Bondan memalingkan kepalanya, lalu tersenyum. “Sayang, kita sudah tunangan. Nggak masalah kalau kamu nggak izinkan aku untuk mencium atau menidurimu, sekarang kamu malah nggak izinkan aku untuk menggandengmu?”Tiffany meletakkan tangan di belakang punggung, berusaha tidak tergoda dengan ketampanan si lelaki. Dia berkata dengan tersenyum hangat, “Permisi, Tuan Bondan, aku ingin tanya apa masalah Valencia sudah diselesaikan? Masalah pernikahan kita masih belum dipastikan. Jangan panggil aku dengan semesra itu. Aku juga nggak akrab sama kamu!”Bondan melihat wanitanya, lalu tersenyum. “Siapa juga yang nggak punya masa lalu. Dengar-dengar, kamu juga punya mantan yang begitu kamu cintai? Semuanya juga punya masa lalu, jangan diungkit lagi.”Kata “mantan” sungguh menyayat hati Tiffany. Raut wajahnya seketika menjadi datar. “Aku nggak punya selera makan. Aku pulang dulu.”Bondan meraih pergelangan tangannya. “Kenapa? Ketika mengungkit mantanmu, kamu malah jadi kesal? Apa kamu masih menyukain
“Masalah kamu sama Thalia nggak ada hubungannya sama aku!” Sonia memotong pembicaraan Reza dengan tenang. “Aku pernah bilang sebelumnya, kita sudah putus. Sejak kita putus, aku nggak cinta lagi sama kamu!”Reza sungguh kaget dan hatinya terasa sangat sakit. Rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Reza menatap Sonia, lalu berkata, “Kalau kamu bisa menghentikan perasaanmu kepadaku dengan secepat itu, itu berarti kamu tidak mencintaiku!”“Sepertinya begitu!” balas Sonia.Tatapan sinis si lelaki terus tertuju pada diri wanita.“Betul, rasa cintamu tidak sedalam aku. Meskipun kita sedang bersama, kamu juga tidak pernah mengatakan kamu mencintaiku. Setiap kali berpisah, hanya aku saja yang tidak merelakanmu dan merindukanmu. Bagaimana dengan kamu? Kamu selalu bersikap tenang. Meskipun kamu melihat aku bersama dengan wanita lain, kamu juga bersikap sangat tenang. Aku kira kamu bukan orang yang pintar mengutarakan perasaanmu, sebenarnya perasaanmu terhadapku kurang mendalam.”“Hanya gara-
Sonia berjalan keluar restoran. Dia berjalan di trotoar dalam waktu lama dan baru menyadari dia lupa untuk mengambil mobilnya. Pada akhirnya, Sonia meninggalkan restoran begitu saja.Siang harinya, Sonia sangatlah sibuk. Dia hanya makan seadanya di siang hari. Sekarang perutnya pun terasa sakit.Sonia melihat sekeliling. Dia pun menemukan sebuah kedai terdekat di Jembara University. Dia pun langsung makan mi di jalan Antik.Masih di restoran yang sering dikunjunginya dulu. Pemilik kedai segera menjamu Sonia, lalu bertanya dengan tersenyum, “Mau makan apa?”Pemilik kedai mengenali Sonia. Dia pun merasa terkejut ketika bertemu dengan tamu lamanya. “Ternyata kamu, sudah lama kamu tidak datang. Sudah tamat belum?”Sonia mengangguk dengan tersenyum. “Dua tahun ini aku tinggal di luar negeri.”“Pantas saja!” Pemilik kedai juga tidak berubah. Dia masih suka mengobrol seperti dulu. “Sepertinya kamu sudah lama tidak ke sini. Pacarmu itu malah sering ke sini.”Sonia terkejut. “Pacar?”“Iya! Cowo
Tandy berpamitan dengan Fadin, lalu berlari ke lantai atas. Dia tidak kembali ke kamarnya, melainkan berlari ke lantai tiga.Setelah pintu diketuk, Tandy masuk ke dalam dan tampak lampu di dalam ruang tamu masih menyala. Reza sedang duduk di sofa sendirian.Ketika mendengar adanya suara, Reza memalingkan kepalanya dan bertanya dengan suara seraknya, “Tidak bisa tidur?”Tandy berjalan menghampirinya, lalu melihat tumpukan sisa rokok di dalam asbak. Dia pun mengerutkan keningnya. “Paman sudah rokok berapa batang?”Reza berdiri, lalu membuka jendela kamar. Dia membiarkan udara dengan percikan hujan menghilangkan bau rokok di dalam kamar.Saat Reza berdiri, Tandy melihat ada selembar foto di atas sofa. Foto itu dalam keadaan tertutup. Baru saja Tandy hendak membalikkan foto, Reza pun sudah membalikkan tubuhnya.Tandy duduk di seberangnya, lalu berkata, “Paman, luka di tubuhmu baru sembuh. Kurangi rokokmu.”Reza mengangguk. “Aku mengerti.”“Paman, apa kamu masih menyukai Bu Sonia?” Tiba-tib
Keesokan siangnya, sewaktu di perjalanan pulang sekolah, Tandy menerima panggilan dari Diana.Suara Diana terdengar lembut. “Sudah pulang sekolah?”Tandy membalas, “Sebentar lagi sampai rumah!”Diana berpesan, “Ibu dan Ayah baru bisa pulang dalam beberapa hari lagi. Kakek dan Nenek juga lagi tidak di rumah. Kamu mesti dengar apa kata Paman Reza, ya.”“Iya, aku mengerti. Aku juga bukan anak-anak. Ibu tidak usah khawatirkan aku,” balas Tandy dengan berlagak dewasa.Diana pun tersenyum. “Besok ada ujian, ya? Jangan gugup, isi seperti biasa saja!”“Hanya ujian kecil saja, mana mungkin aku gugup!” balas Tandy dengan penuh percaya diri.“Baguslah! Kamu jaga dirimu dengan baik, sekalian jaga kakakmu.”“Ibu dan Ayah juga jaga kesehatan!”Setelah panggilan diakhiri, Tandy menatap ke luar jendela sembari memikirkan ujian besok. Tiba-tiba terlintas tatapan licik di matanya.…Sore harinya, Sonia sedang sibuk bekerja. Asisten baru Sonia berlari menghampirinya dengan membawa ponsel. “Sonia, ponselm
“Oke!”Setelah Linda pergi, Jason baru bertanya, “Ada apa?”Sonia membalas, “Nggak kenapa-napa. Mungkin ibunya Yana ada urusan.”Jason mengangguk, lalu bertanya dengan penasaran, “Apa ibunya Yana itu teman yang baru kamu kenal dalam dua tahun ini?”Sonia terdiam sejenak, baru mengangguk. “Iya.”“Di mana ayahnya?”“Mereka sudah pisah.”Kening Jason berkerut. Dia berkata dengan datar, “Sepertinya cukup susah bagi ibunya Yana untuk membesarkannya seorang diri.”Sonia melihat Yana yang sedang linglung dan tidak berbicara.Jason berkata, “Biar aku gendong dia sebentar.”Lagi-lagi Sonia tertegun. Dia menyerahkan Yana ke dalam pelukan Jason.Yana tidak menolak Jason, malah langsung bersandar di dalam pelukannya.Ketika melihat anak kecil yang imut dan mungil ini, hati Jason semakin luluh. Dia tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya.Tak lama kemudian, Linda kembali dengan mengambil obat pereda demam. Kemudian, dia pun menyuapi Yana sesuai dosis yang dianjurkan dokter.Yana sangatlah
Begitu memasuki rumah, tampak dekorasi klasik nan indah di dalamnya. Jantung Jason seketika berdegup kencang. Dia tidak bisa mendeskripsikan apa yang dirasakannya saat ini.“Tuan, biar aku bawa Yana ke kamar,” ucap Linda dengan tersenyum ringan.“Oke.”Jason tidak leluasa untuk masuk ke kamar perempuan. Dia pun menyerahkan Yana kepada Bibi Linda.Sonia memberinya sebotol air, lalu berkata dengan tersenyum datar, “Terima kasih, ya!”“Jangan sungkan! Aku dan Yana juga tergolong teman.” Jason duduk di sofa, lalu berkata dengan nada bercanda. Kedua matanya terus mengamati sekeliling.Rumah dibereskan dengan sangat bersih. Tampak sofa berwarna muda dengan kain meja tamu berwarna biru muda. Ada juga beberapa tangkai bunga aster di dalam vas. Warna bunganya sangatlah indah.Tirai jendela berwarna biru tua. Angin berembus dari balkon menggoyangkan gorden jendela. Tercium bau susu anak dan aroma wangi di dalam ruangan. Jason merasa sangat nyaman untuk berada di rumah ini.Jason kepikiran Sonia
Setelah berbicara beberapa patah kata, Sonia mengakhiri panggilan. Dia mengembalikan ponsel kepada Bibi Linda, lalu masuk ke kamar untuk menemani Yana.Yana masih belum bangun. Tubuhnya keringatan dan wajahnya memerah.Sonia memegang keningnya. Menyadari Yana tidak demam lagi, hatinya pun terasa tenang.…Yana terus tertidur hingga sore hari. Kondisinya sudah semakin sehat. Ketika Yana bangun, dia mengatakan perutnya kelaparan. Yana pun disuap bubur sayur.Kelly pulang dengan buru-buru. Dia menggendong Yana sambil meminta maaf.Yana memegang wajah Kelly, lalu menenangkannya dengan suara imutnya, “Ibu sedang menjaga Nenek. Aku sangat patuh, tidak takut sama sekali.”Kelly semakin merasa bersalah. Dia menggendong Yana ke dalam pelukannya, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat Sonia. “Untung saja ada kamu.”“Tenang saja.” Sonia tersenyum.Linda sudah sibuk seharian. Kelly pun menyuruhnya untuk istirahat. Dia sendiri akan memasak nanti.Saat makan, Kelly bertanya pada Sonia, “Tadi kata Y
Setelah melihat Kase berjalan ke dalam, Sonia baru pergi ke kafe. Dia memesan secangkir kopi dan juga sepotong kue tar coklat. Baru saja mencicipi kopinya, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Kase.Sonia mengangkatnya. “Halo?”“Ruila!” Suara Kase terdengar buru-buru. “Perbincangan tidak berakhir menyenangkan ….”Tiba-tiba panggilan terputus. Sonia langsung berdiri, kemudian bergegas keluar kafe, berlari ke istana.Sekuriti yang berjaga di depan pintu gerbang hendak menghalangi langkah Sonia. Namun, kerah pakaiannya diremas oleh Sonia. Kemudian, kepalanya dihantam keras di pintu kayu.Sebelumnya Sonia sudah pernah ke dalam. Dia cukup familier dengan letak ruangan di dalam istana. Tanpa menunda waktu, Sonia langsung berlari ke lantai tujuh. Dia langsung mendobrak pintu ruangan, kemudian tampak Kase sedang diikat di bangku. Dia menatap Sonia dengan kedua mata terbelalak lebar.“Bamm!” Pintu ruangan ditutup. Lima orang pria bertubuh kekar di belakang menyerbu ke sisi Sonia.Sonia melomp
Raut wajah Kase langsung berubah. “Kamu tahu?”“Tentu saja!”Kase memang pernah mencari faktor kematian Suki. Hanya saja, masalah kematian Suki juga tergolong rahasia di internal. Ditambah lagi Kase bukan berasal dari lingkaran tentara militer, dia pun semakin kesulitan dalam mengaksesnya.Setelah kematian Suki, semua informasi tentangnya telah dihapus. Seolah-olah Suki tidak pernah datang ke dunia ini saja. Meski telah mengerahkan banyak tenaga, Kase tetap tidak berhasil menemukan petunjuk apa pun.Masalah ini sudah berlalu lama dan terus menjadi simpul di hati Kase. Sepertinya Rayden bukan hanya memahami kejadian waktu itu, dia juga menyelidikinya.Kase menyipitkan matanya menatap Rayden. Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat mengerikan!…Saat Kase kembali ke vila, Sonia masih belum tidur.Sonia baru saja selesai bertelepon dengan Reza. Saat dia hendak turun ke lantai bawah untuk minum, dia melihat Kase berjalan ke dalam rumah dengan sedikit kaget. Kenapa pulangnya cepat sekali?Kas
Ketika Kase memasuki kafe, Sonia sedang bosan membolak-balik majalah. Melihatnya masuk, Sonia bertanya sambil mendongak, "Kamu sudah bertemu Rayden?""Sudah," jawab Kase sambil duduk dan meletakkan lengannya dengan santai di sandaran kursi. Dia berujar dengan nada mengejek, "Sama seperti yang diceritakan orang, dia memakai topeng dan berlagak misterius. Entah apa yang dia sembunyikan.""Gimana hasil pembicaraan kerja samanya?" tanya Sonia."Lumayan. Masih perlu membahas beberapa detail." Kase menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, lalu bertanya, "Sebenarnya, siapa yang kamu cari di sini?"Sonia melihatnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Setelah beberapa saat, dia menjawab pelan, "Kakakku."Kase bertanya sambil tersenyum, "Kakakmu? Dia ada di Hondura?""Ya, seseorang pernah melihatnya di sini," balas Sonia.Kase bertanya lagi, "Apa kamu punya fotonya? Coba tunjukkan. Mungkin aku bisa membantumu mencarinya."Sonia merespons, "Makasih, tapi nggak perlu. Biar aku yang
Kase tertegun sejenak. Namun, Sonia sudah berbalik dan naik ke lantai atas. Sambil minum isi gelasnya, pria itu merasa sedikit kesal. Dalam pikirannya, adakah orang di dunia ini yang lebih hebat darinya?Kase meremehkan pernyataan Sonia. Dia meyakini bahwa gadis itu sebenarnya hanya bucin. Hanya orang yang terlalu memuja cinta yang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fakta.Bahkan, Kase sempat tergoda untuk meminta Sonia memanggil pacarnya agar mereka bisa membuktikan siapa yang lebih unggul.....Keesokan harinya, pagi-pagi sekali seseorang dari pihak Winston datang menemui Kase dengan pesan bahwa Rayden telah kembali dan ingin bertemu dengannya untuk berdiskusi.Kali ini, Kase tidak lagi menolak. Dia mengajak Sonia untuk ikut bersamanya. Setibanya di sana, Sonia tetap menunggu di kafe yang sama seperti sebelumnya, sementara Kase mengikuti Winston melewati pintu putih besar hingga menghilang di dalamnya.Sonia sebenarnya penasaran ingin melihat seperti apa sosok Rayden yang mis
Jelas sekali, Kase sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan dengan Winston. Setiap malam, Sonia mengantar camilan tetapi dia belum berhasil menemukan orang yang dia cari. Apakah mungkin orang itu begitu disiplin hingga bahkan tidak makan camilan?Sonia juga sudah mencoba pergi ke lantai bawah tanah ke-11, tetapi tetap tidak mendapatkan hasil apa pun. Namun, tidak menemukan apa pun juga merupakan kabar baik. Setidaknya itu berarti kakaknya tidak termasuk dalam kelompok orang yang dijadikan subjek eksperimen.Sonia memutuskan untuk beristirahat selama dua hari. Bagaimanapun, pelayan yang setiap hari dia samarkan identitasnya itu, sering bangun dengan keluhan leher yang sakit dan bahkan sudah memutuskan untuk pergi ke dokter.Malam itu, Sonia dan Kase duduk berdampingan di bar. Mereka mengobrol santai sambil menikmati suasana.Hallie datang mengenakan seragam pelayan yang dirancang khusus untuk bar itu. Dia menyerahkan dua gelas minuman pada Sonia dan Kase, lalu berujar sambil tersenyum
Begitu pintu lift terbuka, Sonia melangkah keluar. Di hadapannya, terbentang lorong panjang dengan lampu neon putih yang dingin dan suram menggantung di atas kepala.Sonia keluar dari lift dan melangkah ke koridor. Di kedua sisi koridor, terdapat laboratorium dan ruang penyimpanan. Melalui pintu-pintu kaca, dia bisa melihat berbagai macam alat yang aneh dan rumit. Dia terus berjalan lebih dalam.Suasana di sekitarnya begitu sunyi hingga terasa mencekam. Tiba-tiba, telinganya menangkap suara aneh, seperti kuku yang menggores kaca, bercampur dengan suara geraman liar yang menyerupai auman binatang buas.Sonia mengikuti arah suara itu. Tak jauh di depan, sebuah pintu besar terlihat berdiri kokoh. Pintu itu terlihat sangat kuat dan dilengkapi dengan sistem pengamanan berbasis sandi. Dia segera mengirim perintah ke Frida.Dalam waktu 30 detik, Frida berhasil membobol sistem pengamanan tersebut. Setelah memasukkan kode yang diberikan, pintu itu perlahan terbuka secara otomatis. Ketika Sonia
Sonia menggigit kue cokelat di depannya, lalu bertanya, "Apa kamu sudah tanya, kapan Rayden akan kembali?"Kase menatapnya tajam sembari balik bertanya, "Kamu sangat suka cokelat?"Sonia mengangkat alis dengan tenang. Dia membalas, "Hampir semua wanita menyukainya."Senyum Kase penuh pesona ketika menimpali, "Kupikir, kamu berbeda dari yang lain."Sonia mengulang pertanyaannya, "Jadi, kapan Rayden akan kembali?"Kase mendekatkan tubuhnya ke arah Sonia, menatap matanya dengan intens, lalu berucap pelan, "Aku curiga Rayden sebenarnya masih ada di Istana Fers.""Lho?" Sonia mengangkat kepala. Dia jelas sangat terkejut.Mata Kase bertemu langsung dengan tatapan Sonia dan memancarkan kesan yang menggoda. Dia menjelaskan, "Winston adalah perwakilan Rayden, tapi untuk proyek sebesar ini, dia nggak mungkin mengambil keputusan sendiri.""Aku rasa Rayden sebenarnya nggak meninggalkan Istana Fers. Dia cuma nggak mau menemui orang." Dugaan Kase memang sangat sesuai dengan karakter Rayden yang dike
Kase mengangkat lengannya dan menoleh ke arah Sonia. Di balik kerudung sutra tipis itu, Sonia mengangkat tangan dan merangkul lengan Kase, lalu berjalan bersamanya menuju ruangan.Saat mereka masuk, di balik meja kerja besar, duduk seorang pria yang bukan Rayden. Melihat hal ini, Kase bertanya sambil tersenyum. "Kenapa bukan Rayden?"Pria di belakang meja itu berdiri. Dia terlihat seperti penduduk asli Benua Delta, dengan rambut agak keriting dan mengenakan setelan jas hitam. Dia menjawab dengan sopan, "Maaf sekali, Pak Rayden menerima pesan yang sangat mendesak pagi ini.""Satu jam yang lalu, dia sudah meninggalkan Istana Fers. Dia memintaku untuk menyambut Pak Kase dan melanjutkan pembahasan kerja sama. Perkenalkan, aku adalah sekretaris Pak Rayden. Namaku Winston," lanjut pria itu.Sonia merasa sedikit kecewa. Dia sempat berharap bisa bertemu Rayden secara langsung dan mungkin bisa mengenali suaranya atau postur tubuhnya untuk memastikan apakah dia adalah orang yang dia kenal. Namun
Hallie harus mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan Regan di tempat ini. Itu adalah urusan pribadi Hallie. Sonia tentu saja tidak bisa mencampuri.Apalagi, meski saat ini belum ada kepastian apakah Hallie adalah cucu dari gurunya, sekalipun sudah pasti, Sonia tetap tidak akan mengambil keputusan untuk gadis itu.Sonia membalas sambil mengangguk. "Apa pun yang ingin kamu lakukan, keputusan ada di tanganmu. Tapi, tempat ini sangat berbahaya. Aku yakin kamu sudah merasakannya semalam."Hallie menjawab dengan tegas, "Aku akan mencari cara untuk melindungi diriku sendiri."Kase mengeluarkan suara tawa kecil yang mencemooh. Ketika dia mendapati Hallie menatapnya dengan kening berkerut, dia segera berucap sambil tersenyum, "Jangan salah paham, Nona. Aku bukan lagi mengejekmu. Aku cuma tiba-tiba merasa ingin tertawa."Hallie merasa canggung mendengar itu. Sonia melirik sekilas ke arah Kase, lalu berucap, "Bantu dia."Kase mengangkat alis dan tersenyum penuh arti. Dia bertanya, "Apa keuntun