Terima kasih yang sudah membaca kisah ini. Jangan lupa dukung bukunya dengan memberi komentar dan ulasan bintang 5.
Hari berikutnya. Bram sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Eve menenteng tas berisi pakaian milik Bram, lalu mereka berjalan menuju pintu keluar lobi rumah sakit. Saat sampai di depan, Eve terkejut saat melihat Kaivan baru saja turun dari mobil yang berhenti di depan lobi.“Paman Kaivan!” panggil Kai sangat senang.Bram dan Alana bingung, mendengar nama yang Kai sebutkan, mereka akhirnya tahu seperti apa mantan atasan Eve dulu.Kaivan mendekat pada Kai lalu menggendongnya tanpa penolakan, membuat Kaivan senang karena Kai mudah didekati.Eve sangat terkejut, kenapa putranya sangat menurut pada Kaivan. Eve panik dan bingung.Kaivan mengangguk sopan pada Bram dan Alana, lalu menatap Eve yang memalingkan muka dari Kaivan.“Kalian mau pulang?” tanya Kaivan.“Iya,” jawab Kai masih berada di gendongan Kaivan.Kaivan menatap Eve yang masih tak menatapnya, lalu berkata, “Mau aku antar?”Eve terkejut. Dia akhirnya menatap Kaivan yang sudah memandangnya. Dia mau membalas tapi Bram bicar
“Paman tahu, Kai akan tinggal di cini cama Paman dan Bibi. Kai nggak akan pulang ke rumah Kai,” celoteh Kai saat Kaivan duduk bersama dia dan yang lain.Kaivan tersenyum menanggapi ucapan Kai.“Paman, apa Kai boleh main ke perucahaan lagi?” tanya Kai begitu antusias.Saat Kai bertanya, Eve baru saja masuk dan mendengar pertanyaan putranya itu. Secara spontan Eve membalas, “Kai tidak boleh ke sana. Perusahaan tempat orang kerja, bukan main.”Kai langsung memanyunkan bibir sambil melipat kedua tangan di depan dada, merajuk karena larangan dari sang mami.Kaivan melirik Eve yang ternyata sedang menatapnya juga sehingga keduanya beradu pandang, tapi setelahnya Eve langsung memalingkan muka dari Kaivan.“Eve, buatkan minum buat atasanmu, ya,” kata Alana. Bagaimanapun Kaivan sudah sangat baik mau mengantar mereka, sehingga mereka juga harus bersikap baik pada Kaivan.Eve terkejut mendengar perintah Alana. Jika dibuatkan minum, Kaivan pasti akan lama di sana. Namun, dia juga tidak bisa menge
Eve terkejut mendengar ancaman Kaivan. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan pria itu. Jika yang dipermasalahkan adalah keberadaan Kai, bukankah seharusnya Kaivan bersyukur Eve tidak menuntut atau meminta pertanggungjawaban? Dengan begitu nama baik Kaivan juga terselamatkan.“Sebenarnya apa yang Anda inginkan?” tanya Eve.“Aku hanya ingin bicara dan menjelaskan semuanya,” jawab Kaivan dengan sikap tenang.Eve menghela napas pelan, lalu menatap pada Kaivan yang memperhatikannya.“Saya merasa tidak ada yang perlu diluruskan. Saya sudah menanggung semuanya sendiri, jadi Anda tidak perlu menjelaskan,” ujar Eve. Dia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan pria di depannya ini.“Ternyata benar Kai anakku dan kamu sudah mengakui kalau malam itu kita tidur--” Belum juga kalimat Kaivan selesai diucapkan, tiba-tiba mulutnya dibungkam oleh Eve.Kaivan terkejut, dia menatap pada Eve yang tampak panik.Mereka saling tatap dengan posisi tangan Eve yang masih menutup mulut Kaivan. Bukankah sudah j
Kaivan duduk di kafe yang tadi disebutkan saat bicara dengan Eve. Dia mengetukkan telunjuk di meja, sesekali menengok pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan, ini sudah setengah jam tapi Kaivan belum melihat tanda-tanda Eve datang.“Sepertinya dia berpikir kalau aku hanya main-main,” gumam Kaivan.Kaivan hendak berdiri tapi gerakannya terhenti ketika melihat siapa yang baru saja masuk kafe. Akhirnya yang ditunggu Kaivan tiba. Eve datang ke sana.Eve baru saja masuk kafe. Dia mengedarkan pandangan, sampai akhirnya melihat Kaivan yang duduk di salah satu meja di sana.Eve menghampiri Kaivan, ekspresi wajahnya begitu datar. Jika bukan karena ancaman Kaivan, Eve tidak akan pernah mau berurusan lagi dengan pria itu.Kaivan menatap Eve yang baru saja duduk. Dia tak langsung bicara, menunggu sampai Eve yang memulai.“Apa yang ingin Anda bahas?” tanya Eve. Dia ingin pembicaraan itu segera selesai agar bisa mengakhiri semua.“Pengakuanmu,” jawab Kaivan.Eve berusaha sabar. Dia sampai m
Eve sangat syok mendengar apa yang dikatakan Kaivan, bagaimana bisa Kaivan berkata seperti itu dengan mudah?“Apa maksud Anda?” tanya Eve dengan rasa tak percaya.“Aku ayahnya, aku berhak atas Kai, tapi kenapa kamu dengan mudahnya berkata agar aku menganggapnya tak ada? Aku ingin hak asuhnya,” jawab Kaivan dengan tegas. Terbiasa memimpin dan memberikan keputusan yang tak terbantah, membuat Kaivan berpikir itu akan berhasil untuk menekan Eve.Eve melongo, kepalanya mendadak pusing karena sikap Kaivan.“Sebelumnya Anda bisa hidup lebih baik tanpa Kai, tapi kenapa sekarang Anda menginginkannya? Saya tidak akan memberikan Kai begitu saja! Lebih baik Anda hidup dengan tenang dan nyaman bersama Grisel tanpa memikirkan saya atau Kai. Kai itu anak saya, bukan anak Anda!”Eve langsung berdiri setelah mengatakan itu. Dia tidak peduli apa mau Kaivan, dia lebih berhak atas Kai karena dia yang mengandung, melahirkan, dan membesarkan Kai sendirian.Eve pergi mengabaikan Kaivan.Kaivan sangat terkeju
Pagi itu Eve sudah berpakaian rapi. Dia keluar dari kamar dan menemui semua orang yang ada di meja makan.“Kamu jadi nyari kerja hari ini?” tanya Alana.“Iya, Kak,” jawab Eve sambil duduk di samping Kai. “Apa bisa aku nitip Kai, aku tidak mungkin membawanya?” tanya Eve meminta izin lebih dulu.“Tentu saja. Lagian aku juga masih belum kerja,” jawab Bram.“Iya, aku juga baru mulai kerja besok,” timpal Alana.Eve mengangguk, lalu menoleh pada Kai yang sedang sarapan.“Aku berencana memasukkan Kai ke Playgroup, agar aku tenang saat bekerja dan tidak mengganggu kalian juga, sekalian biar Kai bisa bermain juga berinteraksi dengan teman lainnya,” ujar Eve. Dia tidak mungkin membebankan Kai pada kakak dan kakak iparnya.“Ya, itu bagus. Yang terpenting Kai mau dan tidak tertekan saja,” balas Bram.Eve mengangguk. Dia kemudian menoleh pada Kai.“Kai, maukan nanti di Playgroup, setidaknya nanti Kai bisa punya teman?” tanya Eve memastikan dulu.Kai tidak menjawab, dia fokus dengan makanannya. Eve
Eve kembali ke apartemen setelah bertemu dengan Dania. Eve pulang dengan wajah lesu karena belum mendapat pekerjaan. Dia juga tidak bisa menagih janji Bram yang ingin membantunya masuk ke perusahaan tempat kakaknya bekerja karena kondisi Bram pun belum pulih sempurna.Eve sudah berdiri di depan pintu unit apartemen milik sang kakak. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan, setelahnya Eve membuka pintu lalu masuk sambil memperlihatkan senyum di wajah. Eve tidak ingin semua orang cemas jika melihatnya tampak sedih.“Aku pulang.” Saat baru saja masuk, Eve terkejut melihat pemandangan di dalam unit apartemen sang kakak.“Mami!” Kai berteriak senang sambil melambai. Dia sedang meluncur di perosotan kecil yang ada di dekat ruang tengah“Apa ini?” tanya Eve bingung ketika melihat banyak mainan di tempat itu.Alana keluar dari dapur, dia menghampiri Eve yang berdiri dengan ekspresi wajah bingung.“Kamu sudah pulang.” Alana menyapa, lalu menoleh pada Kai yang sedang main.“Ta
Saat malam hari, Eve berada di kamar bersama Kai. Saat dia sedang menemani Kai menggambar, Eve mendapat panggilan dati Brian.“Halo, Bri.” “Bagaimana kondisi kakakmu?” tanya Brian dari seberang panggilan.“Sudah membaik. Sekarang juga sudah keluar dari rumah sakit,” jawab Eve.“Syukurlah,” balas Brian dari seberang panggilan.Eve mengangguk-angguk, lalu mendengar Brian kembali bicara.“Kamu jadi tinggal di sana? Tidak kembali ke sini?” tanya Brian.Eve menatap Kai yang masih menggambar lalu menjawab pertanyaan Brian.“Iya, Kak Bram tidak memperbolehkanku pergi, jadi aku akan mencari pekerjaan dan tinggal di sini,” kata Eve.“Daripada kamu bekerja, apa tidak lebih baik membuka usaha, Eve? Apa mau buka kafe saja? Biar aku yang memodali semuanya dulu, kalau sudah jalan, kamu tinggal mengganti biayanya,” ujar Brian memberi solusi.Eve sangat terkejut.“Tidak, Bri. Aku tidak mau merepotkanmu lagi,” ucap Eve tidak enak hati.“Siapa yang bilang merepotkan? Ini lebih baik daripada kamu kerja
Semua staff di sana sangat terkejut. Itu benar-benar berita yang sangat menghebohkan.Grisel syok, tapi tentunya tidak percaya begitu saja. “Kamu pasti hanya mengaku-ngaku. Kaivan tidak punya saudara,” bantah Grisel.Dania tersenyum miring, lalu membalas, “Siapa yang bilang saudara kandung? Aku bilang sepupu. Kamu bahkan tidak tahu Damian punya adik, kan?”Grisel gelagapan panik.Dania mendekat pada Grisel, lalu mencondongkan wajah di dekat telinga Grisel dan berbisik, “Aku tahu kamu tidur dengan kakakku untuk merebutnya dari Eve. Dan aku tahu, kamu mengaku sebagai Eve agar bisa mendapatkan Kaivan. Lalu kamu masih mengelak? Sadar diri, Kaivan tidak akan pernah mau dengan wanita berbisa sepertimu.”Grisel membeku mendengar ucapan Dania. Tidak ada yang tahu soal dirinya tidur dengan Damian selain Eve, tapi siapa sangka Dania benar-benar tahu.Dania tersenyum miring, lalu berjalan menjauh dari Grisel. Dia memandang ketiga staff yang tadi terkena marah, lalu dengan enteng berkata, “Kalau
“Apa kalian sudah dengar? Katanya Bu Grisel tidak jadi menikah dengan Pak Kaivan.”“Aku dengar, katanya Bu Grisel selama ini membohongi Pak Kaivan.”“Bohongi apa?”Beberapa staff yang sedang menunggu lift terbuka, asyik bergosip soal Grisel dan Kaivan.Berita Grisel akan menikah dengan Kaivan cukup menghebohkan perusahaan waktu itu, lalu lambat-laun berita itu meredup dan banyak yang mempertanyakan apakah Kaivan benar akan menikah dengan Grisel atau tidak karena tidak ada tanda-tanda pernikahan itu akan terjadi.Sekarang terbukti, tiba-tiba saja berembus berita jika hubungan Kaivan dan Grisel berakhir.Saat para staff itu asyik bergosip, sampai tidak sadar kalau Grisel ada di belakang mereka.“Apa kalian digaji hanya untuk bergosip, hah?!” Grisel membentak ketiga staff yang berani bergunjing.Ketiga staff itu sangat terkejut. Mereka panik saat melihat Grisel ada di sana, seketika ketiganya langsung menunduk panik.“Apa pekerjaan kalian sudah benar sampai sibuk menggosipkan atasan kali
“Saya bisa mengurus semuanya sendiri. Anda tidak seharusnya ikut campur dalam hidup saja,” ucap Eve yang terpaksa pergi bersama Kaivan agar Alana dan Bram tidak curiga.Kai ditinggal bersama Alana karena Eve ikut Kaivan untuk bertemu pekerja yang akan merenovasi tempat yang disewa Eve.Kaivan tiba-tiba menepikan mobil, membuat Eve terkejut lalu menoleh pada Kaivan.“Kenapa Anda berhenti?” tanya Eve. Dia juga mengecek pintu yang dikunci otomatis.“Sepertinya aku harus mengingatkanmu berulang kali kalau Kai anakku dan aku berhak atas dirinya. Jika kamu tidak suka aku datang ke tempatmu atau membantumu demi masa depan Kai, maka biarkan Kai bersamaku, karena aku yakin masa depannya lebih terjamin daripada denganmu.”Eve terkejut mendengar ucapan Kaivan.“Apa Anda pikir bisa melakukan segalanya karena Anda kaya? Perlu Anda catat, selama ini kehidupan kami baik-baik saja. Kai sehat dan semua kebutuhannya tercukupi, jadi Anda tidak usah bersikap seolah Anda bisa segalanya dan meremehkanku se
Keesokan harinya. Eve baru saja bangun setelah semalam begadang membuat anggaran belanja untuk merenovasi tempat yang akan disewanya, serta membuat perincian barang juga bahan untuk modal usaha.Eve sudah tidak melihat Kai di ranjang, itu artinya Kai sudah bangun dan mungkin ada di ruang tamu sedang bermain.Eve menguap, lalu turun dari ranjang dan keluar kamar masih memakai piyama dengan celana pendek.“Pagi Mami.” Kai langsung menyapa meski tak menatap sang mami.“Pagi,” balas Eve, “Bibi lagi masak, ya?” tanya Eve.“Iya, soalnya Mami bangun kesiangan,” jawab Kai.Eve berjalan ke dapur untuk membantu Alana memasak. Dia tidak enak hati karena bangun kesiangan dan membiarkan Alana yang menyiapkan sarapan sendirian.“Pagi, Kak. Maaf aku kesiangan,” ucap Eve sambil mengikat rambutnya.Alana menoleh, lalu tersenyum. Tentu saja sikap Alana yang sekarang, sangat berbeda dengan dulu ketika masih membenci Eve.“Tidak apa-apa. Aku juga masuk siang, kemungkinan pulang malam. Sore nanti jangan l
“Aku? Kamu? Apa kamu tidak punya sopan santun sampai bicara non formal pada atasanmu?” Kaivan bicara sambil menatap dingin pada Grisel.Hendry langsung melipat bibir, menahan tawa karena Kaivan benar-benar mengabaikan dan bersikap dingin pada Grisel.Grisel sangat terkejut, tapi dia berusaha untuk tenang.“Maaf, apa saya bisa bicara dengan Anda?” tanya Grisel mengubah cara bicaranya.Grisel mengumpat dalam hati. Dia sudah terbiasa bicara non formal, tapi begitu Kaivan mengakhiri hubungan mereka, pria itu langsung menegurnya.“Jika mau ada yang dikatakan, katakan di sini!” Kaivan bicara tegas. Dia tidak mau jika sampai ada kesalahpahaman kalau bicara berdua dengan Grisel.Grisel terkejut. Dia kesal karena Kaivan semakin susah diajak bicara.“Saya ingin membahas hubungan kita, apa baik jika dibicarakan di depan orang lain?” tanya Grisel sambil melirik pada Hendry.Kaivan tahu ke mana arah lirikan Grisel, dia membalas, “Kenapa tidak? Hendry orang kepercayaanku, apa pun yang menjadi masal
Eve menghela napas kasar. Dia menatap Kaivan yang sedang mengeluarkan barang dari bagasi, terlihat Kai yang begitu antusias menunggu Kaivan.“Kalau Kai menginginkan yang lain lagi, katakan padaku. Oke.” Kaivan memberikan kantong berisi mainan dan pakaian yang dibelinya untuk Kai.“Oke.” Kai terlihat sangat senang.Eve masih diam melihat putranya kesusahan membawa barang-barang itu.“Mami, ini berat,” kata Kai susah payah membawa kantong yang diberikan Kaivan.Eve dengan terpaksa menerima. Dia lalu memandang Kaivan yang mendekat sambil membawa kantong lain.“Ini suplemen untuk kakakmu. Ibuku juga meminum ini untuk menjaga kondisi tubuhnya,” ujar Kaivan sambil mengulurkan kantong yang dibawanya ke Eve.Eve menerima, lalu membalas, “Sebaiknya Anda tidak perlu membelikan apa pun lagi untuk kami.”Kaivan tersenyum tipis, lalu membalas, “Aku ayahnya, aku berhak melakukannya.”Kaivan bicara dengan lirih agar Kai tidak mendengar. Dia yakin Eve belum mau jujur pada Kai, kalau Kaivan adalah aya
Kaivan menemani Eve menemui pemilik tempat yang akan disewa. Dia duduk diam sambil mendengarkan perbincangan Eve dan pria itu.“Jika sewa sekaligus beberapa tahun, apa bisa dapat potongan?” tanya Eve setelah mendengar harga sewanya.Eve berpikir. Jika hanya sewa satu atau dua tahun, maka dia akan rugi renovasi dan lain-lainnya, sedangkan jika ingin mengambil jangka lama, Eve takut dananya tidak cukup untuk yang lainnya dan akan habis untuk sewa tempat saja.Pemilik toko melirik Kaivan, melihat pria itu menyesap kopi sambil mengedipkan mata.Eve menyadari ke mana arah tatapan pria itu. Dia menoleh Kaivan dan melihat mantan atasannya itu sedang minum.“Jika memang kamu mau ambil lima atau di atas lima tahun, akan aku beri potongan harga,” kata pemilik toko itu.Eve senang lalu sepakat mengambil tempat itu. Setelah deal dan akan disiapkan surat kontraknya, pemilik toko itu pamit undur diri.Kaivan masih santai minum kopinya saat Eve menatap curiga padanya.“Kenapa saya merasa kalau pria
“Kamu ingin mencari tempat yang seperti apa?” tanya Kaivan sambil mengemudikan mobil.Eve tidak menjawab, dia mengamati jalanan yang ada dilewati. Dia terlalu malas dan tidak punya energi untuk bicara dengan pria di sampingnya saat ini.Kai mengamati sang mami yang tidak mau menjawab pertanyaan Kaivan. Dia sampai menatap bergantian dua orang dewasa yang duduk di depannya itu.“Mami, Paman Kaivan tanya, Mami haruc jawab. Mami bilang, kalau ada yang tanya haruc copan jawab,” celoteh Kai mengingat nasihat sang mami.Eve terkejut sampai menoleh Kai. Dia melihat Kai menatap heran padanya. Eve melirik pada Kaivan yang sedang menyetir, akhirnya mau tidak mau dia harus merespon perkataan Kaivan.“Yang jelas lingkungannya ramai, jika perlu yang memiliki halaman parkir luas agar pelanggan nyaman saat makan di kafe karena ada tempat parkir yang tidak mengganggu pengguna jalan,” ujar Eve menjelaskan.Kaivan mengangguk-angguk.Eve tidak paham arti anggukan kepala itu. Dia memilih diam mengamati ja
Eve sangat terkejut melihat siapa yang sekarang berdiri di hadapannya. Kenapa pria ini harus mendatanginya lagi.“Kalian mau ke mana?” tanya Kaivan.Kaivan sengaja datang pagi-pagi untuk bisa menemui Eve. Dia akan memanfaatkan setiap waktu yang ada agar bisa mendekati Eve.“Bukan urusanmu,” balas Eve lirih karena tidak ingin Kai mendengarnya bicara ketus.Kaivan lalu melirik Kai. Jika Eve tak mau menjawab, Kai pasti akan jujur.“Kai mau ke mana?” tanya Kaivan.Eve melotot mendengar Kaivan bertanya pada Kai.“Mami bilang mau jalan-jalan cambil nyari tempat buat buka kafe ceperti milik Paman Brian,” jawab Kai dengan nada suaranya yang khas dan lucu.Eve menghela napas panjang. Dia memalingkan muka ketika Kaivan memandangnya.Kaivan tersenyum. Benar kata Hendry, dia harus menggunakan Kai untuk meluluhkan Eve.“Bagaimana kalau paman antar, pakai mobil?” tanya Kaivan pada Kai sambil mengulurkan tangan pada Kai.Kai sudah bersemangat ingin meraih tangan Kaivan, tapi dia menoleh sang mami unt