Eve sangat terkejut mendengar pertanyaan Damian sampai secara impulsif memegangi perut. Dari mana pria itu tahu soal kehamilannya, apalagi perutnya belum besar. Eve terlihat gugup dan panik. Entah kenapa dia merasa takut, apa mungkin karena Damian adalah sepupu Kaivan? Atau Eve takut aibnya dibongkar Damian?“Apa yang kamu katakan?” tanya Eve mencoba mengelak. Dia berusaha tenang meski jantungnya berdegup cepat karena takut.Damian tersenyum melihat reaksi Eve. Dia jelas tahu kalau Eve saat ini sedang panik.“Saat bertanya keberadaanmu, karyawan di sini mengatakan kamu ke dokter kandungan. Jika kamu tidak hamil, lalu untuk apa ke sana? Tidak perlu menutupinya, Eve. Aku juga bukan musuhmu,” ujar Damian menjawab pertanyaan Eve. Dia meyakinkan agar Eve mau jujur kepadanya.Eve gelagapan sampai terlihat gemetar meski sudah berusaha tenang. Eve bertanya-tanya, bagaimana bisa Damian meyakinkan karyawan sampai jujur akan kondisinya sekarang.Damian memperhatikan gelagat Eve, hal itu membuat
Eve benar-benar bingung dengan keinginan Damian. Kenapa pria itu kukuh ingin di sampingnya? Namun, Eve tidak mau peduli, dia tidak mau berurusan dengan Damian lagi.“Terserah apa yang mau kamu lakukan, aku tetap tidak akan pernah menganggap keberadaanmu dan jangan pernah berharap aku akan menerimamu lagi!” Eve membuat keputusan tegas agar tidak dianggap memberi harapan ke Damian.Setelah mengatakan itu, Eve pun memilih meninggalkan Damian. Dia pergi ke ruangannya.Damian mengeluarkan ponsel begitu Eve pergi, lalu tampak mengetik pesan dan dikirimkan ke seseorang.[Aku ingin kamu mencari tahu sesuatu.]Setelah mengirim pesan itu. Damian menoleh ke arah Eve pergi, lalu kembali memandang ponselnya.**Eve pulang ke rumah lebih awal seperti biasa. Dia baru saja selesai mandi ketika melihat ponselnya berdering.“Hai, Brian.” Eve menjawab panggilan dari Brian.“Maaf, Eve. Seharian ini aku sangat sibuk,” ucap Brian dari seberang panggilan.Eve hanya tersenyum. Dia duduk di tepian ranjang sam
Eve bersiap pergi ke kafe. Dia sudah mulai memakai pakaian yang agak longgar agar perutnya tidak terlalu tertekan dan lebih nyaman. Eve pergi menggunakan taksi menuju kafe seperti biasa.Saat baru saja sampai di kafe, Eve sangat terkejut ketika melihat Damian ada di depan kafe.“Apa yang dia lakukan sekarang?” Eve bertanya-tanya agak kesal.Damian langsung tersenyum ketika melihat Eve datang. Dia menunggu Eve berjalan ke arah kafe.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Eve memasang wajah datar.“Aku membawakanmu sarapan,” jawab Damian sambil menunjukkan paper bag yang dibawa.“Tidak perlu, aku sudah makan,” tolak Eve tidak mau menerima apa pun dari Damian.Dia tidak akan memberikan celah untuk Damian masuk ke kehidupannya lagi, sekeras apa pun Damian berusaha.“Ayolah, Eve. Ini bisa kamu hangatkan dan makan untuk siang. Lauknya terpisah, seperti yang kamu sukai,&rdquo
Damian tersenyum mendengar pertanyaan Eve. Dia menatap begitu dalam ke Eve yang bertanya sambil menatap curiga kepadanya.Eve tetap waspada. Dia benar-benar harus berhati-hati terhadap Damian.“Aku benar-benar tidak ada maksud lain, Eve. Aku ke sini karena ingin minta maaf. Aku hanya ingin menebus kesalahanku dengan menjagamu,” ucap Damian mencoba meyakinkan Eve.Eve tetap tidak akan percaya, meski Damian berkata jujur. Dia hanya ingin memastikan, apa pun yang dikatakan oleh Damian, baginya hanya omong kosong semata.“Aku tidak bisa kamu bodohi lagi seperti dulu. Lebih baik kamu pergi sekarang, aku bisa pulang sendiri.” Eve tetap menolak tawaran Damian yang ingin mengantarnya.Eve ingin pergi, tapi Damian langsung menahan tangannya.Eve menatap ke tangan yang dipegang Damian. Dia tidak suka dengan hal itu.Damian langsung melepas tangan Eve ketika melihat tatapan tak senang dari mantan kekasihnya itu.“Aku antar, Eve. Aku benar-benar hanya ingin mengantar dan memastikanmu selamat samp
Maria mengambil paper bag berisi jas dari tangan Grisel, tapi dia tidak mengajak Grisel masuk dan langsung menutup pintu.Grisel sangat terkejut, kenapa Maria tidak menawarinya masuk bahkan berbasa-basi saja tidak. Grisel benar-benar tak menyukai itu tapi dia tak bisa berbuat apa-apa.“Kai! Kaivan!” Maria berteriak keras sampai membuat pelayan di rumahnya terkejut.Maria mencari Kaivan di kamar, lalu mendapati putranya itu baru saja mandi.“Ada apa, Bu?” tanya Kaivan ketika melihat ibunya berteriak-teriak seperti itu.“Apa maksudnya ini? Apa maksudnya dia mengantar jasmu dan berkata kalau ini tertinggal?” tanya Maria penuh emosi sambil memperlihatkan jas yang baru saja dikeluarkannya dari dalam paper bag.Kaivan terkejut melihat jas itu di tangan Maria, dia malah kembali bertanya, “Siapa yang bawa?”Maria sangat geram karena Kaivan tidak peka. Dia melempar jas itu ke arah Kaivan, tentu saja yang dilakukan Maria membuat Kaivan sangat terkejut.“Apa maksudnya ini? Apa yang sudah kamu la
Hari berikutnya. Kaivan pergi ke perusahaan seperti biasa. Saat baru saja sampai di lantai divisinya berada, Kaivan bertemu dengan Grisel.Grisel melihat Kaivan datang, sehingga dia segera menyapa dan menyambut Kaivan untuk menunjukkan perhatiannya.“Anda berangkat agak siang hari ini,” ucap Grisel.Namun, bukannya membalas ucapan Grisel, Kaivan menatap datar ke wanita itu dan memperingatkan.“Sebaiknya jangan pernah lagi datang ke rumah dan membuat salah paham,” ucap Kaivan menegur tindakan Grisel kemarin.Grisel sangat terkejut mendengar ucapan Kaivan. Kenapa Kaivan marah padahal dia tidak melakukan apa-apa.“Aku datang untuk mengantar jas saja,” kata Grisel membela diri.“Kamu bisa memberikannya hari berikutnya, tidak perlu langsung ke rumah,” sanggah Kaivan dengan nada penekanan.Saat Kaivan menegur Grisel, ternyata para staff memperhatikan hingga membuat Grisel sangat malu. Apalagi sikap Kaivan seperti sedang menegur bawahan bukan kekasih.Bola mata Grisel berkaca-kaca seolah Kai
Eve menjalani harinya dengan baik. Namun, dia juga mulai tidak nyaman karena keberadaan Damian di sekitarnya, apalagi Damian terus muncul membayangi harinya.Eve sudah berusaha mengusir, tapi Damian tetap saja datang dan datang lagi. Eve benar-benar pusing, kenapa Damian harus mengganggu hidupnya.Siang itu Damian kembali datang ke kafe, meski dia datang sebagai pelanggan, tapi tetap saja Eve terganggu dengan hal itu.Eve menghampiri Damian sambil membawakan pesanan pria itu. Dia meletakkan pesanan di meja sambil menatap tak senang.“Kenapa kamu yang antar? Duduklah dan kita makan bersama!” ajak Damian saat melihat Eve.Eve duduk di hadapan Damian, tapi bukan untuk makan bersama.“Aku mohon padamu. Aku sangat, sangat memohon padamu. Tolong pergi dari hidupku,” pinta Eve benar-benar lelah dengan keberadaan Damian di sana.Damian diam menatap Eve.“Jika kamu di sini karena ingin maaf dariku. Aku sudah memaafkanmu, jadi tolong berhenti ada di sekitarku, aku benar-benar ingin hidup tenang
Grisel menunggu Dania di lantai divisi Dania berada. Dia menunggu Dania datang setelah jam makan siang usai.Grisel berdiri di dekat lift, hingga beberapa saat kemudian Dania keluar dari lift.Grisel langsung menghampiri dan mencekal lengan Dania.“Apa-apaan kamu?” tanya Dania keheranan.“Lebih baik kamu jauh-jauh dari Pak Kaivan, jangan pernah mendekatinya lagi!” hardik Grisel.Dania melongo.“Kamu pikir, kamu bisa lebih dariku? Ingat ya, meski kamu mau merayunya dengan cara apa pun. Pak Kaivan tetap akan memilihku,” ucap Grisel begitu percaya diri.Dahi Dania berkerut halus mendengar semua ucapan Grisel.Setelah memperingatkan Dania, Grisel memilih pergi meninggalkan tempat itu.“Ada apa lagi dengan wanita itu? Aneh sekali dia. Tidak sadar diri,” gerutu Dania lalu pergi ke mejanya karena tidak mau ambil pusing dengan sikap Grisel.**Grisel kembali ke divisinya, dia melihat para staff berkumpul bahkan terdengar seperti sedang membicarakan sesuatu. Dia yang awalnya ingin menyapa, jad
Hari pernikahan Eve dan Kaivan tiba. Malam sebelum acara pernikahan, Eve berada di kamar sedang istirahat setelah makan malam.“Eve, boleh aku masuk?” tanya Alana setelah sebelumnya mengetuk pintu.“Masuklah, Kak.”Alana membuka pintu kamar Eve. Dia melihat adik iparnya itu sedang duduk memegang ponsel.“Ada apa, Kak?” tanya Eve sambil menggeser posisi duduknya di ranjang untuk memberi tempat agar Alana bisa duduk.Alana duduk di dekat Eve. Dia menatap pada adik iparnya itu.“Besok kamu akan menikah. Aku dan kakakmu selama ini menyadari, belum pernah memberikan yang terbaik, terutama aku yang sering sekali bersikap tak baik karena rasa iri padamu. Tapi, semua sudah berlalu. Aku tidak bisa memberi apa pun selain mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu,” ucap Alana sambil menggenggam erat telapak tangan Eve.Bola mata Eve berkaca-kaca. Dia mengulum bibir untuk menahan tangisnya.“Tidak memberi apa-apa bagaimana, Kak? Aku bisa kuliah dan tumbuh juga karena usaha kalian. Ya, meski Kak
Siang itu Eve pergi ke perusahaan Kaivan. Dia mengantar makanan karena Kaivan berkata jika sangat sibuk.“Kamu masih sibuk?” tanya Eve saat masuk ruangan Kaivan.Kaivan menatap pada Eve. Melihat calon istrinya itu datang, Kaivan langsung menutup tirai dinding kaca agar para staff tak melihat apa yang dilakukannya.“Kenapa tirainya ditutup?” tanya Eve keheranan.Kaivan mendekat pada Eve, lalu mengecup pipi wanita itu.“Biar mereka tidak melihat ini,” jawab Kaivan.Eve terkejut sampai memukul lengan Kaivan karena gemas.Eve mengajak Kaivan duduk. Dia membuka pembungkus makanan agar Kaivan bisa segera menyantap makan siang.“Aku sebenarnya masih harus memilah berkas, sepertinya tidak bisa makan siang dulu,” kata Kaivan.Eve menatap pada Kaivan, lalu membalas, “Kamu tetap harus makan meski sedang sibuk. Kamu memilah berkas, biar aku yang menyuapi.”Senyum mengembang di wajah Kaivan saat mendengar ide Eve. Dia mengajak Eve ke meja kerja, memosisikan kursi lain di samping kursi kerjanya agar
Eve dan Kaivan masih duduk berdua di samping rumah setelah semua orang pulang. Kaivan menggenggam erat telapak tangan Eve seperti tak berniat melepas.“Kamu dan Damian benar-benar sudah berbaikan?” tanya Eve memastikan.“Ya, anggap saja begitu. Tapi aku akan tetap memantaunya, meski bisa dibilang kalau dia sudah berumur, tapi Damian itu masih labil.”Eve terkekeh pelan mendengar ucapan Kaivan.“Kenapa malah tertawa?” tanya Kaivan dengan dahi berkerut halus.“Ya, labil sepertimu tampaknya,” balas Eve sambil melirik Kaivan.“Siapa bilang aku labil?” Kaivan tidak terima Eve mengatainya seperti itu.Eve menahan tawa. Dia menggeser posisi hingga menatap pada Kaivan lalu menjelaskan, “Jika kamu tidak labil, kamu pasti akan segera menikahi Grisel waktu itu.”Kaivan terkesiap, lalu mengelak, “Itu bukan labil, tapi hanya belum yakin.”“Aku memang berjanji akan menikahi, tapi itu untuk wanita yang aku tiduri. Dan saat Grisel mengakuinya, entah kenapa ada yang janggal, karena itu aku tidak seger
Malam itu. Kaivan dan yang lain makan malam bersama di rumah Maria. Ada Bram dan Alana juga yang diundang ke rumah.“Kalian jangan sungkan, ya. Makan saja apa yang kalian suka, kalau mau memilih menu lain yang tidak ada di meja, bilang saja. Tidak usah malu-malu, anggap rumah sendiri,” ucap Maria pada Bram dan Alana.Bram dan Alana mengangguk. Mereka benar-benar canggung diajak makan malam di rumah Maria.Saat mereka sedang makan malam, pelayan datang menemui Maria.“Itu, Bu. Pak Damian dan Mbak Dania datang,” kata pelayan.“Oh, suruh masuk saja. Aku yang mengundang mereka untuk makan malam bersama,” balas Maria.Pelayan itu mengangguk lalu segera pergi ke depan untuk mempersilakan Damian dan Dania masuk.Eve menoleh pada Kaivan. Dia melihat pria itu memasang wajah datar dan tak senang. Eve memilih diam dan tak berkomentar sama sekali.Damian dan Dania masuk. Dania langsung menyapa Maria dan yang lain, sedangkan Damian menatap pada Kaivan yang tak memandang ke arahnya sama sekali.“Ay
Bram buru-buru turun dari mobil saat sampai di rumah Kaivan. Dia dijemput sopir Kaivan karena sangat mencemaskan Eve ketika tadi menghubungi.“Bagaimana keadaanmu? Kenapa kamu tidak segera menghubungiku?” tanya Bram langsung mengecek apakah Eve terluka atau tidak.“Aku baik-baik saja, Kak. Kak Bram tidak perlu mencemaskanku seperti ini,” ucap Eve mencoba menenangkan.Bram menatap sendu, lalu menghela napas pelan.Eve mengajak Bram duduk lebih dulu, kemudian menceritakan yang terjadi dan kondisi Grisel saat ini.Bram menghela napas kasar, baru kemudian berkomentar.“Dia punya pilihan agar hidupnya lebih baik, tapi dia malah memilih cara yang salah dan memaksakan sesuatu yang seharusnya tak dia miliki,” ujar Bram, “ya sudahlah, terpenting kamu baik-baik saja.”Bram menatap Eve penuh kelegaan.Eve mengangguk-angguk sambil memulas senyum agar Bram lega.**Setelah Eve merasa lebih baik, dia dan Kaivan pergi mengunjungi Grisel ke rumah sakit untuk melihat perkembangan dan laporan medis dar
Eve mengajak Kaivan menemui ibu Grisel. Bagaimanapun mereka harus memberitahu kondisi Grisel pada wanita itu. Eve sendiri juga tidak bisa merasa tenang begitu saja karena secara langsung atau tidak, Eve juga memperburuk depresi Grisel.“Pak.” Wanita tua itu langsung sedikit membungkuk saat melihat Kaivan di belakang dan menemuinya.Eve langsung merangkul pundak wanita tua itu, kemudian berkata, “Bibi ada yang mau aku bicarakan.”Wanita itu terkejut, bahkan terlihat takut.“Apa saya membuat kesalahan?” tanya wanita tua itu.“Tidak, Bi. Bibi tidak berbuat salah, hanya saja ada yang memang harus kami bicarakan dengan Bibi,” ucap Eve mencoba tenang meski takut dengan reaksi ibu Grisel.“Duduklah, Bi.” Kaivan bicara dengan tegas agar wanita itu tidak kebingungan.Eve mengajak ibu Grisel duduk, begitu juga dengan Eve dan Kaivan yang duduk berhadapan dengan wanita itu.Wanita itu terlihat gemetar, bahkan jemarinya saling meremas sambil menatap pada Eve dan Kaivan secara bergantian.Eve ingin
Kaivan pergi ke rumah sakit setelah Eve agak tenang. Dia juga sudah berpesan pada Maria untuk menjaga Eve.Sesampainya di rumah sakit, Kaivan menemui Hendry yang ada di depan ruang inap bersama pengacara yang ditunjuk untuk menangani kasus itu, hanya berjaga-jaga jika Grisel tiba-tiba menuntut Eve.“Bagaimana?” tanya Kaivan begitu sudah berada di hadapan Hendry dan pengacara.Hendry dan pengacara itu menatap aneh pada Kaivan, membuat Kaivan mengerutkan alis.“Ada apa? Grisel ingin menuntut Eve, atau dia membuat onar lagi?” tanya Kaivan menaruh curiga.“Bukan,” jawab Hendry sambil menggeleng.“Lalu?” tanya Kaivan dengan satu sudut alis tertarik ke atas.“Lebih baik Anda lihat sendiri, dokter juga ada di dalam,” kata Hendry.Kaivan tentunya semakin penasaran, ada apa sebenarnya sampai Hendry tak menjelaskan langsung padanya. Dia akhirnya masuk ke ruang inap, lalu melihat sendiri apa yang terjadi pada Grisel.Dokter masih mengecek kondisi Grisel bersama dua perawat, bahkan kini Grisel ha
Eve dan Kaivan masih menunggu sampai Grisel selesai CT-Scan, saat itu Hendry datang setelah mengecek kamera Cctv di apartemen.“Bagaimana?” tanya Kaivan.“Saya mendapat salinannya, Pak. Sebentar saya kirim ke Anda,” kata Hendry.Hendry mengirimkan video rekaman Cctv ke ponsel Kaivan, lalu menjelaskan, “Semua murni karena kesalahan Grisel yang menyerang Eve dulu, Pak. Bahkan jatuhnya Grisel sebenarnya tidak sepenuhnya salah Eve karena seperti yang terlihat di rekaman itu, kaki Grisel tersandung kakinya sendiri yang membuatnya jatuh ke belakang dan kepalanya langsung menghantam cermin.”Eve dan Kaivan mengamati rekaman itu, ternyata benar jika kejadian yang menimpa Grisel sepenuhnya bukan salah Eve.“Tapi tetap saja, dia terluka karena aku mendorongnya lebih dulu,” ucap Eve tetap cemas. Dia bisa terlibat dengan hukum karena masalah ini.Kaivan menggenggam erat tangan Eve, lalu berkata, “Kamu tenang saja. Biar pengacaraku yang mengurus semuanya. Ada bukti yang kita pegang juga ada saksi,
Eve terus mempertahankan cincinnya. Dia takkan mengalah lagi dari Grisel setelah apa yang Grisel lakukan padanya selama ini.“Kamu tidak layak memakai cincin ini. Ini seharusnya menjadi milikku!” teriak Grisel terus mencoba melepas cincin dari jari Eve.Eve terus mempertahankan cincin itu, begitu tangannya bisa lepas dari genggaman Grisel, Eve langsung mendorong Grisel agar menjauh darinya.Namun nahas, Grisel terdorong cukup kuat, hingga mundur sebelum akhirnya menabrak cermin yang terpajang di dinding dekat lift. Kaca itu pecah seiring Grisel yang terjatuh berlumuran darah karena luka akibat benturan cukup keras.Eve sangat syok. Dia tak berniat mencelakai Grisel, tapi ternyata Grisel malah terluka karena perbuatannya.Semua yang di sana juga terkejut, apalagi Grisel langsung tak sadarkan diri.Eve gemetar karena panik.Grisel dibawa ke rumah sakit. Eve juga ikut karena merasa harus bertanggung jawab. Dia sudah menghubungi Kaivan karena ketakutan, Eve juga tidak mungkin menghubungi