“Aku pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa kabari aja,” kata Eve saat siap pulang.“Siap, Kak. Hati-hati ya.”Eve mengangguk. Dia keluar dari kafe lalu mencari taksi. Namun, Eve tidak langsung pulang karena harus mampir supermarket untuk membeli beberapa kebutuhannya yang habis.Eve mampir ke supermarket yang searah dengan rumahnya. Dia mendorong troli sambil melihat-lihat barang yang yang dibeli.Saat Eve sedang memandang ke rak display, tanpa sengaja dia menabrakkan troli ke pembeli lain yang membuatnya terkejut.“Maaf,” ucap Eve spontan. Dia memandang pada orang yang ditabraknya, lalu betapa terkejutnya dia saat melihat siapa pria yang ada di depannya.“Eve, senang sekali bertemu denganmu,” ucap Hendry ternyata di sana sedang memilih minuman kaleng.Eve terlihat gelagapan, kenapa Hendry ada di sini, di kota ini?Hendry langsung menatap perut Eve yang besar, lalu berpikir mungkinkah Kaivan mendadak tak senang karena ini? Tapi kenapa harus tak senang?“Ternyata kamu sedang hamil. Apa kar
Hendry langsung masuk mobil setelah meninggalkan Eve, lalu sopir mulai melajukan mobil meninggalkan tempat itu.“Anda benar-benar tidak mau mampir makan dulu, Pak?” tanya Hendry karena sejak siang tadi Kaivan belum makan apa-apa.Hendry mengajak ke supermarket untuk membelikan roti dan minuman sebelum mereka pulang, tapi siapa sangka malah bertemu Eve dan membuat Kaivan seperti semakin tak senang.“Tidak perlu,” jawab Kaivan tanpa menatap pada Hendry.Hendry mengangguk pelan, lalu berbasa-basi membahas soal Eve.“Ternyata Eve berhenti bekerja karena hamil. Dia yang tadi bilang,” ucap Hendry lalu melirik bayangan Kaivan dari kaca spion.Hendry melihat Kaivan hanya diam tak merespon ucapannya, bahkan atasannya itu terus memandang ke jalanan. Roti dan minuman yang diberikannya pun belum disentuh.“Sepertinya Eve itu banyak rahasia. Mungkinkah sebenarnya dia sudah menikah lama, makanya sekarang sudah hamil besar padahal dia berhenti bekerja juga baru beberapa bulan. Juga, jangan-jangan pr
Grisel berada di apartemennya. Dia duduk di atas kasur sambil meremas bantal.“Kenapa? Kenapa jadi begini? Aku tidak mengharapkan ini.” Grisel semakin merasa kalau Kaivan menjauh darinya. Bahkan mau ke luar kota untuk urusan pekerjaan pun Kaivan tidak memberitahunya, bukankah dia kekasihnya?Grisel kesal karena Kaivan bilang mau bertanggung jawab, tapi sampai saat ini pria itu masih tidak menunjukkan sikap jika memang mau menikahinya. Grisel merasa ini terlalu lama, padahal dia sudah membayangkan Kaivan menikahinya segera lalu dia bisa menyandang nama Nyonya Bramanty.Namun, semua angan itu harus dipendam karena sikap Kaivan, belum lagi sekarang Grisel harus menanggung malu karena semua orang menganggap jika Grisel dan Kaivan sebenarnya sudah berpisah, karena itu Kaivan tidak menikahi Grisel.“Sial! Harus bagaimana membuatnya benar-benar menikahiku?” Grisel mengguyar rambut ke belakang.Dia benar-benar pusing. Apalagi jika membayangkan Kaivan meninggalkannya. Tidak, Grisel tidak akan
Grisel menghangatkan wajahnya dengan lampu untuk berjaga-jaga jika Kaivan menyentuh keningnya. Dia bahkan memakai pakaian tipis dan agak menerawang untuk menggoda pria itu.“Sepertinya ini cukup,” gumam Grisel setelah merasa wajah dan lehernya agak panas.Setelah itu, Grisel mendengar suara bel dari pintu. Dia bergegas menuju pintu, tapi sebelum membuka pintu, Grisel memasang wajah lesu agar Kaivan percaya. Dia memutar gagang pintu dan perlahan membuka, saat akan bicara, Grisel terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya sekarang.“Kenapa kamu di sini? Dan ….” Grisel menjeda ucapannya, lalu mencari Kaivan yang tidak ada di sana.Grisel kecewa ketika melihat Hendry yang datang.Hendry memperhatikan Grisel yang melongok ke kanan dan kiri.“Kamu mencari Pak Kaivan?” tanya Hendry karena Grisel memasang wajah tak senang.Grisel sangat malas karena rencananya gagal sebab Kaivan tidak datang. Dia sampai membuang napas kasar.“Iya, dia di mana?” tanya Grisel terpaksa menjawab karena tak
Kaivan menatap tajam pada Damian. Dia benar-benar tak mengerti apa maksud ucapan sepupunya itu.Damian merapikan pakaiannya. Dia tersenyum miring saat melihat ada kepanikan dan rasa penasaran dalam tatapan mata Kaivan. Damian tidak bicara lagi, dia langsung pergi meninggalkan Kaivan.Ternyata Damian sudah tahu kalau Eve hamil anak Kaivan. Dia mendapat informasi dari salah satu staff yang melihat Eve salah masuk kamar. Namun, Damian membayar staff itu agar tidak memberitahu siapa pun termasuk Kaivan. Ya, awalnya staff itu memang diam karena Kaivan bersama Grisel dan takut dikira akan mengganggu hubungan mereka. Lalu Damian meminta orang menyelidiki hingga mengetahui fakta itu dari satu-satunya saksi.Damian sendiri sangat tahu, Eve sangat menjaga diri, sehingga Damian yakin kalau kesalahan malam itu, membuat Eve hamil. Kini Damian hanya perlu mencari bukti jika bayi di kandungan Eve benar-benar anak Kaivan.Kaivan memandang Damian pergi. Dia masih tidak paham kenapa Damian seperti ingi
Eve dirawat inap karena melahirkan prematur. Bayinya pun masih ada di ruang bayi karena harus mendapat perawatan intensif sampai kondisi tubuh bayi stabil.“Kak, Eve.” Salah satu karyawan kafe datang karena mendapat pesan dari Eve.“Kamu datang, maaf sudah merepotkanmu,” ucap Eve melihat gadis itu masuk ruang inapnya. Eve menghubungi karyawan kafe bernama Chila dan meminta membawakan makanan juga beberapa kebutuhan lain untuknya.“Kenapa minta maaf, Kak? Aku malah kesal Kak Eve tidak menghubungiku kemarin. Bagaimana bisa Kak Eve pergi ke rumah sakit sendirian dan mengurus semuanya sendirian padahal masih ada kami,” ucap Chila kasihan karena Eve benar-benar sendirian di sana.Eve tersenyum mendengar ucapan Chila.“Di mana bayinya?” tanya Chila karena tidak melihat bayi Eve di sana.“Masih di ruang perawatan bayi karena lahir prematur,” jawab Eve.“Tapi dia sehat, kan?” tanya Chila penasaran dan cemas.“Iya, dia sehat,” balas Eve sambil mengangguk-anggukan kepala.Chila bernapa lega.“
Setelah rencananya gagal, Grisel semakin memikirkan cara untuk mendapatkan Kaivan. Dia juga kesal karena kemarin Kaivan melarangnya datang menjenguk Maria, padahal dia ingin mengambil hati wanita itu.“Apa benar kalau Pak Kaivan benar-benar menjauhiku sekarang?” Grisel benar-benar takut dan cemas.Grisel menunggu Kaivan berangkat bekerja hari itu. Dia ada di lobi dan berniat naik ke atas bersama Kaivan. Namun, saat dia melihat Kaivan turun dari mobil, ternyata Kaivan malah bersama Dania. Tentu saja hal itu membuat Grisel marah.“Apa ini? Kenapa Pak Kaivan bersamanya? Apalagi Pak Kaivan sampai menggunakan sopir?” Grisel benar-benar geram.Grisel tidak akan tinggal diam jika Dania merebut Kaivan darinya. Ketika Kaivan dan Dania masuk lift bersama, Grisel ikut masuk lift berbeda dan sama-sama naik ke atas.Dania sendiri bisa bersama Kaivan karena mobilnya mogok lalu dia meminta tolong Kaivan untuk membantunya.Saat sampai di lantai ruangan Dania berada. Dania pamit keluar, lalu berjalan
Dania dipanggil ke ruangan Kaivan. Dia sudah menebak jika Grisel pasti mengadu. Buat apa juga terkejut, wanita seperti Grisel pasti mencari pembelaan agar tidak kalah.Dania melihat Grisel di meja kerjanya, membuat Dania melirik tajam karena Grisel tersenyum miring. Grisel berpikir Dania akan takut? Tidak ada kata takut bagi Dania, apalagi yang dihadapinya nanti adalah sepupunya sendiri.Dania masuk ruangan Kaivan setelah mengetuk pintu. Kaivan langsung memintanya duduk.“Apa yang terjadi? Kenapa kamu bertengkar dengan Grisel?” tanya Kaivan tentunya ingin mendengar cerita dari versi Dania.Dania menatap kesal, benar tebakannya Kaivan memanggil gara-gara Grisel mengadu.“Ya, gimana tidak bertengkar. Grisel menuduhku ingin merebutmu. Dia sepertinya sangat takut kalau ada yang mengambilmu darinya,” jawab Dania lalu menceritakan kronologinya.Kaivan sangat terkejut mendengar cerita Dania yang bertolak belakang dengan cerita Grisel.“Grisel itu jahat. Dia itu sepertinya takut kena karma. D
“Mami, kapan Paman Kaivan ke cini?” tanya Kai sambil menusuk-nusuk makan siangnya menggunakan garpu.Eve menghela napas kasar, lalu menatap pada Kai.“Paman Kaivan masih kerja, Kai jangan berharap dia datang, ya? Nanti dia tidak fokus bekerja,” kata Eve mencoba bersikap tenang meski ada rasa mengganjal saat Kai membahas soal Kaivan.Kai memasang wajah cemberut. Dia makan dengan malas bahkan sudah hampir setengah jam tapi makanan di piring hanya terjamah sedikit.“Kai makan yang benar agar cepat habis dan Kai lekas sembuh,” ujar Eve sambil mempertahankan senyumnya.“Iya.” Kai menanggapi malas.Saat Kai kembali makan, terdengar suara bel dari pintu depan. Eve dan Kai menoleh bersamaan.“Itu pacti Paman Kaivan!” Kai langsung turun dari kursi lalu berlari menuju pintu.Eve sangat terkejut dengan yang dilakukan Kai. Dia mengejar Kai yang sudah mencapai pintu.Kai langsung membuka pintu, tapi senyumnya memudar ketika melihat siapa yang berdiri di depan pintu.“Halo, Kai.” Damian berdiri di
Grisel sangat panik dan bingung, tapi dia juga tidak bisa menghindari hal ini. Grisel turun dari mobil lalu berjalan masuk lobi untuk segera naik ke lantai tempat ruangan Kaivan berada.Namun, sebelum dirinya masuk lift, Grisel lebih dulu mendapat pesan dari kepala HRD.[Datanglah ke ruang HRD untuk pemberitahuan perubahan pekerjaan.]Grisel mengerutkan dahi. Apa maksudnya perubahan pekerjaan? Dia menggigit bibir bawah, bingung harus bagaimana lalu akhirnya memilih pergi ke ruang HRD lebih dulu, sebelum pergi ke ruangan Kaivan.Grisel masuk ke ruang HRD dan langsung menemui kepala HRD.“Ada apa saya diminta ke sini?” tanya Grisel.“Saya baru saja mendapat perintah untuk melakukan mutasi pekerjaan. Kamu akan dipindah ke anak cabang Bramanty Group yang ada di luar kota. Surat pemindahannya belum turun, tapi saya diminta menyampaikan ini lebih dulu, agar kamu bisa mempersiapkan diri dan menyelesaikan pekerjaan yang tertunda,” ujar kepala HRD.Grisel membulatkan bola mata lebar.“Tidak mu
Kaivan pergi ke perusahaan. Ekspresi wajahnya begitu dingin, bahkan para staff yang menyapanya merasa merinding karena sikap Kaivan tak seperti biasanya, lebih menakutkan dari sebelumnya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Hendry yang berjalan di belakang Kaivan dan merasa aneh dengan sikap atasannya itu.Kaivan tidak menjawab pertanyaan Hendry. Dia terus mengayunkan kaki masuk lift.Hendry memilih diam. Dia memperhatikan tombol yang ditekan Kaivan. Hendry merasa sedikit aneh, kenapa Kaivan tidak menuju lantainya bekerja, tapi malah ke lantai lain?Lift terbuka di lantai tempat Grisel bekerja. Tentu saja hal itu membuat Hendry bertanya-tanya dengan apa yang terjadi.Saat sampai di lantai divisi itu, ternyata Grisel belum ada di ruang kerjanya.“Di mana Bu Grisel?” tanya Kaivan pada staff yang berdiri saat melihat kedatangannya.“Beliau belum datang, Pak,” jawab staff.Kaivan menyipitkan mata. Dia memandang semua staff yang menunduk, lalu melihat jam dinding menunjukkan pukul setengah delapa
“Kamu harus bertanggung jawab, Kaivan! Jangan jadi pengecut!” Maria mengamuk karena berpikir Kaivan tidak mau bertanggung jawab.Kaivan memegang tangan Maria, lalu membalas, “Aku bukannya tidak mau bertanggung jawab. Tapi Eve yang sepertinya tidak mau.”Maria mengerutkan alis.“Kenapa tidak mau? Pasti ada alasannya, kan?” Maria penasaran. Jika memang Eve wanita yang akan dijadikan istri Kaivan, dia akan mendukung penuh.“Apa perlu ibu yang minta padanya untuk menikah denganmu?” tanya Maria gemas karena merasa putranya sangat lamban.“Jangan!” Kaivan mencegah. “Tidak semudah itu juga, Bu. Aku tidak tahu alasan pastinya, tapi yang jelas Eve ragu.”Semalam Kaivan mendengar apa yang dibicarakan Eve dan Bram. Dia sekarang tahu alasan Eve terus memintanya menjauh. Kaivan menceritakan itu agar Maria paham dan tidak bersikap gegabah.“Jadi, apa rencanamu?” tanya Maria memastikan.“Aku hanya perlu lebih dekat dan meyakinkannya saja. Sepertinya Kai juga sudah menyukaiku, jadi itu akan lebih mud
“Kamu sebenarnya mau bicara apa, Kai? Jangan bilang kamu mau membahas wanita bernama Grisel itu! Ibu tidak sudi!” Maria memberi ultimatum lebih dulu karena telinganya terlalu sakit jika mendengar Kaivan bersama Grisel.Kaivan malah tersenyum lalu menggeleng pelan.“Bukan itu yang mau aku ceritakan,” ujar Kaivan karena melihat sang ibu sudah sangat emosi.“Lalu?” Maria menatap curiga.Kaivan menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan.“Semalam aku pergi mengantar Kai ke rumah sakit untuk periksa. Dia putraku.”“Kaivan!” Maria berteriak karena syok. “Kai? Siapa maksudmu Kai itu? Dan, apa tadi kamu bilang? Putra? Jangan bilang itu anakmu dengan Grisel!” amuk Maria dengan emosi yang memuncak. Dia mencengkram dada karena merasa nyeri.“Bu.” Kaivan langsung turun dari ranjang. Dia meminta Maria untuk duduk lebih dulu.“Makanya, dengarkan aku bicara sampai selesai agar tidak syok,” ujar Kaivan malah menyalahkan ibunya yang kaget.“Siapa yang tidak syok mendengar pengakuanmu, hah!” M
Eve mengecek Kai setelah selesai bicara dan meyakinkan Bram kalau dia akan mengurus semua sendiri. Kai mungkin membutuhkan sosok ayah, tapi Eve tidak mau jika Kaivan terpaksa bertanggung jawab karena adanya Kai. Bisa saja ‘kan, dulu Kaivan tidak menginginkan Kai, sedangkan sekarang sudah terlanjur dan terpaksa menerima?Saat Eve masuk kamar. Dia melihat Kaivan ternyata tertidur di ranjangnya. Dia menatap lekat wajah Kaivan dan Kai yang sama-sama tertidur pulas. Keduanya benar-benar sangat mirip, terutama alisnya.Tidak tega membangunkan Kaivan. Eve memilih membetulkan letak selimut, lalu dia keluar dari kamar dan berniat tidur di sofa.“Bagaimana kondisi Kak Bram, Kak?” tanya Eve saat melihat Alana keluar dari kamar.“Sudah tidak apa-apa. Dia berusaha tidur sekarang,” jawab Alana, “kenapa kamu di luar? Apa Kai belum tidur sampai mantan bosmu juga masih di sana?” tanya Alana keheranan.“Ah, itu ….” Eve menoleh ke pintu kamarnya, lalu kembali memandang Alana. “Dia tertidur bersama Kai.
Bram mengajak bicara Eve di ruang makan. Alana juga ada di sana, dia dan Bram sama-sama menatap Eve sekarang.“Kamu masih tidak mau jujur dengan apa yang terjadi, Eve? Jujur pada kami, apa kamu tidak menganggap kami lagi?” Bram mencoba menekan karena merasa Eve menyembunyikan kebenaran soal ayah Kai.“Bukan begitu, Kak.” Eve bingung harus bagaimana menjelaskannya.“Kalau begitu cerita, Eve. Kami ini keluargamu, apa tidak cukup kamu berbohong dan menyembunyikan soal kehadiran Kai?” Alana ikut bicara demi kebaikan Eve juga Bram.Eve meremat jemari, lalu memberanikan diri menatap kakak dan kakak iparnya.“Katakan padaku, bagaimana bisa Kai langsung dengan mantan bosmu itu? Kalian punya hubungan khusus atau ….” Bram sengaja menjeda ucapannya agar Eve yang melanjutkan.Eve menelan ludah susah payah. Panik dan takut bercampur jadi satu.“Pak Kaivan adalah ayah Kai. Aku tidak sengaja melakukannya dengan dia.” Eve menjawab dengan suara lirih sambil menundukkan kepala.“Apa?” Bram sangat terkej
Kaivan mengantar Eve kembali ke apartemen. Dia sigap keluar dari mobil lalu membuka pintu mobil untuk Eve. Namun, saat Eve akan keluar, Kai bangun dan mencari Kaivan.“Maunya gendong Paman Kaivan.” Kai mengigau dan memberontak tidak mau digendong Eve.Eve menatap Kaivan yang berdiri di luar pintu.Kaivan membungkuk lalu mengambil alih Kai dari pangkuan Eve.“Biar aku yang menggendongnya,” ujar Kaivan.Eve terpaksa memberikan Kai karena terus memberontak. Saat sudah digendong Kaivan, Kai anteng dan langsung mengalungkan kedua lengan di leher pria itu.Mereka masuk bersama. Eve melihat Kai yang kembali tidur dalam gendongan Kaivan. Dia diam sambil terus melangkah, apa begini ikatan antara ayah dan anak meski mereka tidak pernah bertemu? Kenapa begitu erat? Bahkan Kai tidak pernah sedekat ini pada pria lain meski sering bertemu.Mereka sampai di unit apartemen Bram. Saat masuk, ternyata Alana sudah pulang.“Bagaimana kondisinya?” tanya Bram langsung menghampiri bersama Alana.“Dokter bil
“Ini hanya memar saja, selebihnya tidak ada yang fatal. Namun, untuk berjaga-jaga, saya akan memberikan obat dan salep untuk mencegah pembekuan darah di bagian punggung yang terbentur.”Dokter bicara sambil menulis resep.Kaivan lega. Dia memangku Kai yang tidak mau lepas darinya.Eve menatap Kai. Dia tidak mengerti, kenapa Kai sangat menempel pada Kaivan? Jika Eve meminta Kai menjaga jarak pada seseorang, bocah kecil itu akan patuh. Namun, kenapa Kai tidak patuh kali ini? Apa mungkin karena keduanya memiliki ikatan?Eve menggeleng pelan. Dia mencoba menepis itu. Bisa saja Kai menempel pada Kaivan karena pria itu terus mendekati dan baik pada Kai.“Eve.”Lamunan Eve buyar karena mendengar suara Kaivan. Dia menoleh dan melihat pria itu siap berdiri sambil membawa resep dari dokter.“Terima kasih, Dok.” Eve berdiri mengikuti Kaivan.Keduanya keluar dari ruang pemeriksaan di IGD, menuju apotek.“Kamu melamunkan apa?” tanya Kaivan sambil berjalan bersama Eve.“Tidak ada,” jawab Eve.Kaiva