Eve melakukan persiapan untuk soft opening besok. Dia mengecek kesiapan dapur dan yang lainnya.“Mungkin tidak akan terlalu ramai, tapi harus yakin dulu,” ucap Eve pada karyawannya.“Siap, Bu.” Semua terdengar bersemangat.Saat Eve baru saja akan mengecek ponsel setelah selesai briefing dengan karyawan, dia sudah lebih dulu mendapat panggilan dari Brian.“Hai.” Eve langsung menjawab panggilan itu.“Bagaimana persiapan untuk besok?” tanya Brian dari seberang panggilan.“Sudah selesai. Besok tinggal soft opening, aku juga sudah menyebar beberapa brosur, semoga itu menarik pelanggan,” jawab Eve meski diri sendiri kurang yakin.“Pasti menarik,” balas Brian.“Andai kamu bisa di sini. Aku tidak akan segugup ini,” ucap Eve dengan tatapan penuh harap.“Aku di sini.”Eve mengerutkan alis, lalu tertawa kecil.“Di sini di mana? Iya di sini, di sana maksudnya,” ujar Eve lalu tertawa kecil.“Serius, aku di depan kafemu.”Eve terkejut sampai berdiri. Dia memandang ke luar, benar saja ada Brian di d
Eve mengajak Kaivan ke ruang kerjanya agar Kai tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Saat Eve baru saja membalikkan badan untuk menghadap pada Kaivan lalu mulai bicara, tapi ternyata Kaivan sudah lebih dulu bicara.“Ada hubungan apa kamu dengannya?”Pertanyaan Kaivan membuat Eve terkejut.“Seharusnya saya bertanya dulu, apa maksud Kai bilang kalau Anda membelikan banyak barang?” Eve tidak mau menjawab pertanyaan Kaivan langsung.“Apa kamu tidak bisa bicara denganku secara non formal? Kamu, wanita yang melahirkan anakku, haruskah ada saya dan Anda di sini?” Kaivan kesal karena Eve bisa bicara santai dan tertawa dengan pria lain, tapi tidak dengannya.Eve terkejut. Kenapa malah membahas ke sana?“Kenapa Anda harus semarah ini untuk hal sepele?” tanya Eve menatap tak percaya.Kaivan kesal karena bukannya mengindahkan ucapannya, Eve malah balik bertanya.“Apa pria itu yang membuatmu ragu untuk menerimaku meski aku ini ayah Kai?” tanya Kaivan dengan dahi berkerut.Eve semakin pusing. K
Eve menatap Kaivan yang sedang menuntut jawaban darinya. Pria itu menatapnya begitu dalam, sampai-sampai Eve menahan napas karena begitu tegang. Belum lagi jarak wajah mereka semakin dekat, seolah Kaivan sedang mencoba mengikis jarak di antara mereka.“Aku sedang mencoba,” ucap Eve setelah mendapat tatapan intimidasi dari Kaivan.“Mencoba apa?” tanya Kaivan menuntut penjelasan sejelas-jelasnya.Eve mengulum bibir, lalu menjawab, “Mencoba menerima Anda. Kai tidak bisa lepas dari ayah biologisnya, jadi aku akan mencoba menerima Anda.”Kaivan terhenyak. Bukankah ini yang dia inginkan, tapi kenapa Kaivan begitu terkejut.“Kamu memberiku kesempatan?” tanya Kaivan memastikan.“Ya, jika Anda menginginkan itu,” jawab Eve dengan sikap tenang.“Bisa memanggilku dengan sebutan ‘kamu’ saja?” tanya Kaivan menuntut.Eve mengulum bibir, lalu menjawab, “Akan aku coba.”Senyum tipis terbit di wajah Kaivan. Dia melepas Eve dan sedikit memberikan jarak di antara mereka.“Jadi, bagaimana kesimpulannya?”
Kaivan mengepalkan telapak tangan dengan erat mendengar ucapan Brian, sampai secara impulsif meraih kerah jaket yang dikenakan Brian, lalu menarik pria itu ke arahnya sambil mencengkram erat. Keduanya saling tatap, bersitegang.“Sebaiknya kamu tidak bicara seolah kamu tahu segalanya,” balas Kaivan, kali ini benar-benar tidak bisa hanya diam.Brian hanya menatap dengan senyum samar di wajah.Saat Kaivan masih mencengkram jaket Brian, Eve keluar dari dapur dan sangat terkejut dengan yang dilakukan oleh Kaivan.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Eve sambil berjalan menghampiri.Kaivan dan Brian menoleh bersamaan. Kaivan langsung melepas cengkraman, tapi terlihat jelas ekspresi kesal di wajahnya.Brian mengalihkan pandangan dari Eve yang terlihat kesal.Eve menatap bergantian dua pria itu. Dia bingung, kenapa mereka malah bersitegang.“Apa kalian tidak bisa menjaga sikap? Ada Kai di sini, kalian mau dia melihat kekerasan?” tanya Eve sambil menatap Brian dan Kaivan secara bergantian.Kaivan ha
Kaivan berada di kafe sampai Brian pergi untuk mencari hotel. Dia juga mengantar Eve ke apartemen dan memastikannya tidak bertemu Brian lagi.“Kembalilah ke perusahaan, aku akan segera masuk,” ucap Eve sambil melepas seatbelt.“Besok Ibu mau datang ke acara kafemu,” ujar Kaivan.Eve langsung melotot. Dia menoleh pada Kaivan yang baru saja selesai bicara.“Kamu memberitahunya?” tanya Eve dengan ekspresi wajah panik.“Tidak memberitahunya pun, dia akan mencari tahu sendiri,” jawab Kaivan sambil menoleh santai pada Eve.Eve mendadak bingung.“Dia sudah tahu soal Kai?” tanya Eve pada akhirnya.“Sudah, bahkan sejak lama. Dia sangat senang ketika bertemu Kai pertama kali. Kamu tahu jelas alasannya, ibuku sejak awal memang menyukaimu,” ujar Kaivan panjang lebar menjawab pertanyaan Eve.Eve menoleh pada Kai yang tertidur di belakang, lalu menatap Kaivan lagi.“Apa yang kamu cemaskan?” tanya Kaivan saat melihat ekspresi panik di wajah Eve.“Tidak ada, hanya saja rasanya masih aneh,” jawab Eve.
Hari itu pembukaan kafe Eve diadakan. Eve sudah di kafe bersama Bram dan Alana yang menyempatkan libur demi membantu Eve.“Padahal kalian tidak perlu membantu, aku yakin tidak akan langsung ramai juga. Ini juga hanya perkenalan menu di kafe,” ucap Eve merasa tak ingin merepotkan kedua kakaknya.“Ini usahamu, kami harus mendukung. Meski tidak bisa memberi modal, tapi kami bisa memberikan tenaga kami,” balas Alana.Eve terharu. Sejak dia pulang, Alana memang berubah sangat baik padanya.Saat mereka melakukan persiapan sebelum opening, Kaivan datang bersama Maria. Wanita itu bahkan membawa buket bunga dan hadiah untuk Eve.“Eve.” Kaivan memanggil Eve yang sedang sibuk.Eve menoleh. Dia terkejut karena Kaivan benar-benar datang membawa Maria. Dia tersenyum canggung, lantas menghampiri Kaivan dan Maria.“Selamat atas pembukaan kafenya, ya.” Maria memberikan buket yang dibawanya pada Eve.“Terima kasih, Bibi.” Eve merasa begitu sungkan.Mendengar Eve memanggilnya dengan sebutan bibi, Maria
Di perusahaan Kaivan. Para staff terlihat membuka group chat khusus karyawan saat melihat notifikasi pesan masuk di jam kerja. Mereka bingung, kenapa ada yang mengirim brosur dan pesan di jam kerja, sampai mereka menyadari siapa yang mengirim.[Pak Kaivan bilang, kalian harus makan di sana. Kantin diliburkan, bagi yang makan di sana, akan dapat bonus tambahan dari Pak Kaivan. Silakan dilist yang mau.]Kaivan menyuruh Hendry mengirimkan brosur ke group chat karyawan sambil memberikan iming-iming bonus. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan kafe Eve pada semua staff, atau sebenarnya karena Kaivan memiliki maksud tersendiri?Membaca ada bonus tambahan. Para staff mulai bergantian mengisi list nama yang mau makan di kafe siang nanti. Mereka juga sudah diberitahu untuk tak menyebar informasi soal bonus itu.Hendry memantau group chat. Dia senang melihat antusias para staff. Hendry segera melaporkannya pada Kaivan[Tugas selesai dilaksanakan, Pak. Tunggu saja di jam istirahat.]Di tempat K
Saat siang hari, beberapa pengunjung mulai berdatangan setelah melihat promo menarik di kafe. Eve terlihat senang karena ada yang mampir untuk mencoba makanan dan minuman di kafe miliknya.Ketika jam makan siang tiba, Eve melihat beberapa karyawan berdatangan ke sana. Sudah bisa ditebak, jika mereka adalah staff perusahaan Kaivan.“Mereka benar-benar datang,” ucap Eve sambil menatap pada Kaivan.Kaivan mengedikkan kedua bahu sambil tersenyum.Tanpa sadar, Eve tersenyum lalu segera membantu karyawannya melayani tamu yang datang.“Ternyata kafe ini milikmu. Tidak sabar mencicipi menu di sini,” ucap salah satu staff yang mengenal Eve.“Bantu beri ulasan jika kalian suka, ya.” Eve bicara dengan sopan dan ramah.“Tentu saja, kamu jangan cemas.”Eve senang. Hingga dia melihat Dania datang dan langsung memeluknya.“Akhirnya kamu buka juga, aku tidak sabar makan di sini. Mulai hari ini, aku akan makan siang di sini. Kalau perlu makan malam pun di sini.” Dania bicara dengan penuh semangat untu
Hari pernikahan Eve dan Kaivan tiba. Malam sebelum acara pernikahan, Eve berada di kamar sedang istirahat setelah makan malam.“Eve, boleh aku masuk?” tanya Alana setelah sebelumnya mengetuk pintu.“Masuklah, Kak.”Alana membuka pintu kamar Eve. Dia melihat adik iparnya itu sedang duduk memegang ponsel.“Ada apa, Kak?” tanya Eve sambil menggeser posisi duduknya di ranjang untuk memberi tempat agar Alana bisa duduk.Alana duduk di dekat Eve. Dia menatap pada adik iparnya itu.“Besok kamu akan menikah. Aku dan kakakmu selama ini menyadari, belum pernah memberikan yang terbaik, terutama aku yang sering sekali bersikap tak baik karena rasa iri padamu. Tapi, semua sudah berlalu. Aku tidak bisa memberi apa pun selain mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu,” ucap Alana sambil menggenggam erat telapak tangan Eve.Bola mata Eve berkaca-kaca. Dia mengulum bibir untuk menahan tangisnya.“Tidak memberi apa-apa bagaimana, Kak? Aku bisa kuliah dan tumbuh juga karena usaha kalian. Ya, meski Kak
Siang itu Eve pergi ke perusahaan Kaivan. Dia mengantar makanan karena Kaivan berkata jika sangat sibuk.“Kamu masih sibuk?” tanya Eve saat masuk ruangan Kaivan.Kaivan menatap pada Eve. Melihat calon istrinya itu datang, Kaivan langsung menutup tirai dinding kaca agar para staff tak melihat apa yang dilakukannya.“Kenapa tirainya ditutup?” tanya Eve keheranan.Kaivan mendekat pada Eve, lalu mengecup pipi wanita itu.“Biar mereka tidak melihat ini,” jawab Kaivan.Eve terkejut sampai memukul lengan Kaivan karena gemas.Eve mengajak Kaivan duduk. Dia membuka pembungkus makanan agar Kaivan bisa segera menyantap makan siang.“Aku sebenarnya masih harus memilah berkas, sepertinya tidak bisa makan siang dulu,” kata Kaivan.Eve menatap pada Kaivan, lalu membalas, “Kamu tetap harus makan meski sedang sibuk. Kamu memilah berkas, biar aku yang menyuapi.”Senyum mengembang di wajah Kaivan saat mendengar ide Eve. Dia mengajak Eve ke meja kerja, memosisikan kursi lain di samping kursi kerjanya agar
Eve dan Kaivan masih duduk berdua di samping rumah setelah semua orang pulang. Kaivan menggenggam erat telapak tangan Eve seperti tak berniat melepas.“Kamu dan Damian benar-benar sudah berbaikan?” tanya Eve memastikan.“Ya, anggap saja begitu. Tapi aku akan tetap memantaunya, meski bisa dibilang kalau dia sudah berumur, tapi Damian itu masih labil.”Eve terkekeh pelan mendengar ucapan Kaivan.“Kenapa malah tertawa?” tanya Kaivan dengan dahi berkerut halus.“Ya, labil sepertimu tampaknya,” balas Eve sambil melirik Kaivan.“Siapa bilang aku labil?” Kaivan tidak terima Eve mengatainya seperti itu.Eve menahan tawa. Dia menggeser posisi hingga menatap pada Kaivan lalu menjelaskan, “Jika kamu tidak labil, kamu pasti akan segera menikahi Grisel waktu itu.”Kaivan terkesiap, lalu mengelak, “Itu bukan labil, tapi hanya belum yakin.”“Aku memang berjanji akan menikahi, tapi itu untuk wanita yang aku tiduri. Dan saat Grisel mengakuinya, entah kenapa ada yang janggal, karena itu aku tidak seger
Malam itu. Kaivan dan yang lain makan malam bersama di rumah Maria. Ada Bram dan Alana juga yang diundang ke rumah.“Kalian jangan sungkan, ya. Makan saja apa yang kalian suka, kalau mau memilih menu lain yang tidak ada di meja, bilang saja. Tidak usah malu-malu, anggap rumah sendiri,” ucap Maria pada Bram dan Alana.Bram dan Alana mengangguk. Mereka benar-benar canggung diajak makan malam di rumah Maria.Saat mereka sedang makan malam, pelayan datang menemui Maria.“Itu, Bu. Pak Damian dan Mbak Dania datang,” kata pelayan.“Oh, suruh masuk saja. Aku yang mengundang mereka untuk makan malam bersama,” balas Maria.Pelayan itu mengangguk lalu segera pergi ke depan untuk mempersilakan Damian dan Dania masuk.Eve menoleh pada Kaivan. Dia melihat pria itu memasang wajah datar dan tak senang. Eve memilih diam dan tak berkomentar sama sekali.Damian dan Dania masuk. Dania langsung menyapa Maria dan yang lain, sedangkan Damian menatap pada Kaivan yang tak memandang ke arahnya sama sekali.“Ay
Bram buru-buru turun dari mobil saat sampai di rumah Kaivan. Dia dijemput sopir Kaivan karena sangat mencemaskan Eve ketika tadi menghubungi.“Bagaimana keadaanmu? Kenapa kamu tidak segera menghubungiku?” tanya Bram langsung mengecek apakah Eve terluka atau tidak.“Aku baik-baik saja, Kak. Kak Bram tidak perlu mencemaskanku seperti ini,” ucap Eve mencoba menenangkan.Bram menatap sendu, lalu menghela napas pelan.Eve mengajak Bram duduk lebih dulu, kemudian menceritakan yang terjadi dan kondisi Grisel saat ini.Bram menghela napas kasar, baru kemudian berkomentar.“Dia punya pilihan agar hidupnya lebih baik, tapi dia malah memilih cara yang salah dan memaksakan sesuatu yang seharusnya tak dia miliki,” ujar Bram, “ya sudahlah, terpenting kamu baik-baik saja.”Bram menatap Eve penuh kelegaan.Eve mengangguk-angguk sambil memulas senyum agar Bram lega.**Setelah Eve merasa lebih baik, dia dan Kaivan pergi mengunjungi Grisel ke rumah sakit untuk melihat perkembangan dan laporan medis dar
Eve mengajak Kaivan menemui ibu Grisel. Bagaimanapun mereka harus memberitahu kondisi Grisel pada wanita itu. Eve sendiri juga tidak bisa merasa tenang begitu saja karena secara langsung atau tidak, Eve juga memperburuk depresi Grisel.“Pak.” Wanita tua itu langsung sedikit membungkuk saat melihat Kaivan di belakang dan menemuinya.Eve langsung merangkul pundak wanita tua itu, kemudian berkata, “Bibi ada yang mau aku bicarakan.”Wanita itu terkejut, bahkan terlihat takut.“Apa saya membuat kesalahan?” tanya wanita tua itu.“Tidak, Bi. Bibi tidak berbuat salah, hanya saja ada yang memang harus kami bicarakan dengan Bibi,” ucap Eve mencoba tenang meski takut dengan reaksi ibu Grisel.“Duduklah, Bi.” Kaivan bicara dengan tegas agar wanita itu tidak kebingungan.Eve mengajak ibu Grisel duduk, begitu juga dengan Eve dan Kaivan yang duduk berhadapan dengan wanita itu.Wanita itu terlihat gemetar, bahkan jemarinya saling meremas sambil menatap pada Eve dan Kaivan secara bergantian.Eve ingin
Kaivan pergi ke rumah sakit setelah Eve agak tenang. Dia juga sudah berpesan pada Maria untuk menjaga Eve.Sesampainya di rumah sakit, Kaivan menemui Hendry yang ada di depan ruang inap bersama pengacara yang ditunjuk untuk menangani kasus itu, hanya berjaga-jaga jika Grisel tiba-tiba menuntut Eve.“Bagaimana?” tanya Kaivan begitu sudah berada di hadapan Hendry dan pengacara.Hendry dan pengacara itu menatap aneh pada Kaivan, membuat Kaivan mengerutkan alis.“Ada apa? Grisel ingin menuntut Eve, atau dia membuat onar lagi?” tanya Kaivan menaruh curiga.“Bukan,” jawab Hendry sambil menggeleng.“Lalu?” tanya Kaivan dengan satu sudut alis tertarik ke atas.“Lebih baik Anda lihat sendiri, dokter juga ada di dalam,” kata Hendry.Kaivan tentunya semakin penasaran, ada apa sebenarnya sampai Hendry tak menjelaskan langsung padanya. Dia akhirnya masuk ke ruang inap, lalu melihat sendiri apa yang terjadi pada Grisel.Dokter masih mengecek kondisi Grisel bersama dua perawat, bahkan kini Grisel ha
Eve dan Kaivan masih menunggu sampai Grisel selesai CT-Scan, saat itu Hendry datang setelah mengecek kamera Cctv di apartemen.“Bagaimana?” tanya Kaivan.“Saya mendapat salinannya, Pak. Sebentar saya kirim ke Anda,” kata Hendry.Hendry mengirimkan video rekaman Cctv ke ponsel Kaivan, lalu menjelaskan, “Semua murni karena kesalahan Grisel yang menyerang Eve dulu, Pak. Bahkan jatuhnya Grisel sebenarnya tidak sepenuhnya salah Eve karena seperti yang terlihat di rekaman itu, kaki Grisel tersandung kakinya sendiri yang membuatnya jatuh ke belakang dan kepalanya langsung menghantam cermin.”Eve dan Kaivan mengamati rekaman itu, ternyata benar jika kejadian yang menimpa Grisel sepenuhnya bukan salah Eve.“Tapi tetap saja, dia terluka karena aku mendorongnya lebih dulu,” ucap Eve tetap cemas. Dia bisa terlibat dengan hukum karena masalah ini.Kaivan menggenggam erat tangan Eve, lalu berkata, “Kamu tenang saja. Biar pengacaraku yang mengurus semuanya. Ada bukti yang kita pegang juga ada saksi,
Eve terus mempertahankan cincinnya. Dia takkan mengalah lagi dari Grisel setelah apa yang Grisel lakukan padanya selama ini.“Kamu tidak layak memakai cincin ini. Ini seharusnya menjadi milikku!” teriak Grisel terus mencoba melepas cincin dari jari Eve.Eve terus mempertahankan cincin itu, begitu tangannya bisa lepas dari genggaman Grisel, Eve langsung mendorong Grisel agar menjauh darinya.Namun nahas, Grisel terdorong cukup kuat, hingga mundur sebelum akhirnya menabrak cermin yang terpajang di dinding dekat lift. Kaca itu pecah seiring Grisel yang terjatuh berlumuran darah karena luka akibat benturan cukup keras.Eve sangat syok. Dia tak berniat mencelakai Grisel, tapi ternyata Grisel malah terluka karena perbuatannya.Semua yang di sana juga terkejut, apalagi Grisel langsung tak sadarkan diri.Eve gemetar karena panik.Grisel dibawa ke rumah sakit. Eve juga ikut karena merasa harus bertanggung jawab. Dia sudah menghubungi Kaivan karena ketakutan, Eve juga tidak mungkin menghubungi