Aku tidak membutuhkan lebih dari ranjang full size. Namun, Rudy menolak membeli kurang dari ranjang berukuran king, dua meja kecil di setiap sisi tempat tidur dan satu lemari yang serasi dengan sebuah cermin yang cantik. Aku membuat kesalahan dengan terlalu lama memandangi pada sehelai selimut berwarna lavender dan peach yang serasi. Sebelum aku tahu apa yang terjadi dia telah membeli seluruh perlengkapan alas tidur lengkap dengan sprei dan bantal baru. Aku mendebatnya sepanjang waktu tapi dia bersikap seakan-akan aku sedang tidak berbicara. Dia hanya berkedip padaku dan terus saja menempatkan pesanannya dan memberikan pengarahan kepada sang salesman.
Sekembalinya kami dari makan malam, yang mana dia bersikeras untuk memberiku makan, semua furniturnya telah diantarkan. Beti berdiri di pintu ketika kami naik. Dia menyukai ini.
“Terima kasih telah memperbolehkanku melakukan semuanya hari ini. Aku membutuhkannya. Kau mungkin tidak me
“Kelihatannya seseorang sedang beruntung atau senyum bahagia itu dari semua donat yang telah kubawa?” Jery mempermainkan nada bicaranya ketika aku berjalan memasuki dapur terlambat satu menit.Wajahku seolah terbakar. “Aku suka donatnya. Terima kasih dan aku minta maaf aku lupa kemarin malam. Ini karena uh… aku memiliki hari yang gila,” jawabku, mengambil celemekku dan takut membuat kontak mata dengannya.“Sayang, jika aku baru saja keluar dari ranjang dengan Rudy Adhitama aku akan menyeringai seperti orang gila juga. Kenyataannya, aku sangat iri. Aku tahu donatku tidak menaruh kilatan puas di matamu.”Aku mulai terkekeh dan meraih bolpoin dan kertas. “Dia sangat mengagumkan.”“Oh, tolong ceritakan detailnya padaku. Aku akan mengikuti setiap katanya,” Jery memohon sambil berjalan menuju ruang makan disampingku.“Pergi godalah wanita-wanita itu dan berhenti berkhayal tentang&he
Hari-hari berikutnya terlewat bagaikan dalam dongeng. Aku pergi bekerja. Rudy muncul dan mengalihkanku dengan kehadirannya yang menawan.Hari ini kami sedang beristirahat. Aku sedang bekerja seharian di turnamen golf tahunan. Aku harus beradu argumen dengan Raka dan Rudy untuk membiarkan aku bekerja hari ini. Tidak satu pun dari mereka yang berpikir ini aman untukku dan bayiku. Tapi, tentu saja, aku menang.Seragam lapangan kami spesial di pesan untuk hari ini. Kami akan memakai baju berwarna putih. Celana pendek yang biasa kami gunakan, di ganti dengan rok pendek hitam untuk menyesuaikan dengan baju kami. Kecuali, untuk Jery, tentu saja. Dia tetap memakai celana. Dia adalah satu-satunya pria hari ini dan rupanya dia juga adalah perintaan spesial."Di sana ada lima belas tim. Aileen, kau mendapat giliran pertama untuk tiga tim. Dan Beti kau mendapatkan tiga berikutnya. Caca, kau yang tiga selanjutnya. Ema, kau dapat tiga selanjutnya dan Jery kau mendapakan tiga
Aku merasa sebuah sentuhan hangat di bagian perutku. Aku menyentuh tangan besar yang memelukku dari belakang terlihat seperti sedang melindungi. Aku berbalik dan membuka mataku perlahan. Menatap pada mata Rudy. Aku memberinya sebuah senyum."Hai." Bisiknya."Hai."Di luar sudah gelap sekarang tapi aku tidak tahu ini sudah selarut apa."Aku merindukanmu hari ini." Kata Rudy.Dia merindukanku ketika dia sedang bersama wanita itu? Tanpa sadar aku langsung mengalihkan pandanganku darinya. "Aku juga merindukanmu." Balasku jujur.Dia meraih daguku agar aku kembali menatapnya. "Ada apa?"Aku mencoba untuk tersenyum. "Tidak ada.""Aileen, katakan yang sebenarnya. Kau terlihat kecewa. Pasti ada sesuatu."Aku mencoba menarik diri darinya. Aku tidak ingin membahas semuanya tapi dia menahanku. "Tolong katakan padaku." Katanya dengan suara memohon.Aku benci berbohong. Aku benci ketika dia harus memohon. "Aku melihatmu hari in
Ponsel yang Rudy belikan untukku tergeletak di meja dapur ketika aku berjalan keluar dari kamarku. ini ketiga kalinya dalam seminggu ini dia sengaja meninggalkan benda itu di suatutempat supaya aku bisa menemukannya. kali ini ada sebuah kertas berisi pesan yang berada di sebelahnya.Aku mengambil kertas itu. *Pikirkan bayi kita. Kau butuh handphone ini ketika darurat.Ini adalah taparan ringan. Aku tersenyum dan mengambil ponsel itu lalu menyimpannya di saku. dia tidak akan menyerah sampai aku menerima benda itu. Hari ini kunjunganku yang ke dua ke dokter kandungan. Aku memberitahukan kepada Rudy tentang jadwal kunjunganku di kencan ke tiga kami hari senin malam kemarin. Dia sudah sangat bertekaduntuk mengajakku kencan sepanjang minggu. kemarin malam aku sampai harus memohon padanya untuk menghabiskan waktu di rumah dan menonton film saja. Dia sedang menjalankan rencananya. Semua ora
Aku membuka pintu sambil berjalan masuk dan bertatapan dengan Rudy. Apa yang dia lakukan di sini?"Aileen." Katanya sambil berjalan ke arahku dan aku melangkah mundur."Jangan." Jawabku samil mengangkat kedua tanganku ke depan untuk mencegahku mendekatiku."Apa itu seperti dugaanku?" tanya Beti sambil mendorong Rudy untuk menyingkir dari jalannya dan berlari menujuku.Aku mengangguk dan menyerahkan foto-foto yang ku dapat dari dokter yang dari tadi kupegang padanya. Beti menutup mulutnya yang ternganga kagum. "Oh Tuhanku. Apakah kau mendengar detak jantungnya?""Aileen, sayang, aku sangat menyesal. Aku sedang berurusan dengan...""Keluargamu. Aku tahu itu. Grizelle yang memberitahukan padaku ketika aku menelponmu lagi. Aku tidak mau mendengar alasanmu. Aku hanya ingin kau pergi dari sini." Kataku. Aku mengalihkan perhatianku kembali ke foto-foto dan menunjuk. "Ini dia bayinya. Bisakah kau percaya kalau dia ada di dalam perutku?"
Musim sekolah sudah di mulai. Para pecinta musim panas telaah pulang ke rumah. Klub tidak begitu ramai lagi karena itulah jumlah tipnya menurun. Hal terbesar adalah Rudy sudah tidak lagi membahas tentang lamaran sejak malam di apartemen ketika dia bilang apa yang dia katakan pada ibunya, adiknya dan ayahku. Dia tidak pernah menyebut mereka lagi. Kadang-kadang aku bertanya-tanya jika suatu saat dia berubah pikiran atau kalau aku hanya membayangkannya.Jika bukan karena Beti yang menanyakanku setiap minggu apakah Rudy sudah membicarakannya lagi aku akan berfikir itu adalah bagian dari imajinasiku. Setiap kali aku mengatakan pada Beti kalau Rudy tidak bilang dia menjadi semakin gelisah. Belum lagi hatiku menjadi semakin terluka. Aku takut dia terus-menerus emikirkan itu dan memutuskan kalau itu adalah suatu kesalahan.Sebelum dia mengatakannya lagi malam itu aku bahkan tidak membiarkan diriku percaya kalau dia ingin menikahiku. Aku membayangkan kami membesarkan bayi ini d
Kami sedang berjalan pulang ke rumah Rudy. Dia memasuki jalanan menuju rumah dan mematikan mobil di taman ketika ponselnya berdering untuk ke tiga kalinya dari ibunya. Tapi tidak dia angkat. Kemudian ponselnya kemballi berdering untuk ke empat kalinya Dia menatap ponsel itu dan mengerutkan keningnya."Siapa itu?" Tanyaku."Tidak tahu.""Jawab saja. Mungkin sesuatu yang penting."Wajah Rudy berubah pucat. Aku memegang tangannya namun dia tidak bereaksi. Dia duduk di sana mendengarkan orang yang sedang berbicara pada ujung telepon satunya tanpa berkata apa pun.Semakin lama mereka bicara semakin putih wajahnya. Jantungku bergemuruh. Sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Aku terus menunggunya untuk mengatakan sesuatu. Apa saja."Aku dalam perjalanan." Katanya dengan nada datar sebelum menjatuhkan ponselnya ke atas pangkuannya dan memindahkan tangannya dari cengkeramanku untuk memegang kemudi dengan sangat erat."Ada apa?" ta
Aku duduk di ruang tunggu dan berusaha keras untuk tidak memandang pada wanita hamil lainnya yang juga sedang menunggu.Ada tiga wanita hamil termasuk aku. Wanita di seberangku di dekap erat oleh lengan suaminya. dia terus menerus berbisik di telinga sang isteri yang membuatnya tersenyum. Tangan sang suami tidak pernah meninggalkan perutnya. Tidak ada keposesifan yang telihat dari perilakunya. hanya sikap protektif. Seolah-olah sang pria melindungi isteri dan anaknya hanya dari isyarat tubuh yang sederhana.Wanita lainnya usia kehamilannya lebih tua dari kamiberdua dan bayinya bergerak. Kedua tangan suaminya berada di perutnya saat dia memandang isterinya dengan penuh kekaguman. Ada sorot pemujaan yang manis terlihat di wajahnya. Mereka sedang berbagi momen dan hanya dengan melirik ke arah mereka saja membuatku merasa seakan-akan mengganggu momen itu.Kemudian di sinilah aku. bersama Raka. Aku telah berkata padanya kalau dia tidak perlu menemaniku tapi dia bilan