Dengan tatapan setengah kosong, Ella masuk ke dalam mobil Rigel. Ella pun tak mengerti dengan dirinya sendiri, kenapa ia tak menolak saja. Harusnya ia bisa lebih tegas menolak tawaran Rigel. Meski hujan deras, bisa saja ia menjemput Jupiter dengan motor dan menggunakan mantel.
Tapi penyesalan itu tetap sia - sia lantaran mobil itu sudah melaju kencang di jalan yang terguyur oleh derasnya hujan.Mereka berdua hanya saling membisu satu sama lain selama beberapa saat. Hingga Rigel mencoba memulai pembicaraan."Mulai besok aku yang akan mengantar Jupiter, selama Kak Surya tidak di rumah. Kamu cukup di rumah saja." Kata Rigel dengan percaya diri seolah ia adalah ayah Jupiter.Ella yang sejak tadi hanya fokus melihat pemandangan dari jendela pintunya, mengalihkan pandangan ke Rigel sambil memicingkan matanya karena keheranan. Namun, tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.Ella tetap enggan bicara dengan Rigel selama perjalanan pulang setelah menjemput Jupiter. Bahkan saat sampai di rumah, ia tetap tak berbicara sedikitpun.*****"Tuan Rigel, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa telepon Tuan besar Prabu dan Nyonya Jane selalu Anda tolak? Mereka sangat khawatir." Terdengar suara Dani dari panggilan telepon Rigel."Sudahlah, biarkan saja. Kamu tahu sendiri bukan, mereka tidak suka kalau aku ke rumah Kakakku. Biarkan saja, aku masih di sini karena Kak Surya juga kebetulan meminta tolong." Tegas Rigel."Lalu, untuk apa Anda meminta saya mengantarkan mobil ke rumah Tuan Surya kemarin? Anda bahkan menyuruh saya cepat - cepat pulang." Dani terdengar protes."Tentu saja untuk mengantar jemput keponakanku. Apa perlu ditanya? Kak Surya menitipkan anak istrinya untuk kujaga dalam beberapa hari."Dani hampir tersedak oleh air ludahnya sendiri."Tidak saya sangka ternyata Anda adalah orang yang penyayang. Saya kira selama ini Anda adalah robot. Hahaha..."Tuuttt... Tuuttt... Tuuttt..Rigel sangat kesal hingga secepat kilat ia mematikan sambungan telepon itu. Seraya bergumam, "Dasar!"Segera setelah menyimpan kembali ponselnya, Rigel menuju ruang makan untuk menikmati sarapan. Dan saat ia hendak duduk di kursinya, ia melihat pemandangan yang hangat. Ella sedang menyuapi Jupiter kecil yang manja. Aura keibuannya terpancar, meski sedang melakukan hal sekecil itu.Tatapan Rigel tak bisa teralihkan. Ia mengikuti setiap gerak gerik kakak iparnya yang cantik itu. Hingga Bi Tami mengagetkannya."Mas Rigel kenapa diam saja, tidak selera makan?""Oh, aku masih kenyang Bi." Jawabnya singkat."Memang makan apa kok sudah kenyang? Ini kan masih pagi." Bi Tami ngeyel."Jupiter, kalau sudah selesai bersiap ayo kita berangkat." Ajak Rigel yang akhir - akhir ini menjadi laki - laki yang hangat.Mereka bertiga masuk ke mobil dan segera berangkat ke sekolah Rigel. Jupiter duduk di depan, sementara Ella di kursi belakang."Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi..." suara operator otomatis di ponsel Ella saat menghubungi Surya."Ck! Dari semalam tidak bisa dihubungi, kemana sih?" Gumam Ella yang terlihat sangat kesal dan gelisah.Rigel yang mendengar itu hanya melirik dari spion mobil.Sesampainya di sekolah, Ella hendak ikut turun sampai Rigel menghentikannya."Apa kamu akan menunggunya sampai selesai?""Ya." Jawab Ella singkat.Saat Ella telah pergi dari pandangannya, Rigel meraih ponselnya dan melakukan sebuah panggilan."Apa tadi Kakak mematikan ponsel? Ella tidak bisa menghubungimu." Terang Rigel kepada sang kakak, Surya."Iya, kamu tahu sendiri aku sedang apa kan? Sudah, jangan sok peduli dengan keluargaku. Ada apa kamu telepon aku?" jawan Surya terdengar sinis." Ini masih pagi dan seharusnya kamu menghubungi istri dan anakmu kan? Apa kamu bodoh?" ucap Rigel sangat kesal.Surya diam sejenak, kemudian mulai menanggapi adiknya."Aku tidak mau berdebat saat ini, aku sedang menikmati liburan sembari bekerja.""Lalu kapan kamu pulang? Aku tahu kamu tidak sesibuk itu, anak istrimu sudah gelisah menunggumu.""Sudah kubilang aku masih ada urusan, lagi pula baru juga kemarin aku pergi kenapa sudah ribut - ribut begini? Bukannya kamu senang kalau aku tidak di rumah? Hahahah... Kamu bisa masuk kamarku... " Sambungan telepon itu diputus oleh Rigel seketika, karena tidak ingin mendengar lebih jauh."Sialan!" Bentaknya seraya memukul setir mobil.Direbahkan kepalanya di jok kursinya. Dan sambil memejamkan matanya, ia mengingat lagi kejadian malam panas bersama kakak iparnya. Sebenarnya ia telah tersadar saat di tampar oleh Ella, dan mengingat beberapa hal yang telah dilakukannya.Namun ia juga terkejut, darimana kakaknya tahu kalau malam itu ia dan Ella telah bersama di kamar? Jika itu adalah cerita dari Jupiter, maka kemungkinan itu juga sangat kecil karena Jupiter hanya mendengar teriakan Ella.Jika Ella yang mengadu, bukankah Ella harusnya tidak bergeming saat ia mengancamnya kemarin? Sedangkan Surya sudah tahu sejak awal setelah kejadian itu.Tepatnya, saat ia mengabari tentang kepergiannya ke luar kota kemarin.Rigel ragu harus bertanya ke Ella atau tidak. Namun, akhirnya ia memilih untuk menghubungi Dani dan menceritakan semuanya."Ya Tuhan! Anda benar - benar melakukannya? Dengan Nona Ella?" Tentu saja Dani sangat terkejut mendengarnya."Coba katakan padaku, menurutmu bagaimana Kak Surya bisa tahu? Sedangkan tidak ada orang lain di rumah malam itu. Apa dia pasang mata - mata? Cctv? Tunggu.. itu... " Rigel tak meneruskan kalimatnya saat ia menemukan sebuah jawaban walau belum dapat dipastikan."Anda sudah tahu jawabannya Tuan." Kata Dani singkat."Kalau begitu, datanglah kemari. Cari barang itu!""Apa harus hari ini?"Ttuutt.. ttuutt.. ttuuttDani sudah mengerti maksud Tuannya yang mematikan sambungan telepon sesuka hatinya itu. Ia yang menginap di hotel sembari menunggu kepulangan Rigel itu segera bersiap menuju rumah Surya.*****"Om, kok cepat jemputnya?" tanya Jupiter sesaat setelah masuk ke dalam mobil."Iya, Om tadi berkeliling di sekitar sini." Jawab Rigel.Seperti biasa, Ella hanya diam tanpa menyapa Rigel sedikitpun. Dan tak lama, dering ponsel Ella berbunyi."Halo, sayang maaf dari semalam ponselku mati karena habis baterai. Semalam aku sedang menjenguk korban kecelakaan juga melihat kondisi kendaraannya di bengkel." Surya langsung menerangkan sebelum Ella bertanya.Ella menghela napas panjang dan mulai menanggapinya, "Huft, aku kira ada apa - apa Mas. Terus kapan Mas akan balik ke rumah?" Pertanyaan Ella ini membuat Rigel tertarik untuk mengupingnya."Oh, aku belum tahu pastinya. Mungkin dua hari lagi.""Baiklah, dua hari lagi semoga sudah di rumah.. aku tunggu... "Mendengar kata dua hari membuat Rigel sedikit gelisah, ia harus menemukan Cctv itu sebelum Surya datang dua hari lagi."Apa kabar Nona Ella?" Sapa Dani dengan senyuman. Senyuman hangat yang membuat Rigel terus memelototi asistennya itu."Iya, Baik. Kamu mau menjemput Rigel?" Tanya Ella saat sedang duduk santai di ruang tamu."Ah, tidak. Tuan Surya memintanya untuk di sini sementara bukan?""Iya benar." Jawab Ella singkat."Saya hanya menengok Tuan Rigel. Apa Anda merasa terganggu?" Selidik Dani.Ella tak langsung menjawab. Beberapa detik kemudian baru ia mengeluarkan kalimat, "Tidak. Silakan jika ingin bersantai di rumahku." Ella beranjak dari duduknya, meninggalkan Rigel dan Dani. "Kapan pencarian akan dimulai Tuan? Nona Ella terus berada di rumah." Tanya Dani dengan suara yang pelan. Rigel menghela napas lalu hendak menjawab Dani, namun tiba - tiba Ella kembali bersama Jupiter."Aku akan keluar berbelanja, mungkin sekalian makan malam di luar. Kalau butuh apa - apa, kalian bisa minta ke Bi Tami termasuk makan malam." Ucap Ella, lalu Jupiter menarik tangannya."Aku mau diantal Om... " Rengek Jupite
Ella sedang berpikir, mungkin Jackson mengerjainya. Bagaimana bisa sudah hampir satu jam tidak ada kabar apapun darinya. Nomor ponselnya pun sulit dihubungi. Seharusnya dia bilang kalau memang sedang sibuk. Pagi ini Ella bahkan tidak sempat sarapan karena harus pagi - pagi datang ke kantor agensi. Hampir saja Ella beranjak dari tempat duduknya. Hingga akhirnya yang di tunggu pun tiba."Maaf, sudah menungguku lama." Ujar Jack dengan senyum tengil khasnya."Aku kira kamu sedang mengerjaiku." Gerutu Ella dengan muka masam."Mana berani aku, Kak." "Lihat saja penampilanku, kenapa aku harus menutupi kepalaku dengan syal, memakai masker. dan kacamata hitam begini? Aku juga sudah menunggumu lama. Lagi pula kita satu rumah, kenapa kita tidak bicarakan di rumah saja sih?" Ella yang terlanjur kesal tidak sengaja mengoceh di lobi kantor yang tidak terlalu ramai orang.Dan dengan sigap Jackson menyambar tangan Ella serta menariknya untuk segera pergi meninggalkan lobi. "Sebentar Jack, lepaskan
"Apa ini benar kamu, Ella?" Isi pesan itu diikuti sebuah foto. Ella terbelalak, tampak foto Ella saat di lobi agensi Jackson.Foto pertama saat Ella sedang duduk menunggu. Foto kedua saat sedang mengobrol dengan Jack. Dan foto ketiga saat Jack menggandeng tangannya.Awalnya Ella enggan membalas pesan itu, namun ia penasaran dengan si pengirim. Juga ia takut foto itu disalah akan gunakan."Siapa?" Hanya itu yang ia tanyakan. Dengan cepat pesan Ella dibalas, "Rigel, Simpan nomorku. Apa benar difoto itu kamu?""Apa maumu?" Ella yang masih enggan menjawab, terus balik bertanya.Rigel tidak kunjung membalas pesan Ella. Lalu tiba - tiba ada panggilan masuk dari Surya."Ella, kamu dimana sekarang?""Aku di rumah, Mas."*****Ella merasa bersalah karena belum menjelaskan yang sebenarnya kepada Surya. Pagi tadi sebelum ia berangkat, ia hanya berpamitan sedang ada urusan dengan teman lamanya.Surya meneguk segelas Es Kopi yang dimintanya dari pelayan tadi. Sementara Ella terduduk lesu. Ia geli
"Ponselmu terus berbunyi, kenapa tidak kamu jawab sih? Berisik sekali tau!""Ck! Kamu yang berisik!" Surya mematikan ponselnya, lalu meneguk segelas minuman beralkohol. Suasana di ruang karaoke itu sebenarnya tak kalah riuh dari bunyi ponsel Surya. "Kamu ini luar biasa, belum dapat kekuasaan dari ayahmu tapi sudah bisa bertingkah," ujar salah satu teman Surya di ruangan itu dengan sinis."Memangnya kenapa? Sebentar lagi akan diumumkan bahwa aku, Surya Wirata sang anak sulung keluarga Wirata akan menjadi CEO Wirata Grup. Hahaha..." Kata Surya seraya mengangkat gelas berisi minuman beralkohol itu, diikuti teman - temannya.*****"Apa kami melewatkan sesuatu yang menarik Pa, Ma?" sapa wanita cantik berambut ikal dengan pakaian glamournya. Ia tidak sendirian, di sebelahnya berdiri Levin yang tampak tak peduli.Ella langsung paham bahwa itu adalah Lusy. Ella kagum dengan kecantikan dan keanggunannya. Menurutnya tampak cocok jika bersanding dengan Levin yang tampan. Ia juga melihat Lusy ak
"Aku sangat menginginkanmu Ella. Katakan padaku, kamu akan datang padaku atau aku yang menjemputmu?" tanya Rigel dengan mata yang penuh harap. Ella yang juga masih dengan napas yang tersengal tak bisa menjawabnya.*****"Kak, come on! Ini hanya skandal murahan. Semua sudah diurus sama Demon. Kak Rigel juga tidak keberatan, dia bahkan mau bantu buat ngendalikan media. So, please... Kita ga punya banyak waktu lagi. Dua hari lagi sudah waktunya shooting," rengek Jack kepada Ella."Apa benar - benar tidak ada yang bisa menggantikan? Pasti banyak model baru yang bisa kan?" Ujar Ella di sambungan telepon itu."Kalau memang ada, aku tidak akan seperti ini ke Kak Ella."Ella terdiam beberapa saat kemudian menjawab, "Baiklah, tapi sesuai perkataanmu. Wajahku tidak terlihat kan?" "Tenang saja, semua ada tertulis di surat kontrak nanti. Kalau begitu aku balik kerja dulu. Sampai ketemu nanti malam, kita makan malam di luar bersama Demon juga.""Ok"Ella yang baru saja menutup teleponnya dikejut
"Kenapa kalian tidak mengundangku?"Suara yang tidak asing itu mengalihkan perhatian ketiga orang itu. Rigel tampak berdiri angkuh di depan meja. Lalu tanpa basa basi lagi ia langsung duduk di sebelah Ella."Rigel? Sedang apa kamu disini?" tanya Ella yang sedikit kaget dengan kedatangan adik iparnya itu."Betul, sedang apa Kak Rigel disini? Apa sedang ada urusan juga di tempat ini?" timpal Jack."Iya, aku ada urusan. Urusan dengan kalian. Kenapa tidak ada yang mengajakku berkumpul disini?" tanya balik Rigel dengan sinis. "Ehem, maaf tapi ini urusan intern perusahaan untuk tanda tangan kontrak dengan Ella. Jadi kami tidak harus menghubungimu," jelas Demon."Alasan," gumam Rigel sinis.Demon yang mendengar itu, hatinya terasa mendidih, matanya sudah melotot menunjukkan kekesalannya. Untung saja Jackson menahannya, kalau tidak mungkin Demon sudah mendaratkan pukulan ke wajah rupawan Rigel. Selama ini Demon memang mendengar rumor bahwa Rigel adalah orang yang sangat dingin, tidak empati
Suara mesin mobil taksi yang ditumpangi oleh Ella dan kedua anaknya menderu di jalan aspal. Wajah Jupiter tampak cerah, begitupun dengan Luna yang sedari tadi bernyanyi di dalam taksi. Mereka tak sabar bertemu sang papa lantaran beberapa hari tidak berjumpa, bahkan tidak menelepon sekalipun. Ella sedari tadi hanya bisa menutupi kegelisahannya dengan senyuman palsu di depan anak - anaknya. Ia teringat, ini bukan yang pertama kali Surya marah hingga tak pulang ke rumah. Walau begitu hatinya tetap sakit, setidaknya ia ingin bicara melalui telepon. Apalagi ia sangat sedih melihat Jupiter dan Luna yang sering merengek karena rindu dengan ayahnya.Ia tahu, ia bersalah dengan mengambil keputusan sendiri tanpa seijin dari suaminya. Tapi sungguh ia tak berniat untuk macam - macam. Semalam saat pulang bersama Rigel dan Jack, Nyonya Jane memberi kabar bahwa Surya menghubungi Mamanya itu. Surya hanya berpesan kepada sang ibunda agar tidak khawatir tentangnya. Ia hanya butuh menyendiri, lantaran
"Hei, tunggu! Apa yang kalian lakukan?!"Ella bergegas mengekor Levin menerobos masuk ke dalam kamar."Kalian ini kenapa? Kenapa tiba-tiba masuk?" nada Surya sedikit meninggi membuat Ella terkejut dengan sikapnya."Kami kenapa, katamu? Kamu yang kenapa, Mas? Aku ini istrimu, dan dia adikmu. Apa kamu menyembunyikan sesuatu, sampai istrimu sendiri tidak boleh masuk?" jantung Ella berdegub cepat, tubuhnya gemetar. Matanya mencari sesuatu keseluruh penjuru ruangan, mencari sesuatu yang mencurigakan. Namun Levin yang berkeliling pun tidak menemukan apapun."Apa yang kalian cari? Kalau kamu mau bicara baik - baik, lekaslah bicara." Kata Surya singkat.Akhirnya Levin memberikan kesempatan kepada Ella dan Surya untuk bicara berdua. Ia beranjak keluar dari kamar itu."Sampai kapan kamu akan begini, Mas? Dulu kamu memang pernah seperti ini saat marah. Tapi tidak bisakah kamu sedikit berubah? Kamu bahkan tidak menelepon anak - anak. Aku telepon pun tidak pernah kamu angkat.""Berubah, katamu? A
Parto berjalan menuju garasi dengan lesu. Tatapannya kosong, badannya basah karena keringat. Pikirannya kalut, setelah ini entah apa yang akan terjadi dengan nasibnya. Sudah jelas ia akan dipecat, tapi lebih takut lagi jika sampai masuk penjara. Sedangkan sebenarnya, ia tidak melakukan kesalahan apapun. "Sssttt.. Parto! Sini!" Suara Surya mengagetkan Parto. Lalu ditariknya Parto ke pojokan garasi. "Mas, tuan Besar marah sekali. Saya takut dipenjara, Mas. Gimana ini?" mata Parto tampak berkaca-kaca. "Tenang, To. Aku jamin kamu aman. Papa pasti membantumu agar tidak sampai masuk penjara, walau pasti kamu dipecat. Begini saja, aku akan kasih kamu kompensasi sebagai permintaan maafku. Aku akan kasih uang lima puluh juta buat kamu dan keluargamu di kampung. Gimana?" "Bener lo, Mas." desak Parto. "Iya, tenang saja. Kamu bisa beli motor baru dan buka usaha di kampungmu. Tapi kamu janji, jangan sampai ada yang tahu kalau aku yang pakai motormu." Pak Basir mengelus dada saat tak s
"Bagaimana, Pa?" tanya nyonya Jane serius. "Sebenarnya Levin masih terlalu muda untuk hal ini. Tapi, mengingat apa yang telah terjadi kepada keluarga Herman, terlebih Ella yang sekarang menjadi sangat menderita, aku merasa sangat bersalah." kata tuan Prabu penuh penyesalan. "Kita kan tidak langsung menikahkan mereka. Cukup tunangan saja dulu. Nantinya Ella bisa kita rawat, juga bisa kita sekolahkan lagi. Entah kebetulan sekali Levin tertarik dengannya." Tuan Prabu dan nyonya Jane berada di ruang kerja saat percakapan itu sedang berlangsung. Tanpa mereka sadari, Surya yang awalnya hendak menemui nyonya Jane, akhirnya menghentikan langkahnya setelah mendengar percakapan kedua orang tuanya itu. Hatinya semakin penasaran, siapa Ella sebenarnya. Ia pun berniat mencari tahu tentang Ella. Parto bersiap dengan motornya. Lalu tiba - tiba dikejutkan dengan kehadiran Surya."Ayo, Mas Parto. Aku ikut." ucap Surya seraya naik diatas motor Parto yang beberapa detik lagi akan melaju. "Astaga
Ketiga kalinya, Levin datang ke rumah lavender bersama Pak Basir. Ia selalu antusias saat menanti Ella menampakkan diri. "Sudah saya bilang kan tadi, seharusnya Mas Levin ikut masuk. Jadi kita tidak menunggu begini." "Pak, kan katanya rahasia. Masak aku ikut juga ke sana, kan aneh. Ya sudahlah, ayo kita pulang. Sudah sore juga, aku capek." keluh Levin yang kemudian menyandarkan tubuhnya. "Eh, Mas. Itu dia Non Ella nya!" seru Pak Basir dengan riang. Levin bergegas merapatkan tubuhnya ke pintu samping seraya menatap dalam Ella yang tiba - tiba keluar dari rumah bersama Pak Singgih. Sepertinya mereka berdua hendak keluar rumah bersama, dengan menaiki motor matic berwarna hitam. Pak Singgih yang melihat keberadaan mobil Pak Basir, lalu turun dari motornya dan mengatakan sesuatu kepada Ella. Pak Basir dan Levin menjadi tegang, keduanya dengan fokus menatap Pak Singgih dan Ella yang menunjuk ke arah mereka berdua. Tak lama, Ella berjalan menuju mobil yang dinaiki Levin itu.
"Aku dengar keluarga Herman bangkrut karena ulahmu, Prabu. Apa benar?" tanya seorang tamu di rumah Tuan Prabu kala itu. Laki-laki berkumis tebal dengan sinis memandang Tuan Prabu.Tuan Prabu enggan menjawab pertanyaan itu. "Apa kamu jauh-jauh kemari hanya untuk melontarkan pertanyaan bodoh itu, Joko?" tanya balik Tuan Prabu. "Kamu sendiri tahu persis, apa yang sebenarnya terjadi dibalik kasus kebangkrutan perusahaan Herman. Kenapa masih pura - pura tidak tahu?" imbuhnya.Joko yang adalah saingan bisnis Tuan Prabu, mendengus karena kesal."Tidak usah munafik kamu, Prabu. Bukankah kini perusahaan Herman sudah kamu ambil alih?""Apa aku harus menjelaskan satu per satu kepadamu? Aku dijebak untuk dimanfaatkan oleh Jaya Grup, sehingga seolah aku yang membuat Herman bangkrut. Dan kini perusahaan Herman diberikan kepadaku dengan alasan kompensasi atas dasar rekan bisnis. Apa kamu pikir aku bodoh? Aku menerima perusahaan Herman karena aku tidak ingin perusahaan itu jatuh ditangan orang yang
"Tuan Levin!"Dengan langkah cepat, Levin menghampiri Ella dan Marry yang tengah duduk santai. Kali ini Levin berpakaian santai tak seperti biasanya. Wajahnya terlihat cerah ceria, segar dan mempesona. Senyumnya juga terus mengembang di bibirnya. Ella berpikir, sepertinya ada hal baik yang sedang dirasakannya. Padahal semalam masih terasa ketegangan diantara keluarga Wirata itu. "Bagaimana keadaanmu, Ella? Apakah sudah membaik? Aku membawakanmu minuman kesehatan, ini sangat baik untuk mengurangi stres dan membuat badan menjadi bugar. Lalu, ada camilan juga untuk anak - anak." Wajah rupawan Levin rupanya telah membuat Ella tak menyadari bahwa Levin datang sambil menenteng tas plastik berisi banyak makanan dan minuman."Oh, iya. Terima kasih." Hanya itu yang bisa diucapkan Ella lantaran merasa masih canggung, sejak ia mendengar percakapan semalam.Hening sesaat.Ada hawa dingin yang dirasakan Marry. Sejak kedatangan Levin, Marry hanya bisa diam sambil memperhatikan gerak gerik Tuanny
Keringat Ella bercucuran, tubuhnya panas dingin. Namun ia tetap berusaha memfokuskan pendengarannya agar bisa terus memahami isi pembicaraan orang - orang di dalam ruangan itu.Ella perlahan kembali mencoba mengintip di balik pintu yang tak tertutup rapat itu. Terlihat Rigel yang duduk kaku dengan sorot mata yang tajam seolah baru mendengar kabar menggemparkan yang belum pernah ia ketahui. Sedangkan Levin dan Jack juga terlihat tegang"Pa, aku menyukai Ella. Lagi pula saat itu Levin masih usia berapa? Kenapa memaksakan Levin menikah dengan Ella?" Ucap Surya protes."Hah! Kamu sendiri saat itu umur berapa? Kamu memaksakan kehendakmu sendiri untuk segera menikah hingga rela pergi dari kediaman ini. Jangan lupa itu!" timpal Levin yang merasa tak terima dengan kata-kata Surya."Papa dan Mama berencana menjodohkan Levin dan Ella, itu adalah keputusan kami yang tidak perlu kalian tahu. Terutama kamu Surya." Kata Tuan Prabu seraya menunjuknya."Kenapa, Pa? Kenapa aku tidak boleh tahu? Apa ka
Sony dan Wingky perlahan mendekati Levin yang masih dalam posisi menggendong Ella."Tunggu Lev, aku seperti pernah melihat wanita ini bersama kedua adikmu?" tanya Wingky yang tak membuat Levin kaget, karena kedua reporter itu memang selalu menguntit keluarganya."Rigel bilang, ia masih kerabat dengan keluarga Wirata?" imbuhnya."Benar," jawab Levin seadanya lalu beranjak pergi sebelum akhirnya dihentikan lagi oleh pernyataan Sony."Tapi Lev, menurut desas desus dari staf hotel, wanita ini adalah istri dari salah satu tamu di hotel ini. Siapa laki-laki itu?" "Berempatilah sedikit dengan kami." Hanya kata - kata itu yang bisa diucapkan oleh Levin. Lalu ia bergegas menuju tempat parkir mobilnya.Kedua reporter spesialis keluarga Wirata itu tak bergeming, hanya saling melontarkan pemikiran mereka."Semakin menarik," ucap Sony."Betul! Hari - hari kita akan semakin sibuk. Kita harus berterima kasih juga kepada Lusy, " timpal Wingky.*****Levin memacu mobilnya secepat mungkin, berharap wa
"Hei, tunggu! Apa yang kalian lakukan?!"Ella bergegas mengekor Levin menerobos masuk ke dalam kamar."Kalian ini kenapa? Kenapa tiba-tiba masuk?" nada Surya sedikit meninggi membuat Ella terkejut dengan sikapnya."Kami kenapa, katamu? Kamu yang kenapa, Mas? Aku ini istrimu, dan dia adikmu. Apa kamu menyembunyikan sesuatu, sampai istrimu sendiri tidak boleh masuk?" jantung Ella berdegub cepat, tubuhnya gemetar. Matanya mencari sesuatu keseluruh penjuru ruangan, mencari sesuatu yang mencurigakan. Namun Levin yang berkeliling pun tidak menemukan apapun."Apa yang kalian cari? Kalau kamu mau bicara baik - baik, lekaslah bicara." Kata Surya singkat.Akhirnya Levin memberikan kesempatan kepada Ella dan Surya untuk bicara berdua. Ia beranjak keluar dari kamar itu."Sampai kapan kamu akan begini, Mas? Dulu kamu memang pernah seperti ini saat marah. Tapi tidak bisakah kamu sedikit berubah? Kamu bahkan tidak menelepon anak - anak. Aku telepon pun tidak pernah kamu angkat.""Berubah, katamu? A
Suara mesin mobil taksi yang ditumpangi oleh Ella dan kedua anaknya menderu di jalan aspal. Wajah Jupiter tampak cerah, begitupun dengan Luna yang sedari tadi bernyanyi di dalam taksi. Mereka tak sabar bertemu sang papa lantaran beberapa hari tidak berjumpa, bahkan tidak menelepon sekalipun. Ella sedari tadi hanya bisa menutupi kegelisahannya dengan senyuman palsu di depan anak - anaknya. Ia teringat, ini bukan yang pertama kali Surya marah hingga tak pulang ke rumah. Walau begitu hatinya tetap sakit, setidaknya ia ingin bicara melalui telepon. Apalagi ia sangat sedih melihat Jupiter dan Luna yang sering merengek karena rindu dengan ayahnya.Ia tahu, ia bersalah dengan mengambil keputusan sendiri tanpa seijin dari suaminya. Tapi sungguh ia tak berniat untuk macam - macam. Semalam saat pulang bersama Rigel dan Jack, Nyonya Jane memberi kabar bahwa Surya menghubungi Mamanya itu. Surya hanya berpesan kepada sang ibunda agar tidak khawatir tentangnya. Ia hanya butuh menyendiri, lantaran