Kaivan tetap tenang dan memasang wajah datar mendengar ucapan Grisel, meskipun wanita itu juga tampak kesal.“Apa benar kamu yang ada di kamarku malam itu?” tanya Kaivan sekali lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri.Grisel terkejut Kaivan kembali membahas hal itu. Dia tetap kukuh mengakui kalau itu dirinya. Meskipun Kaivan memintanya periksa selaput dara, dia tidak takut karena pernah tidur dengan Damian dan sudah tidak perawan.“Tentu saja, kenapa Anda masih menanyakannya?” tanya Grisel meyakinkan.Kaivan menatap datar, lalu kembali bicara. “Kenapa kamu tidak takut saat mengakuinya? Bagaimana kalau aku melakukan sesuatu yang buruk padamu karena kamu berani naik ranjangku? Kenapa kamu seperti tak memikirkan resiko jika mengaku?” tanya Kaivan dengan nada penekanan. Bahkan kedua matanya menyipit curiga.Grisel terkejut sampai gelagapan mendengar pertanyaan Kaivan.“Ya, itu karena saya yakin kalau Anda tidak mungkin melakukan hal buruk. Saya yakin Anda adalah orang yang bertanggung jawab
Hari itu Eve pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Dia duduk di kursi panjang depan poliklinik menunggu antrian periksa. Eve memandang ke beberapa wanita hamil yang juga menunggu antrian. Dia melihat perut para wanita itu sudah agak besar, sedangkan dirinya masih kecil. Eve menyentuh perutnya.Aneh, apa dia akan dianggap aneh? Dia tidak punya suami, tapi hamil. Haruskah dia sedih? Saat Eve masih melamun, perawat memanggil nama Eve. Dia pun berdiri lalu berjalan masuk ke ruang pemeriksaan.“Bu Evelyn?” tanya dokter memastikan.Eve mengangguk lalu duduk di depan meja dokter. Ini pertama kalinya Eve memeriksakan kandungannya di sana. Dokter menanyakan tanggal terakhir menstruasi, lalu menanyakan nama suami hingga membuat Eve terdiam.“Ini hanya untuk data,” kata dokter itu.Eve bingung menjawab pertanyaan dokter.“Sebenarnya saya tidak bisa memberitahu nama ayahnya. Ini kecelakaan,” jawab Eve ragu karena takut itu akan menjadi masalah.Dokter itu terkejut, lalu mengira
Eve sangat terkejut mendengar pertanyaan Damian sampai secara impulsif memegangi perut. Dari mana pria itu tahu soal kehamilannya, apalagi perutnya belum besar. Eve terlihat gugup dan panik. Entah kenapa dia merasa takut, apa mungkin karena Damian adalah sepupu Kaivan? Atau Eve takut aibnya dibongkar Damian?“Apa yang kamu katakan?” tanya Eve mencoba mengelak. Dia berusaha tenang meski jantungnya berdegup cepat karena takut.Damian tersenyum melihat reaksi Eve. Dia jelas tahu kalau Eve saat ini sedang panik.“Saat bertanya keberadaanmu, karyawan di sini mengatakan kamu ke dokter kandungan. Jika kamu tidak hamil, lalu untuk apa ke sana? Tidak perlu menutupinya, Eve. Aku juga bukan musuhmu,” ujar Damian menjawab pertanyaan Eve. Dia meyakinkan agar Eve mau jujur kepadanya.Eve gelagapan sampai terlihat gemetar meski sudah berusaha tenang. Eve bertanya-tanya, bagaimana bisa Damian meyakinkan karyawan sampai jujur akan kondisinya sekarang.Damian memperhatikan gelagat Eve, hal itu membuat
Eve benar-benar bingung dengan keinginan Damian. Kenapa pria itu kukuh ingin di sampingnya? Namun, Eve tidak mau peduli, dia tidak mau berurusan dengan Damian lagi.“Terserah apa yang mau kamu lakukan, aku tetap tidak akan pernah menganggap keberadaanmu dan jangan pernah berharap aku akan menerimamu lagi!” Eve membuat keputusan tegas agar tidak dianggap memberi harapan ke Damian.Setelah mengatakan itu, Eve pun memilih meninggalkan Damian. Dia pergi ke ruangannya.Damian mengeluarkan ponsel begitu Eve pergi, lalu tampak mengetik pesan dan dikirimkan ke seseorang.[Aku ingin kamu mencari tahu sesuatu.]Setelah mengirim pesan itu. Damian menoleh ke arah Eve pergi, lalu kembali memandang ponselnya.**Eve pulang ke rumah lebih awal seperti biasa. Dia baru saja selesai mandi ketika melihat ponselnya berdering.“Hai, Brian.” Eve menjawab panggilan dari Brian.“Maaf, Eve. Seharian ini aku sangat sibuk,” ucap Brian dari seberang panggilan.Eve hanya tersenyum. Dia duduk di tepian ranjang sam
Eve bersiap pergi ke kafe. Dia sudah mulai memakai pakaian yang agak longgar agar perutnya tidak terlalu tertekan dan lebih nyaman. Eve pergi menggunakan taksi menuju kafe seperti biasa.Saat baru saja sampai di kafe, Eve sangat terkejut ketika melihat Damian ada di depan kafe.“Apa yang dia lakukan sekarang?” Eve bertanya-tanya agak kesal.Damian langsung tersenyum ketika melihat Eve datang. Dia menunggu Eve berjalan ke arah kafe.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Eve memasang wajah datar.“Aku membawakanmu sarapan,” jawab Damian sambil menunjukkan paper bag yang dibawa.“Tidak perlu, aku sudah makan,” tolak Eve tidak mau menerima apa pun dari Damian.Dia tidak akan memberikan celah untuk Damian masuk ke kehidupannya lagi, sekeras apa pun Damian berusaha.“Ayolah, Eve. Ini bisa kamu hangatkan dan makan untuk siang. Lauknya terpisah, seperti yang kamu sukai,&rdquo
Damian tersenyum mendengar pertanyaan Eve. Dia menatap begitu dalam ke Eve yang bertanya sambil menatap curiga kepadanya.Eve tetap waspada. Dia benar-benar harus berhati-hati terhadap Damian.“Aku benar-benar tidak ada maksud lain, Eve. Aku ke sini karena ingin minta maaf. Aku hanya ingin menebus kesalahanku dengan menjagamu,” ucap Damian mencoba meyakinkan Eve.Eve tetap tidak akan percaya, meski Damian berkata jujur. Dia hanya ingin memastikan, apa pun yang dikatakan oleh Damian, baginya hanya omong kosong semata.“Aku tidak bisa kamu bodohi lagi seperti dulu. Lebih baik kamu pergi sekarang, aku bisa pulang sendiri.” Eve tetap menolak tawaran Damian yang ingin mengantarnya.Eve ingin pergi, tapi Damian langsung menahan tangannya.Eve menatap ke tangan yang dipegang Damian. Dia tidak suka dengan hal itu.Damian langsung melepas tangan Eve ketika melihat tatapan tak senang dari mantan kekasihnya itu.“Aku antar, Eve. Aku benar-benar hanya ingin mengantar dan memastikanmu selamat samp
Maria mengambil paper bag berisi jas dari tangan Grisel, tapi dia tidak mengajak Grisel masuk dan langsung menutup pintu.Grisel sangat terkejut, kenapa Maria tidak menawarinya masuk bahkan berbasa-basi saja tidak. Grisel benar-benar tak menyukai itu tapi dia tak bisa berbuat apa-apa.“Kai! Kaivan!” Maria berteriak keras sampai membuat pelayan di rumahnya terkejut.Maria mencari Kaivan di kamar, lalu mendapati putranya itu baru saja mandi.“Ada apa, Bu?” tanya Kaivan ketika melihat ibunya berteriak-teriak seperti itu.“Apa maksudnya ini? Apa maksudnya dia mengantar jasmu dan berkata kalau ini tertinggal?” tanya Maria penuh emosi sambil memperlihatkan jas yang baru saja dikeluarkannya dari dalam paper bag.Kaivan terkejut melihat jas itu di tangan Maria, dia malah kembali bertanya, “Siapa yang bawa?”Maria sangat geram karena Kaivan tidak peka. Dia melempar jas itu ke arah Kaivan, tentu saja yang dilakukan Maria membuat Kaivan sangat terkejut.“Apa maksudnya ini? Apa yang sudah kamu la
Hari berikutnya. Kaivan pergi ke perusahaan seperti biasa. Saat baru saja sampai di lantai divisinya berada, Kaivan bertemu dengan Grisel.Grisel melihat Kaivan datang, sehingga dia segera menyapa dan menyambut Kaivan untuk menunjukkan perhatiannya.“Anda berangkat agak siang hari ini,” ucap Grisel.Namun, bukannya membalas ucapan Grisel, Kaivan menatap datar ke wanita itu dan memperingatkan.“Sebaiknya jangan pernah lagi datang ke rumah dan membuat salah paham,” ucap Kaivan menegur tindakan Grisel kemarin.Grisel sangat terkejut mendengar ucapan Kaivan. Kenapa Kaivan marah padahal dia tidak melakukan apa-apa.“Aku datang untuk mengantar jas saja,” kata Grisel membela diri.“Kamu bisa memberikannya hari berikutnya, tidak perlu langsung ke rumah,” sanggah Kaivan dengan nada penekanan.Saat Kaivan menegur Grisel, ternyata para staff memperhatikan hingga membuat Grisel sangat malu. Apalagi sikap Kaivan seperti sedang menegur bawahan bukan kekasih.Bola mata Grisel berkaca-kaca seolah Kai
Raut wajah Damian terlihat tak senang saat mendengar Kai sangat berharap bertemu Kaivan. Apalagi Kai langsung berlari ke pintu untuk melihat siapa yang datang.‘Apa benar yang datang Kaivan?’ batin Damian.“Paman Kaivan!”Damian mendengar suara teriakan Kai yang begitu lantang. Ternyata benar Kaivan datang, untuk apa Kaivan menemui Eve dan Kai?Di depan, Eve terkejut melihat Kaivan datang apalagi sekarang ada Damian di dalam.“Kamu sudah makan?” tanya Kaivan pada Kai. Dia memperlihatkan bawaan yang dibawa.“Tadi Mami cudah nyuruh Kai makan, tapi Kai nggak mau makan karena nggak ada Paman Kaivan,” jawab Kai berceloteh.Kaivan tersenyum lalu memandang pada Eve yang berdiri di belakang Kai.“Kalau begitu, makan bersama paman, ya.” Kaivan kembali memandang pada Kai lalu siap mengajak masuk.“Cama Paman Damian juga, ya.” Kaivan menghentikan langkah. Dia menatap Kai lalu pada Eve secara bergantian.“Damian?”Eve melipat bibir sambil memalingkan muka.Saat masuk, ekspresi wajah Kaivan berub
“Mami, kapan Paman Kaivan ke cini?” tanya Kai sambil menusuk-nusuk makan siangnya menggunakan garpu.Eve menghela napas kasar, lalu menatap pada Kai.“Paman Kaivan masih kerja, Kai jangan berharap dia datang, ya? Nanti dia tidak fokus bekerja,” kata Eve mencoba bersikap tenang meski ada rasa mengganjal saat Kai membahas soal Kaivan.Kai memasang wajah cemberut. Dia makan dengan malas bahkan sudah hampir setengah jam tapi makanan di piring hanya terjamah sedikit.“Kai makan yang benar agar cepat habis dan Kai lekas sembuh,” ujar Eve sambil mempertahankan senyumnya.“Iya.” Kai menanggapi malas.Saat Kai kembali makan, terdengar suara bel dari pintu depan. Eve dan Kai menoleh bersamaan.“Itu pacti Paman Kaivan!” Kai langsung turun dari kursi lalu berlari menuju pintu.Eve sangat terkejut dengan yang dilakukan Kai. Dia mengejar Kai yang sudah mencapai pintu.Kai langsung membuka pintu, tapi senyumnya memudar ketika melihat siapa yang berdiri di depan pintu.“Halo, Kai.” Damian berdiri di
Grisel sangat panik dan bingung, tapi dia juga tidak bisa menghindari hal ini. Grisel turun dari mobil lalu berjalan masuk lobi untuk segera naik ke lantai tempat ruangan Kaivan berada.Namun, sebelum dirinya masuk lift, Grisel lebih dulu mendapat pesan dari kepala HRD.[Datanglah ke ruang HRD untuk pemberitahuan perubahan pekerjaan.]Grisel mengerutkan dahi. Apa maksudnya perubahan pekerjaan? Dia menggigit bibir bawah, bingung harus bagaimana lalu akhirnya memilih pergi ke ruang HRD lebih dulu, sebelum pergi ke ruangan Kaivan.Grisel masuk ke ruang HRD dan langsung menemui kepala HRD.“Ada apa saya diminta ke sini?” tanya Grisel.“Saya baru saja mendapat perintah untuk melakukan mutasi pekerjaan. Kamu akan dipindah ke anak cabang Bramanty Group yang ada di luar kota. Surat pemindahannya belum turun, tapi saya diminta menyampaikan ini lebih dulu, agar kamu bisa mempersiapkan diri dan menyelesaikan pekerjaan yang tertunda,” ujar kepala HRD.Grisel membulatkan bola mata lebar.“Tidak mu
Kaivan pergi ke perusahaan. Ekspresi wajahnya begitu dingin, bahkan para staff yang menyapanya merasa merinding karena sikap Kaivan tak seperti biasanya, lebih menakutkan dari sebelumnya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Hendry yang berjalan di belakang Kaivan dan merasa aneh dengan sikap atasannya itu.Kaivan tidak menjawab pertanyaan Hendry. Dia terus mengayunkan kaki masuk lift.Hendry memilih diam. Dia memperhatikan tombol yang ditekan Kaivan. Hendry merasa sedikit aneh, kenapa Kaivan tidak menuju lantainya bekerja, tapi malah ke lantai lain?Lift terbuka di lantai tempat Grisel bekerja. Tentu saja hal itu membuat Hendry bertanya-tanya dengan apa yang terjadi.Saat sampai di lantai divisi itu, ternyata Grisel belum ada di ruang kerjanya.“Di mana Bu Grisel?” tanya Kaivan pada staff yang berdiri saat melihat kedatangannya.“Beliau belum datang, Pak,” jawab staff.Kaivan menyipitkan mata. Dia memandang semua staff yang menunduk, lalu melihat jam dinding menunjukkan pukul setengah delapa
“Kamu harus bertanggung jawab, Kaivan! Jangan jadi pengecut!” Maria mengamuk karena berpikir Kaivan tidak mau bertanggung jawab.Kaivan memegang tangan Maria, lalu membalas, “Aku bukannya tidak mau bertanggung jawab. Tapi Eve yang sepertinya tidak mau.”Maria mengerutkan alis.“Kenapa tidak mau? Pasti ada alasannya, kan?” Maria penasaran. Jika memang Eve wanita yang akan dijadikan istri Kaivan, dia akan mendukung penuh.“Apa perlu ibu yang minta padanya untuk menikah denganmu?” tanya Maria gemas karena merasa putranya sangat lamban.“Jangan!” Kaivan mencegah. “Tidak semudah itu juga, Bu. Aku tidak tahu alasan pastinya, tapi yang jelas Eve ragu.”Semalam Kaivan mendengar apa yang dibicarakan Eve dan Bram. Dia sekarang tahu alasan Eve terus memintanya menjauh. Kaivan menceritakan itu agar Maria paham dan tidak bersikap gegabah.“Jadi, apa rencanamu?” tanya Maria memastikan.“Aku hanya perlu lebih dekat dan meyakinkannya saja. Sepertinya Kai juga sudah menyukaiku, jadi itu akan lebih mud
“Kamu sebenarnya mau bicara apa, Kai? Jangan bilang kamu mau membahas wanita bernama Grisel itu! Ibu tidak sudi!” Maria memberi ultimatum lebih dulu karena telinganya terlalu sakit jika mendengar Kaivan bersama Grisel.Kaivan malah tersenyum lalu menggeleng pelan.“Bukan itu yang mau aku ceritakan,” ujar Kaivan karena melihat sang ibu sudah sangat emosi.“Lalu?” Maria menatap curiga.Kaivan menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan.“Semalam aku pergi mengantar Kai ke rumah sakit untuk periksa. Dia putraku.”“Kaivan!” Maria berteriak karena syok. “Kai? Siapa maksudmu Kai itu? Dan, apa tadi kamu bilang? Putra? Jangan bilang itu anakmu dengan Grisel!” amuk Maria dengan emosi yang memuncak. Dia mencengkram dada karena merasa nyeri.“Bu.” Kaivan langsung turun dari ranjang. Dia meminta Maria untuk duduk lebih dulu.“Makanya, dengarkan aku bicara sampai selesai agar tidak syok,” ujar Kaivan malah menyalahkan ibunya yang kaget.“Siapa yang tidak syok mendengar pengakuanmu, hah!” M
Eve mengecek Kai setelah selesai bicara dan meyakinkan Bram kalau dia akan mengurus semua sendiri. Kai mungkin membutuhkan sosok ayah, tapi Eve tidak mau jika Kaivan terpaksa bertanggung jawab karena adanya Kai. Bisa saja ‘kan, dulu Kaivan tidak menginginkan Kai, sedangkan sekarang sudah terlanjur dan terpaksa menerima?Saat Eve masuk kamar. Dia melihat Kaivan ternyata tertidur di ranjangnya. Dia menatap lekat wajah Kaivan dan Kai yang sama-sama tertidur pulas. Keduanya benar-benar sangat mirip, terutama alisnya.Tidak tega membangunkan Kaivan. Eve memilih membetulkan letak selimut, lalu dia keluar dari kamar dan berniat tidur di sofa.“Bagaimana kondisi Kak Bram, Kak?” tanya Eve saat melihat Alana keluar dari kamar.“Sudah tidak apa-apa. Dia berusaha tidur sekarang,” jawab Alana, “kenapa kamu di luar? Apa Kai belum tidur sampai mantan bosmu juga masih di sana?” tanya Alana keheranan.“Ah, itu ….” Eve menoleh ke pintu kamarnya, lalu kembali memandang Alana. “Dia tertidur bersama Kai.
Bram mengajak bicara Eve di ruang makan. Alana juga ada di sana, dia dan Bram sama-sama menatap Eve sekarang.“Kamu masih tidak mau jujur dengan apa yang terjadi, Eve? Jujur pada kami, apa kamu tidak menganggap kami lagi?” Bram mencoba menekan karena merasa Eve menyembunyikan kebenaran soal ayah Kai.“Bukan begitu, Kak.” Eve bingung harus bagaimana menjelaskannya.“Kalau begitu cerita, Eve. Kami ini keluargamu, apa tidak cukup kamu berbohong dan menyembunyikan soal kehadiran Kai?” Alana ikut bicara demi kebaikan Eve juga Bram.Eve meremat jemari, lalu memberanikan diri menatap kakak dan kakak iparnya.“Katakan padaku, bagaimana bisa Kai langsung dengan mantan bosmu itu? Kalian punya hubungan khusus atau ….” Bram sengaja menjeda ucapannya agar Eve yang melanjutkan.Eve menelan ludah susah payah. Panik dan takut bercampur jadi satu.“Pak Kaivan adalah ayah Kai. Aku tidak sengaja melakukannya dengan dia.” Eve menjawab dengan suara lirih sambil menundukkan kepala.“Apa?” Bram sangat terkej
Kaivan mengantar Eve kembali ke apartemen. Dia sigap keluar dari mobil lalu membuka pintu mobil untuk Eve. Namun, saat Eve akan keluar, Kai bangun dan mencari Kaivan.“Maunya gendong Paman Kaivan.” Kai mengigau dan memberontak tidak mau digendong Eve.Eve menatap Kaivan yang berdiri di luar pintu.Kaivan membungkuk lalu mengambil alih Kai dari pangkuan Eve.“Biar aku yang menggendongnya,” ujar Kaivan.Eve terpaksa memberikan Kai karena terus memberontak. Saat sudah digendong Kaivan, Kai anteng dan langsung mengalungkan kedua lengan di leher pria itu.Mereka masuk bersama. Eve melihat Kai yang kembali tidur dalam gendongan Kaivan. Dia diam sambil terus melangkah, apa begini ikatan antara ayah dan anak meski mereka tidak pernah bertemu? Kenapa begitu erat? Bahkan Kai tidak pernah sedekat ini pada pria lain meski sering bertemu.Mereka sampai di unit apartemen Bram. Saat masuk, ternyata Alana sudah pulang.“Bagaimana kondisinya?” tanya Bram langsung menghampiri bersama Alana.“Dokter bil