"Wahhh … Tuan Raymond sweet banget ke kamu. Ugh! Kalian memang serasi," puji Teresia, ikut senang karena Carmen akhirnya mendapatkan rumah ibunya dan gembira karena suami sahabatnya ini membantu Carmen dengan baik. "Ehehehe …." Carmen cengengesan malu, salah tingkah mendengar ucapan Teresia. "Oh iya. Aku lupa bilang ke kamu tentang … sini-sini." Teresia menarik Carmen untuk menjauh sedikit dari tempat memasak, mengeluarkan handphone lalu menunjukkan sebuah video pada Carmen. Mata Carmen melebar horor, menatap dirinya dalam video tersebut. Rekaman video itu berisi Carmen dan Nicolas yang sedang berdebat, di mana Carmen menjelaskan kalau dia mencintai suaminya dan lebih memilih Raymond dari segi apapun dibandingkan Nicolas. Mendengar dia berbicara mencintai Raymond secara lantang, pipi Carmen seketika memerah. "Ya ampun!" Carmen menepuk pipi yang terasa panas, "si-siapa yang merekam? Aaa … aku malu banget.""Si Lina," jawab Teresia, menertawakan ekspresi Carmen yang tengah malu-mal
'V!' 'Nuga narul magado ….' Semua orang dalam ruangan tersebut terlonjak kaget saat mendengar suara notifikasi yang sangat mengejutkan jantung. Brak' Namun, mereka jauh lebih terkejut ketika meja rapat yang panjang digebrak kuat oleh sang CEO yang mengerikan. "Handphone siapa itu?!" marah Raymond, melayangkan tatapan membunuh pada semua orang di ruang rapat, "mau cari mati, Hah?!" lanjutnya membentak marah. Mereka sedang rapat, sedang serius membahas sebuah proyek penting. Namun, tiba-tiba saja notifikasi sialana itu berbunyi keras. Siapa yang tak matah?! 'V!' 'Nuga narul magado.' Suara notifikasi tersebut lagi-lagi terdengar. "Kurang ajar!" Raymond lagi-lagi memukul meja, samakin marah karena merasa si pemilik handphone semakin lancang. "Ekhmm." Tiba-tiba saja Diego berdehem, mendekat ke arah Raymond lalu berbisik pada sang tuan. "Itu handphonemu, Tuan." "Tidak mungkin!" Raymond mengelak. Namun, lagi-lagi notifikasi kematian itu kembali terdengar, di mana sumber s
"Hello, Wifey," sapa Raymond, tersenyum cerah dengan tatapan berseri-seri pada sang istri. Carmen menatap Raymond konyol, cengar-cengir kaku bercampur malu. Kemungkinan Raymond telah melihat video itu, oleh sebab itu suaminya terlihat kegirangan. Mungkin! Raymond menarik pinggang Carmen, membuat tubuh perempuan itu merapat dengan tubuhnya. Raymond mendekatkan wajah ke wajah Carmen kemudian mencium bibir perempuan itu secara singkat. "Sweetheart, aku membawakan mangga muda untukku." "Hah?" Carmen mendongak untuk menatap Raymond yang jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya. Dia menampilkan ekspresi bingung dan konyol secara bersamaan. "Wanita hamil biasanya suka mangga muda. Dan kau juga pasti ingin, bukan?" Raymond menggendong Carmen–membawa istrinya ke arah sofa terdekat. Dia duduk di sofa sambil memangku Carmen. Sejujurnya, Carmen sudah terbiasa dipangku oleh suaminya. Akan tetapi, hari ini kembali merasa tak biasa. Jantungnya berdebar kencang, punggung panas dingin, dan dada
Setiap hari Carmen bercermin, mempertanyakan apa yang salah darinya sehingga ayahnya tak lagi mencintainya. Sekarang, Carmen takut hal lama tersebut terulang kembali. Dia takut cinta Raymond yang saat ini menggebu-gebu hilang. "Aku tidak akan berhenti mencintaimu, Sweetheart. Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku tidak akan seperti ayahmu," ucap Raymond lembut, menegakkan kepala lalu mencium ubun-ubun istrinya. Dia memahami apa yang istrinya khawatirkan, dan Raymond sangat percaya diri bahwa cinta pada istrinya tak akan berkurang. Jika istrinya pernah kehilangan cinta ayahnya, Raymond pernah merasakan cinta palsu dari ibunya. Raymond bahkan baru tahu itu setelah dia dewasa. Menyedihkannya, demi sebuah cinta palsu yang membuatnya tersesat jauh, Raymond membenci ayahnya yang sangat mencintainya. Walau lukanya dan istrinya tak sama, tetapi Raymond memahami dengan benar. Jadi dia tak akan berhenti mencintai perempuan ini. "Kau khawatir cinta yang kau dapat dariku berhenti, dan
"Terimakasih, Sayang," ucap Carmen manis, tersenyum lembut pada adik suaminya. Dia lalu menoleh ke arah Raymond yang terlihat sedang mencari sesuatu di sebuah rak yang ada di dalam kamar ini. Sedangkan Raymond, setelah mendapatkan apa yang dia cari, dia langsung menghampiri Carmen. "Ini buku untukmu," ucap Rayamond, menyerahkan sebuah buku pada istrinya. Carmen meraih buku tersebut lalu menatapnya terkejut. Ini buku legendaris milik chef favoritnya, idolanya, Juhi. Buku ini sempat diberikan oleh ayah mertuanya padanya, akan tetapi dia mengembalikannya pada Raymond karena buku ini milik suaminya–sempat disita oleh Lennon karena Raymond menolak fokus pada bisnis keluarga. Namun, kenapa buku ini Raymond berikan padanya? Apa Raymond tidak ingin lagi? "Sebenarnya saat Ayah menyerahkan buku ini padamu, aku tidak mempermasalahkan sama sekali. Hanya saja, aku sudah berjanji akan memberikan buku ini jika kau sudah hamil. Jadi aku mengambil lagi dan memberikannya padamu sekarang," jel
"Kamu gila yah? Aku menikah dengan Paman Lennon?!" Siran melayangkan tatapan tak percaya pada Zack, menatap saudara kembarnya tersebut dengan marah bercampur tak terima. Dulu, dia memang gila dengan menjebak Lennon supaya bisa mendapatkan benih pria tua itu. Namun sekarang … ah, tidak mungkin! "Kau keberatan, Heh? Ingat! Dulu kau menjebaknya tanpa ada yang menyuruhmu! Kenapa sekarang kau menolak menikah dengannya, Hah?! Bukankah ini rencanamu dulu?" Zack menggeram kesal, melotot marah pada Siran karena menolah menikah dengan Lennon, "toh, kau juga telah melahirkan putri untuknya. Sudah sewajarnya kau dan Paman menikah.""Dulu, Raymond pincang dan bukan apa-apa dikeluarga Abraham. Tetapi sekarang, Raymond lah penguasanya! Paman Lennon-- dia akan melakukan apapun demi Raymond," ucap Siran, setengah berteriak pada Zack. Dulu, dia menginginkan Lennon demi harta dan gelar 'nyonya Abraham. Namun, seorang dia tidak mau. Raymond sudah tak lumpuh, lebih tampan dari yang sebelumnya, punya ke
"Ini, Mas." Carmen memperlihatkan foto tersebut pada suaminya, setelah dia dan Raymond ada di tempat itu. Talita turun dari gendongan kakaknya lalu segera membereskan mainannya yang ada di meja, takut Raymond yang galak memarahi. "Ini Juhi. Aku kenal soalnya Mama punya poster Juhi waktu muda. Tapi … ini siapa?" Carmen menunjuk foto pemuda tampan di sebelah Juhi, "Talita dan dia mirip. Eh-- sepertinya dia lebih mirip ke Mas Kaizer deh," ucap Carmen, sudah duduk di sebelah suaminya dan sambil bertopang dagu. Dia menatap suaminya secara teliti, ingin melihat apakah suaminya dan pemuda dalam foto itu sungguhan mirip. "Ternyata memang sangat mirip. Apa jangan-jangan …-" Carmen melebarkan mata, menatap foto itu memudian menatap suaminya lagi. Di sisi lain, Raymond sudah tersenyum lebar. Sepertinya Carmen sudah bisa menebak siapa Juhi dan apa hubungannya dengan Raymond. Ah, Carmen pasti bangga memiliki suami sepertinya. Karena selain dia seorang CEO, dia juga merupakan koki hebat dan mer
"A-aku tidak mengenalmu! Lep-lepaskan aku …." Carmen menjerit pada seorang pria yang saat ini berada di atas tubuhnya. Pria tersebut berniat melepas pakaian yang membungkus tubuh Carmen. "Ti-tidak!" Carmen menggelengkan kepala, suaranya bergetar hebat dan air mata jatuh deras. Dia ketakutan, punggung sudah panas dingin dan tubuh terasa membeku. Pria ini berhasil melepas bajunya–di mana kini Carmen hanya mengenakan bra hitam. Perut mulusnya diraba oleh pria tersebut–menatap Carmen penuh letupan gairah, sembari menyunggingkan smirk yang mengerikan. Tangan pria dewasa tersebut naik ke atas undukan indah Carmen, membuat Carmen semakin takut dan terus menangis. "Ja-jangan … hiks … jangan …." Carmen memohon sembari menyingkirkan tangan pria itu dari atas undukan indahnya. Dia berhasil menjauhkan tangan pria itu akan tetapi tindakan pria tersebut semakin jauh. Pria itu menelusup pada ceruk leher Carmen, lalu mencium kulit leher Carmen secara rakus. Carmen benar-benar geli, jijik dan kot
"Ini, Mas." Carmen memperlihatkan foto tersebut pada suaminya, setelah dia dan Raymond ada di tempat itu. Talita turun dari gendongan kakaknya lalu segera membereskan mainannya yang ada di meja, takut Raymond yang galak memarahi. "Ini Juhi. Aku kenal soalnya Mama punya poster Juhi waktu muda. Tapi … ini siapa?" Carmen menunjuk foto pemuda tampan di sebelah Juhi, "Talita dan dia mirip. Eh-- sepertinya dia lebih mirip ke Mas Kaizer deh," ucap Carmen, sudah duduk di sebelah suaminya dan sambil bertopang dagu. Dia menatap suaminya secara teliti, ingin melihat apakah suaminya dan pemuda dalam foto itu sungguhan mirip. "Ternyata memang sangat mirip. Apa jangan-jangan …-" Carmen melebarkan mata, menatap foto itu memudian menatap suaminya lagi. Di sisi lain, Raymond sudah tersenyum lebar. Sepertinya Carmen sudah bisa menebak siapa Juhi dan apa hubungannya dengan Raymond. Ah, Carmen pasti bangga memiliki suami sepertinya. Karena selain dia seorang CEO, dia juga merupakan koki hebat dan mer
"Kamu gila yah? Aku menikah dengan Paman Lennon?!" Siran melayangkan tatapan tak percaya pada Zack, menatap saudara kembarnya tersebut dengan marah bercampur tak terima. Dulu, dia memang gila dengan menjebak Lennon supaya bisa mendapatkan benih pria tua itu. Namun sekarang … ah, tidak mungkin! "Kau keberatan, Heh? Ingat! Dulu kau menjebaknya tanpa ada yang menyuruhmu! Kenapa sekarang kau menolak menikah dengannya, Hah?! Bukankah ini rencanamu dulu?" Zack menggeram kesal, melotot marah pada Siran karena menolah menikah dengan Lennon, "toh, kau juga telah melahirkan putri untuknya. Sudah sewajarnya kau dan Paman menikah.""Dulu, Raymond pincang dan bukan apa-apa dikeluarga Abraham. Tetapi sekarang, Raymond lah penguasanya! Paman Lennon-- dia akan melakukan apapun demi Raymond," ucap Siran, setengah berteriak pada Zack. Dulu, dia menginginkan Lennon demi harta dan gelar 'nyonya Abraham. Namun, seorang dia tidak mau. Raymond sudah tak lumpuh, lebih tampan dari yang sebelumnya, punya ke
"Terimakasih, Sayang," ucap Carmen manis, tersenyum lembut pada adik suaminya. Dia lalu menoleh ke arah Raymond yang terlihat sedang mencari sesuatu di sebuah rak yang ada di dalam kamar ini. Sedangkan Raymond, setelah mendapatkan apa yang dia cari, dia langsung menghampiri Carmen. "Ini buku untukmu," ucap Rayamond, menyerahkan sebuah buku pada istrinya. Carmen meraih buku tersebut lalu menatapnya terkejut. Ini buku legendaris milik chef favoritnya, idolanya, Juhi. Buku ini sempat diberikan oleh ayah mertuanya padanya, akan tetapi dia mengembalikannya pada Raymond karena buku ini milik suaminya–sempat disita oleh Lennon karena Raymond menolak fokus pada bisnis keluarga. Namun, kenapa buku ini Raymond berikan padanya? Apa Raymond tidak ingin lagi? "Sebenarnya saat Ayah menyerahkan buku ini padamu, aku tidak mempermasalahkan sama sekali. Hanya saja, aku sudah berjanji akan memberikan buku ini jika kau sudah hamil. Jadi aku mengambil lagi dan memberikannya padamu sekarang," jel
Setiap hari Carmen bercermin, mempertanyakan apa yang salah darinya sehingga ayahnya tak lagi mencintainya. Sekarang, Carmen takut hal lama tersebut terulang kembali. Dia takut cinta Raymond yang saat ini menggebu-gebu hilang. "Aku tidak akan berhenti mencintaimu, Sweetheart. Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku tidak akan seperti ayahmu," ucap Raymond lembut, menegakkan kepala lalu mencium ubun-ubun istrinya. Dia memahami apa yang istrinya khawatirkan, dan Raymond sangat percaya diri bahwa cinta pada istrinya tak akan berkurang. Jika istrinya pernah kehilangan cinta ayahnya, Raymond pernah merasakan cinta palsu dari ibunya. Raymond bahkan baru tahu itu setelah dia dewasa. Menyedihkannya, demi sebuah cinta palsu yang membuatnya tersesat jauh, Raymond membenci ayahnya yang sangat mencintainya. Walau lukanya dan istrinya tak sama, tetapi Raymond memahami dengan benar. Jadi dia tak akan berhenti mencintai perempuan ini. "Kau khawatir cinta yang kau dapat dariku berhenti, dan
"Hello, Wifey," sapa Raymond, tersenyum cerah dengan tatapan berseri-seri pada sang istri. Carmen menatap Raymond konyol, cengar-cengir kaku bercampur malu. Kemungkinan Raymond telah melihat video itu, oleh sebab itu suaminya terlihat kegirangan. Mungkin! Raymond menarik pinggang Carmen, membuat tubuh perempuan itu merapat dengan tubuhnya. Raymond mendekatkan wajah ke wajah Carmen kemudian mencium bibir perempuan itu secara singkat. "Sweetheart, aku membawakan mangga muda untukku." "Hah?" Carmen mendongak untuk menatap Raymond yang jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya. Dia menampilkan ekspresi bingung dan konyol secara bersamaan. "Wanita hamil biasanya suka mangga muda. Dan kau juga pasti ingin, bukan?" Raymond menggendong Carmen–membawa istrinya ke arah sofa terdekat. Dia duduk di sofa sambil memangku Carmen. Sejujurnya, Carmen sudah terbiasa dipangku oleh suaminya. Akan tetapi, hari ini kembali merasa tak biasa. Jantungnya berdebar kencang, punggung panas dingin, dan dada
'V!' 'Nuga narul magado ….' Semua orang dalam ruangan tersebut terlonjak kaget saat mendengar suara notifikasi yang sangat mengejutkan jantung. Brak' Namun, mereka jauh lebih terkejut ketika meja rapat yang panjang digebrak kuat oleh sang CEO yang mengerikan. "Handphone siapa itu?!" marah Raymond, melayangkan tatapan membunuh pada semua orang di ruang rapat, "mau cari mati, Hah?!" lanjutnya membentak marah. Mereka sedang rapat, sedang serius membahas sebuah proyek penting. Namun, tiba-tiba saja notifikasi sialana itu berbunyi keras. Siapa yang tak matah?! 'V!' 'Nuga narul magado.' Suara notifikasi tersebut lagi-lagi terdengar. "Kurang ajar!" Raymond lagi-lagi memukul meja, samakin marah karena merasa si pemilik handphone semakin lancang. "Ekhmm." Tiba-tiba saja Diego berdehem, mendekat ke arah Raymond lalu berbisik pada sang tuan. "Itu handphonemu, Tuan." "Tidak mungkin!" Raymond mengelak. Namun, lagi-lagi notifikasi kematian itu kembali terdengar, di mana sumber s
"Wahhh … Tuan Raymond sweet banget ke kamu. Ugh! Kalian memang serasi," puji Teresia, ikut senang karena Carmen akhirnya mendapatkan rumah ibunya dan gembira karena suami sahabatnya ini membantu Carmen dengan baik. "Ehehehe …." Carmen cengengesan malu, salah tingkah mendengar ucapan Teresia. "Oh iya. Aku lupa bilang ke kamu tentang … sini-sini." Teresia menarik Carmen untuk menjauh sedikit dari tempat memasak, mengeluarkan handphone lalu menunjukkan sebuah video pada Carmen. Mata Carmen melebar horor, menatap dirinya dalam video tersebut. Rekaman video itu berisi Carmen dan Nicolas yang sedang berdebat, di mana Carmen menjelaskan kalau dia mencintai suaminya dan lebih memilih Raymond dari segi apapun dibandingkan Nicolas. Mendengar dia berbicara mencintai Raymond secara lantang, pipi Carmen seketika memerah. "Ya ampun!" Carmen menepuk pipi yang terasa panas, "si-siapa yang merekam? Aaa … aku malu banget.""Si Lina," jawab Teresia, menertawakan ekspresi Carmen yang tengah malu-mal
"Talita akan tinggal dengan kita?" beo Carmen, melebarkan mata sambil menatap Raymond dengan ekspresi kaget. Raymond menganggukkan kepala, tersenyum tipis melihat ekspresi istrinya. Sepertinya Carmen keberatan dan juga cemburu, terlihat dari wajah Carmen yang tegang dan matanya yang melebar. "Asyikkk! Aku ada teman!" seru Carmen selanjutnya, berhasil memudarkan senyuman tipis Raymond, "atau … apa aku perlu berhenti bekerja yah, Mas, agar bisa menjaga Talita secara maksimal? Kan …-""Tidak perlu," jawab Raymond cukup ketus, langsung memalingkan wajah ke arah jendela mobil–memilih menatap jalanan. Menyebalkan! Hanya sebuah harapan kecil yang dia panjatkan dalam hati, akan tetapi kenapa harapan itu sulit di dapat?"Aku belum selesai berbicara, Mas," cicit Carmen pelan, menatap ragu pada suaminya. Sepertinya dia melakukan kesalahan sehingga Raymond terlihat marah, tiba-tiba berkata dengan nada ketus dan memalingkan wajah dari Carmen. "Humm." Raymond hanya berdehem singkat. Pada akhirn
"Aaah … aku malas banget untuk bangun," gumam Carmen, menyandar pada kepala ranjang sambil mengucek mata. Alarm sudah terdengar, waktunya dia bangun. Namun karena dia sangat kelelahan, Carmen malas bangun. Hanya saja, dia harus bekerja. "Aaaa ...-" Carmen menjerit tertahan, reflek membekap mulut supaya tak berkelanjutan untuk menjerit, dia kaget luar biasa ketika mendongak mendapati Raymond duduk bersila sambil bertopang dagu. Pria itu menghadap ke arahnya dan ada bantal di pangkuan pria itu–tempat ia meletakkan siku yang menopang dagu. "A-aku kaget," ucap Carmen pelan, menatap bingung pada suaminya. "Mas Kaizer kenapa?" "Teka-teki." "Ah, ya ampuuuuun!" keluh Carmen, seketika melototkan tubuh lalu berakhir berbaring ke samping. Nyawa saja belum terkumpul, tetapi suaminya sudah memberi beban pikiran pada Carmen. "Cepatlah, Ura. Waktuku tidak banyak!" tagih pria itu, "jika kau tidak memberiku teka-teki seperti kemarin, aku tidak akan berangkat kerja." 'Kupikir ujian pernikahan