak peduli.Ella langsung paham bahwa itu adalah Lusy. Ella kagum dengan kecantikan dan keanggunannya. Menurutnya tampak cocok jika bersanding dengan Levin yang tampan. Ia juga melihat Lusy ak
"Aku sangat menginginkanmu Ella. Katakan padaku, kamu akan datang padaku atau aku yang menjemputmu?" tanya Rigel dengan mata yang penuh harap. Ella yang juga masih dengan napas yang tersengal tak bisa menjawabnya.*****"Kak, come on! Ini hanya skandal murahan. Semua sudah diurus sama Demon. Kak Rigel juga tidak keberatan, dia bahkan mau bantu buat ngendalikan media. So, please... Kita ga punya banyak waktu lagi. Dua hari lagi sudah waktunya shooting," rengek Jack kepada Ella."Apa benar - benar tidak ada yang bisa menggantikan? Pasti banyak model baru yang bisa kan?" Ujar Ella di sambungan telepon itu."Kalau memang ada, aku tidak akan seperti ini ke Kak Ella."Ella terdiam beberapa saat kemudian menjawab, "Baiklah, tapi sesuai perkataanmu. Wajahku tidak terlihat kan?" "Tenang saja, semua ada tertulis di surat kontrak nanti. Kalau begitu aku balik kerja dulu. Sampai ketemu nanti malam, kita makan malam di luar bersama Demon juga.""Ok"Ella yang baru saja menutup teleponnya dikejut
"Kenapa kalian tidak mengundangku?"Suara yang tidak asing itu mengalihkan perhatian ketiga orang itu. Rigel tampak berdiri angkuh di depan meja. Lalu tanpa basa basi lagi ia langsung duduk di sebelah Ella."Rigel? Sedang apa kamu disini?" tanya Ella yang sedikit kaget dengan kedatangan adik iparnya itu."Betul, sedang apa Kak Rigel disini? Apa sedang ada urusan juga di tempat ini?" timpal Jack."Iya, aku ada urusan. Urusan dengan kalian. Kenapa tidak ada yang mengajakku berkumpul disini?" tanya balik Rigel dengan sinis. "Ehem, maaf tapi ini urusan intern perusahaan untuk tanda tangan kontrak dengan Ella. Jadi kami tidak harus menghubungimu," jelas Demon."Alasan," gumam Rigel sinis.Demon yang mendengar itu, hatinya terasa mendidih, matanya sudah melotot menunjukkan kekesalannya. Untung saja Jackson menahannya, kalau tidak mungkin Demon sudah mendaratkan pukulan ke wajah rupawan Rigel. Selama ini Demon memang mendengar rumor bahwa Rigel adalah orang yang sangat dingin, tidak empati
Parto berjalan menuju garasi dengan lesu. Tatapannya kosong, badannya basah karena keringat. Pikirannya kalut, setelah ini entah apa yang akan terjadi dengan nasibnya. Sudah jelas ia akan dipecat, tapi lebih takut lagi jika sampai masuk penjara. Sedangkan sebenarnya, ia tidak melakukan kesalahan apapun. "Sssttt.. Parto! Sini!" Suara Surya mengagetkan Parto. Lalu ditariknya Parto ke pojokan garasi. "Mas, tuan Besar marah sekali. Saya takut dipenjara, Mas. Gimana ini?" mata Parto tampak berkaca-kaca. "Tenang, To. Aku jamin kamu aman. Papa pasti membantumu agar tidak sampai masuk penjara, walau pasti kamu dipecat. Begini saja, aku akan kasih kamu kompensasi sebagai permintaan maafku. Aku akan kasih uang lima puluh juta buat kamu dan keluargamu di kampung. Gimana?" "Bener lo, Mas." desak Parto. "Iya, tenang saja. Kamu bisa beli motor baru dan buka usaha di kampungmu. Tapi kamu janji, jangan sampai ada yang tahu kalau aku yang pakai motormu." Pak Basir mengelus dada saat tak s
"Bagaimana, Pa?" tanya nyonya Jane serius. "Sebenarnya Levin masih terlalu muda untuk hal ini. Tapi, mengingat apa yang telah terjadi kepada keluarga Herman, terlebih Ella yang sekarang menjadi sangat menderita, aku merasa sangat bersalah." kata tuan Prabu penuh penyesalan. "Kita kan tidak langsung menikahkan mereka. Cukup tunangan saja dulu. Nantinya Ella bisa kita rawat, juga bisa kita sekolahkan lagi. Entah kebetulan sekali Levin tertarik dengannya." Tuan Prabu dan nyonya Jane berada di ruang kerja saat percakapan itu sedang berlangsung. Tanpa mereka sadari, Surya yang awalnya hendak menemui nyonya Jane, akhirnya menghentikan langkahnya setelah mendengar percakapan kedua orang tuanya itu. Hatinya semakin penasaran, siapa Ella sebenarnya. Ia pun berniat mencari tahu tentang Ella. Parto bersiap dengan motornya. Lalu tiba - tiba dikejutkan dengan kehadiran Surya."Ayo, Mas Parto. Aku ikut." ucap Surya seraya naik diatas motor Parto yang beberapa detik lagi akan melaju. "Astaga
Ketiga kalinya, Levin datang ke rumah lavender bersama Pak Basir. Ia selalu antusias saat menanti Ella menampakkan diri. "Sudah saya bilang kan tadi, seharusnya Mas Levin ikut masuk. Jadi kita tidak menunggu begini." "Pak, kan katanya rahasia. Masak aku ikut juga ke sana, kan aneh. Ya sudahlah, ayo kita pulang. Sudah sore juga, aku capek." keluh Levin yang kemudian menyandarkan tubuhnya. "Eh, Mas. Itu dia Non Ella nya!" seru Pak Basir dengan riang. Levin bergegas merapatkan tubuhnya ke pintu samping seraya menatap dalam Ella yang tiba - tiba keluar dari rumah bersama Pak Singgih. Sepertinya mereka berdua hendak keluar rumah bersama, dengan menaiki motor matic berwarna hitam. Pak Singgih yang melihat keberadaan mobil Pak Basir, lalu turun dari motornya dan mengatakan sesuatu kepada Ella. Pak Basir dan Levin menjadi tegang, keduanya dengan fokus menatap Pak Singgih dan Ella yang menunjuk ke arah mereka berdua. Tak lama, Ella berjalan menuju mobil yang dinaiki Levin itu.
"Aku dengar keluarga Herman bangkrut karena ulahmu, Prabu. Apa benar?" tanya seorang tamu di rumah Tuan Prabu kala itu. Laki-laki berkumis tebal dengan sinis memandang Tuan Prabu.Tuan Prabu enggan menjawab pertanyaan itu. "Apa kamu jauh-jauh kemari hanya untuk melontarkan pertanyaan bodoh itu, Joko?" tanya balik Tuan Prabu. "Kamu sendiri tahu persis, apa yang sebenarnya terjadi dibalik kasus kebangkrutan perusahaan Herman. Kenapa masih pura - pura tidak tahu?" imbuhnya.Joko yang adalah saingan bisnis Tuan Prabu, mendengus karena kesal."Tidak usah munafik kamu, Prabu. Bukankah kini perusahaan Herman sudah kamu ambil alih?""Apa aku harus menjelaskan satu per satu kepadamu? Aku dijebak untuk dimanfaatkan oleh Jaya Grup, sehingga seolah aku yang membuat Herman bangkrut. Dan kini perusahaan Herman diberikan kepadaku dengan alasan kompensasi atas dasar rekan bisnis. Apa kamu pikir aku bodoh? Aku menerima perusahaan Herman karena aku tidak ingin perusahaan itu jatuh ditangan orang yang
"Tuan Levin!"Dengan langkah cepat, Levin menghampiri Ella dan Marry yang tengah duduk santai. Kali ini Levin berpakaian santai tak seperti biasanya. Wajahnya terlihat cerah ceria, segar dan mempesona. Senyumnya juga terus mengembang di bibirnya. Ella berpikir, sepertinya ada hal baik yang sedang dirasakannya. Padahal semalam masih terasa ketegangan diantara keluarga Wirata itu. "Bagaimana keadaanmu, Ella? Apakah sudah membaik? Aku membawakanmu minuman kesehatan, ini sangat baik untuk mengurangi stres dan membuat badan menjadi bugar. Lalu, ada camilan juga untuk anak - anak." Wajah rupawan Levin rupanya telah membuat Ella tak menyadari bahwa Levin datang sambil menenteng tas plastik berisi banyak makanan dan minuman."Oh, iya. Terima kasih." Hanya itu yang bisa diucapkan Ella lantaran merasa masih canggung, sejak ia mendengar percakapan semalam.Hening sesaat.Ada hawa dingin yang dirasakan Marry. Sejak kedatangan Levin, Marry hanya bisa diam sambil memperhatikan gerak gerik Tuanny
Keringat Ella bercucuran, tubuhnya panas dingin. Namun ia tetap berusaha memfokuskan pendengarannya agar bisa terus memahami isi pembicaraan orang - orang di dalam ruangan itu.Ella perlahan kembali mencoba mengintip di balik pintu yang tak tertutup rapat itu. Terlihat Rigel yang duduk kaku dengan sorot mata yang tajam seolah baru mendengar kabar menggemparkan yang belum pernah ia ketahui. Sedangkan Levin dan Jack juga terlihat tegang"Pa, aku menyukai Ella. Lagi pula saat itu Levin masih usia berapa? Kenapa memaksakan Levin menikah dengan Ella?" Ucap Surya protes."Hah! Kamu sendiri saat itu umur berapa? Kamu memaksakan kehendakmu sendiri untuk segera menikah hingga rela pergi dari kediaman ini. Jangan lupa itu!" timpal Levin yang merasa tak terima dengan kata-kata Surya."Papa dan Mama berencana menjodohkan Levin dan Ella, itu adalah keputusan kami yang tidak perlu kalian tahu. Terutama kamu Surya." Kata Tuan Prabu seraya menunjuknya."Kenapa, Pa? Kenapa aku tidak boleh tahu? Apa ka
Sony dan Wingky perlahan mendekati Levin yang masih dalam posisi menggendong Ella."Tunggu Lev, aku seperti pernah melihat wanita ini bersama kedua adikmu?" tanya Wingky yang tak membuat Levin kaget, karena kedua reporter itu memang selalu menguntit keluarganya."Rigel bilang, ia masih kerabat dengan keluarga Wirata?" imbuhnya."Benar," jawab Levin seadanya lalu beranjak pergi sebelum akhirnya dihentikan lagi oleh pernyataan Sony."Tapi Lev, menurut desas desus dari staf hotel, wanita ini adalah istri dari salah satu tamu di hotel ini. Siapa laki-laki itu?" "Berempatilah sedikit dengan kami." Hanya kata - kata itu yang bisa diucapkan oleh Levin. Lalu ia bergegas menuju tempat parkir mobilnya.Kedua reporter spesialis keluarga Wirata itu tak bergeming, hanya saling melontarkan pemikiran mereka."Semakin menarik," ucap Sony."Betul! Hari - hari kita akan semakin sibuk. Kita harus berterima kasih juga kepada Lusy, " timpal Wingky.*****Levin memacu mobilnya secepat mungkin, berharap wa
"Hei, tunggu! Apa yang kalian lakukan?!"Ella bergegas mengekor Levin menerobos masuk ke dalam kamar."Kalian ini kenapa? Kenapa tiba-tiba masuk?" nada Surya sedikit meninggi membuat Ella terkejut dengan sikapnya."Kami kenapa, katamu? Kamu yang kenapa, Mas? Aku ini istrimu, dan dia adikmu. Apa kamu menyembunyikan sesuatu, sampai istrimu sendiri tidak boleh masuk?" jantung Ella berdegub cepat, tubuhnya gemetar. Matanya mencari sesuatu keseluruh penjuru ruangan, mencari sesuatu yang mencurigakan. Namun Levin yang berkeliling pun tidak menemukan apapun."Apa yang kalian cari? Kalau kamu mau bicara baik - baik, lekaslah bicara." Kata Surya singkat.Akhirnya Levin memberikan kesempatan kepada Ella dan Surya untuk bicara berdua. Ia beranjak keluar dari kamar itu."Sampai kapan kamu akan begini, Mas? Dulu kamu memang pernah seperti ini saat marah. Tapi tidak bisakah kamu sedikit berubah? Kamu bahkan tidak menelepon anak - anak. Aku telepon pun tidak pernah kamu angkat.""Berubah, katamu? A
Suara mesin mobil taksi yang ditumpangi oleh Ella dan kedua anaknya menderu di jalan aspal. Wajah Jupiter tampak cerah, begitupun dengan Luna yang sedari tadi bernyanyi di dalam taksi. Mereka tak sabar bertemu sang papa lantaran beberapa hari tidak berjumpa, bahkan tidak menelepon sekalipun. Ella sedari tadi hanya bisa menutupi kegelisahannya dengan senyuman palsu di depan anak - anaknya. Ia teringat, ini bukan yang pertama kali Surya marah hingga tak pulang ke rumah. Walau begitu hatinya tetap sakit, setidaknya ia ingin bicara melalui telepon. Apalagi ia sangat sedih melihat Jupiter dan Luna yang sering merengek karena rindu dengan ayahnya.Ia tahu, ia bersalah dengan mengambil keputusan sendiri tanpa seijin dari suaminya. Tapi sungguh ia tak berniat untuk macam - macam. Semalam saat pulang bersama Rigel dan Jack, Nyonya Jane memberi kabar bahwa Surya menghubungi Mamanya itu. Surya hanya berpesan kepada sang ibunda agar tidak khawatir tentangnya. Ia hanya butuh menyendiri, lantaran